BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak yang kedua orang tuanya menderita miopia. 11,12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

maka dilakukan dengan carafinger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1 meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. 16

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

O P T I K dan REFRAKSI. SMF Ilmu Kesehatan Mata RSD Dr.Soebandi FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan yang kabur atau penurunan penglihatan. adalah keluhan utama yang terdapat pada penderitapenderita

REFRAKSI. Oleh : Dr. Agus Supartoto, SpM(K) / dr. R. Haryo Yudono, SpM.MSc

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. tepat di retina (Mansjoer, 2002). sudah menyatu sebelum sampai ke retina (Schmid, 2010). Titik fokus

BAB II. Kelainan refraksi disebut juga refraksi anomali, ada 4 macam kelainan refraksi. yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimana tidak ditemukannya kelainan refraksi disebut emetropia. (Riordan-Eva,

BAB II LANDASAN TEORI. bagian depan orbita (Moore et al., 2010). Pada anak baru lahir, rata-rata. atau dewasa (Vaughan dan Asbury, 2009)

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kerusakan penglihatan merupakan konsekuensi dari kehilangan

KELAINAN REFRAKSI YANG MENYEBABKAN GLAUKOMA

R E F R A K S I PR P O R SE S S E S P E P N E G N L G IHA H TAN 1

TEKNIK PEMERIKSAAN REFRAKSI SUBYEKTIF MENGGUNAKAN TRIAL FRAME dan TRIAL LENS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutaan dan 246 juta orang mengalami penglihatan kurang (low vision).

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes.

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tatalaksana Miopia 1. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Alat optik adalah suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip cahaya yang. menggunakan cermin, lensa atau gabungan keduanya untuk melihat benda

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang

REFRAKSI dan KELAINAN REFRAKSI. Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas SpM Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. 6/12/2012 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. beristirahat (tanpa akomodasi), semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda

Gambar 2.1 Anatomi Mata

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan. telah terjadi katarak senile sebesar 42%, pada kelompok usia 65-74

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi

BIOFISIKA 3 FISIKA INDERA

AKURASI KEKUATAN LENSA INTRAOKULER PADA PASIEN MIOPIA AKSIAL MENGGUNAKAN ALAT OPTICAL BIOMETRY

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA RPP OFTALMOLOGI RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III CARA PEMERIKSAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

KATA PENGANTAR. waktu, tak lupa shalawat salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. memenuhi tugas kepaniteraan di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondk Kopi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan satu mata. Ruang pandang penglihatan yang lebih luas, visus mata yang

Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan.

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita.

PREVALENSI MIOPIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011

BAB IV BIOOPTIK FISIKA KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan meningkatnya tuntutan. akademis menyebabkan peningkatan frekuensi melihat

BAB I PENDAHULUAN. dokter (Harsono, 2005). Nyeri kepala dideskripsikan sebagai rasa sakit atau rasa

RETINOSKOPI NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR NIP DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Metode. Sampel yang diuji adalah 76 anak astigmatisma positif dengan derajat dan jenis astigmatisma yang tidak ditentukan secara khusus.

OPTIKA CERMIN, LENSA ALAT, ALAT OPTIK. PAMUJI WASKITO R, S.Pd GURU MATA PELAJARAN FISIKA SMK N 4 PELAYARAN DAN PERIKANAN

REFRAKSI ENAM PRINSIP REFRAKSI 3/28/2017. Status refraksi yang ideal : EMETROPIA. Jika tdk fokus pada satu titik disebut AMETROPIA ~ kelainan refraksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Tujuan

2. Tujuan Laporan ini bertujuan untuk melaporkan kasus anomali refraksi khususnya astigmatisme myopia compositus beserta penatalaksanaanya.

JST Kesehatan, Januari 2015, Vol.5 No.1 : ISSN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi dan Pengertian Visus

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Lensa kontak merupakan suatu cangkang lengkung

Anatomi Organ Mata. Anatomy Mata

Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien. Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistem lakrimal atau sekresi air mata terletak di daerah temporal bola mata. Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

BAB I PENDAHULUAN. pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata (Fazar, 2011).

