BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit merupakan pengalaman di mana kita merasa diri tidak nyaman dan terasing dari lingkungan dan sesama. Dalam situasi seperti ini setiap orang yang menderita sakit sangat mengharapkan adanya pendamping dan dukungan yang meneguhkan. Selain itu, individu mengalami keterbatasan melakukan aktivitas secara mandiri dan mengatur sendiri kebutuhannya sehingga individu membutuhkan orang lain (Potter & Perry, 2005). Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan spiritual dapat membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual. JCHAO (the join comission for accreditation of Healthcare Organizations) mengakui pentingnya keyakinan dan tradisi keagamaan maupun spiritual bagi orang yang sedang menderita sakit dan cacat tubuh. Terungkap dalam pedoman JCHAO terkait dengan assesmen spiritual dengan perawatan baik bagi pasien rawat inap rumah sakit maupun mereka yang tinggal di rumah-rumah perawatan (O brien, 2009). Spiritualitas adalah suatu bentuk keyakinan yang menggambarkan hubungan manusia dengan sesuatu yang lebih tinggi, berkuasa (Martsolf &Mickley, 1998 dalam Kozier & Erb, 2010). Spiritualitas meliputi beberapa aspek yaitu: berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan, menemukan arti dan tujuan hidup, menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri dan mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Tuhan Yang Maha Tinggi (Burkhardt, 2000). Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia (Hidayat, 2008). Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas individu tergantung pada kebutuhan individu itu sendiri yang terdiri dari kebutuhan spiritualitas yang berkaitan dengan Tuhan, berhubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan lingkungan (Dyson dkk., 1997). Perawat sebagai tenaga kesehatan profesional yang mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan atau asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Pasien sebagai mahluk biopsikososiokultural dan spiritual yang berespon secara holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan pasien. Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh pasien, antara lain dengan memfasilitasi
pemenuhan kebutuhan spiritual pasien tersebut, walaupun perawat dan pasien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama (Hamid, 2008) Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat peka terhadap kebutuhan spiritual pasien, tetapi dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberikan asuhan spiritual. Alasan tersebut, antara lain karena perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang menganggap penting kebutuhan spiritual, tidak mendapatkan pendidikan tentang aspek spiritual dalam keperawatan, atau merasa bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual pasien bukan menjadi tugasnya, tetapi tanggung jawab pemuka agama (Hamid, 2008). Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar perawat merasa tidak mampu memberikan perawatan spiritualitas kepada klien (Piles, 1990 dalam Carpenito, 2000). Perawat menganggap bahwa spiritualitas merupakan masalah pribadi yang merupakan hubungan individu dengan penciptanya dan perawat memandang bahwa pemenuhan kebutuhan spiritualitas klien bukan tanggung jawabnya melainkan tanggung jawab keluarga dan tokoh agama (Boyle & Andrews, 1989 dalam Carpenito, 2000). Hanson dkk. (2008) menyatakan, dalam suatu penelitian sekitar 41-94% pasien menginginkan tenaga kesehatan menanyakan tentang kebutuhan spiritual mereka. Hasil suatu studi wawancara menunjukkan bahwa spiritual yang kuat dan koping religius mempunyai hubungan dengan support social yang baik, sedikitnya beban psikologis, mempunyai kesehatan fisik yang baik dan kualitas
hidup yang lebih baik pula. Pendekatan holistik memberikan perhatian pada fungsi spiritual pasien yang akan mempengaruhi keadaan sejahtera pasien. Individu dikuatkan melalui spirit mereka, yang mengakibatkan peralihan ke arah kesejahteraan. Ketika sakit, kehilangan, atau nyeri mempengaruhi seseorang, energi orang tersebut menipis, dan spirit orang tersebut akan terpengaruhi (Potter & Perry, 2005). Inggriane (2005 dalam Puspita, 2009) menyatakan, ada fenomena yang menarik dari pasien-pasien dewasa yang sedang rawat inap. Ekspresi spiritual pasien dengan penyakit akut maupun kronis sangat beragam, mulai dari kondisi pasien yang pasrah dan menerima takdir penyakitnya sampai dengan kondisi menggugat Tuhan nya melalui ekspresi kemarahan dan menolak pengobatan maupun perawatan yang diberikan, ketidaktahuan maupun ketidakmampuan pasien dalam melaksanakan ibadah yang diyakininya, sementara dukungan spiritual dari perawat menurut pengakuan pasien tersebut tidak mereka dapatkan. Dukungan spiritual dari seorang perawat sangat diperlukan dan perawat sebaiknya mampu memperhatikan dan memenuhi kebutuhan spiritual pasien karena perawat senantiasa hadir selama 24 jam mendampingi pasien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurcahyani (2012) di RSP AD Gatot Subroto Jakarta menunjukkan dari 17 responden yang penerapan aspek spiritualnya kurang baik, diketahui 12 responden (70,6%) pemenuhan kebutuhan spiritualnya tidak terpenuhi dan 5 responden (29,4%) pemenuhan kebutuhan spiritualnya terpenuhi. Sedangkan dari 33 responden yang penerapan aspek
spiritualnya baik, diketahui 9 responden (27,3%) pemenuhan kebutuhan spiritualnya tidak terpenuhi dan 24 responden (72,7%) pemenuhan kebutuhan spiritualnya terpenuhi. Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini menjadi penting untuk mengidentifikasi sejauhmana hubungan spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien rawat inap di RS. Pirngadi. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian 1.2.1 Bagaimana spiritualitas perawat di RSUD Dr Pirngadi Medan? 1.2.2 Bagaimana pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah? 1.2.3 Bagaimana hubungan spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap di ruangan penyakit dalam dan bedah RSUD Dr. Pirngadi? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Mengidentifikasi spiritualitas perawat di RSUD Dr Pirngadi Medan 1.3.2 Mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah? 1.3.3 Menganalisa hubungan spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap di ruangan penyakit dalam dan bedah RSUD Dr. Pirngadi?
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi praktek keperawatan Sebagai informasi tambahan bagi praktisi perawat tentang spritualitas perawat, kebutuhan spritual pada pasien, dan hubungan spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap di ruang penyakit dalam dan bedah di RS. Pirngadi. Dengan diketahuinya hasil penelitian ini menjadi pertimbangan perawat dapat menyusun rencana intervansi keperawatan yang terkait dengan kondisi spiritual klien. 1.4.2 Bagi pendidikan keperawatan Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi perawat pendidik untuk mengintegrasikan dalam pembelajaran terkait dengan spritualitas perawat terhadap kebutuhan spiritual klien 1.4.3 Bagi penelitian keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data tentang hubungan antara spiritualitas perawat dengan pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien yang dirawat inap di rumah sakit untuk digunakan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.