Kata kunci : Peran, perempuan tani, program MKRPL

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

KEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

KEADAAN UMUM DAERAH. Kecamatan Wonosari merupakan Ibukota Kabupaten Gunungkidul, yang

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

V. GAMBARAN UMUM POTENSI WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENINGKATAN PANGAN DAN GIZI KELUARGA MELALUI RUMAH HIJAU DI KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN MUARO JAMBI.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. keadaan penduduk dan keadaan pertanian yang ada di Desa Ambarketawang.

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN PURWOSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Studi kasus Daerah Rawan Pangan)

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

PENGENALAN TEKNIK USAHATANI TERPADU DI KAWASAN EKONOMI MASYARAKAT DESA PUDAK

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut:

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian di Indonesia memiliki 2 jenis lahan yaitu lahan kering dan lahan

Pekarangan Sebagai Pendongkrak Pendapatan Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Boyolali

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FORMAT MONOGRAFI BAGI PENYULUH PERTANIAN DI BALAI PENYULUHAN KECAMATAN SEJANGKUNG KABUPATEN SAMBAS

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan sektor pertanian telah memberi kontribusi yang besar

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

Lesson Learn. Peningkatan Penerapan Rumah Pangan Lestari dalam Upaya Membentuk Kawasan Rumah Pangan Lestari

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran. 1. Kondisi Umum Desa Negara Saka Kabupaten Pesawaran

I. PENDAHULUAN. menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEADAAN UMUM LOKASI DESA BANGUNKERTO

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG

Transkripsi:

Peran Perempuan Tani dalam Mendukung Ketahanan Pangan Rumah Tangga Melalui Program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari di Desa Rawan Pangan Kabupaten Gunung Kidul Kurnianita Triwidyastuti dan Subagiyo Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Jl. Stadion Maguwoharjo no. 22, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta E-mail: k.nieta@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perempuan tani dalam mendukung ketahanan pangan rumah tangga melalui program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL). Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari Nopember 2013, di Desa Pundungsari Kecamatan Semin, salah satu Desa Rawan Pangan yang merupakan lokasi pelaksanaan MKRPL Kabupaten Gunungkidul. Metode penelitian yang digunakan adalah survey dengan melibatkan 22 orang anggota kelompok wanita tani (KWT) Menur. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder, dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita tani mampu berperan aktif dalam pelaksanaan Program MKRPL, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, sampai pada monitoring dan evaluasi. Selain itu, wanita tani mampu berkontribusi dalam peningkatan gizi keluarga dan peningkatan pendapatan, sebagai salah satu upaya pengentasan desa rawan pangan. Kata kunci : Peran, perempuan tani, program MKRPL Pendahuluan Indonesia adalah salah satu negara yang menempatkan pemantapan ketahananan pangan sebagai prioritas utama pembangunan. Sebagai salah satu negara yang mempunyai komitmen dalam menurunkan kemiskinan sesuai kesepakatan MDG s, maka berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan tingkat kerawanan pangan. Kerawanan pangan menurut Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Gunugkidul (2012 ), didefinisikan kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Kondisi ini adalah kondisi kebalikan dari ketahanan pangan, yang sering diperhalus dengan istilah terjadi penurunan ketahanan pangan, meskipun pada dasarnya dengan pengertiannya sama (Purwantini, 2014). Saat ini, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih terdapat 20 Desa yang masih tergolong rawan pangan, diantaranya 7 desa rawan pangan terdapat di Kabupaten Gunungkidul. Kriteria rawan pangan didasarkan pada tiga aspek yaitu ketersedian pangan lokal, akses kesehatan dan tingginya tingkat kemiskinan. Jumlah ini sudah jauh berkurang dari tahun 2013, sejumlah 24 desa. Menurut Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Gunungkidul, berkurangnya desa rawan pangan tersebut tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk melakukan berbagai perbaikan dibidang pangan, kesehatan, pendidikan, dan lain lain (www.jogjatribunnews.com). Di bidang pangan, salah satu upaya pemerintah untuk mengentaskan desa rawan pangan adalah melalui pemanfaatan sumberdaya yang tersedia melalui pemanfaatan lahan pekarangan yang dikelola oleh rumah tangga. Selama ini pekarangan belum dimanfaatkan secara optimal. Komitmen pemerintah untuk melibatkan rumah tangga dalam mewujudkan kemandirian pangan dapat diaktualisasikan dengan menggerakkan kembali budaya menanam di lahan pekarangan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. 1734 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL) adalah salah satu program Kementerian Pertanian yang menitikberatkan pada pemanfaatan pekarangan. MKRPL dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sebagai kelompok sasaran diutamakan untuk kelompok perempuan, antara lain melalui kelompok wanita tani. Keberhasilan MKRPL salah satunya ditentukan oleh peran aktif perempuan. Suradisastra (1998) dalam Triwidyastuti et.al (2005) menyatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam kegiatan produktif pertanian memungkinkan mereka untuk meningkatkan kekuatan perannya sebagai anggota keluarga yang dapat memberikan sumbangan yang dapat diukur dalam bentuk peningkatan pendapatan keluarga. Peran perempuan yang identik dengan sektor domestik, mampu menjadikan perempuan mampu berperan aktif terutama dalam upaya memenuhi subsistensi keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran wanita tani dalam program MKRPL di Desa Rawan Pangan Kabupaten Gunungkidul, terutama dalam mendukung ketahanan pangan rumah tangga. Metodologi Penelitian dilaksanakan di Desa Pundungsari Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul dengan pertimbangan bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa rawan pangan dan sebagai pelaksana kegiatan M-KRPL Penelitian ini melibatkan responden sebanyak 22 orang yang tergabung dalam kelmpok wanita tani Menur. Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai dengan Nopember 201 dengan menggunakan metode survai. Data yang dikulumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, selanjutnya data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif. Hasil dan Pembahasan 1. Karakteristik Lokasi Desa Pundungsari merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul dengan luas wilayah sebesar 728,2255 ha. Secara geografis, Desa Pundungsari berada di ketinggian 500 mdpl, dengan topografi dataran rendah dan berbukit. Curah hujan rata-rata 1.200 mm/th. Desa Pundungsari berjarak 1 km dari ibukota kecamatan, 25 km dari ibukota Kabupaten dan 64 km dari Ibukota Provinsi. Dari data Monografi desa Pundungsari tahun 2011, jumlah penduduk desa sebanyak 4.134 orang, terdiri dari penduduk laki-laki 2.015 orang (48,74%) dan penduduk perempuan 2.119 orang (51,26%), dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.171 orang. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, baik sebagai pemilik, penggarap maupun buruh tani. Saat ini, Desa Pundungsari termasuk sebagai salah satu Desa Rawan Pangan di DIY. Desa Rawan pangan adalah kondisi suatu daerah yang tingkat ketersediaan, akses dan atau keamanan pangan sebagian masyarakat dan rumah tangganya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologi bagi pertumbuhan dan kesehatan suatu desa dengan jumlah KK miskin > 30% (Badan Ketahanan Pangan, 2012). Berdasarkan SK Gubernur No. 434/KEP/2012, tanggal 28 Desember 2012, Desa Pundungsari menjadi salah satu dari 8 Desa Percontohan Pengurangan Kemiskinan dan Kerawanan Pangan di DIY. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1735

