PENDAHULUAN. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN TENTANG PERSISTENSI Brachiaria humidicola (Rendle) Schweick SETELAH PENGGEMBALAAN PADA LAHAN PERKEBUNAN KELAPA

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN VEGETATIF TAJUK BARU RUMPUT Brachiaria humidicola

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan merupakan kunci keberhasilan

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Laju permintaan daging sapi di Indonesia terus meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. dapat menyebabkan rendahnya produksi ternak yang di hasilkan. Oleh karena itu,

I. PENDAHULUAN. terutama pangan dan energi dunia, termasuk Indonesia akan dihadapkan pada

The effects of grazing system and stocking rate on performance of B.humidicola grazed pasture and daily gain of cattle in coconut plantation ABSTRAK

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pegaruh Perlakuan terhadap Produksi Hijauan (Bahan Segar)

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI PRODUKTIFITAS SAVANA BEKOL PADA MUSIM PENGHUJAN

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan masih merupakan kendala. yang dihadapi oleh para peternak khususnya pada musim kemarau.

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

BAB I. PENDAHULUAN. itu strategi dalam mengatasi hal tersebut perlu diupayakan. Namun demikian,

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan substansi pokok dalam kehidupan manusia sehingga

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

AD1. FAKTOR IKLIM 1. FAKTOR IKLIM 2. FAKTOR KESUBURAN TANAH 3. FAKTOR SPESIES 4. FAKTOR MANAJEMEN/PENGELOLAAN 1. RADIASI SINAR MATAHARI

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

METODE. Lokasi dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

EKOLOGI MANUSIA : PERTANIAN DAN PANGAN MANUSIA. Nini Rahmawati

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang.

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

PENDAHULUAN. Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

LAJU PERTUMBUHAN DAN LAJU ASIMILASI BERSIH RUMPUT GAJAH DARI LETAK TUNAS STEK YANG BERBEDA DENGAN BEBERAPA DOSIS PUPUK NITROGEN SKRIPSI.

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. memenuhi kebutuhan pokok ternak, pertumbuhan dan perkembangan,

PENGENDALIAN INFEKSI CACING HATI PADA SAPI OLeh : Akram Hamidi

VII. PEMECAHAN OPTIMAL MODEL INTEGRASI TANAMAN TERNAK

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

TANAMAN STYLO (Stylosanthes guianensis) SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

TINJAUAN PUSTAKA Padang Penggembalaan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN LEGUM Calopogonium mucunoides, Centrosema pubescens DAN Arachis pintoi SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan dan energi masih menjadi salah satu perhatian besar di

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KELOMPOK TANI KALISAPUN DAN MAKANTAR KELURAHAN MAPANGET BARAT KOTA MANADO

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

BAB I PENDAHULUAN. Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT)

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

PENDAHULUAN. Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat populer, mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, dan mampu beradaptasi