PEMERIKSAAN VISUS MATA

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

MYOPIA. (Rabun Jauh)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

kacamata lup mikroskop teropong 2. menerapkan prnsip kerja lup dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI ANAK Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak, yang dimaksud anak menurut Undang-undang tersebut adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. II.2 STATUS REFRAKSI PADA ANAK Status refraksi pada anak berubah seiring dengan perubahan panjang sumbu bola mata, kornea dan lensa semakin rata. Secara umum, bayi baru lahir Hiperopia, kemudian menjadi lebih hiperopik sampai usia 7 tahun, lalu mengalami Myopic shift menjadi plano, saat bola mata sudah cukup matang yang biasanya terjadi pada usia 16 tahun. Perubahan dalam kesalahan refraksi sangat luas, namun jika Miopia terjadi sebelum usia 10 tahun, resiko Miopia dengan koreksi spheris 6D atau lebih akan mungkin terjadi. Astigmatisma biasa terjadi pada bayi, sering mengalami regresi. (Fouraker, Hered, Isbey et all, AAO, 2014) Emmetropization adalah suatu proses perkembangan pada mata dimana kekuatan refraksi dari segmen anterior dengan sumbu bolamata berkesinambungan untuk mencapai Emmetropia. Contoh dari hal ini ialah hilangnya astigmatisma pada bayi dan hilangnya Hiperopia pada anak umur 6-8 tahun. Penelitian pada binatang menunjukkan jika pemaksaan

Hiperopia atau Miopia dengan lensa kacamata pada bayi, hal ini akan mengakibatkan sumbu bolamata menjadi lebih panjang sehingga menghilangkan pemaksaan kesalahan refraksi. (Fouraker, Hered, Isbey et all, AAO, 2014) II.3 DEFINISI KELAINAN REFRAKSI Kelainan refraksi atau ametropia adalah suatu keadaan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak tepat di retina. (American Academy of Ophthalmology,2011) Kelainan refraksi dikelompokkan atas; (khurana AK,2007) Miopia Hipermetropia Astigmatisma Kelainan refraksi merupakan penyakit mata nomor 1 (22,1%) dari 10 penyakit mata di Indonesia, dengan prevalensi 0,14% sebagai penyebab kebutaan setelah katarak dan glaukoma. Sedangkan miopia merupakan kelainan refraksi yang hampir selalu menduduki urutan teratas dibanding hipemetropia dan astigmatisma. Sementara 10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka pemakaian kacamata koreksi masih sangat rendah, yaitu 12,5% dari prevalensi. (GB Hamurwono,1884,Depkes,1983)

II.3.1 Miopia Miopia atau rabun jauh merupakan jenis kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar sumbu penglihatan yang datang dari jarak tak terhingga difokuskan didepan retina saat tidak berakomodasi. Untuk dapat melihat dengan jelas sinar yang datang pada mata akan dibiaskan oleh kornea dan lensa sedemikian sehingga sinar-sinar tersebut terfokus tepat di retina. Agar hal ini dapat tercapai, diperlukan keseimbangan antara daya bias kornea dan lensa dengan panjang sumbu bola mata. panjang sumbu bola mata normal antara 23-25 mm, sedangkan daya bias kornea dan lensa masing-masing 43,05 D dan 19,11 D.(AAO,2014) Miopia dibedakan menurut derajatnya menjadi miopia rendah, sedang dan tinggi. Sedangkan berdasarkan keadaan klinisnya dibedakan menjadi miopia simplek, intermediate dan patologis. (Parera, CA,1957; Pruett, 1994) Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat terbagi lima yaitu: 1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi. 2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekelilingkurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadaptahap pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupilyang membuka terlalu lebar untuk

memasukkan lebih banyak,cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia. 3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot otot siliar yang memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru buru memberikanlensa koreksi. 4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia malignaatau miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu. 5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya. Pengelompokan miopia berdasarkan penyebabnya : (Khurana, 2007) a. Miopia aksial, miopia yang disebabkan oleh peningkatan panjang antero-posterior bola mata. Merupakan bentuk miopia yang paling sering dijumpai. b. Miopia refraktif, miopia yang disebabkan oleh peningkatan kekuatan refraksi mata. Miopia ini dibedakan atas: Curvatural myopia, miopia yang disebabkan oleh peningkatan kelengkungan kornea, lensa, atau keduanya, sehingga kekuatan