Sesuai dengan topografinya yang mayoritas daerah perbukitan kering, lahan pertanian di Desa Pundungsari mayoritas adalah lahan kering bukan sawah (57%). Luas lahan Desa Pundungsari dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1. Luas Lahan Pertanian di Desa Pundungsari Kecamatan Semin, 2011. Jenis Lahan Luas (Ha) 1. Lahan Sawah 271,9181 a. Irigasi setengah teknis 89,685 b. Tadah hujan 182,2231 2. Lahan Bukan Sawah 356,8174 a. Pekarangan/bangunan 132,397 b. Tegalan/kebun 224,4204 c. Ladang 21,000 Sumber : Data Monografi tahun 2011 Semester II Desa Pundungsari Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul Komoditas pertanian yang banyak diusahakan adalah padi palawija yaitu padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai; sayur-sayuran yaitu kubis, sawi, tomat, kacang panjang, terong, lombok, bawang merah, mentimun; buah-buahan yaitu pisang, pepaya, jeruk, mangga, jambu mete, jambu air, rambutan, sirsat, klengkeng, kedondong, dan lain-lain. Sedangkan tanaman perkebunan yang ada di Desa Pundungsari antara lain cengkeh dan pala. Ternak juga banyak diusahakan oleh masyarakat Pundungsari, baik ternak besar maupun ternak kecil, mayoritas adalah ayam kampung. Selain itu, masyarakat juga banyak yang beternak kambing dan sapi. 2. Karakteristik responden Deskripsi karakteristik petani responden merupakan informasi umum yang terkait dengan keadaan petani yang meliputi informasi mengenai umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, serta pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. KWT Menur, yang menjadi sasaran MKRPL, merupakan KWT yang sudah dibentuk sejak tahun 2010, beranggotakan 22 orang. Aktivitas kelompok ini lebih pada pengolahan pangan yaitu empon-empon. Sampai saat ini, kelompok tersebut masih aktif dengan membuat olahan jahe. Pertemuan kelompok rutin diadakan setiap hari Minggu Kliwon. Kegiatan rutin adalah arisan, simpan pinjam, pembuatan jahe instan, sirup jahe. Dengan adanya kegiatan M-KRPL, kelompok bertambah kegiatannya yaitu mengelola KBD dan mengembangkannya di masing-masing RPL. Umur merupakan salah satu tolok ukur bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan usahatani, khususnya dalam menjalankan berbagai kegiatan yang memerlukan kemampuan fisik, seperti pengolahan lahan, tanam, pemeliharaan pertanaman, pengairan, pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen. Secara tidak langsung kadang-kadang umur juga menggambarkan pengalaman dalam kegiatan usahatani. Berdasarkan kriteria umur petani responden KWT Menur, umur termuda 33 th dan tertua 75 th, dengan rata-rata umur 47 th. Gambar 1, terlihat bahwa mayoritas responden termasuk kriteria umur produktif (86,36%). Dengan demikian, secara fisik responden mempunyai kemampuan melaksanakan kegiatan dengan baik. Berdasarkan latar belakang pendidikan, responden memiliki tingkat pendidikan yang beragam (gambar 1). Dari gambar tersebut, terlihat bahwa dari pendidikan, mayoritas pendidikan anggota KWT adalah SD (72,73%). Lainnya SLTP (22,73%) dan SLTA (4,55%). Dengan pendidikan formal yang rendah, masih perlu adanya pendidikan nonformal lainnya seperti kursus 1736 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

atau pelatihan-pelatihan untuk menambah pengetahuan dan wawasan petani. Pendidikan yang rendah ini kemungkinan karena anggota KWT berada di lokasi Desa rawan pangan yang sangat dekat dengan kemiskinan. Prioritas alokasi pendapatan keluarga tidak pada pendidikan tetapi lebih kepada pemenuhan pangan. Luas kepemilikan pekarangan, mayoritas (45,45%) berada pada strata sedang (120-400 m2). Gambar 1. Sebaran umur responden, tingkat pendidikan dan luas kepemilikan lahan pekarangan di KWT Menur.Karakteristik petani memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat partisipasi kegiatan yang berbeda. Secara umum pendidikan sangat mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan petani. Hasil penelitian Baba dkk (2011) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, umur, tingkat kosompolit berpengaruh negatif terhadap partisipasi petani terhadap penyuluhan tentang sapi perah di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Sementara dalam penelitian yang lain yang dilakukan oleh Hidayat dkk (2009), faktor sosial ekonomi seperti umur, pendidikan dan luas lahan tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasi petani dalam SLPHT di Kabupaten Sukorejo, Blitar. Hal ini disebabkan karena masih ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi petani, misalnya adanya faktor penyuluhan, budaya, dan lainlain. 3. Peran Wanita Tani pada Kegiatan MKRPL Pada dasarnya, masyarakat di Gunungkidul, terutama di Desa Pundungsari Semin sudah memanfaatkan pekarangannya untuk berbagai hal. Berbagai macam program pemanfaatan pekarangan pun sudah pernah digulirkan oleh pemerintah. Hanya saja, selama itu pekarangan belum optimal dimanfaatkan untuk pemenuhan gizi keluarga. Mayoritas masyarakat menanami pekarangannya dengan tanaman ubi kayu dan jagung. MKRPL adalah program yang menitikberatkan pemanfaatan lahan pekarangan secara optimal. Lahan pekarangan dapat dimanfaatkan dengan berbagai macam tanaman dan ternak, untuk meningkatkan kemandirian pangan rumah tangga, terutama dalam hal peningkatan gizi keluarga dan juga dapat meningkatkan pendapatan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1737

