TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani dan Ekologi Tanaman Tebu Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledone, ordo Graminales dan famili Graminae (Deptan, 2005). Batang padat, tidak bercabang, keliling bagian persilangan yang kasar, buku-buku yang berbeda jelas yang di setiap buku terdiri atas node (bagian tumbuhnya mata dan akar) dan internode (ruas-ruas batang). Daun-daun melekat pada batang pada bagian dasar node, bergantian dalam dua baris dengan berlawanan sisi. Setiap daun terdiri atas dua bagian; pelepah dan lembaran daun (lamina) (James, 2004). Pelepah berbentuk tabung, bagian bawahnya melebar dan mengecil secara bertahap ke bagian embun (Dillewijn, 1952). Akar tumbuh sesaat setelah stek ditanam, ada dua macam akar yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek tumbuh dari cincin akar dan akar tunas tumbuh dari akar primordia tunas/anakan yang baru tumbuh. Akar stek hidup hanya sementara dan digantikan oleh akar tunas/ anakan. Hidup akar tunas/anakan juga sementara, tetapi sistem akar secara keseluruhan diperbaharui dengan setiap tunas/anakan yang tumbuh menghasilkan akarnya sendiri (James, 2004). Bunga tebu berupa malai dan berbentuk piramida dengan panjang sekitar 50-80 cm. Pada bunga ini terdapat benang sari, putik dengan 2 kepala putik dan bakal biji. Tebu berbuah seperti padi-padian, berbiji satu. Biji tebu ditanam di kebun percobaan untuk mendapatkan jenis baru dengan persilangan yang bersifat lebih unggul (Deptan, 2005). Kondisi iklim yang dibutuhkan tanaman tebu pada lahan kering adalah curah hujan yang berkisar antara 1000-1300 mm/tahun dengan sekurangkurangnya 3 bulan kering. Suhu udara minimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tebu adalah 24 0 C dan maksimum adalah 34 0 C sedangkan suhu optimumnya 30 0 C. Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam tiap hari dengan intensitas penyinaran penuh. Kecepatan angin kurang dari 10 km/jam di siang hari bedampak positif terhadap pertumbuhan tebu, angin dengan kecepatan melebihi 10 km/jam disertai hujan lebat akan mengganggu pertumbuhan tebu (Deptan, 2005).
5 Kelembaban udara relatif tidak banyak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tebu asal tersedia air yang cukup. Tebu akan tetap tumbuh dengan baik selama kelembaban tanahnya di atas titik layu, tanpa ada faktor lain yang membatasi (Dillewijn, 1952). Persyaratan lahan yang dibutuhkan tanaman tebu adalah pada daerah dengan ketinggian 0-1400 m di atas permukaan laut, tetapi mulai ketinggian 1200 m di atas permukaaan laut pertumbuhan tebu relatif lambat. Bentuk lahan bergelombang antara 0-15 % dengan kemiringan kurang dari 8 %, kemiringan 10 % dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisasi. Sifat fisik tanah yang ideal adalah tanah gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang sempurna. Tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan air cukup dan porositas 30 %. Kedalaman solum minimal 50 cm dengan tidak ada lapisan kedap air dan permukaan air 40 cm (Deptan, 2005). Tanaman tebu tumbuh dengan baik pada kedalaman yang cukup dengan drainase yang baik dan dalam. Derajat kemasaman tanah untuk pertumbuhan tebu yang paling optimal berkisar antara 6,0-7,5, namun masih toleran pada ph 4,5-8,5. Tanaman tebu tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti tanah Aluvial, Grumusol, Latosol dan Regosol. Jenis tanah Latosol dan Podsolik Merah Kuning dengan solum dalam, mempunyai