BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan tanah saat ini sangat meningkat karena tanah tidak hanya digunakan sebagai tempat hunian tetapi juga digunakan sebagai tempat untuk membuka usaha. Banyaknya investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia karena pertumbuhan perekonomian yang berkembang pesat dan daerah wisata yang sangat indah membuat investor asing berbondong-bondong ingin berinvestasi di Indonesia. Dalam tatanan Hukum Pertanahan Nasional, hubungan hukum antara orang, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) serta perbuatan hukumnya terkait dengan tanah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Salah satu prinsip yang dianut oleh UUPA adalah asas Nasionalitas yang menyatakan bahwa : Hanya Warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama Warga Negara Indonesia baik asli maupun keturunan Prinsip yang dianut UUPA diatur juga dalam Pasal 9 dan Pasal 21 ayat (1) UUPA, yaitu :
Pasal 9 UUPA : (1) Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan Pasal 1 dan 2. (2) Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Pasal 21 ayat (1) UUPA : (1) Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. Hubungan yang dimaksud dalam asas nasionalitas tersebut adalah dalam wujud hak milik sedangkan bagi WNA yang berkedudukan di Indonesia dapat diberikan Hak Pakai. 1 Hak Pakai bagi WNA yang berkedudukan di Indonesia diatur dalam Pasal 42 UUPA yang berbunyi : Yang dapat memperoleh hak pakai ialah : 1. Warga Negara Indonesia; 2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; 3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; 4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Pada Pasal 42 UUPA tentang hak pakai di atur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan 1 Maria S.W. Sumardjono, 2008, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Kompas, Jakarta, hlm. 1
dan Hak Pakai Atas Tanah (PP No. 40 Tahun 1996) Pasal 39 yang mana subyek hak pakai dipertegas dengan memberikan uraian yang lebih lengkap yaitu : Yang dapat mempunyai hak pakai adalah : a. Warga Negara Indonesia; b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; d. Badan-badan keagamaan dan sosial; e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; g. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia hanya dapat diberikan hak pakai, penggunaan hak pakai memiliki batas waktu yang ditentukan sebagaimana telah diatur dalam PP no. 40 tahun 1996 Pasal 45, yaitu : (1) Hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diberikan untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. (2) Sesudah jangka waktu hak pakai atau perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) habis, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan hak pakai atas tanah yang sama. (3) Hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan kepada : a) Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; b) Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan International; c) Badan keagamaan dan badan sosial. Dalam hal adanya batas waktu pada hak pakai membuat orang termasuk orang asing ingin memiliki hak milik karena dalam penguasaan atau kepemilikannya tidak ada batas waktu sebagaimana dimuat dalam Pasal 20 ayat (1)
UUPA yaitu : hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh. Pasal tersebut mengandung arti antara lain, hak milik dikatakan hak turun temurun maksudnya bahwa hak milik atas tanah tersebut tidak hanya berlangsung selama hidup pemegang hak milik atas tanah, tetapi dapat juga dilanjutkan oleh ahli warisnya apabila pewaris meninggal dunia, oleh karena itu hak milik jangka waktunya tidak terbatas. Hak milik dikatakan terkuat karena hak milik tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan dari pihak lain. Hak milik dikatakan terpenuh karena hak milik memberikan wewenang yang paling luas daripada hak-hak lainnya yang artinya hak milik dapat sebagai induk dari hak-hak lainnya. Dikarenakan hak milik adalah suatu hak atas tanah yang tertinggi dan tidak memiliki batas waktu, sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi pula di bandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya membuat minat banyak orang termasuk orang asing ingin untuk memiliki atau menguasai tanah yang berstatus hak milik. Prinsip yang dianut UUPA yaitu asas nasionalitas di atur dalam Pasal 9 ayat (1) jo. Pasal 21 ayat (1). Dalam pasal tersebut sudah jelas disebutkan bahwa yang hanya boleh memiliki hak milik adalah Warga Negara Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut orang asing tertutup sama sekali, kemungkinan untuk memiliki hak milik atas tanah tentunya bersifat illegal dalam bentuk penyelundupan hukum. Penyelundupan hukum muncul sebagai suatu bentuk perbuatan hukum yang dilahirkan oleh individu tertentu untuk mencapai keinginannya yang sesungguhnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Menurut narasumber, salah satu