Peran aktif perempuan anggota KWT meningkat dari sebelumnya, yang pada awal pembentukannya, KWT Menur hanya aktif dalam pengolahan pangan. Peran aktif tersebut tampak pada partisipasi anggota KWT dalam berbagai kegiatan seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Partisipasi pelaksana M-KRPL No Tahapan kegiatan Partisipasi (%) Laki-laki Perempuan 1 2 4 5 A Sosialisasi 31,25 68,75 Tk. Kabupaten 60 40 Tk. Desa Pundungsari 25 75 B Pembentukan dan dinamika kelompok sasaran 25,00 75,00 Identifikasi awal 40,00 60,00 Pertemuan rutin 10,00 90,00 C Pelatihan 10,00 90,00 1. Budidaya tanaman 10,00 90,00 2. Pembuatan pupuk organik 10,00 90,00 3. Pembuatan pestisida 20,00 80,00 4. Budidaya ikan 20,00 80,00 5. Administrasi kelompok 0 100,00 6. Pengolahan umbi garut 5 95,00 7. Pengemasan dan pelabelan 5 95,00 D Pelaksanaan 25,56 74,44 1. Pembangunan KBD 75,00 25,00 2. Penyiapan media tanam 35,00 65,00 3. Penyemaian 20,00 80,00 4. Pembumbunan 20,00 80,00 5. Penanaman langsung 10,00 90,00 6. Pemeliharaan 30,00 70,00 7. Panen 20,00 80,00 8. Pengolahan hasil 10,00 90,00 9. Pemasaran 10,00 90,00 E Pendampingan 30,00 70,00 1. Pengelolaan KBD 40,00 60,00 2. Implementasi RPL 30,00 70,00 F Monitoring 25,00 75,00 G Evaluasi 40,00 60,00 Dari Tabel diatas, dapat dilihat bahwa perempuan dan laki-laki terlibat dalam pelaksanaan M- KRPL di Gunungkidul. Laki-laki dan perempuan bekerjasama mulai dari tahap sosialisasi sampai pada pelaksanaan dan monitoring evaluasi. Namun, sebagian besar kegiatan didominasi oleh ibuibu dengan proporsi keterlibatan laki-laki 26,56% dan perempuan 88,82%. Pada tahap sosialisasi, perempuan berpartisipasi sebesar 68,75% sedangkan laki-laki 31,25%. Peran laki-laki dalam tahap ini masih cukup besar karena pada tahap ini banyak petugas dari kabupaten, Kecamatan, Desa, para penyuluh, baik dari BPP maupun BPTP serta peneliti lakilaki, beberapa petani yang turut hadir. Kehadiran para petugas tersebut memang sangat diharapkan mengingat bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyampaikan maksud dan tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan, sehingga akan menjadi lebih baik apabila semakin luas cakupan peserta yang mengetahui dan memahami adanya kegiatan M-KRPL, sebagai model dari KRPL yang akan dikembangkan lebih lanjut. 1738 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

