BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara pemerintah berkewajiban menyediakan kebutuhan rakyat di antaranya ketersediaan barang dan jasa dan pembangunan infrastruktur.selain itu, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan menjalankan manajemen pemerintahan dengan baikdiperlukan ketersediaan barang dan jasa yang memadai.oleh karena itu,pelaksanaan pengadaan barang dan jasa memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan mekanisme belanja pemerintah yang memegang peranan penting dalam pemanfaatan anggaran negara. Pengadaan barang dan jasamelibatkan jumlah uang yang sangat besar, sehingga pemerintah disebut sebagai pembeli yang terbesar (the largest buyer) di suatu negara (Simamora, 2013). Anggaran pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya menurutlembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah(LKPP) sekitar 40% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu bentuk investasi pemerintah. Apabila dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan yang baik, akan menciptakan multiplier effect pada perekonomian masyarakat. Prinsipprinsip pengadaan yang baik dan dipraktikkan secara internasional ialah efisien, efektif, persaingan yang sehat, terbuka, transparan, tidak diskriminatif,dan
akuntabel(hardjowiyono dan Muhammad, 2006). Namun, praktikpraktikfraudyang terjadi dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasadapat mengganggu, mengurangi, dan meniadakan tujuan dan manfaat investasi tersebut. Kualitas barang yang dihasilkan menjadi rendah, terjadipemborosan anggaran.bahkan, terkadang sarana atau infrastruktur yang telah dibangun tidak dapat dimanfaatkan, sehingga peran dan kemampuan negara untuk menyejahterakan masyarakat menjadi rendah. Seiring dengan kompleksitas pengadaan barang dan jasa, prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa harus dapat diimplementasikan dengan baik, maka penyempurnaan regulasi terus dilakukan. Diawali sejak ditetapkankeputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Kemudian dilanjutkan dengan diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa, sampai saat ini telah mengalami empat kali perubahan. Perpres Nomor 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa merupakan penyempurnaan yang paling mutakhir dalam regulasi pengadaan barang dan jasa. Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) (2015) menyebutkan,dasar pertimbangan penyempurnaan dari regulasi-regulasitersebut ialah untuk (1) meningkatkan transparansi dan kompetisi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dalam mewujudkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara, (2) memperoleh hasil yang lebih maksimal dalam pelaksanaan sertifikasi bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia/pejabat pengadaan dalam rangka meningkatkan kompetensi keahlian pengadaan barang/jasa
pemerintah.oleh karena itu, dipandang perlu untuk mengatur kembali batas waktu kewajiban syarat sertifikasi bagi PPK dan panitia/pejabat pengadaan barang/jasa pemerintah, (3) terlaksananya kegiatan pengadaan barang/jasa dengan baik sesuai dengan konteks dan kondisi kebutuhan pengadaan barang/jasa. Program peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)juga telah dilakukan, yaitu dengan membuat standardisasi kompetensi personel pengadaan, melalui program sertifikasi profesi pengadaan barang dan jasa pemerintah. Berikut adalah rekapitulasi tingkat kelulusan ujian sertifikasi keahlian tingkat dasar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJP) dari Tahun 2005 sampai dengan 20 Mei 2016. Sumber: Web. LKPP Gambar 1.1 Rekapitulasi tingkat kelulusan ujian sertifikasi keahlian tingkat dasar PBJP dari Tahun 2005 s.d.20 Mei 2016.
