BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena masuknya air laut pada estuari tersebut. Sebaliknya pada saat surut, maka terjadi penurunan salinitas karena adanya masukan dari air sungai. Untuk mengetahui tipe estuari dapat dilakukan dengan melihat sebaran salinitas pada tiap lapisan kedalaman disetiap stasiun. Hasil pengukuran sebaran salinitas pada tiap kedalaman di setiap stasiun pada saat pasang dan surut, seperti disajikan pada Gambar 9 berikut ini. (a) (b) Gambar 9 Sebaran Salinitas Menegak Saat Pasang (a) dan Surut (b) Berdasarkan pendekatan nilai salinitas pada saat pasang dan surut, maka daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi 3 wilayah. Wilayah pertama adalah wilayah yang tidak dipengaruhi oleh air laut, yaitu pada stasiun 1 (sungai). Wilayah ini baik saat pasang dan surut memiliki nilai salinitas mendekati nol. Wilayah kedua adalah wilayah yang mempunyai nilai salinitas bervariasi. Wilayah ini diwakili oleh stasiun 3 dan 4, 33
dimana pada saat pasang salinitasnya berkisar 32 33 psu, sedangkan pada saat surut salinitasnya berkisar 25 26 psu. Nilai salinitas didaerah ini berfluktuasi antara pasang dan surut, serta memiliki karakteristik estuari, yaitu mirip laut pada saat pasang dan mirip sungai pada saat surut. Wilayah ketiga adalah wilayah yang memiliki karakteristik laut, yaitu memiliki salinitas antara 32 33 psu. Wilayah ini diwakili oleh stasiun 6, 7 dan 8. Wilayah ketiga ini memiliki salinitas yang seragam dari permukaan hingga kedalaman 9 m pada keadaan pasang, sedangkan pada saat surut, ada sedikit perbedaan salinitas di permukaan, kemudian semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. (1) (1) (2) (2) (3) (3) A B Gambar 10 Sebaran Salinitas Melintang pada Stasiun 2,5,6 (1), Stasiun 2,3,7 (2), dan Stasiun 2,4,8 (3) pada Saat Pasang (A) dan Surut (B). 34
Stratifikasi ini juga terjadi pada sebaran melintang dimana stasiun yang berada jauh dari muara sungai mempunyai salinitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan stasiun yang berada dekat dengan muara (Gambar 10). Lapisan permukaan cenderung memiliki salinitas lebih rendah dibandingkan dengan lapisan tengah, dan lapisan tengah lebih rendah dibandingkan dengan lapisan dasar perairan. Pada saat surut, salinitas rendah tampak pada stasiun 2, dimana stasiun ini letaknya di muara sungai. Perubahan nilai salinitas tampak sekali semakin menjauhi muara menuju laut. Pola penyebaran salinitas semacam ini menunjukkan bahwa kawasan Muaragembong tergolong pada estuari tercampur sebagian (Partially Mixed Estuary). Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi salinitas secara vertikal dan horisontal. Berdasarkan sebaran salinitas menegak terlihat adanya pembatas (front) salinitas pada daerah muara. Pergerakkan salinitas pada saat pasang terlihat mendorong massa air menuju sungai, begitu mencapai stasiun dekat muara terjadi percampuran salinitas hanya pada di lapisan bawah perairan. Pada saat surut terjadi kebalikannya, yaitu massa air tawar mendorong hingga ke mulut muara sungai. Percampuran antara salinitas air laut dan air tawar pada kondisi pasang dan surut hanya di sekitar mulut muara sungai. Dari hasil pengamatan, tampak adanya variasi sebaran temperatur dari permukaan hingga dasar perairan. Gambar 11, memperlihatkan