Pada tahap pelatihan, mayoritas yang terlibat adalah perempuan (90,00%). Hal ini disebabkan karena pelatihan lebih dititikberatkan langsung pada kelompok sasaran (KWT). Dalam hal ini, tidak saja KWT yang mendapatkan pendampingan tetapi juga KWT lain yang letaknya berdekatan. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa teknologi yang diberikan dapat langsung diterapkan oleh masyarakat sekitar dimulai dari anggota kelompok yang hadir dan menularkan kepada anggota atau masyarakat yang lain. Besarnya peran aktif perempuan dalam KRPL tersebut membuktikan pula bahwa KRPL merupakan salah satu bentuk dukungan Kementrian Pertanian dalam Pengarusutamaan Gender, sesuai dengan yang diamanatkan dalam Inpres no 9 tahun 2000. Kementerian pertanian sangatlah menyadari bahwa terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender di bidang pertanian akan dapat meningkatkan produktivitas dunia kerja pertanian, mulai dari aparat hingga pelaku di bidang pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2013). Local champion perempuan diharapkan dapat menjadi leader dalam keberlangsungan dan keberlanjutan KRPL. 4. Manfaat Kegiatan MKRPL Program M-KRPL adalah salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan pola konsumsi pangan masyarakat. Dari hasil kajian, diketahui bahwa tingkat konsumsi energi anggota KWT Menur peserta M-KRPL berkisar antara 1.632,12 2.178,68 kkal/kapita/hari, dengan ratarata tingkat konsumsi energi sebesar 1.883,69 kkal/kapita/hari. Skor PPH meningkat dari 62,09 menjadi 65,69. Dari angka tersebut, terlihat adanya peningkatan PPH sebesar 5,79%. Meskipun angka PPH ini masih jauh lebih rendah dari harapan yaitu 100, namun adanya peningkatan skor menunjukkan adanya peningkatan keragaman gizi yang dikonsumsi. Berbagai tanaman yang diusahakan baik di KBD maupun di RPL mampu menghemat pengeluaran rumah tangga bahkan menambah pendapatan. Beberapa responden menyatakan bahwa hasil panen di pekarangan mampu menghemat pengeluaran rumah tangga berkisar antara Rp 60.000 Rp 300.000 dalam sebulan. Dari hasil penjualan bibit dan tanaman dalam polibag dapat pula menambah pendapatan dengan harga yang bervariasi, Rp 5.000 Rp 10.000, tergantung jenis dan umur tanaman. Dari hasil pelatihan, anggota KWT sudah mampu mengolah berbagai pengolahan pangan yaitu emping garut, sirup jahe dan jahe instan. Dengan pembelian bahan emping garut seharga Rp 54.000 diperoleh hasil sebesar Rp 275.000, sehingga diperoleh keuntungan sekitar Rp 221.000. Dari pembelian bahan untuk pembuatan sirup jahe sebesar Rp 65.000 dapat menghasilkan sirup sebanyak 4-5 botol seharga Rp 25.000/botol. Dengan analisa usaha sederhana, dapat diperoleh keuntungan sebesar Rp 35.000 - Rp. 60.000. Pada pembuatan jahe instan, dari pembelian bahan sebesar Rp 141.000 dapat menjadi 199 sachet jahe instan seharga @Rp 1000, sehingga diperoleh keuntungan kelompok sebesar Rp 58.000. Keuntungan ini tentunya tidak stabil, tergantung pada ketersediaan bahan baku dan harga jual. Pada saat ketersediaan bahan baku berlimpah, biasanya harga menjadi murah sehingga keuntungan yang diperoleh cukup banyak. Keuntungan ini terhitung masih sangat kecil, karena selama ini KWT masih mengelola pengolahan pangan dengan omset yang masih rendah dengan tenaga kerja yang terbatas. KWT masih terkendala dengan harga bahan baku dan kesibukan anggota yang cukup banyak. Dengan peningkatan manajemen yang baik, diharapkan akan diperoleh hasil yang lebih baik dan dapat meningkatkan pendapatan kelompok. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1739

