RESILIENSI REMAJA PASCA BENCANA ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

Sukirno, S. Kep 1 Giat Wantoro, S. Kep 2 Nofrans Eka Saputra, S. Psi, MA 3 ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pengertian kejahatan dan kekerasan memiliki banyak definisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

"#% tahun untuk membuka diri dan melakukan pemulihan bagi kesehatannya, subjek AA sudah 5 tahun hidup sebagai ODHA dan masih berusaha untuk memaafkan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERILAKU PROSOSIAL RELAWAN BENCANA TSUNAMI DI ACEH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1. Minggu ke-1 (18 Desember 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. aktif di dunia, yang memiliki siklus letusan 4 tahun sekali dan terakhir kali

RESILIENSI PADA PENDERITA TUNA DAKSA AKIBAT KECELAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

MITIGASI BENCANA GUNUNG MERAPI BERBASIS DESA BERSAUDARA (SISTER VILLAGE) DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

Kebijakan Kesehatan Jiwa Paska Bencana: Terapi Pemberdayaan Diri Secara Kelompok Sebagai Sebuah Alternatif

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. menghadapinya. Menurut Reivich dan Shatte (2002), bahwa kapasitas seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

RESILIENSI PADA PENDERITA KERUSAKAN TULANG BELAKANG AKIBAT BENCANA GEMPA BUMI

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

Studi Komparatif Mengenai Resiliensi Remaja Korban Sodomi di Desa X dan di Desa Y Kabupaten Bandung

EFIKASI DIRI DAN STRES KERJA PADA RELAWAN PMI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. alam dan manusia dengan sebaik-baiknya, dengan memanfaatkan kekayaan alam

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada

RESILIENSI PENGUNGSI KONFLIK SAMPANG

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

TINGKAT KEINGINAN PENDUDUK UNTUK BERPINDAH DI DAERAH RENTAN BAHAYA LONGSOR DESA SOKO KECAMATAN MIRI KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang masuk ke Komnas Remaja tahun itu, sebanyak kasus atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

Support Group Therapy Untuk Mengembangkan Potensi Resiliensi Remaja Dari Keluarga Single Parent di Kota Malang

NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00

Bab I Pendahuluan. adalah memiliki keturunan. Namun tidak semua pasangan suami istri dengan mudah

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ANGGOTA KOMUNITAS ORANG MUDA KATOLIK (OMK) KEVIKEPAN SURABAYA BARAT SKRIPSI

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

PELATIHAN MITIGASI BENCANA KEPADA ANAK ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH. Dinamika yang terjadi selalu berlangsung sesuai dengan hukum-hukum alam,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

TINGKAT RESILIENSI MASYARAKAT DI AREA RAWAN BENCANA. The Level of Community Resilience in Disaster Prone Area

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN RESILIENSI AKADEMIK PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR JURUSAN X FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Oleh Iis Prasetyo, S.Pd

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

Transkripsi:

RESILIENSI REMAJA PASCA BENCANA ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan oleh : NANANG SETIYAWAN F.100100110 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

RESILIENSI REMAJA PASCA BENCANA ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : NANANG SETIYAWAN F.100100110 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA FEBRUARI 2016 ii

RESILIENSI REMAJA PASCA BENCANA ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 ABSTRAKSI Nanang Setiyawan Setiyo Purwanto, S.Psi, M.Si, Psi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Nanangsetiyawan89@ yahoo.com ABSTRAKSI Erupsi Gunung Merapi lima tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan upaya resiliensi pada remaja pasca erupsi Merapi. Subjek penelitian ini berjumlah 4 remaja warga lereng Gunung Merapi dengan karakteristik sebagai berikut : Remaja berusia antara 18 21 tahun, yang bertempat tinggal di kawasan lereng Gunung Merapi yaitu warga Desa Balerante, Kecamatan Kemalang. Remaja yang mengalami trauma mendalam akibat bencana alam erupsi Merapi. Hasil penelitian ini adalah terdapat potensi resiliensi pada remaja korban erupsi Merapi, yang potensi ini menjadi sumber kekuatan untuk bertahan dan mencoba merubah keadaan. Dan dapat dilihat dari remaja menerima kondisi dan keadaan yang menimpa, berusaha dari sisi spiritual, berusaha dalam tindakan nyata berupa menata kembali roda perekonomian, membangun, mempertahankan, dan menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Temuan lain dari penelitian ini adalah faktor keluarga dan faktor yang dulu bahkan tidak disadari oleh remaja yaitu faktor keyakinan akan kekuatan Allah serta faktor social support dari sesama korban, pemerintah dan relawan yang diberikan kepada remaja yang berupa tenaga, pikiran, materi dan ketrampilan untuk membantu pemulihan pasca erupsi Merapi Tahun 2010. Kata kunci : Resiliensi, Remaja pasca erupsi Merapi vi