ada penurunan temperatur dengan bertambahnya kedalaman. Pada lapisan permukaan temperatur berkisar antara 29 o C hingga 30 o C. Temperatur ini terus menurun hingga 28,5 o C pada kedalaman 9 m. Pada saat surut stratifikasi temperatur perkedalaman pada seluruh stasiun hampir tidak berubah, sedangkan pada saat pasang stratifikasi temperatur sangat terlihat dan terbentuknya lapisan thermoklin (perubahan suhu yang tajam) pada kedalaman 1,5 m. Pembentukkan thermoklin terjadi karena adanya masukkan air laut yang memiliki suhu lebih tinggi, sehingga begitu terjadi percampuran massa air, maka lapisan atas perairan suhunya meningkat. 35
(a) (b) Gambar 11 Sebaran Vertikal Temperatur Saat Pasang (a) dan Surut (b). Variasi temperatur dapat disebabkan karena adanya debit sungai yang masuk ke perairan estuari. Hasil perhitungan debit sungai yang dilakukan di muara CBL (Citarum Bekasi Laut) pada jarak 10 m dari muara sungai. Pengukuran dilakukan dengan membagi lebar sungai dengan 4 penampang. Pada penampang pertama diperoleh debit sebesar 99,6 m 3 /dt, penampang kedua 89,7 m 3 /dt, penampang ketiga 79,95 m 3 /dt, dan penampang keempat sebesar 37,5 cm 3 /dt. Dari keempat pengukuran, diproleh debit ratarata sebesar 76.68 m 3 /dt. Kondisi Pasang Surut Dan Arus. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Hidrooceanografi (Dishidros, tahun 2007) menunjukkan bahwa tipe pasut di daerah penelitan adalah tipe semidiurnal, yaitu terdapat 2 periode pasang tinggi dan 2 periode pasang rendah setiap harinya. Gambar 12 dibawah ini menunjukkan kondisi pasang surut daerah penelitian pada bulan September 2007. 36
1.2 PASUT PERAMALAN SEPTEMBER 2007 1 Tinggi (m) 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1 17 33 49 65 81 97 113 129 145 161 177 193 209 225 241 257 273 289 305 321 337 353 369 385 401 417 433 449 465 481 497 513 529 545 561 577 593 609 625 641 657 673 689 705 721 737 Waktu Gambar 12 Kondisi Pasang Surut di Muaragembong Bulan September 2007 (Dishidros, 2007). Pengamatan untuk penentuan tipe estuari dilakukan pada saat pasang dan pada saat surut. Pengukuran salinitas pada saat pasang dilakukan pada pukul 13.40, sementara pengukuran pada saat surut dilakukan pada pagi hari, pukul 6.30. Untuk pengukuran parameter yang lain dilakukan pada saat surut. Gambar 11 dibawah ini memperlihatkan kondisi pasang surut pada saat pengambilan sampel dan pengukuran salinitas. tinggi muka air (m) 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 jam Gambar 13 Kondisi Pasang Surut Saat Pengukuran Salinitas dan Pengambilan Sampel. Keterangan: : Pengukuran salinitas pada saat pasang : Pengukuran salinitas pada saat surut : Pengambilan sampel 37
Kecepatan arus permukaan memiliki kecepatan bervariasi, mulai 6,19 cm/dt hingga 7,59 cm/dt. Kecepatan arus di muara sungai lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan di estuari dan laut. Arus pada muara sungai dan estuari mengarah ke Barat, sedangkan arus di stasiun 6, 7, 8 mengarah ke Baratdaya. Arah dan kecepatan arus dapat dilihat pada Gambar 14 dibawah ini. Peta Arus Permukaan 6,2 cm/dt 7,9 cm/dt Gambar 14 Pola arus permukaan. Padatan Tersuspensi (Suspended Solid) Dan Sedimentasi. Padatan tersuspensi adalah partikel-partikel yang melayang-layang didalam air yang terdiri dari komponen hidup (Phytoplankton, jamur dan bakteri) dan komponen mati (detritus, partikel anorganik). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai TSS berkisar antara 49,6 mg/l hingga 102 mg/l. Nilai terbesar pada stasiun 3, dimana stasiun sangat dangkal, sehingga proses pengadukan dasar perairan cukup efektif. Nilai terendah terdapat pada stasiun 6. Sebaran nilai TSS ditampilkan pada Gambar 15 di bawah ini. 38
