BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini memuat tentang hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti yang lebih dulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pembahasan struktur dan fungsi pernah dilakukan sebelumnya, diantaranya: Sastrawan (2009) dalam skripsinya yang berjudul Tutur Panugrahan Dalem Analisis Struktur dan Fungsi, menguraikan tentang struktur yang membangun Tutur Panugrahan Dalem yang dibagi menjadi tiga unsur dominan yaitu usada, caru, dan mantra. Serta memiliki nilai yang relevan untuk diterapkan atau difungsikan pada kehidupan masyarakat. Skripsi ini menyajikan struktur teks Tutur Penugrahan Dalem yang terdiri dari usada, caru, dan mantra. Wiriawan (2011) dalam skripsinya yang berjudul Smarareka Analisis Struktur dan Fungsi, yang menguraikan tentang struktur yang membangun Tutur Smarareka, yang meliputi wariga, usada, mantra, upakara, upacara dan gaya bahasa. Sedangkan fungsi tutur tersebut dibagi menjadi dua, yaitu fungsi pendidikan dan fungsi pengatur pranata masyarakat Bali. Skripsi ini menyajikan tutur tentang bagaimana kehidupan manusia dari awal hingga semua yang dialami manusia selama hidupnya, serta struktur yang membentuk di antaranya wariga, usada, mantra, upacara, upakara, dan gaya bahasa. 7
Suardhiyani (2011) dalam skripsinya yang berjudul Geguritan Manusa Yadnya Analisis Struktur dan Fungsi, yang menguraikan tentang struktur yang membangun Geguritan Manusa Yadnya, yang meliputi upacara dan upakara. Sedangkan fungsi geguritan ini dibagi menjadi tiga, yaitu fungsi sebagai penuntun dalam upacara keagamaan, fungsi informasi dan fungsi pendidikan. Dalam skripsi ini disajikan struktur geguritan Manusa Yadnya yang terdiri dari upakara dan upacara. Ketiga kajian tersebut sangat membantu dan memberikan inspirasi dalam melakukan analisis terhadap teks Tutur Widhi Sastra Darma Kapatian serta sebagai pembanding teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Ketiga kajian tersebut membahas tentang struktur dan fungsi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sastrawan, Wiriawan, dan Suardhiyani memang sama-sama meneliti dengan analisis struktur dan fungsi namun objek kajiannya yang berbeda. Dalam Tutur Widhi Sastra Darma Kapatian struktur yang dibahas meliputi satuan forma dan satuan naratif. Selain itu juga membahas mengenai fungsi tutur tersebut dalam kehidupan masyarakat. 2.2 Konsep Konsep merupakan unsur-unsur pokok dari suatu penelitian, definisi, batasan secara singkat dari kelompok fakta, gejala, atau merupakan definisi dari apa yang perlu diamati dalam proses penelitian. Beberapa konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 8
2.2.1 Struktur Secara etimologis, struktur berasal dari kata structural (bahasa Latin) yang berarti bentuk atau bangunan. Asal muasal strukturalisme, seperti sudah dikemukakan diatas, dapat diacak dalam poitica Aristoteles, dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus dalam pembicaraan mengenai plot. Secara definitif, strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, disatu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan unsur lainnya, dipihak yang lain hubungan antara unsur dengan totalitasnya. Istilah Struktur sering dikacaukan dengan sistem. Definisi dan ciriciri struktur sering disamakan dengan definisi dan ciri-ciri sistem. Secara etimologis struktur berasal dari kata structura (Latin), berarti bentuk, bangunan, sedangkan sistem berasal dari kata systema (Latin), berarti cara (Ratna, 2009: 88-91). Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama-sama menghasilkan sebuah totalitas. Selain itu analisis struktur tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, ataupun yang lainnya. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antara unsur itu dan sumbangan yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik (Nurgiantoro, 2007:37). 9