Berdasarkansisipelaksanaan, pemerintah telah mencanangkan program pengadaan barang dan jasa melalui sistem elektronik atau e-procurement.hal tersebut telah dirintis semenjak tahun 2003 melalui Kepres 80/2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, setiap instansi mulai diperbolehkan menggunakan teknologi informasi dalam pengadaan. Pengadaan secara elektronik ( e-procurement) sendiri bertujuan untuk; (1) m eningkatkan transparansi dan akuntabilitas, (2) meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat, (3) memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, (4) mendukung proses monitoring dan audit; dan (5) memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time. Dengan demikian, proses pengadaan secara elektronik ini diharapkan dapat menjamin terciptanya proses pengadaan barang dan jasa yang efisien, transparan, akuntabel, dan kompetitif. Pada akhir tahun 2013 seluruh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi ( K/L/D/I) telah menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dalam proses pengadaan barang dan jasa. Namun, tidak semua K/L/D/I memiliki LPSE sendiri, sehingga sebagian masih menumpang pada LPSE instansi lain. Tabel 1.1 Jumlah LPSE di Indonesia, Oktober 2015 Deskripsi 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 LPSE Sistem Provider 11 30 98 273 501 547 597 620 LPSE Service Provider 0 3 39 42 42 55 19 15 Jumlah LPSE 11 33 137 315 543 602 616 635 Provinsi terlayani 9 18 28 31 33 33 34 34 Instansi terlayani 11 41 254 613 731 731 731 731 Sumber: LKPP 2015
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa transaksi lelang yang dilakukan oleh LPSE telah mencapai Rp766 triliun dari Rp1.080 triliun, sedangkan dari e-purchasing (e-catalogue) transaksi yang dilakukan telah mencapairp60 triliun. Pemerintah juga telah membentuk sebuahlembaga kebijakan khusus yang mengatur keseluruhan PBJP, yaitu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Selain itu, setiap kementerian/lembaga juga diharuskan membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk meningkatkan profesionali tas kerja operasional pengadaan, menghindari adanya konflik kepentingan dan menghindari kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa di tingkat kementerian/lembaga. Upaya-upaya tersebut menunjukkan bahwa pengadaan barang dan jasa di Indonesia telah banyak mengalami perbaikan dari berbagai sisi. Namun, sampai dengan tahun 2015 kasus pada pengadaan barang dan jasa menempati peringkat kasus korupsi yang ditangani KPK,yaitu130kasus dari 429sejak tahun 2004. Jumlah kerugian keuangan negara dari kasus pengadaan barang dan jasa tersebut hampir 1 triliun.sebagian besar merupakan penyuapan terkait pengadaan barang dan jasa.hal tersebut sesuai dengan Tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Jenis Perkara yang ditangani oleh KPK 2004--2015 JENIS PERKARA Pengadaan Barang/Jasa 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015*) Jumlah 2 12 8 14 18 16 16 10 8 9 7 10 130 Perijinan 0 0 5 1 3 1 0 0 0 3 3 1 17 Penyuapan 0 7 2 4 13 12 19 25 34 50 9 28 203 Pungutan 0 0 7 2 3 0 0 0 0 1 4 1 18 Penyalahgunaan anggaran 0 0 5 3 10 8 5 4 3 0 2 2 42 TPPU 0 0 0 0 0 0 0 0 2 7 4 1 14 Merintangi Proses KPK 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 3 0 5 JUMLAH 2 19 27 24 47 37 40 39 49 70 32 43 429
Sumber: KPK *) Data hingga Oktober 2015 Hayie Muhammad selaku Program Director IPW dalam Tempo (2011)menyebutkan bahwa hasilsurvei yangdilakukan oleh IPW,menemukan 92% penyedia barang dan jasa atau rekanan pemerintah pernah melakukan penyuapan dalam tender dan89 % responden mengaku pernah melakukan penyuapan untuk memenangkan tender. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester ( IHPS) I Tahun 2015Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia ( BPK RI) menyebutkan bahwa 2.422 permasalahan atastemuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pada 473 Pemda telah mengakibatkan kerugian daerah senilai Rp1,42 triliun. Secara umum, permasalahan yang mengakibatkan kerugian daerah tersebut merupakan permasalahan-permasalahan yang terkait dengan belanja modal dan atau belanja barang dan jasa. 1.2 Konteks Penelitian Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk membenahi pengadaan barang dan jasa pemerintah, tetapi tingkat fraud dalam pengadaan barang dan jasa belum juga menunjukkan adanyapenurunan. Pada tahun 2014 dari 58 perkara yang ditangani KPK, 14 di antaranya dilakukan oleh kepaladaerah, yaitu 12 bupati/walikota/wakil dan 2 gubernur.berdasarkan jenis perkara, terdapat 20 perkara penyuapan, 15 perkarafraudpengadaan barang dan jasa,5 perkara pungutan, 5 perkara perizinan, dan 5 perkara tindak pidana pencucian uang. Pada Tahun 2015 dari 57 perkara yang ditangani KPK, sebanyak 18 kasus terjadi di pemerintah provinsi dan 10 kasus dilakukan oleh pejabat pemerintah
kabupaten/kota.berdasarkan jenis perkara, terdapat 38 perkarapenyuapan, 14 perkara fraudpengadaan barang/jasa, dan lain-lain. Meskipun di Pemerintah Daerah(Pemda) Kabupaten Buol belum ada pihak yang tersangkut pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa. Namun, hasil audit BPK RI atas Laporan Keuangan Pemda ( LKPD) Kabupaten Buol Tahun Anggaran 2013, 2014, dan 2015 menunjukkan, temuan fraud pada pengadaan barang dan jasa masih cukup tinggidan secara materialitas memengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan.hal ini sesuai dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diberikan BPK RI atas LKPD Kabupaten Buolpada 3 tahun terakhir. Salah satu yang menjadi pengecualian kewajaran LKPD Kabupaten Buol ialahtemuan fraud pada pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buol. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini. Tabel 1.3 Temuan fraud pengadaan barang dan jasa oleh BPK RI atas LKPD Kabupaten Buol Tahun 2013, 2014, dan 2015 No 1 Kekurangan volume pekerjaan Bentuk temuan fraud LKPD Tahun 2013 % LKPD Tahun 2014 % LKPD Tahun 2015 % T. Nilai pekerjaan 17,528,886,750.00 19,108,038,999.90 9,579,660,000.00 7.86 4.40 Jumlah temuan 1,378,646,044.79 841,396,260.49 656,808,930.08 6.86 2 Kemahalan Harga/ Mark up T. Nilai pekerjaan 200,000,000.00 4,108,000,000.00 55.50 Jumlah temuan 111,000,000.00 921,792,407.94 fraud 22.44 3 4 Denda keterlambatan pekerjaan Jaminan pelaksanaan tidak dicairkan dan disetor ke Kas Daerah Jumlah SKPD 4 4 Jumlah temuan fraud 496,645,420.65 288,643,972.52 Jumlah SKPD 2,577,702,000.00 Jumlah temuan fraud 128,885,100.00 5.00 5 6 Nilai pekerjaan tumpang tindih Output pekerjaan konsultan perencana dan pengawas tidak sesuai dengan kontrak T. Nilai pekerjaan 2,012,500,000.00 Jumlah temuan fraud 70,807,500.00 T. Nilai pekerjaan 3,548,940,000.00 Jumlah temuan fraud 1,488,549,524.00 3.52 41.94 Total temuan fraud pada pengadaan barang & jasa 1,875,291,465.44-1,369,925,333.01-3,137,958,362.02 - Diolah dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas LKPD Kab. Buol Tahun 2013, 2014, dan 2015
Meskipun dari tahun ke tahun jumlah rupiah temuan fraud dalam pengadaan barang dan jasa cenderung menurun, tetapi dari presentasi antara nilai paket pekerjaan dan jumlah fraud dalam pekerjaan tersebut tidak menunjukkan penurunan. Sehingga, praktik-praktikfraudhakikatnya tidak menurun, melainkan jumlah sampel yang diambil oleh BPK RI dalam audit pengadaan barang dan jasa yang diturunkan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kepala Subbagian Evaluasi dan Pelaporan Inspektorat Kabupaten Buol yang menyatakan bahwajumlah sampelaudit BPK diturunkankarena temuan-temuan audit pengadaan barang dan jasa oleh Inspektorat Kabupaten Buol dianggap sudah cukup mewakili populasi yang ada. 1.3 Rumusan Masalah Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki sistem dan mekanisme pengadaan barang dan jasa.namun, hal tersebut belum selaras dengan pencapaian pemerintah dalam mencegah danmeminimalkanfraud dalam pengadaan barang dan jasa. Hasil audit BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Buol menunjukkan,dalam tiga tahun terakhirtemuan fraud dalam pengadaan barang dan jasa masihterus terjadi dan memengaruhi kewajaranpenyajian LKPD Kabupaten Buol. 1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1) Mengapa fraud pada pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buol masih terjadi?