Total Padatan Tersuspensi Konsentrasi mg/l 150 100 50 0 9 Stasiun TSS (mg/l) Gambar 15 Nilai Total Padatan Tersuspensi. Total Padatan Tersuspensi terdiri atas bahan-bahan organik dan inorganik. Komposisi kandungan kedua bahan ini berbeda dan bervariasi ditiap stasiun (Lampiran 1). Pada Gambar 16 berikut tampak adanya penurunan kadar bahan organik dari sungai ke laut. Kandungan bahan organik tertinggi ada di stasiun 5 (hingga 68%) dan terendah di stasiun 8 (12,8%). Sementara itu, kandungan bahan inorganik menunjukkan sebaran yang berlawanan. Persentase tinggi tampak pada stasiun 8 (51,7%), dan kandungan terendah, yaitu pada stasiun 5 (11,1%). Fenomena menarik terdapat di stasiun 6, dimana persentase kandungan unsur organik dan inorganik memiliki nilai yang hampir sama. Kandungan Bahan organik dan Inorganik dalam Padatan tersuspensi Persentase 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Stasiun inorg org Gambar 16 Perbandingan Kandungan Bahan Organik dan Inorganik dalam Padatan Tersuspensi. 39
Padatan Tersuspensi (organik maupun inorganik) di perairan laut berasal dari daratan yang ditranspor melalui sungai, dan yang berasal dari dalam laut itu sendiri. Yang bersumber dari laut adalah lebih besar dibandingkan dengan yang berasal dari daratan yang dibawa oleh sungai (Libes, 1992). Padatan Tersuspensi memiliki kemampuan mengadsorpsi beberapa elemen terlarut dan kemudian mengendap dalam sedimen di dasar perairan. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan mengenai fraksi sedimen dan laju pengendapan didaerah penelitian. Pengukuran laju sedimentasi dilakukan dengan menggunakan sediment trap yang dipasang di 4 stasiun pengamatan. Laju sedimen terendah stasiun 3 dan tertinggi di stasiun 4 (Tabel 6). Stasiun Tabel 6 Hasil Pengukuran Laju sedimentasi Laju Sedimentasi gr/m 2 /minggu Kedalaman Minggu Minggu Ratarata (m) 1 2 Kecepatan Arus (cm/dt) TSS (mg/l) 2 3 4 5 3,9 0,8 2 2 45.87 2.54 67.43 59.01 33.76 1.97 77.52 46.89 39.82 2.20 72.47 52.95 7,9 6,2 4,6 5,3 99,9 102 52,4 55,3 Dari keempat stasiun tersebut memperlihatkan bahwa laju sedimentasi di stasiun 4 (estuari) lebih tinggi daripada stasiun lain. Sedimen di stasiun 4 merupakan kombinasi antara material laut dan material sungai yang dibawa ke laut. Material yang dibawa laut pada saat pasang dan material sungai pada saat surut mempengaruhi besarnya laju endapan di tempat ini. Tingginya laju sedimentasi di stasiun 4 dimungkinkan karena adanya resuspensi atau pengadukan dari dasar, mengingat konsentrasi TSS di tempat tersebut justru paling kecil dibandingkan dengan ketiga stasiun lainnya, dan arus yang relatif juga kecil. Tekstur sedimen diketahui dengan mengukur komposisi dari fraksi pembentuknya, yang terdiri dari lumpur, pasir dan lempung. Di daerah estuari yang merupakan tempat pertemuan antara darat dan laut memiliki tidak hanya satu fraksi pada sedimennya. Komposisi dan nilai fraksi sedimen pada tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. 40