refraksi meningkat. Misalnya pada keratokonus, atau pada hiperglikemia sedang ataupun berat, yang menyebabkan lensa membesar. Index myopia, disebabkan peningkatan indeks refraksi lensa mata. Positional myopia, miopia yang disebabkan pergerakan lensa mata ke anterior. Pengelompokan miopia secara klinis : (Khurana,2007;Lang,2000) a. Simple Myopia, disebut juga miopia fisiologis atau developmental myopia atau school myopia, yang berhubungan dengan variasi proses pertumbuhan normal dari bola mata atau media refraksinya dan menimbulkan miopia ringan atau sedang. b. Pathologic Myopia, disebut juga Malignant, progressive atau degenerative myopia. Merupakan miopia derajat tinggi akibat pertumbuhan panjang aksis bola mata yang berlebihan. Berdasarkan waktu terjadinya, miopia dibedakan atas: ( AAO,2011; khurana, 2007) a. Congenital myopia, miopia yang timbul sejak lahir, biasanya didiagnosa pada umur 2-3 tahun. Miopia ini biasanya berhubungan dengan kelainan kongenital seperti katarak, mikrophthalmia, aniridia atau megalokornea. b. Juvenile onset myopia, yaitu miopia yang timbul pada saat usia anakanak dan remaja antara usia 7-16 tahun. Faktor primer timbulnya miopia ini adalah pertumbuhan panjang aksial bola mata dengan faktor

resiko antara lain lahir prematur, riwayat keluarga dan banyak membaca dekat. Semakin dini usia timbulnya miopia maka semakin besar proses pertambahan miopianya. c. Adult onset myopia, yaitu miopia mulai timbul pada umur berkisar 20 tahunan. Terlalu banyak mambaca dekat merupakan faktor resiko untuk miopia ini. Pengelompokan miopia berdasarkan kekuatan lensa koreksi yang diberikan derajat : (khurana, 2007, Lang, 2000) 1. Ringan : lensa koreksinya sferis - 0,25 s/d -3,00 Dioptri 2. Sedang : lensa koreksinya sferis - 3,25 s/d -6,00 Dioptri. 3. Berat :lensa koreksinya sferis > - 6,00 Dioptri. II.3.2 PEMERIKSAAN Teknik pemeriksaan refraksi terdiri dari pemeriksaan secara subjektif dan objektif. a. Pemeriksaan refraksi subjektif Pemeriksaan refraksi subjektif adalah teknik/metode pemeriksaan refraksi yang bergantung pada respon penderita dalam menentukan hasil koreksi refraksi. Pada gangguan refraksi sferis, pemeriksaan refraksi subjektif cenderung lebih mudah dilakukan (teknik trial and error) dibanding pada astigmatisma yang cenderung lebih kompleks (teknik kipas astigmatisma dan cross cylinder). 1-3

Trial and error Pemeriksaan refraksi subjektif dengan teknik trial and error dilakukan dengan cara mencoba menempatkan lensa sferis negatif atau positif sehingga didapatkan visus 6/6. Lensa sferis negatif yang dipilih adalah lensa sferis negatif terkecil dan untuk lensa sferis positif, dipilih lensa sferis positif terbesar.(azar D. T., Azar N. F., Brodie S. E. Et all, AAO,2014;KHURANA, 2007) Kipas astigmatisma (astigmatic dial technique) Langkah-langkah yang dilakukan pada pemeriksaan astigmatisma dengan teknik kipas astigmatisma: 1. Dapatkan visus terbaik dengan menggunakan lensa sferis positif atau negatif. 2. Dilakukan fogging (pengaburan) dengan menggunakan lensa sferis positif sehingga visus menjadi 20/50 (6/15). 3. Dengan menggunakan kipas astigmatisma, penderita diminta memperhatikan dimana garis yang tampak lebih hitam. 4. Ditambahkan lensa silinder negatif pada aksis yang tegak lurus garis yang lebih hitam (pada aksis yang kabur) sehingga seluruh kipas astigmatisma tampak sama hitam. 5. Diturunkan perlahan ukuran lensa sferis positif sehingga didapatkan visus terbaik pada Snellen chart. (Khurana,2007)

