1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terdapat 8 tipe Herpes Virus yang dapat menginfeksi manusia dari 100 tipe Herpes Virus yang telah teridentifikasi. Human Herpes Virus antara lain Herpes Simplex Virus (tipe 1 dan 2), Varicella-zooster Virus, Epstein-Barr Virus (EBV), Cytomegalovirus (CMV), Human Herpes Virus 6 (HHV-6), Human Herpes Virus 7 (HHV-7), Human Herpes Virus 8 (HHV-8) atau Kaposi s Sarcoma (Pertel and Spear, 1999). Berdasarkan survei yang dilakukan WHO, pada populasi dengan range usia 15-49 tahun yang mengalami infeksi (HSV) Herpes Simplex Virus hanya pada tahun 2003 terdata sebesar 23,6 juta orang. Jika dikalkulasikan dengan beberapa tahun sebelumnya, jumlah seluruh penderita HSV di seluruh dunia sebesar 536 juta. Tetapi statistik yang tersedia belum mencakup seluruhnya dikarenakan pendataan yang buruk. Sebagai contoh, lebih banyak wanita dibandingkan pria yang terinfeksi, dan jumlah yang terinfeksi meningkat dengan bertambahnya usia. Dan prevalensi ini meningkat pada sebagian besar negara berkembang (WHO, 2003). Prevalensi antibodi terhadap HSV meningkat seiring dengan usia dan berkorelasi terbalik dengan status sosial-ekonomi. Serosurvei populasi barat pada era pasca perang dunia II menemukan bahwa 80-100% orang dewasa paruh baya dari golongan sosial ekonomi rendah memiliki antibodi terhadap HSV, dibanding 1
2 dengan 30 sampai 50% dari orang dewasa dari kelompok sosial - ekonomi yang lebih tinggi (Corey and Wald, 2010). Di Amerika Serikat pada tahun 1970an, antibodi HSV-1 dideteksi pada sekitar 50% kelompok berstatus sosial ekonomi tinggi dan 80% yang berstatus sosial-ekonomi rendah ada usia 30 tahun. Pada data yang lebih baru dari National Health and Nutrition Examination Surveys (NHANES), prevalensi HSV-1 tampaknya telah sedikit menurun dari 62% pada tahun 1988-1994 menjadi 57,7% pada tahun 1999-2004 pada populasi umum. Di Eropa Barat, prevalensi infeksi HSV-1 pada orang dewasa muda tetap 10-20% lebih tinggi dibanding di Amerika Serikat. Pada klinik-klinik penyakit tertularkan seksual di Amerika Serikat, sekitar 60% pengunjung memiliki antibodi HSV-1. Di Asia dan Afrika, infeksi HSV-1 tetapi hampir menyeluruh dengan infeksi yang didapatkan pada masa awal kanakkanak, walaupun prevalensi HSV-1 di Jepang jauh lebih rendah (Corey and Wald, 2010). Herpes Simplex Virus merupakan virus yang multipotensial, karena memiliki kemampuan untuk menimbulkan manifestasi klinis lebih dari satu jenis penyakit. Infeksi dapat timbul secara silang, meskipun umumnya tidak berbahaya, namun termasuk gangguan, bisa menyakitkan dan mungkin dapat menimbulkan trauma emosional. Meskipun tidak ada obat, frekuensi dan tingkat keparahan serangan bisa dikurangi (Jasmine, 2011). Insidensi kasus infeksi primer dari HSV 1 menyerang sekitar 30-60% dari anak-anak yang terkena virus Herpes Simplex, biasa disebut dengan Herpes Labialis. Namun dengan bertambahnya usia, angka kejadian kasus infeksi HSV 1
3 juga bertambah. Di dapatkan data 90% dari orang dewasa diatas 50 tahun telah memiliki seropositif untuk HSV-1 (Marques and Straus, 2003). 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 USA Prevalensi HSV Berdasarkan NHANES Eropa Barat Afrika Selatan Brazil Peru Saudi Arabia India Prevalensi HSV Berdasarkan NHANES Gambar 1. Prevalensi HSV pada berbagai negara Infeksi Orofacial, seperti Herpes Gingingivostomatitis dan pharyngitis merupakan infeksi yang paling umum terjadi sehubungan dengan infeksi primer dari Herpes Simplex Virus 1. Gejala dari infeksi Herpes oral adalah apthus stomatitis, termasuk di dalamnya lesi ulseratif pada palatum lidah, dan mukosa buccal (Marques and Straus, 2003). Reaktivasi virus infeksi primer dapat menyerang area wajah perioral, terutama pada bibir. Area lain yang dapat terinfeksi adalah hidung, pipi, dagu, tetapi kasus yang terjadi kurang dari 10% (Marques and Straus, 2003). Herpes Simplex Virus 1 akan menimbulkan lesi yang pada umumnya dijumpai pada tubuh bagian atas, termasuk rongga mulut dan mata, namun lesi
4 juga dapat dijumpai pada daerah genitalia, yang penularannya melalui koitus orogenital (oral sex) (Hartadi dan Sumaryo, 2000). Pemeriksaan Imunoglobulin pada wanita pra nikah dapat digunakan dalam upaya preventif dan screening terhadap kejadian kasus Herpes Simplex Virus dan diharapkan dapat menurunkan angka kejadian penyakit tersebut (Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Sutomo, 2008). B. Perumusan Masalah Seberapa besar prevalensi seropositif IgG HSV 1 pada populasi wanita pranikah dengan tinjauan faktor resiko riwayat kontak seksual? C. Tujuan Tujuan Umum - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi seropositif IgG HSV 1 pada populasi wanita pranikah dengan tinjauan faktor resiko riwayat kontak seksual. Tujuan Khusus - Mendeskripsikan seropositif IgG HSV 1 pada populasi wanita pranikah dengan riwayat kontak seksual. - Mendeskripsikan seropositif IgG HSV 1 pada populasi wanita pranikah tanpa riwayat kontak seksual.
5 - Mendeskripsikan perbedaan seropositif IgG HSV 1 pada populasi wanita pranikah dengan riwayat kontak seksual dan tanpa riwayat kontak seksual. - Menganalisis seropositif IgG HSV 1 pada populasi wanita pranikah dengan riwayat kontak seksual. D. Manfaat penelitian - Terhadap Ilmu Pengetahuan aaaaaadiharapkan penelitian yang dilakukan dapat memberikan informasi guna perkembangan ilmu pengetahuan. - Terhadap Ilmu Kesehatan aaaaaadiharapkan penelitian yang dilakukan dapat memberikan masukan keilmuan kesehatan sehingga bisa diterapkan dalam ilmu kedokteran dalam membantu pelaksanaan, pengembangan terapi Herpes Simplex Virus. - Terhadap Peneliti aaaaaadiharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peneliti mengenai Herpes Simplex Virus dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran dengan kata kunci Seropositif IgG, Herpes Simplex Virus, wanita pranikah, kontak seksual peneliti tidak menemukan penelitian mengenai prevalensi seropositif IgG HSV 1 pada populasi wanita pranikah dengan tinjauan faktor resiko riwayat kontak seksual.