Tabel 7. Nilai Persentase Fraksi Sedimen dan Jenis Sedimen. Stasiun Fraksi sedimen (%) Jenis sedimen Lempung(clay) Lanau (Silt) Pasir (sand) 1 2 3 4 5 6 7 8 1,02 1,92 3,55 1.63 1,78 0,97 0,87 0,96 20 89,6 87 34 24,4 11 10,6 10,8 78,98 8,84 9,45 64,37 73,82 88,03 88,53 88,24 Loamy sand Silt Silt Loamy Sand Loamy Sand Loamy Sand Loamy Sand Loamy Sand Tabel 7 menunjukkan fraksi sedimen di Perairan Muaragembong yang terdiri dari Sand (pasir), Silt (lanau), dan Clay (lempung). Di stasiun 1 didominasi oleh pasir (78,98%) dengan jenis sedimen Loamy Sand (Pasir berlempung). Stasiun 2 dan 3 didominasi oleh lanau (Silt). Keempat stasiun lainnya yang merupakan laut lepas memiliki jenis sedimen pasir berlempung (Loamy Sand). Gambar 17 dibawah ini menampilkan sebaran fraksi sedimen dalam grafik histogram. Sebaran Fraksi Sedimen 100 Persentase 80 60 40 20 0 Stasiun lempung Lumpur Pasir Gambar 17 Sebaran Fraksi Sedimen. Konsentrasi Logam Cd, Cu, Zn, Hg, Pb Terlarut dan Teradsorpsi. 1. Cadmium (Cd). Konsentrasi Logam Cd di Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 18 dibawah ini. Nilai konsentrasi terlarut berkisar antara 0,006 mg/l 0,076 mg/l, sementara itu konsentrasi dalam Padatan Tersuspensi berkisar antara 0,001 mg/l dan 0.009mg/l (Lampiran 1). 41
0,080 konsentrasi (mg/l) 0,060 0,040 0,020 0,000 Cd terlarut Cd teradsorpsi stasiun Gambar 18 Konsentrasi Logam Cadmium (Cd) Terlarut dan Teradsorpsi. Konsentrasi logam Cd terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 2, kemudian menurun semakin kearah laut. Konsentrasi logam berat dalam Padatan Tersuspensi juga tampak semakin rendah ke arah laut. Dengan kata lain konsentrasi Cd semakin rendah dengan semakin meningkatnya salainitas. 2. Tembaga (Cu). Konsentrasi logam Cu terlarut yang terukur berkisar antara 0,158 mg/l 0,290 mg/l dengan nilai tertinggi diperoleh di stasiun 1 (0,290 mg/l) dan terendah di stasiun 8 (0,158 mg/l). Sebaran konsentrasi Cu dapat dilihat pada Gambar 19. Karena sumber Cu berasal dari sungai, maka konsentrasinya juga menunujukkan nilai yang menurun mulai dari sungai ke laut. Menurut Maslukah (2006), dilihat dari pola sebaran logam terlarut terhadap nilai salinitas menunjukkan bahwa logam Cu mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya nilai salinitas. 4,000 konsentrasi (mg/l) 3,000 2,000 1,000 0,000 Cu terlarut Cu teradsorpsi stasiun Gambar 19 Konsentrasi Logam Tembaga (Cu) Terlarut dan Teradsorpsi. 42
Konsentrasi logam Cu dalam padatan tersuspensi menunjukkan pola yang tidak berbeda. Nilai tertinggi pada stasiun 1,3, 4, 5 yang merupakan daerah estuari. Rentang nilai konsentrasi Cu dalam padatan tersuspensi berkisar antara 1,302 mg/l 3,384 mg/l. Karena Cu termasuk unsur esensial, maka keberadaannya diperlukan oleh organisme. Konsentrasi Cu terlarut yang jauh lebih kecil nilainya dibandingkan dengan teradsorpsi dimungkinkan karena diabsorp (diserap) oleh organisme laut. 3. Seng (Zn). Nilai konsentrasi logam Zn terlarut di muara sungai CBL Muaragembong berkisar antara 0,127 mg/l 0,988 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi pada stasiun 1 (0,988 mg/l), sedangkan nilai terendah pada stasiun 2 (0,127 mg/l). Serupa dengan logam Cu, maka logam