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman pangan potensial masa

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Data dari Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian yang diterbitkan melalui pemberitaan media cetak Kompas hari Jumat tanggal 13 Agustus 2010, menunjukkan bahwa permintaan daging sapi di Indonesia tahun 2009 sebanyak 390.6 ribu ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 250,8 ribu ton. Dengan demikian untuk mengisi kekurangan harus diimpor sebanyak 139,8 ribu ton. Berbagai faktor penyebab rendahnya perkembangan populasi ternak sapi. Salah satu di antaranya adalah keterbatasan lahan dan kurangnya ketersediaan hijauan pakan, baik kualitas maupun kuantitas. Progam Direktorat Jenderal Produksi Peternakan melalui integrasi ternak sapi dengan tanaman perkebunan kelapa bertujuan untuk menutupi kesenjangan permintaan daging sapi yang semakin melebar terhadap penawaran komoditi ini. Penggembalaan ternak sapi di areal pertanaman kelapa adalah sistem yang telah lama diterapkan. Keuntungan sistem ini berupa multi fungsi dari lahan, termasuk : (a) meningkatkan pendapatan melalui diversifikasi usaha dan; (b) penggunaan sumber daya lahan terbatas dengan lebih efisien; (c) stabilisasi tanah, dan (d) potensial untuk meningkatkan produksi perkebunan kelapa melalui pengendalian gulma lebih baik, daur ulang unsur hara dan penyediaan nitrogen (Shelton dan Stur, 1991). Walaupun sistem ini memberikan berbagai keuntungan, namun hal itu tidak bertahan lama karena masalah menghilangnya pastura atau dikenal dengan fenomena pasture rundown atau terjadinya kemunduran, bahkan kerusakan padang rumput. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab masalah tersebut adalah jenis hijauan yang digunakan tidak toleran terhadap naungan, dan tidak tahan terhadap injakan dan renggutan oleh ternak sapi (Watson dan Whiteman, 1981a). Untuk mengatasi masalah tersebut melalui proyek penelitian yang disponsori oleh Australian Centre for International Agicultureal Recearch (ACIAR) dilakukan seleksi dari sekitar 50 jenis hijauan rumput tropis yang diintroduksi ke Indonesia sebagai padang penggembalaan di areal perkebunan

2 2 kelapa. Ditemukan bahwa Brachiaria humidicola cv.tully termasuk salah satu jenis yang direkomendasikan untuk dikembangkan pada areal perkebunan kelapa di Manado (Kaligis dan Sumolang, 1991), di Bali ( Rika et al, 1991). Pilihan pada rumput ini karena memiliki berbagai keunggulan seperti tumbuh baik pada musim panas, cukup persisten dan agresif, berkemampuan berkompetisi dengan gulma dan dapat menekan pertumbuhan gulma. Rumput ini sangat tahan terhadap penggembalaan berat tetapi tidak toleran terhadap kebakaran. Di Kepulauan Fiji, tanpa pemupukan rumput B.humidicola dapat menghasilkan 10.929 kg bahan kering (BK) per hektar / tahun, dan dapat mencapai 34.018 kg BK/ha bila diberikan 452 kg N/ha. Sedangkan di areal perkebunan kelapa pada percobaan plot-plot kecil, tanpa pemupukan rumput ini menghasilkan 500-600 g BK/m2 atau sekitar 5.000-6.000 kg BK/ha (Kaligis dan Sumolang, 1991). Selain berproduksi dan bernilai nutrisi yang baik untuk pakan ternak, informasi terbaru mengatakan bahwa rumput B. humidicola sebagai tanaman rumput tropis ini juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan hidup terutama terkait dengan perubahan iklim akibat pemanasan global. Salah satu gas rumah kaca adalah gas N 2 O. Dilaporkan bahwa rumput ini melalui eksudat akarnya menghasilkan brachialactone suatu senyawa kimia yang bersifat sebagai inhibitor biologis proses nitrifikasi dalam tanah yang melepaskan gas N 2 O ke atmosfir (Subramanian et al., 2007). Sifat inhibitor tersebut berperan dalam pengaturan proses nitrifikasi sehingga lebih sedikit nitrogen yang tercuci, dengan demikian penggunaan nitrogen menjadi lebih efisien. Rumput Brachiaria humidicola sangat disukai ternak ketika masih muda tetapi menurun setelah mencapai pertumbuhan maksimum. Walaupun demikian rumput ini tetap mengalami kerusakan ketika digembalai secara bebas (free grazing) atau tanpa manajemen penggembalan yang benar. Pemanasan global menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan variasi suhu sepanjang waktu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman khususnya rumput yang akan dipanen/didefoliasi pada fase perkembangan vegetatif atau dalam waktu yang relatif singkat. Miller et al. (2001) menyatakan bahwa defoliasi atau