perbuatan hukum tersebut yaitu perjanjian pinjam nama atau perjanjian nominee dengan membuat surat pernyataan yang sebenarnya. 2 Pengertian nominee dalam Black s Law Dictionary yang dikutip oleh Miggi Sahabati, adalah : One designated to act for another as his representative in a rather limited sense. It is used sometimes to signify an agent or trustee. It has no connotation, however, other than that of acting for another, in representation of another, or as the grantee of another. 3 Terjemahannya adalah seseorang yang bertindak untuk nama pihak lain sebagai wakil dalam arti yang terbatas. Terkadang istilah tersebut digunakan untuk menandakan sebagai agen atau wali. 4 Pendapat narasumber diatas diperkuat dengan pendapat dari Majelis Pengawas Wilayah Nusa Tenggara Barat yang menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan pernah terjadinya penyelundupan hukum dengan instrumen perjanjian nominee untuk kepemilikan hak milik atas tanah yang dibuat dihadapan notaris. 5 Perjanjian nominee untuk kepemilikan hak milik atas tanah merupakan perjanjian yang dibuat antara seseorang yang menurut hukum tidak dapat menjadi subyek hak atas tanah tertentu (hak milik), dalam hal ini yakni orang asing dengan 2 Wawancara dengan narasumber ibu Notaris Indah P. Subagyono, SH pada tanggal 31 Desember 2015, Pukul 10.00 WITA 3 Miggi Sahabati, Perjanjian Nominee Dalam Kaitannya Dengan Kepastian Hukum Bagi Pihak Pemberi Kuasa Ditinjau Dari Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Tentang Penanaman Modal, Dan Undang- Undang Kewarganegaraan, Tesis, Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 7 4 Ibid, hlm.24 5 Wawancara dengan narasumber bapak Abdullah, SH, Majelis Pengawas Wilayah Notaris Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 12 November 2015, pukul 09.40 WITA
WNI, dengan maksud agar orang asing tersebut dapat menguasai (memiliki) tanah hak milik secara de facto, namun secara legal-formal (dejure) tanah hak milik tersebut di atas namakan WNI. Perjanjian nominee dengan perkataan lain, WNI dipinjam namanya oleh orang asing. 6 Lebih lanjut Maria S.W. Sumardjono berpendapat bahwa perjanjian nominee lebih mementingkan pertimbangan praktis daripada kepentingan yuridis, dan penyelundupan hukum dalam bentuk perjanjian nominee tersebut dibuat dengan akta otentik dihadapan notaris yang tentunya isi dari perjanjian tersebut bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, walaupun ada kesepakatan antara kedua belah pihak. 7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari uraian diatas tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan perjanjian nominee untuk kepemilikan hak milik atas tanah? 2. Persoalan hukum apa yang timbul akibat perjanjian nominee untuk kepemilikan hak milik atas tanah? 6 Maria S.W. Sumardjono, 2012, Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing Melalui Perjanjian Nominee, Rapat Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT, Denpasar, hlm. 2 7 Maria S.W. Sumardjono, Op.Cit, hlm. 17
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : 1. Tujuan Objektif : Penelitian ini bertujuan : a. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan perjanjian nominee untuk kepemilikan hak milik atas tanah. b. Untuk mengetahui dan mengkaji persoalan hukum apa yang timbul akibat perjanjian nominee untuk kepemilikan hak milik atas tanah. 2. Tujuan Subyektif : Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dalam rangka penulisan tesis S-2 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum dalam bidang kenotariatan khususnya pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan perjanjian nominee untuk kepemilikan hak milik atas tanah. 2. Manfaat Praktis Pembahasan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat khususnya calon notaris dan notaris dalam hal pertanggungjawaban dalam pembuatan perjanjian nominee untuk kepemilikan hak milik atas tanah. Hasil
penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi calon notaris atau notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris dalam hal mengahadapi perjanjian nominee. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan eksplorasi penulis, belum ada penulis lain yang melakukan kajian tentang penelitian yang berjudul Pertanggungjawaban notaris dalam pembuatan perjanjian nominee untuk kepemilikan hak milik atas tanah, baik dalam bentuk skripsi, tesis atau penelitian yang lain. Namun ada beberapa penelitian yang penulis temukan memiliki kemiripan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh : 1. Perjanjian Nominee Sebagai Sarana Penguasaan Hak Milik Atas Tanah Oleh Warga Negara Asing Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata oleh Yosia Hetharie, Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada tahun 2015. 8 Pokok permasalahan yang diteliti adalah : a) Bagaimana keabsahan perjanjian nominee menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata? b) Bagaimana kekuatan mengikat perjanjian nominee dalam penguasaan hak milik atas tanah oleh warga negara asing? 8 Yosia Hetharie, 2015, Perjanjian Nominee sebagai Sarana Penguasaan Hak Milik Atas Tanah Oleh Warga Negara Asing Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Tesis, Program Studi Kenotariatan UGM, Yogyakarta.