Zn pun mengalami penurunan konsentrasi sejalan dengan meningkatnya salinitas (Maslukah, 2006). Karena perbedaan nilai sangat besar maka konsentrasi Zn terlarut tidak tampak dalam gambar. Sebaran konsentrasi Zn dapat dilihat pada Gambar 20 di bawah ini. konsentrasi (mg/l) 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0,000 Zn terlarut Zn teradsorpsi stasiun Gambar 20 Konsentrasi Logam Seng (Zn) Terlarut dan Teradsorpsi. Konsentrasi logam Zn dalam Padatan Tersuspensi berkisar antara 20,78 mg/l 78,65mg/l. Nilai tertinggi pada stasiun 1, dan semakin menurun secara gradual ke arah laut Sumber logam Zn berasal dari aktivitas manusia yaitu buangan limbah dan polusi udara yang mengandung Zn. Dalam alam, Zn terkandung dalam batuan dalam bentuk Sulfifda Sphalerite (ZnS), yang kemudian tererosi oleh air sungai dan terbawa sampai ke laut. Di laut unsur ini akan diencerkan oleh air laut. Zn Juga merupakan unsur esensial, konsentrasi terlarut unsur ini sangat kecil karena dimungkinkan diserap oleh organisme laut. 43
Dalam perairan dengan ph 6,7 unsur Zn terdapat dalam bentuk Zn 2- terlarut. Semakin basa suatu perairan (ph 7 7,5) maka Zn mulai mengalami hidrolisis dan membentuk Zn(OH) 2 yang bersifat tidak larut (Sanusi, 2006). Kondisi ph dan kandungan bahan organik maupun inorganik dalam padatan tersuspensi di lokasi penelitian sangat mendukung efektifitas pembentukan ikatan kompleks dan adsorpsi Zn oleh padatan tersuspensi. 4. Merkuri (Hg) Merkuri (Hg) adalah logam yang sangat ditakuti karena dampak racun yang diakibatkan sangat berbahaya bagi kesehatan. Konsentrasi lgam Hg di lokasi penelitian berkisar antara 0,20 ug/l 0,73 ug/l. Konsentrasi tertinggi pada stasiun 2 (0,73 ug/l) dan terendah pada stasiun 7 (0,20 ug/l). Nilai konsentrasi logam Hg disajikan pada Gambar 21 dibawah ini. 1,50 konsentrasi (ug/l) 1,00 0,50 0,00 stasiun Hg(ug/l) terlarut Hg(ug/l) teradsorpsi Gambar 21 Konsentrasi Logam Merkuri (Hg) Terlarut dan Teradsorpsi Nilai konsentrasi logam Hg secara keseluruhan menunjukkan nilai tertinggi pada stasiun 2, dan semakin mengecil kearah laut. Penurunan ini disebabkan karena pengenceran oleh air laut. Tingginya konsentrasi di stasiun 2 dimungkinkan karena adanya pengadukan sedimen yang disebabkan oleh arus yang bergesekan dengan dasar perairan. 5. Timbal (Pb ). Timbal (Pb) atau terkenal dengan timah hitam, adalah salah satu logam yang banyak mencemari laut karena aktivitas manusia. Kandungan logam Pb terlarut didaerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 22 dibawah ini. 44
10,000 konsentrasi (mg/l) 8,000 6,000 4,000 2,000 0,000 Pb terlarut Pb teradsorpsi stasiun Gambar 22. Konsentrasi Logam Timbal (Pb) Terlarut dan Teradsorpsi Konsentrasi logam Pb terlarut berada pada kisaran 3,00 mg/l 8,92 mg/l, dan konsentrasi teradsorpsi antara 1,028 mg/l 3,142 mg/l. Seperti logam yang lain, konsentrasi yang teradsorpsi lebih besar daripada yang terlarut. Pola sebaran konsentrasi logam ini meningkat semakin kearah laut. Adanya ligan organik maupun inorganik dalam air (lampiran 1 ) menyebabkan terbentuknya ikatan kompleks dengan Pb. Dengan ligan inorganik fosfat (PO 3-4 ) dan Sulfida (S 2- ), Pb membentuk senyawa Pb (OH) - dan PbS yang bersifat tidak larut. Di Perairan dengan ph >6 kedua senyawa itu akan mengalami proses hidrolisis dan membentuk Pb(OH) - terlarut (Sanusi, 2006). Kondisi ph sangat mempengaruhi keberadaan Pb dalam perairan karena sangat menentukan apakah dalam keadaan terlarut ataupun teradsorpsi. Konsentrasi Pb di kawasan Muaragembong sebenarnya sudah melewati ambang batas yang ditentukan oleh EPA dan KepMen Lingkungan Hidup No 51/2004. 