struktur dan tekstur yang baik adalah jenis tanah yang ditanami tebu di luar Jawa pada umumnya (Deptan, 2005). Lahan Kering Menurut Kuntohartono, Sasongko dan Tarmani (1982) lahan tegalan/ lahan kering adalah lahan yang dalam keadaan alamiah lapisan atas dan bawah tubuh tanahnya (top dan subsoilnya) sepanjang tahun atau hampir sepanjang tahun tidak jenuh air dan tidak tergenang. Budidaya tebu lahan tegalan bercirikan pada teknik mengelola tebu tanpa pengairan (tadah hujan), pengolahan tanah dengan sistem bajak, tanpa saluran drainase yang intensif, pertanaman yang dikelola sampai keprasan kedua atau lebih, serta penggunaan tenaga kerja yang terbatas (72-120 hari kerja pria/hektar). Kendala-kendala produksi tebu di lahan tegalan antara lain adalah potensi produktivitas yang lebih rendah daripada di lahan sawah
6 berpengairan, waktu penanaman dan pemeliharaan yang relatif sempit, serta gangguan gulma dan hama cukup besar (Kuntohartono et al., 1982). Ciri-ciri lahan kering yang lain yaitu kandungan liat dan besi yang tinggi dan yang disertai rendahnya kandungan bahan organik mengakibatkan tanah menjadi peka terhadap erosi dan pemadatan tanah. Kandungan besi yang tinggi mengakibatkan rendahnya kapasitas menyimpan air pada akhirnya menghambat penetrasi akar serta pertumbuhan akar. Tanah bersifat masam, kesuburan tanah rendah, kandungan bahan organik serta aktivitas liat rendah. Sebagian besar areal lahan kering bagian hulu di Indonesia bertopografi bergelombang (kemiringan lahan 8-15 %) dan berbukit (15-30 %). Kejenuhan basa dan KTK rendah, serta kapasitas fiksasi fosfat tinggi. Di Kawasan Barat Indonesia dipengaruhi oleh iklim tropik basah dan suhu tinggi, sedangkan di Kawasan Timur Indonesia dipengaruhi oleh iklim tropik kering dan suhu tinggi (Sastrosumarjo, 1995). Varietas PS 862 dan PS 864 Varietas PS 862 adalah salah satu dari 4 klon tebu varietas unggul yang dilepas pada tahun 1998 oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan. Sebelumnya, varietas ini dikenal dengan nama seri PS 86-8504 merupakan keturunan induk dari F 162 (polycross) (Sugiyarta, 2007). Menurut Deptan (2004) varietas PS 862 termasuk tipe kemasakan awal. Varietas PS 862 cocok untuk lahan sawah maupun tegalan dengan tipe kemasakan tengah, diameter batang sedang dan kerapatan batang sedang. Kisaran produksi tebu di lahan sawah 1027-1505 kuintal/hektar dengan kisaran rendemen: 6,22-12,01 %. Sedangkan kisaran produksi tebu di lahan tegalan 563-1003 kuintal/hektar dengan kisaran rendemen: 6,00-11,32 % (www.ipard.com). Varietas PS 864 adalah salah satu dari 5 klon tebu varietas unggul baru yang dilepas pada bulan Januari 2004 oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan untuk mengisi komposisi varietas yang seimbang di tingkat praktik penanaman tebu. Sebelumnya, varietas ini dikenal dengan nama seri PS 86-10029, merupakan keturunan PR 117 (polycross) (Sugiyarta, 2007). Menurut Deptan (2004) PS 864 terdapat kecenderungan pada kelompok tengah lambat dan pada lahan tegalan dimana kondisi kering panjang terjadi dijumpai keadaan tanaman tinggal 3-5 daun