2) Bagaimana upayapemdakabupaten Buoldalam mencegah dan meminimalkanfraudpada pengadaan barang dan jasa? 1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk; 1) mengidentifikasifaktor-faktor penyebab terjadinya fraudpada pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buol 2) mengetahuiupaya-upaya yang telah dilakukanoleh Pemerintah Kabupaten Buol dalam mencegah dan meminimalkanfrauddalam pengadaan barang dan jasa. 1.6 Motivasi Penelitian Penelitian ini penting untuk mengetahui dan mengidentifikasi hal-hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya fraudpada pengadaaan barang dan jasa di Kabupaten Buol. Sehingga dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, Pemda Kabupaten Buol dapat membuat strategi dan kebijakan yang tepat dalam mencegah dan meminimalkanfraud dalam pengadaan barang dan jasa. 1.7 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1) Memberikan tambahanreferensi dalam perkembangan ilmu akuntansi khususnya di bidang auditing danfraud examination, khususnya mengenai permasalahanfraudpada pengadaan barang dan jasa disektor publik 2) Digunakanoleh pemerintah, khususnya PemdaKabupaten Buoluntuk memperbaiki sistem pengendalian internal, manajemen dan pengawasan serta
membangun budaya dan lingkungan kerja yang positif pada pelaksanaan pengadaan barang dan jasa guna mencegah dan meminimalkanfraud. 1.8 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada hal-hal berikut ini. 1) Kontribusi teoretis, memberikan tambahan referensidalam ilmu akuntansi terapan, khususnya auditing dan fraud examinationdisektor publik, terutama mengenai permasalahan fraud dalam pengadaan barang dan jasa. 2) Kontribusi praktis, memberikan masukan bagi pemerintah, khususnyapemdakabupaten Buoluntuk memperbaiki sistem pengendalian internal, manajemen dan pengawasan pengadaan barang dan jasa guna mencegah dan meminimalkan fraud pada pengadaan barang dan jasa. 1.9 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada fraud pengadaan barang dan jasa hasil temuan pemeriksaan BPK RI atas LKPD Kabupaten BuolTahun Anggaran 2013, 2014, dan 2015. 1.10 Sistematika Penulisan Penulisan dalam penelitian ini disusun dalam beberapa bagian dengan sistematik penyajian sebagai berikut. Bab 1: Pendahuluan; memberikan gambaran tentang latar belakang penelitian ini dilakukan, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, kontribusi dan manfaat penelitian, dan sistematik penulisan.
Bab2: Tinjauan Pustaka, berisi kajian literatur yang berhubungan dengan topik bahasan, antara lain definisi fraud, definisi, tujuan, indikator, unit dan sistem, cara dan proses, para pelaku, tujuane-procurement di Indonesia, modus fraud baru dalam e-procurement,organisasi barang dan jasa elektronik, upaya pencegahan dan pendeteksian frauddalam organisasi. Bab3: Metode Penelitian,bab ini meliputi metoda penelitian, kerangka penelitian,pendekatan, dan tahapan penelitian. Bab 4: Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab5: Simpulan dan Rekomendasi, berisi ringkasan hasil dari penelitian dan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk penyempurnaan proses pengadaan dalam mencegah dan mendeteksi fraud pada pelaksanaan e- procurement.