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:119) mendefinisi bentuk sebagai bangunan, gambaran, rupa atau wujud, sistem atau susunan. Di dalam Ensiklopedia Indonesia edisi khusus (t.t.:449) pengertian bentuk adalah rupa indah yang menimbulkan kenikmatan artistik melalui cerapan pengelihatan dan penalaran. Bentuk indah dicapai dengan keseimbangan struktur artistik, keselarasan (harmoni) dan relevansi. Istilah formal yang dikemukakan oleh Ratna (2009:49) yang menyebutkan bahwa secara etimologis formal berasal dari bahasa Latin, yaitu forma berarti bentuk atau wujud, dan berkaitan dengan pemakaian istilah tersebut, maka penelitian ini menggunakan istilah bentuk. 2.2.2 Fungsi Fungsi sastra dalam masyarakat sering masih wajar dan langsung terbuka untuk penelitian ilmiah. Khususnya masalah hubungan antara fungsi estetik dan fungsi lain (agama, sosial) dalam variasi dan keragamannya dapat kita amati dari dekat dengan dominan tidaknya fungsi estetik: demikian pula kemungkinan perbedaan fungsi untuk golongan kemasyarakatan tertentu (Teeuw, 1984:304). Wellek dan Warren (1990: 25) yang sependapat dengan dialektika berfikir Horace menyebutkan bahwa karya sastra berfungsi sebagai dulce (hiburan) dan utile (berguan atau bermanfaat). Konsep fungsi karya sastra juga dikemukakan oleh Robson (1978: 25) menyebutkan bahwa fungsi atau kegunaan karya sastra tradisional erat kaitannya dengan bidang: (a) agama, filsafat, mitologi; (b) ajaran yang bertalian dengan sejarah etika; (c) keindahan alam atau hiburan. Setiap karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang mempunyai sejarah 10
kejadiannya, artinya tiap teks direka atau dilahirkan guna memenuhi suatu fungsi. Selain itu, fungsi sastra sebagai hiburan, yang biasanya digunakan untuk menyenangkan hati dan menenangkan pikiran. Luxemburg (1984 : 94) menyebutkan bahwa fungsi adalah keseluruhan sifat-sifat yang bersama-sama menuju tujuan yang sama serta dampaknya. Sastra tidak hanya mencerminkan kenyataan, juga turut membangun masyarakat dan hendaknya berperan sebagai guru. Karya sastra harus menjalankan fungsi didaktik, hendaknya tidak hanya membuka mata orang bagi kekurangankekurangan di dalam tata masyarakat. 2.2.3 Tutur Tutur merupakan karya sastra tradisional memiliki arti yang sangat luas, seperti yang dipaparkan oleh Haryati Soebadio, bahwa tutur berarti pelajaran dogmatis yang diteruskan kepada murid-murid yang memenuhi syarat (1985 : 3). Lebih lanjut I Gusti Ngurah Bagus memberi pengertian bahwa tutur adalah nasehat, atau bicara. Kata pengulangan tutur-tuturan kadang-kadang disebut juga tuturan dalam istilah teknis dongeng mempunyai arti cerita lisan (1979 : 15). Dalam kamus Jawa Kuna-Indonesia dijelaskan bahwa kata tutur berarti daya, ingatan, kenang-kenangan, kesadaran. (Zoetmulder dkk, 1995 : 1307). 2.2.4 Widhi Sastra Dharma Kapatian Widhi Sastra Dharma Kapatian merupakan sebuah naskah lontar yang di dalamnya membicarakan tentang tata cara Upacara Pengabenan. Widhi Sastra 11
Dharma Kapatian dapat dibagi menjadi empat kata yakni kata Widhi, Sastra, Dharma, dan Kapatian. Dalam kamus bahasa Jawa Kuna-Indonesia kata Widhi berarti Tuhan (Zoetmulder dkk, 1995:1427). Sastra memiliki arti petunjuk (Zoetmulder dkk, 1995:1052). Dharma berarti kewajiban (Zoetmulder dkk 1995:197) dan Kapatian dapat diartikan sebagai kematian. Secara tersirat dapat disimpulkan bahwa Widhi Sastra Dharma Kapatian memiliki arti wahyu atau petunjuk yang diturunkan oleh Tuhan tentang tata cara kewajiban manusia dalam melaksanakan upacara kematian. 