3 penggembalaan berdasarkan hari kalender (Calender days / CD) memiliki potensi kesalahan 10 hari kalender dibandingkan dengan defoliasi berdasar akumulasi unit panas (degree days/dd) yang hanya 2-3 hari kalender potensi kesalahan. Adanya hubungan yang erat antara jumlah daun dan GDD mendukung pernyataan bahwa suhu adalah faktor utama yang mengontrol kecepatan munculnya daun pada tanaman rumput (Butler et al., 2002). Penelitian akhirakhir ini menunjukkan bahwa penggembalaan bebas dan penggembalaan kontinyu tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis rumput untuk tumbuh dan bereproduksi. Pada tahap lebih lanjut rumput tidak cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan ternak akan hijauan berkualitas secara tetap dibandingkan dengan sistem penggembalaan rotasi. Sistem yang terakhir ini menjadi pilihan, tetapi dengan konsekuensi harus menerapkan manajemen penggembalaan yang tepat, yang oleh Gorder et al.(2005) dinamakan Biologically Effective Gazing Management Strategy. Tujuan manajemen padang penggembalaan tidak terbatas hanya pada menjamin kesehatan padang rumput, tetapi terutama hasil hijauan tersedia untuk memenuhi kebutuhan ternak, baik jumlah maupun kualitas. Hasil ini akan terlihat pada produksi riil berupa hasil ternak, dimana hasil ini ditentukan oleh jumlah konsumsi dan nilai kecernaan rumput. Jumlah hijauan terkonsumsi ditentukan oleh palatabilitas dan tinggi kanopi, dimana keduanya dipengaruhi oleh defoliasi atau intensitas renggutan ternak (Root, 2000). Keunggulan satu jenis rumput sebagai pakan tidak hanya ditentukan oleh persistensi, tetapi juga seberapa besar kemampuan memenuhi kebutuhan bahan kering ternak herbivora. Kemampuan tersebut terukur pada daya tampung dan jumlah ternak yang digembalakan/tekanan penggembalaan (Stocking Rate). Hasil penelitian di Bali menunjukkan bahwa kenaikan SR sampai 4 ekor sapi Bali/ha lahan kelapa masih memberikan pengaruh positif terhadap pertambahan berat badan ternak sapi dan produksi kelapa (Rika et al., 1981). Melalui pemahaman terhadap pola pertumbuhan dan perkembangan rumput B. humidicola, pengaturan penggembalaan yang benar, akan menjamin kelestarian persistensinya dan memenuhi kebutuhan hijauan pakan ternak

4 4 ruminansia. Dengan demikian terjadi peningkatan produksi ternak sapi daging yang dapat menutupi kesenjangan antara permintaan dan penawaran akan komoditi ini. Oleh karena itu penelitian tentang kajian persistensi B. humidicola setelah penggembalaan pada lahan perkebunan kelapa perlu dilakukan. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan meningkatkan kontribusi rumput Brachiaria humidicola dalam sistem produksi hijauan pakan pada lahan perkebunan kelapa, melalui suatu pemahaman yang benar tentang persistensinya dan diterapkan sebagai strategi manajemen penggembalaan yang tepat. Untuk itu beberapa rangkaian percobaan telah dilakukan dengan tujuan khusus sebagai berikut : (1) mempelajari fenologi pertumbuhan dan perkembangan vegetatif rumput Brachiaria humidicola dan menghitung berapa besar satuan bahang ( 0 C hari /degree days ) yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu filokron. (2) mempelajari respons vegetatif tajuk baru rumput Brachiaria humidicola terhadap perlakuan intensitas dan interval defoliasi pada kondisi ternaung, yang terukur pada perkembangan vegetatif, produktivitas dan kualitas. (3) mempelajari pengaruh perenggutan (grazing) pada sistem penggembalaan dan tekanan penggembalaan (stocking rate) yang berbeda terhadap keragaan padang penggembalaan, produksi dan kualitas, komposisi botanis padang penggembalaan, cadangan karbohidrat, mikroorganisme lingkungan rizosfer, penambahan bobot badan sapi dan hasil buah kelapa. Hipotesis 1. Terdapat perbedaan kebutuhan akumulasi satuan bahang ( 0 C hari ) / DD untuk membentuk satu filokron antara rumput Brachiaria humidicola yang