4.5. Kapasitas Adsorpsi dan Indeks Kelarutan Logam Berat. Hasil perhitungan kapasitas adsorpsi di daerah penelitian menunjukkan bahwa Kapasitas Adsorpsi logam berat secara berurutan dengan nilai terbesar adalah Zn>Cu>Hg>Pb>Cd. Untuk logam berat esensial (Zn dan Cu) berbeda dengan unsur logam non esensial (Cd, Hg, Pb). Unsur-unsur esensial (Zn dan Cu) memiliki kapasitas adsorpsi lebih besar dibandingkan dengan unsur non esensial. Kapasitas adsorpsi Zn rata-rata adalah 98,36% dan Cu dengan rata-rata 90,52%. 45
Untuk unsur logam non-esensial memiliki nilai rata-rata dibawah 50%. Logam Pb memiliki nilai antara 22%-26%, diikuti oleh Cd dengan rentang nilai antara 1%-20% dan Hg dengan nilai antara 56%-66%. Gambar 23 berikut adalah perbandingan Kapasitas adsorpsi di tiap stasiun pengamatan dari sungai hingga laut yang disajikan dalam bentuk histogram. 120,00 100,00 Perentase 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Cd Cu Hg Zn Pb Stasiun Gambar 23. Kapasitas Adsorpsi Logam Berat Perhitungan Kapasitas Adsorpsi logam berat non esensial menunjukkan nilai ratarata untul Pb sebesar 27,71%, Cd sebesar 11,29% dan Hg sebesar 63,42%. Kapasitas Adsorpsi logam berat non esensial (Cd, Hg, dan Pb) dari yang terbesar adalah Hg > Pb > Cd. 46
100,00 Persentase 80,00 60,00 40,00 20,00 Cd Cu Hg Zn Pb 0,00 stasiun Gambar 24 Indeks Kelarutan Logam Berat Nilai indeks kelarutan logam berat seperti yang diperlihatkan pada Gambar 24 secara berurutan adalah Cd>Pb>Hg>Cu>Zn. Untuk logam esensial nilai Cu>Zn dan Cd>Pb>Hg untuk logam non-esensial. Berdasarkan hal diatas, apabila nilai indeks kelarutannya rendah maka kapasitas adsorpsinya semakin tinggi. Dengan demikian unsur yang memiliki indeks kelarutan yang rendah (Zn) lebih banyak teradsorpsi oleh partikulat yang pada akhirnya akan terendapkan di dasar perairan. Konsentrasi Logam Cd, Cu, Zn, Hg, Pb dalam Sedimen. Kondisi logam berat yang telah teradsorpsi oleh padatan tersuspensi akan mengalami proses pengendapan pada dasar perairan. Gambar 25 berikut ini memperlihatkan konsentrasi logam berat dalam sedimen 47
k o n s e n t r a s i 200,00 150,00 100,00 50,00 0,00 Cd Cu Hg(μg/g) Zn Pb stasiun Gambar 25. Konsentrasi Logam Berat dalam sedimen Pada gambar tampak bahwa logam Zn memiliki konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan logam lainnya, diikuti oleh Cu, Pb, Cd dan yang terakhir adalah Hg. Seperti diketahui bahwa Cd bervalensi dua adalah bentuk terlarut yang stabil dalam lingkungan perairan laut, terutama pada ph dibawah 8. Logam Pb dalam perairan laut dengan ph >6 didominasi oleh senyawa Pb(OH) terlarut, sehingga dalam sedimenpun kedua unsur logam tadi kandungannya kecil. Pembahasan Umum. Percampuran kedua massa air di estuari akan menyebabkan perubahan konsentrasi logam berat terlarut yang ada di kolom air. Proses yang terjadi antara lain adalah pengenceran, flokulasi, adsorpsi dan desorpsi. Proses pengenceran menyebabkan perubahan konsentrasi logam berat, baik