RESILIENCE OF TEENAGERS AFTER THE DISASTER OF MERAPI ERUPTION IN 2010 ABSTRAKSI Nanang Setiyawan Setiyo Purwanto, S.Psi, M.Si, Psi Faculty of Psychology, Muhammadiyah University of Surakarta Nanangsetiyawan89@ yahoo.com ABSTRACT The eruption of Mount Merapi five years ago still left heartsick for many sides. The objective of this research was to understand and describe the efforts of resilience in the teenagers after the eruption of Merapi. The amount of subject of this research was 4 teenagers of Mount Merapi slope residents with characteristics as follows: Teenagers under 18 21 years who lived in the slope area of Mount Merapi, they were the residents of Balerante village, Kemalang sub district. Teenagers who underwent a deep trauma due to the disaster of Merapi eruption. The results of this research were: there was potency of resilience in the teenagers of victims of Merapi eruption, in which this potency became the power source to resist and try to change the situation. And it could be seen from: the teenagers accepted the situation and condition affected, making efforts from the spiritual aspect, making effort in real actions in the form of rearranging the wheel of the economy, building and maintaining interpersonal relationship with others. Other findings from this research were family factor and factors which were not aware by the teenagers in the past, they were: factor of believing in Allah s power as well as factor of social support from the fellow victims, the government, and volunteers given to the teenagers in the forms of energy, thought, material and skills to help recovery after the eruption of Merapi in 2010. Keywords: Resilience, Teenagers after the eruption of Merapi vii