c) Bagaimana akibat hukum penguasaan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh warga negara asing melalui perjanjian nominee? d) Bagaimana peran dan tanggung jawab Notaris/PPAT dalam mengeluarkan akta-akta melalui perjanjian nominee? Kesimpulan dari permasalahan diatas yaitu : Perjanjian Nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh WNA dengan jalan meminjam nama WNI untuk dicantumkan namanya pada sertipikat hak milik atas tanah bertentangan dengan asas itikad baik, tidak sesuai dengan asas kebebasan berkontrak karena bertentangan dengan undang-undang yaitu Pasal 9 UUPA, Pasal 21 ayat (1) UUPA, dan dipertegas dengan Pasal 26 ayat (1) UUPA, disamping itu juga tidak memenuhi syarat-syarat objektif sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu suatu hal tertentu (menyangkut objek perjanjian) dan syarat cuasa yang halal (syarat obyektif). Oleh karena itu perjanjian nominee dalam hal penguasaan hak milik atas tanah oleh WNA ini secara yuridis tidak sah. Perjanjian Nominee dalam hal penguasaan hak milik atas tanah oleh WNA secara yuridis tidak sah, maka perjanjian ini tidak memiliki kekuatan mengikat. Perjanjian nominee yang tidak memenuhi syarat obyektif menimbulkan akibat hukum yaitu perjanjian nominee tersebut batal demi hukum, dan dianggap dari awal tidak pernah ada perjanjian tersebut. hal yang sama juga
tertuang di dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA juga memberikan akibat hukum jika penguasaan hak milik atas tanah dikuasai oleh WNA maka perbuatan hukum tersebut batal demi hukum dan tanahnya jatuh kepada negara. Akta yang dikeluarkan oleh notaris/ppat haruslah memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga isi dari akta tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, seorang notaris/ppat dalam mengeluarkan akta, perlu memperhatikan kebenaran materiil dari isi akta tersebut. Notaris/PPAT dalam hal mengeluarkan akta dan selanjutnya mengakibatkan kerugian kepada salah satu pihak terkait dengan akta tersebut, maka pihak yang dirugikan tersebut dapat meminta pertanggungjawaban dari notaris/ppat yang bersangkutan. Dalam hal penguasaan hak milik atas tanah oleh WNA, ketika terjadi sengketa maka ada salah satu pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, pihak yang merasa dirugikan, dapat meminta pertanggungjawaban dari notaris/ppat yang mengeluarkan akta. 2. Perjanjian nominee dalam kaitannya dengan kepastian hukum bagi pihak pemberi kuasa ditinjau dari Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Tentang Penanaman Modal, dan Undang-Undang Kewarganegaraan, oleh Miggi Sahabati, Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia Jakarta tahun 2011. 9 9 Miggi Sahabati, 2011, Perjanjian nominee dalam kaitannya dengan kepastian hukum bagi pihak pemberi kuasa ditinjau dari Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Tentang Penanaman
Pokok Permasalahan Yang diteliti adalah : a. Bagaimana pengaturan mengenai perjanjian nominee saat ini yang berlaku di Indonesia? b. Bagaimana pihak pemberi kuasa dapat terlindungi haknya apabila terjadi wanprestasi? c. Apakah keberadaan perjanjian nominee dapat menjadi alternatif yang menguntungkan dalam pengembangan investasi di Indonesia? Kesimpulan dari permasalahan tersebut adalah : Ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata menyiratkan adanya dua jenis perjanjian, yaitu perjanjian Nominaat dan perjanjian Innominaat. Perjanjian Nominaat merupakan perjanjian yang dikenal di dalam KUH Perdata karena diatur dan disebutkan dalam beberapa pasal KUH Perdata, sedangkan perjanjian Innominaat adalah perjanjian yang tumbuh dan berkembang di dalam praktik dan belum dikenal saat KUH Perdata diundangkan. Salah satu perjanjian Innominaat adalah perjanjian nominee. Dalam sistem hukum di Indonesia, perjanjian nominee sebagai salah satu bentuk dari perjanjian Innominaat tidak diatur secara tegas dan khusus. Akan tetapi Pasal 1319 KUH Perdata mengatur bahwa semua perjanjian tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam bab kedua dan kesatu buku III KUH Perdata. Dengan demikian meskipun perjanjian Nominee sebagai Modal, dan Undang-Undang Kewarganegaraan, Tesis, Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
