Hasan Hazzanoke Edelweiss
EDELWEISS Oleh: Hasan Hazzanoke Copyright 2016 by Hasan Hazzanoke Desain Sampul Hasan Hazzanoke Layout Hasan Hazzanoke Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com 2
Terima kasih Allah telah memberiku keluarga yang saling menyayangi, dan sahabat yang saling dukung. Novel ini kejutan untukmu! 3
4
1 Oh, BBM! Angkot yang ia tumpangi melewati kantor DPRD Sumatra Barat. Di tempat itu ramai sekali oleh mahasiswa berjaket kuning meneriakkan tuntutan. Turunkan harga BBM! Arif memperhatikan situasi itu dari kaca jendela angkot. Beberapa orang dikenalinya, baik sebagai teman atau sekadar kenal saja. Situasi ini adalah buah dari kebijakan presiden baru menaikkan harga BBM. Angkot terus melaju meninggalkan kegaduhan itu. Sampai Arif meminta turun di depan toko buku Gramedia. Ia membayar dengan selembar lima ribuan. Supir mengembalikan seribu, lalu menjalankan lagi angkotnya menuju pasar raya. Arif mengeluh dalam hati. Ongkos angkot naik. Sebelum kebijakan pemerintah itu dieksekusi biasanya ongkos angkot hanya tiga ribu. Ah, bahkan dulu ketika ia baru menginjakkan kaki di Kota Padang untuk melanjutkan studinya ke perguruan tinggi, ongkos angkot hanya dua ribu. Cepat sekali naik menjadi dua kali lipat. 5
Ia menitipkan tas kepada petugas sebelum masuk ke dalam. Terus naik ke lantai dua. Lantai satu serupa swalayan, barulah di lantai dua dan tiga dijual buku-buku dari beragam penerbit dan penulis. Segera dikelilinginya rak-rak yang dipenuhi buku. Membaca judul-judulnya, kalau sekiranya menyentil hatinya, ia akan membuka buku itu untuk dilihat-lihat isinya. Ada satu contoh buku yang sengaja dibuka bungkus plastiknya agar orang-orang bisa mengetahui isinya sebelum dibeli. Arif meraih sebuah buku. Buku itu selalu ditimang-timangnya setiap kali berkunjung ke Gramedia. Tapi kali ini ia menghela napas. Harga buku itu sudah naik. Dengan kecewa ia mengembalikan buku itu ke raknya lagi. Hari itu ia harus puas hanya dengan melihatlihat judul-judul buku. Ia turun lagi ke bawah. Di belakang ruangan lantai satu itu dibuka tempat baru untuk buku-buku lama. Dijual murah-murah. Ia tersenyum. Berpikir mungkin ia bisa mendapatkan buku bagus dengan harga miring. Dan benar saja, ia bisa membawa pulang empat buah buku yang apabila dibeli dengan harga biasa cuma dapat satu buku. Ketika tiba di kos, teman-teman di kos sedang berdebat soal kenaikan harga BBM di ruang tengah. Sudah sejak tadi pagi, tapi belum ada tanda-tanda akan selesai. Atmosfernya justru kian memanas. 6
Arif berjalan melintasi mereka menuju kamarnya tanpa merasa perlu berkomentar. Dari mana, Ar? teman sekamarnya, Amir, bertanya. Memalingkan wajah dari monitor laptop. Gramedia, jawab Arif. Ia letakkan tasnya di lantai, lantas menyandarkan diri di dinding dengan kaki selonjor. Letih berdiri satu jam di antara rak-rak buku tadi. Beli buku baru. Boleh lihat? Itu. Di dalam tas. Amir meninggalkan laptopnya demi menggeledah tas Arif. Empat buku. Kamu memborong buku di situasi krisis begini. Itu buku murah. Lihat sendiri label harganya kalau nggak percaya. Amir membalik buku itu. Kaget begitu melihat label harga di belakang kover buku. Diskon? Sebentar kemudian azan asar berkumandang. Kedua teman itu keluar kamar hendak ke masjid, melintasi orang-orang yang tengah berdebat di ruang tengah. Hawa emosi terpancar dari raut-raut wajah mereka. Bersitegang mempertahankan argumen masingmasing. Tak menggubris waktu spesial untuk beristirahat dari urusan duniawi yang melelahkan. Pulang dari masjid, keduanya berjalan beriringan. 7
Sudah beli sambal? tanya Arif pada Amir. Oh, aku lupa masak nasi! seru Amir dengan nada bersalah. Dasar kamu, Arif memukul lengan Amir. Kita makan mi saja! Mereka masuk ke kedai yang biasa mereka lewati saat pulang dari masjid. Memilih mi instan kesukaan masing-masing. Dua, lima ribu, kata si penjual. Keduanya saling bersitatap. Biasanya empat ribu. Harga mi instan terus meroket. Esok lusa, bisa jadi tak lagi identik dengan makanan anak kos-kosan. Oh, BBM! 8
2 Facebook Beranda Facebook dipenuhi oleh status-status bernada BBM. Kekecewaan publik ditumpahkan di media sosial itu. Pedas. Kecut. Pahit. Rupa-rupa rasa komentar yang terlontar. Teman-temannya menjelma menjadi komentator politik dadakan. Apalagi yang aktivis, jadi makin narsis. Facebook adalah media sosial yang sangat praktis bagi mahasiswa untuk mengakses informasi. Sekaligus menyenangkan karena bisa dipakai saling kontak dengan teman-teman dari seberang dunia mana pun dengan cepat, mudah, dan murah. Arif bisa menikmati layanan itu melalui gadget-nya. Apa Indonesia benar-benar sedang kacau? pikirnya. Ongkos angkot naik saja sudah menjadi masalah yang merepotkan baginya secara pribadi. Ia jadi jarang keluar kecuali untuk hal-hal yang cukup penting. Ting! Gadget-nya berdenting. Ada sms masuk. Dari operator yang mengingatkan bahwa paket facebooknya akan jatuh tempo dalam beberapa hari ke depan. Satu masalah muncul lagi. 9