Selain tanaman, ternak lele di pekarangan mampu menambah gizi keluarga. Meskipun mengalami keterbatasan air, lele dalam kolam pekarangan seluas 12 m 2 dapat diperoleh hasil ± 50 kg. Panen tersebut masih untuk kebutuhan sendiri untuk menambah gizi keluarga. 5. Kendala Pengembangan MKRPL Pemanfaatan pekarangan untuk usahatani bukanlah hal yang pokok bagi masyarakat secara umum, termasuk bagi pelaksana M-KRPL. Usahatani di lahan pekarangan merupakan usaha sampingan yang pada mulanya tidak diperhitungkan sebagai sumber pendapatan dan menambah kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Hal ini menyebabkan waktu yang dicurahkan lebih banyak untuk berusahatani di sawah atau tegalan sebagai pekerjaan utamanya, terutama apabila bersamaan dengan kegiatan tanam maupun panen padi. Pada saat itulah tenaga kerja pertanian terakumulasi di lahan sawah, sehingga berakibat kurang terawatnya tanaman di pekarangan serta ketersediaan bibit di KBD mengalami kekosongan. Dengan demikian diperlukan manajemen kelompok yang lebih baik dalam hal pengaturan waktu anggota (piket). Sosial budaya masyarakat di satu sisi memberikan dukungan positif terhadap pelaksanaan M-KRPL. Budaya gotong royong masih kuat mengakar di masyarakat Gunungkidul, sehingga terlihat partisipasi secara fisik cukup tinggi. Di sisi lain, budaya dan kegiatan sosial seperti sambatan, rewangan, upacara tradisional masih berlaku. Pelaksana M-KRPL yang mayoritas ibuibu, juga banyak disibukkan dengan aktivitas tersebut, sehingga waktu untuk mengelola KBD dan KRPL harus menyesuaikan dengan aktivitas sosial tersebut. Hambatan yang lain karena masih rendahnya pengetahuan dan teknologi yang dikuasai oleh petani pelaksana. Sekalipun pengalaman cukup lama dalam bertani tetapi teknologi hanya sebatas pada komoditas yang biasa diusahakan, sedangkan M-KRPL mengharapkan adanya usahatani dengan berbagai komoditas. Komoditas yang beragam membutuhkan pengetahuan yang komplek dan pengelolaan yang baik. Penguatan kelembagaan kelompok baik pelatihan, pertemuan-pertemuan kelompok, penyuluhan, dan pendampingan masih terus dibutuhkan. Kendala yang lain adalah terbatasnya ketersediaan air. Pada musim hujan, petani banyak disibukkan di sawah/tegalan, tetapi di musim kemarau, air terbatas. Petani tentunya lebih mengutamakan penggunaan air untuk kebutuhan sehari-hari daripada untuk pelaksaan M-KRPL. Di lokasi KBD sudah dipasang PAM atau pemasangan pipa dari sumur bur dari tempat lain. Namun pada musim kemarau, kondisi airnya juga sedikit sehingga tidak mencukupi untuk kebutuhan KBD secara keseluruhan. Kesimpulan - Wanita tani mampu berperan aktif dalam pelaksanaan program MKRPL, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada pemanfaatan hasil. - Kendala dalam implementasi MKRPL bagi wanita tani adalah pada faktor sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sosial budaya. Daftar Pustaka Arifin HS, Munandar A, Schultin KG., Kaswanto, 2012. The Role and Impacts of Small-scale, Homestead Agriforestry System ( Pekarangan ) on Household Prosperity: an Analysis of Aro-ecological Zones of Java, Indonesia. International Journals of Agriscience Vol. 2(1):896-914, October 2012. 1740 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian

Baba, S., Isbandi, T. Mardikanto, dan Waridin. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Peternak Sapi Perah dalam Penyuluhan di Kabupaten Enrekang. Jurnal Ilmu Ternak, Juni 2011. Vol. 11, No 1. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Gunungkidul. 2012. Peta Potensi Kerawanan Pangan dan Gizi. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2012. Pengembangan Kawasan Rumah Pangan lestari (KRPL). Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2013. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari dan Sinergi Program TA. 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunungkidul. 2012. Statistik Daerah Kabupaten Gunungkidul 2012. Hidayat, H., k. Sukesi., dan I. Kusumawarni. 2009. Hubungan faktor Sosial Ekonomi dengan Tingkat Partisipasi dalam Program Sekolah lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) Padi. AGRISE vol IX, no 1, Januari 2009. Purwantini, Tri Bastuti. 2014. Pendekatan rawan pangan dan Gizi: Besaran, Karakteristik, dan penyebabnya. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 32 No 1, Juli 2014. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Surat Keputusan Gubernur selaku Ketua DKP DIY Nomor : 434/KEP/2012, 28 Desember 2012 tentang : Penunjukkan desa desa sebagai lokasi percontohan. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Triwidyastuti, K., Soeharsono dan Hano Hanafi. 2005. Kajian Analisis Gender dalam Sistem Usahatani Integrasi Tanaman-ternak di Kecamatan Playen Gunungkidul DIY. Prosiding Seminar Nasional Implementasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Departemen Pertanian bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. http://jogja.tribunnews.com/2016/02/15/20-desa-di-diy-disebut-masih-rawan-pangan. 20 Desa di DIY disebut Masih Rawan Pangan. Diunduh tgl 17 Maret 2016. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 1741