itu bertambah atau berkurang tergantung dari sumber logam tersebut. Apabila sumber logam dari sungai, adanya proses pengenceran oleh air laut mengakibatkan konsentrasi logam akan menurun sepanjang perubahan salinitas, sebaliknya apabila sumber logam berasal dari laut, maka konsentrasi logam berat menjadi naik dengan bertambahnya nilai salinitas (Chester 1990). Menurunnya konsentrasi logam berat terlarut di estruari disebabkan juga karena ada proses adsorpsi. Proses adsorpsi adalah proses pengikatan atom, partikel atau molekul suatu zat pada permukaan suatu zat padat. Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel. 48
Dengan tipe estuari yang tercampur sebagian, berarti ada perbedaan salinitas antara permukaan hingga kedalaman tertentu di perairan tersebut. Perbedaan salinitas ini tentu saja akan mempengaruhi proses kimiawi unsur logam berat yang masuk. Unsur logam berat esensial (Cu dan Zn) memperlihatkan konsentrasi yang cenderung menurun dengan semakin tingginya salinitas, baik konsentrasi terlarut maupun teradsorpsi. Untuk logam non-esensial (Cd, Hg dan Pb) menunjukkan pola yang berbeda. Konsentrasi Pb terlarut dan teradsorpsi meningkat dengan meningkatnya salinitas, sementara Cd dan Hg sebaliknya. Kadar keasaman (ph) juga mempengaruhi proses adsorpsi dan absorpsi unsur logam berat. Pada kondisi ph diatas 7, Zn justru mengalami hidrolisis dan bersifat tidak larut. Serupa dengan Zn, tembaga (Cu) pun bersifat tidak larut pada ph basa. Kedua unsur esensial ini banyak teradsorpsi oleh padatan tersuspensi pada lingkungan laut, yang akhirnya akan terendapkan di dasar perairan sebagai sedimen (Gambar 26). Unsur terlarut dari kedua logam tersebut banyak dimanfaatkan oleh biota laut. Logam berat Hg (non esensial) memiliki sifat yang serupa dengan Zn dan Cu, yaitu tidak larut pada ph basa. Kondisi ph perairan juga berpengaruh terhadap logam berat non-esensial lainnya, yaitu Cd dan Pb. Selain ph, pengaruh kehadiran bahan organik dan inorganik ikut mempengaruhi kapasitas adsorpsi logam berat. Logam Cu. di perairan bebas terdapat dalam keadaan terlarut atau partikulat. Logam Cu juga berikatan dengan ligan organik maupun inorganik (Sanusi, 2006). Logam Cd juga membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik terutama di perairan dengan ph basa. 49
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 Zn Pb Cu Cd Hg 0 0 5 10 15 20 25 30 35 50
Kapasitas Adsorpsi, Persentase Bahan Organik, ph, dan Salinitas di Stasiun 1, 2, 4,7 100 80 60 40 20 0 org (%) ph salinitas Cd Cu Hg Zn Pb Inorg(%) stasiun 1 stasiun 2 stasiun 7 stasiun 4 Gambar 28. Kapasitas Adsorpsi, Kandungan Bahan Organik, Salinitas dan ph di Stasiun 1, 2, 4, dan 7. Dari gambar 28 diatas, perubahan salinitas dari sungai hingga laut tampak sekali pada logam Cd. Kapasitas adsorpsi Cd bertambah sejalan dengan bertambahnya nilai salinitas. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Cd sangat dipengaruhi oleh salinitas. Karena logam Cd memiliki bentuk terlarut yeng stabil, maka nilai kapasitas adsorpsinya juga rendah dibandingkan dengan ke empat kogam berat lainnya. Kapasitas adsorpsi logam Pb tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dengan bertambahnya salinitas. Sementara itu, logam Hg menunjukkan nilai kapasitas adsorpsi tinggi di estuari. 51