salah satu bentuk dari perjanjian Innominaat tidak dikenal dalam KUH Perdata, namun dalam pelaksanaannya perjanjian Innominaat harus tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam buku III KUH Perdata termasuk asas-asas yang terkandung di dalam KUH Perdata yang berkaitan dengan hukum perjanjian. Secara tegas, ketentuan dalam UUPM mengatur mengenai larangan atas perjanjian Nominee, dimana Pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing yang melakukan penenaman modal dalam bentuk Perseroan Terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam Perseroan Terbatas untuk dan atas nama orang lain. Sehubungan dengan kepastian hukum bagi pihak Pemberi Kuasa dalam perjanjian Nominee dari pihak Penerima Kuasa, maka dapat diperhatikan beberapa hal sebagai berikut ini : a. Penggunaan asas pacta sunt servanda dalam perjanjian antara para pihak yang terlibat di dalamnya, dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam Pasal 1335 KUH Perdata dan Pasal 1337 KUH Perdata; b. Penerapan prinsip itikad baik para pihak yang diterapkan sejak penandatanganan perjanjian hingga pengakhiran perjanjian; c. Konsep penentuan sebab yang halal dimana konsep tersebut berkaitan erat dengan objek atau isi dan tujuan prestasi yang terkandung dalam perjanjian itu sendiri, bukan mengenai suatu sebab yang menjadi latar belakang dibuatnya suatu perjanjian;
d. Suatu perjanjian Nominee perlu dilengkapi dengan perjanjian tambahan dan dokumen lainnya untuk meng-eliminate resiko yang akan dihadapi oleh pihak pemberi kuasa. Perjanjian Nominee dapat menjadi suatu alternatif yang menguntungkan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berasal dari penanaman modal asing. Hal ini terlihat dari masih adanya praktik Nominee di wilayah Indonesia khususnya dalam bidang pariwisata, meskipun telah ada ketentuan yang melarangnya di dalam UUPM. 3. Wanprestasi dalam penggunaan nominee pada perjanjian yang dibuat dibawah tangan berkaitan dengan kepemilikan tanah di Bali, oleh G. Agus Permana Putra, Magister Kenotariatan Universitas Diponogoro Semarang tahun 2010. 10 Pokok permasalahan yang diteliti adalah : a. Apakah penggunaan Nominee pada Perjanjian di bawah tangan sah bila ditinjau dari Undang-undang Pokok Agraria? b. Bagaimana akibat hukum apabila Warga Negara Indonesia wanprestasi dalam penggunaan Nominee pada perjanjian yang dibuat di bawah tangan? Kesimpulan dari permasalahan tersebut diatas adalah : Penggunaan Nominee pada Perjanjian dibawah Tangan khususnya transaksi atas sebidang tanah dan bangunan melanggar ketentuan Pasal 1320 10 G. Agus Permana Putra, 2010, Wanprestasi Dalam Penggunaan Nominee Pada Perjanjian Yang Dibuat Dibawah Tangan Berkaitan Dengan Kepemilikan Tanah Di Bali, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Diponogoro, Semarang.
ayat (4) KUHPerdata mengenai klausa yang dilarang oleh Undang-undang khususnya UUPA Pasal 9 jo Pasal 21 dan Pasal 26 mengenai kepemilikan hak atas tanah (Hak Milik) oleh Warga Negara Asing sehingga perjanjian tersebut dapat dikatakan perjanjian simulasi yang bertentangan dengan kausa tersebut adalah dapat menjadi penyebab perjanjian bersangkutan tidak sah atau maka perjanjian batal demi hukum (void nietig). Wanprestasi dalam Penggunaan Nominee pada Perjanjian dibawah tangan melibatkan Warga Negara Asing (WNA) dan memiliki konsekuensi munculnya forex exposure. Index yang diterima penerima Nominee, sebesar 5% per bulan dari nilai riil objek yang diperjanjiakan, yaitu tanah dan bangunan yang berdiri diatasnya, hal inilah yang memacu penerima Nominee untuk tidak ingin melepaskan status Nominee yang melekat padanya. Wanprestasi dalam Penggunaan Nominee pada Perjanjian dibawah tangan untuk transaksi jual beli sebidang tanah dan bangunan atas sertipikat hak milik Nomor 4955/Kelurahan Benoa, yang diuraikan dalam Surat Ukur tertanggal 18 5 1999, Nomor 205, seluas 227 M 2, terletak di Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Propensi Bali, tercatat atas nama Franciano, berikut bagunan rumah tinggal berdasarkan Ijin Mendirikan Bangunan Nomor 708 Tahun 2000, tertanggal 27 Maret 2000 atas nama Franciano diselesaikan dengan teknik non litigasi, musyawarah dan negosiasi untuk mencapai mufakat dengan tetap terlaksananya ganti rugi dari tindakan wanprestasi tersebut.