7 hijau serta masih menunjukkkan tingkat kelengasan batang yang cukup tinggi (lebih tahan kering). PS 864 cocok untuk lahan sawah maupun tegalan dengan tipe kemasakan lambat, diameter batang sedang dan kerapatan batang sedang. Kisaran produksi tebu di lahan sawah 389-1332 kuintal/hektar dengan kisaran rendemen: 8,65-12,85 %. Sedangkan kisaran produksi tebu di lahan tegalan 260-1794 kuintal/hektar dengan kisaran rendemen: 5,92-12,89 % (www.ipard.com). Perbedaan kedua varietas ini ditampilkan secara sederhana pada Lampiran Tabel 9. Kompos Blotong Menurut Kurniawan (1982) blotong merupakan sisa tapisan, mempunyai sifat sebagai bahan padat, tetapi kadang-kadang tercampur dengan air bekas cucian tapisan sehingga dalam pabrik-pabrik tertentu blotong yang dibuang tercampur dalam air. Menurut Tedjowahjono dan Kurniawan (1982) blotong merupakan sisa tapisan, mempunyai sifat sebagai bahan padat, berwarna hitam dan komposisinya bergantung pada proses pabrik gulanya. Selain kandungan bahan organik, blotong juga kaya dengan unsur Ca (4-8 %), K (1,2-3,2 %) serta P (1,5-3,4 %). Jumlah basa-basa semakin meningkat pada jenis blotong karbonatasi. Kompos blotong dibuat dari campuran 60 % dan 40 % blotong dan abu ketel tiap satu ton dengan tambahan dua kilogram tetes yang dicampur dengan satu liter EM4 dan 300 liter air. Langkah pertama dalam pembuatan kompos ini adalah mencampurkan blotong dan abu ketel lalu diaduk hingga merata dan disiram dengan campuran tetes, air dan EM4. Campuran ini diaduk merata dan ditutup rapat. Bila suhu kompos melebihi 50 0 C maka tutup dibuka dan dibiarkan sampai turun. Setelah lima hari kompos diangin-anginkan sebelum digunakan (Setiawan, 2006). Blotong sangat berguna dalam usaha memperbaiki sifat fisik tanah, sehingga daya menahan airnya meningkat. Jumlah blotong berkisar antara 4-5 % berat tebu dan untuk tiap ton blotong berkadar air 70 % mengandung hara setara dengan 28 kg ZA, 22 kg TSP dan 1 kg KCl (Suhadi et al., 1988). Hara tersebut mengandung 5,88 kg N, 9,9 kg P dan 0,6 kg K.
8 Penelitian Wargani, Supriyanto dan Samsuri (1988), pemberian kompos pada demoplot menghasilkan peningkatan produksi tebu yang bervariasi yaitu antara 7,2 ton sampai 16,9 ton/ha akibat pemberian kompos sebanyak 10 ton/ha. Dosis kompos ini menunjukkan perbaikan sifat fisik tanah terutama di lapisan penebaran kompos. Menurut Toharisman, Suhadi dan Mulyadi (1991) dalam Mulyadi (2000) pemberian blotong pada tanah Mediteran Malang Selatan mampu meningkatkan hasil tebu > 20 % dibanding kontrol. Berdasarkan hasil penelitian Toharisman et al. (1991) dalam Mulyadi (2000) blotong berperan terhadap sifat kimia tanah, yaitu penambahan blotong mampu meningkatkan ketersediaan hara P dan basabasa terutama Ca, sehingga tanaman mampu menyerap hara lebih baik. Menurut Suhadi dan Sumojo (1985) dalam Mulyadi (2000) blotong juga mampu meningkatkan N tanah yang secara relatif mengurangi kebutuhan pupuk ZA. Penelitian yang dilakukan Mulyadi (2000) menunjukkan bahwa pemberian blotong nyata meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah tanaman/rumpun, dan bobot kering kering tebu bagian atas berumur 4 bulan yang ditanam di tanah kandiudoxs. Dosis efektif yang digunakan adalah sekitar 40 ton/ha, ditandai dengan peningkatan tinggi tanaman 58 %, diameter batang sebesar 31 %, jumlah tanaman/rumpun sebesar 25 % dan bobot kering tanaman bagian atas sebesar 225 % dibanding perlakuan tanpa blotong. Berdasarkan penelitian Parinduri (2005), dosis blotong 20 ton/ha saja dapat meningkatkan jumlah anakan tebu 11,02 %, bobot kering tajuk 8,43 %, bobot kering tanaman 5,33 %, bobot kering dan luas daun 20,43 % dibandingkan dengan perlakuan pemupukan anorganik N, P, K dan ZA. Sedangkan tinggi tanaman menurun 7,69 %, diameter batang menurun 5,37 %, dan bobot kering akar menurun 23,17 %.