A. PENDAHULUAN Bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 masih menyiksakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung dari peristiwa alam tersebut. Kesedihan banyaknya kehilangan nyawa, harta benda, dan rumah menyebabkan trauma bagi korban bencana alam. Mengenang kembali bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 bukanlah waktu yang singkat untuk dapat dihapus dari ingatan kita semua, terutama bagi yang terkena dampak langsung bencana erupsi Gunung Merapi walaupun sudah lima tahun yang lalu. Pemaknaan kata mengenang tidak selalu bermakna menyedihkan atau menguak luka lama, tetapi bisa bermakna positif jika memiliki muatan niat perubahan didalamnya. Bencana alam boleh datang dan mengubur sebagian harapan, namun manusia sebagai bagian dari alam itu sendiri sesungguhnya memiliki kekuatan untuk bisa bangkit dan berusaha menata kembali kehidupannya. Berawal dari meningkatnya aktivitas Gunung Merapi, yaitu peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 yang direkomendasikan oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah tanggal 21 Oktober 2010 status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat dengan ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik. BPPTK Yogyakarta merekomendasi bahwa peningkatan status gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni khususnya warga desa Balerante, Kemalang, Klaten yang wilayahnya dalam radius 10 km dari puncak Gunung Merapi harus segera dievakuasi atau diungsikan ke wilayah aman. Akibat tragedi erupsi Merapi ini, sebanyak 14 desa habis terlahap letusan Gunung Merapi terdapat 2.271 rumah rusak, merenggut kurang lebih 206 jiwa, dan 1.548 ekor ternak mati. Kerugian material diperkirakan mencapai 5 triliyun rupiah. Dari sektor perikanan, pariwisata, pertanian, UMKM, perhotelan, dan ekonomi tidak berjalan semestinya. Dari sektor perikanan sendiri kerugian yang diderita mencapai 11 miliar rupiah, sektor pertanian mengalami kerugian sekitar 247 miliar rupiah, terutama pada salak pondoh yang rugi 200 miliar rupiah. Sedangkan pada sektor UMKM, 900 UMKM dari 2500 UMKM, untuk sementara berhenti total. Kebanyakan usahanya adalah peternakan, holtikultura, dan kerajinan. Rincian diatas adalah dampak kerugian materiil yang kemungkinan sudah mencapai trilyunan rupiah. Angka ini ditambah lagi dengan kerugian psikologis yang ditanggung para warga terutama yang terkena dampak langsung erupsi Merapi, mulai dari yang harus kehilangan hak-hak hidupnya, seperti hak untuk bekerja, bermain, belajar, mengalami syndrome stress berupa setiap saat gelisah, mood sedih yang ditunjukkan dengan perilaku menangis hingga gangguan jiwa yaitu depresi, trauma, dan usaha bunuh diri. Individu yang selamat (tidak meninggal) justru ditantang untuk bisa survive dalam situasi bencana Menurut Vijayakumar Thara, anak-anak dan remaja lebih rentan dibandingkan orang dewasa dan menerima dampak yang paling berat dari kejadian traumatis, karena mereka akan merasakan helplessness and pasivity, lack of usual responsiveness, generalized fear, heightened arousal and confusion (John, dan Chelleppa 2006) Para korban bencana erupsi Merapi dengan seiring berjalannya waktu, terlihat mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada dan bahkan menemukan hikmah-hikmah yang memberi para korban energi untuk merubah keadaan kembali seperti semula. Penyesuaian yang mampu membuat individu mampu kembali hidup normal atau menjadi lebih baik, dimana usaha ini disebut sebagai resiliensi. Resiliensi merupakan hal yang penting dalam perkembangan well-being pada anak-anak dan remaja, karena anak atau remaja yang memiliki kemampuan resiliensi cenderung akan bisa melewati keadaan hidup yang menyulitkan atau tantangan hidup dalam masa perkembangan. Individu yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam coping dan menyesuaikan diri dalam 1