5 ditanam secara tunggal dan dalam komunitas ; pertumbuhan dan perkembangan vegetatif rumput berkorelasi positif dengan umur tanaman. 2. Terdapat perbedaan dalam hasil produksi biomassa (berat kering ), kualitas dan respons rumput Brachiaria humidicola akibat perlakuan intensitas defoliasi dan interval defoliasi berdasarkan hari kalender (CD) dan berdasarkan akumulasi satuan bahang (DD). 3. Potensi pertumbuhan tajuk baru ( keragaan pastura) B. humidicola, produksi dan kualitas, komposisi botanis, perubahan lingkungan rizosfer, hasil buah kelapa dan penambahan bobot badan sapi akan lebih baik pada padang penggemlaan yang mengalami penggembalaan rotasi dari pada penggembalaan kontinyu terutama yang berinteraksi dengan tekanan penggembalaan (stocking rate) yang lebih tinggi. Manfaat Penelitian 1. Hasil peneltian ini dapat digunakan dalam pengembangan sistem produksi hijauan makanan ternak pada lahan perkebunan kelapa, dan juga berguna untuk kepentingan pengembangan model biologis pertumbuhan dan perkembangan rumput B. humidicola. 2. Bermanfaat dalam menentukan pola manajemen sistem padang rumput intensif dan efisien, yang dapat menjamin ketersediaan hijauan pakan dalam jumlah dan kualitas yang baik secara berkelanjutan. Ruang Lingkup dan Kerangka Penelitian Sehubungan dengan tujuan penelitian untuk mengkaji persistensi rumput B.humidicola setelah digembalai, maka penelitian ini terdiri atas tiga aspek kajian. Aspek pertama, karakterisasi pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tajuk baru rumput B. humidicola, serta kebutuhan satuan bahang untuk menghasilkan satu filokron. Aspek kedua adalah produksi biomassa, kandungan nutrien dan respons rumput B. humidicola terhadap perbedaan tingkat intensitas dan interval defoliasi. Aspek ketiga, adalah respons pastura B. humidicola terhadap 2 sistem penggembalaan ( kontinyu dan rotasi) dan tekanan penggembalaan

6 6 (stocking rate), yang terukur pada keragaan pastura, kualitas hijauan, komposisi botanis, kandungan karbohidrat mudah larut, mikroorganisme dominan, pertambahan bobot harian ternak sapi serta hasil buah kelapa. Ketiga aspek kajian tersebut dirumuskan ke dalam tiga sub-penelitian sebagai berikut : 1. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Vegetatif Tajuk Baru Rumput B. humidicola. 2. Pengaruh Intensitas dan Interval Defoliasi terhadap Produksi Biomassa dan Kandungan Nutrien B. humidicola. 3. Pengaruh Sistem Penggembalaan dan Tekanan Penggembalaan ( Stocking rate) terhadap Keragaan Padang Penggembalaan B. humidicola setelah Digembalai dan Pertambahan Berat Badan Ternak Sapi.

7 Secara skematik (diagam) kerangka penelitian disajikan pada Gambar 1. Penelitian oleh ACIAR B. humidicola memenuhi kriteria seleksi rumput pakan untuk lahan perkebunan kelapa (Mullen et al, 1997) Percobaan I Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tajuk baru rumput B.humidicola, serta kebutuhan satuan bahang untuk menghasilkan satu filokron. Percobaan II Produksi biomassa, kandungan nutrien, dan respons rumput B.humidicola terhadap tingkat intensitas dan interval defoliasi yang berbeda. Percobaan III Respons pastura B. humidicola, produksi dan kualitas, perubahan lingkungan rizosfer, hasil buah kelapa dan penambahan bobot badan sapi akibat perbedaan sistem penggembalaan (grazing) dengan jumlah ternak (stocking rate) berbeda. Produksi hijauan pakan, produksi ternak sapi dan produksi kelapa berkelanjutan. Gambar 1. Tahapan penelitian dan keterkaitan antar percobaan.