2.3 Landasan Teori Teori brasal dari kata theoria (bahasa latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Pada tataran yang lebih luas, dalam hubungannya dengan dunia keilmuan, teori berarti perangkat pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai kolerasi, dan telah teruji kebenarannya (Ratna, 2006:88). Pada umumnya, teori dipertentangkan dengan praktek. Setelah salah satu ilmu pengetahuan berhasil untuk mengabstraksikan keseluruhan konsepnya kedalam suatu rumusan ilmiah yang dapat diuji kebenarannya, yaitu teori itu sendiri, maka teori tersebut mesti dioperasikan secara praktis, sehingga cabangcabang ilmu pengetahuan sejenis dapat dipahami secra lebih rinci dan mendalam. Pada dasarnya, teori dengan praktek, kumpulan konsep dengan kumpulan data penelitian, bersifat saling membantu, saling melengkap. Teori adalah alat, kapasitasnya berfungsi untuk mengarahkan sekaligus membantu memahami objek 12
secara maksimal. Teori memiliki fungsi statis sekaligus dinamis (Ratna, 2009: 1-2). 2.3.1 Teori Struktural Dibidang ilmu sastra penelitian struktural dirintis jalannya oleh kelompok peneliti Rusia antara 1915-1930. Mereka biasanya disebut kaum Formalis. Kaum Formalis beranggapan bahwa karya sastra itu merupakan sistem sarana. Karya seluruhnya dipandang sebagai tanda, lepas dari fungsi refrensial atau mimetiknya. Karya sastra dalam anggapan ini menjadi tanda yang otonom, yang hubungannya dengan kenyataan bersifat tak langsung. Maka itu penelitian sastra pertama-tama bertugas untuk meneliti struktur karya sastra yang kompleks dan multidimensional, di mana setiap aspek dan anasir berkaitan dengan aspek anasir yang semuanya mendapat makna penuhnya dari fungsinya dalam totalitas karya itu. Analis struktural terhadap suatu karya sastra dilakukan dengan memusatkan amanatnya hanya pada karyanya, mengungkapkan unsur-unsur pembangun strukturnya dengan menelitinya secara cermat dan mengamati bentuk pertalian antara unsur yang membangunnya menjadi struktur yang utuh, bulat dan menyeluruh (Teeuw, 1984 : 128). Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh ( Teeuw, 1988 : 135). Menurut Teeuw, istilah stuktur dalam sastra dapat dikenakan dalam dua tataran yang sangat berbeda, yakni pada tataran 13
karya sastra dan pada tataran sistem. Struktur pada tataran karya terutama lebih diarahkan pada pendekatan objektif dengan melihat karya sastra sebagai sesuatu yang otonom. Sementara struktur pada tataran sistem berusaha mengaitkan karya sastra dengan unsur-unsur lain seperti agama, kebudayaan dan lain-lain (Teeuw, 1984 : 140). Dengan demikian dalam konteks ini kajian aspek agama, filsafat, dan sosial menjadi bagian yang dikedepankan, termasuk mengaitkannya dengan gejala serta sistem-sistem tanda dalam sastra. Teori struktural dipakai dalam menganalisis struktur Tutur Widhi Sastra Darma Kapatian. 2.3.2 Teori Fungsi Setelah melakukan analisis struktur, kemudian dilanjutkan dengan analisis fungsi teks Tutur Widhi Sastra Dharma Kapatian. Fungsi sastra dalam masyarakat masih sering lebih wajar dan langsung terbuka untuk penelitian ilmiah. Khususnya masalah hubungan antara fungsi estetis dan fungsi lain (agama, sosial) serta kemungkinan perbedaan fungsi untuk golongan kemasyarakatan tertentu (Teeuw, 1984 : 38). Damono ( 1979 : 4) menyatakan bahwa karya sastra berfungsi sebagai pembaharu dan perombak, selain itu karya harus mengajarkan sesuatu denga cara menghibur. Fungsi utama karya sastra adalah untuk melukiskan, mencerminkan kehidupan manusia, sedangkan kehidupan manusia itu sendiri selalu mengalami perkembangan (Ratna, 2010:73). Fungsi sebuah teks keseluruhan sifat-sifat yang bersama-sama menuju tujuan yang sama serta dampaknya (Luxemburg, 1984: 94). Hubungan karya 14
sastra dengan masyarakat merupakan kompleksitas hubungan yang bermakna, antar hubungan bertujuan untuk saling menjelaskan fungsi-fungsi prilaku sosial yang terjadi pada saat tertentu (Ratna, 2009 :137). Fungsi Tutur Widhi Sastra Dharma Kapatian yang akan dianalisis dalam penelitian ini dikaitkan dengan situasi dan kondisi masyarakat Bali. 15