keadaan yang sulit cenderung akan terhindar dari masalah yang menyulitkan di masa yang akan datang. Oleh karena hal tersebut, penting untuk melihat gambaran resiliensi pada remaja, karena kerentanannya akan trauma dan kegunaannya pada masa perkembangan selanjutnya (Clauss Ehlers 2008) Resiliensi dipahami sebagai kemampuan untuk bangkit kembali setelah mengalami kesulitan, untuk melanjutkan kehidupan dengan harapan akan menjadi lebih baik (Rutter, 2006). Berdasarkan uraian diatas korban pasca erupsi Merapi mengalami goncangan psikologis khususnya remaja dan pentingnya upaya menumbuhkan resiliensi kepada para korban terutama usia remaja agar mampu bertahan dan bangkit kembali, maka penelitian ini berfokus pada pemahaman resiliensi pada usia remaja yang mengalami erupsi Merapi B. METODE Subjek Penelitian : Subjek peneliti ini berjumlah 4 orang yang dimana termasuk golongan remaja akhir yaitu berusia 18-21 tahun. Alat pengumpulan data wawancara sebagai metode utama dan observasi serta dokumentasi sebagai metode pelengkap sehingga data yang diperoleh berupa narasi dan deskripsi. Langkahlangkah dan analisis data ini mengunakan analisis data ini menggunakan analisis tematik dan mengode informasi yangdiperoleh dari responden dari tema-tema kusus. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Remaja dengan kematangan kognitifnya, mampu memaknai peristiwa yang terjadi, tetap menerima keadaan yang menimpanya, selalu berdoa, dan berusaha sehingga penderitaan yang dirasakan menjadi tidak berat. Kemampuan inilah yang membuat korban erupsi khususnya pada remaja lebih mampu berpikir bijak, memandang ada hikmah dibalik bencana yang terjadi, serta menyadari perlunya optimism untuk menghadapi dan menyelesaikan segala permasalahannya. Hal ini sesuai dengan pengertian remaja sendiri yang berarti individu yang telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat (Hurlock, 2004) Peristiwa erupsi Merapi 2010 memang menyisakan duka yang sangat mendalam. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, meskipun remaja tersebut mendapat tekanan dan traumatis dalam hal ini erupsi Merapi, para remaja mampu beradaptasi secara positif dan mampu bangkit kembali termasuk mampu mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Kemampuan ini sesuai dengan kesimpulan mengenai definisi resiliensi yang diungkapkan oleh Lightsey (2008), Snyder dan Lopes (2007), Reivich dan Shatte (2002), Grotberg (1995) bahwa resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk beradaptasi secara positif dan mampu bangkit kembali dari berbagai tekanan atau traumatis yang dialaminya pasca erupsi Merapi. Individu yang bersifat resilien adalah individu yang tabah, bisa bangkit kembali dari keterpurukan dan kondisi buruk yang menimpanya, individu tersebut juga dapat merubah kondisi negatif menjadi kekuatan positif untuk menghadapi segala kesulitan yang dialaminya. Dalam hal ini remaja yang menjadi sumber resiliensi diantaranya adalah faktor keyakinan akan kekuatan Allah. Keyakinan ini memberikan korban bencana kekuatan untuk tidak lelah berjuang karena yakin Allah pasti membantu merupakan salah satu karakteristik individu yang ada dalam resiliensi. Faktor keluarga juga menjadi sumber resiliensi yang terpenting pada korban bencana erupsi Merapi, dalam hal ini adalah remaja. Faktor keluarga membuat para korban bencana khususnya remaja sadar bahwa menjadi generasi penerus bagi keluarganya sehingga harus mampu tegar. Selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain yang dirasakan sehingga dapat memberi kekuatan. Sebuah faktor yang dulu bahkan tidak disadari oleh para remaja korban erupsi Merapi yaitu faktor komunitas dimana faktor tersebut merupakan faktor social support yang diberikan kepada para korban untuk membantu pemulihan pasca erupsi Merapi. 2

D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ada potensi resiliensi pada remaja pasca erupsi Merapi, yang potensi ini menjadi sumber kekuatan untuk bertahan dan mencoba merubah keadaan. Pada remaja, kesadaran akan peran sebagai generasi penerus dan pentingnya optimisme serta adanya keyakinan terhadap Tuhan memberikan remaja kekuatan dari dalam diri untuk tetap tegar. Selain itu adanya keluarga yang mencintai, tetangga sesama korban yang rukun dan saling membantu, serta faktor socialsupport yang diberikan kepada para korban bencana untuk membantu pemulihan pasca erupsi Merapi membuat korban bencana merasa memiliki pendorong untuk tetap berjuang. DAFTAR PUSTAKA Clauss-Ehler, C. S (2008). Sociocultural factors, resilience, and: Support for a culturally sensitive measure of resilience. Journal of A pplied developmental Psychology, 29, 197-212. Grotberg, E. H. (1995). The international resilience project: Research, application, and policy. Paper presented at Symposio International Stress e V iolencia. Lisbon, Portugal, September 27-30. Hurlock, E. B. (2004). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Terjemahan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga Lightsey, O. R (2008). Resilience meaning, and well-being. Journal of Counseling Psychologist Association V ol 34, 96-107. Reivich, K &, Shatte, A. (2002). The Resilience Factor. New York: Broadway Books. Rutter, M. (2006) Implications of Resilience Concepts for Scientific Understanding. Annals New York Academy of Science, 1094,1-12. Snyder, C. R., & lopez (2007). Positive Psycyhology in Scientic and Practical Exploration of Human Strength. London: Sage Publication. Vijayakumar, L., Thara, R, John, S., Cheleppa, S. (2006). Psychological Intervetions after Gunung Berapi in Tamil Nadu, India. International Revew of Psychiatry, 18(3), 225-23. 3