b. Pemeriksaan refraksi objektif Pemeriksaan refraksi objektif adalah teknik/metode pemeriksaan refraksi dimana pasien pasif, dan hasil pengukuran diperoleh dari hasil observasi alat yang dipergunakan.(aao,2011; Khurana,2007; Lang,2000) Autorefraktometer Autorefraktometer adalah mesin dikontrol NGA`komputer yang digunakan pada pemeriksaan refraksi objektif dengan prinsip pengukuran perubahan sinar ketika masuk ke mata pasien. Autorefraktometer menentukan secara otomatis hasil koreksi kelainan refraksi. Pemeriksaan yang dilakukan bersifat cepat, mudah, dan tanpa rasa sakit. Dalam penelitian ini pemeriksaan refraksi akan dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan refraksi subjektif. Namun kelemahan dari metode ini adalah bahwa hasil refraksi bergantung sepenuhnya pada respons pasien, sehingga diperlukan komunikasi yang baik antara dokter dan pasien, termasuk dalam menggunakan istilah tertentu, misalnya lebih jelas atau lebih kabur. Pemeriksaan objektif adalah pemeriksaan refraksi dimana hasil refraksi dapat ditentukan tanpa mengandalkan masukan atau respons dari pasien. Kelebihan pemeriksaan ini adalah pemeriksaan dapat dilakukan tanpa informasi subjektif dari pasien mengenai kualitas visus yang diperoleh selama prosedur berlangsung. Kerja sama dari pasien yang diperlukan hanya pada saat, misalnya, meletakkan kepala, atau memfiksasi pandangan pada target tertentu. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan retinoskopi, otorefraksi, atau fotorefraksi.

II.4 SUMBU BOLA MATA Kebanyakan pertumbuhan sumbu bola mata terjadi pada tahun pertama kehidupan,panjang axial length terjadi 3 fase, fase pertama terjadi sangat cepat pada 6 bulan pertama, peningkatan panjang sumbu bolamata ±4mm. Selama fase kedua (2-5 tahun) dan fase ketiga (5-13 tahun) pertumbuhan melambat sekitar 1 mm pertambahan panjang bola mata pada setiap fase. (Fouraker, Hered, Isbey et all, American Academy of Ophthalmology 2014). Panjang sumbu bola mata adalah jarak antara kutub anterior dan posterior bola mata, yaitu mulai dari tear film hingga retinal pigment epithelium (RPE). Pada neonatus rata-rata panjang sumbu bola mata 17mm dan mencapai terus berkembang sampai usia 13 tahun. Hal ini yang mendasari pengambilan sampel penelitian dimulai pada usia 13 tahun. Pada miopia panjang sumbu bola mata> 24mm dan < 24mm pada hiperopia. Setiap perubahan panjang 1mm sumbu bola mata merubah sekitar 2,5D. (Lubis R.R., 2006; Fouraker, Hered, Isbey et all, American Academy of Ophthalmology 2014). Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata pada myopia. Teori biologik menganggap pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat kelainan pertumbuhan retina(overgrowth) sedangkan teori mekanik mengemukakan penekanan (stress) sklera sebagai penyebab pemanjangan tersebut. Berikut ini akan diuraikan pendapat-pendapat para ahli tentang mekanisme dari kedua teori tersebut

dan kemudian akan dibahas pula tentang kemungkinan adanya hubungan diantara keduanya. (sativa O.,2002). Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada teori mekanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan oblik superior. Seperti diketahui, penderita Miopia selalu menggunakan konvergensi yang berlebihan. Menurut Von graefe, otot ekstraokular, terutama rektus medial bersifat miopigenik karena kompresinya terhadap bola mata pada saat konvergensi. Jakson, menganggap bahwa konvergensi merupakan faktor etiologik yang penting dalam perkembangan myopia. Dikemukakan juga bahwa muskulus oblik superior juga menekan bola mata pada waktu melihat atau bekerja dekat. (Sativa O.,2002). Tabel panjang sumbu bola mata normal : Available at :http://medical-dictionary.thefreedictionary. com/axial+ length+ of+the+eye Pemanjangan sumbu bola mata mengakibatkan peregangan disertai perubahan struktur internal dan dinding bola mata. Perubahan khorioretina mengakibatkan berkurangnya jumlah sel konus pada makula,

dan terjadi penurunan visus sentral. Sehingga sering kali visus penderita miopia tinggi setelah dikoreksi tidak bisa mencapai 6/6.(Duke Elder, 1970; Curtin,1985). II.5 PEMERIKSAAN SUMBU BOLA MATA Biometri Biometri dengan ultrasonografi merupakan pemeriksaan non invasif tidak menyakitkan dan tidak merusak jaringan. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi batas-batas dan karakterisktik jaringan lunak mata dan orbita. Pemeriksaan ini pertama kali dikembangkan oleh Mundt dan Hughes pada tahun 1956. Pemeriksaan ini menggunakan gelombang ultrasonik dengan frekuensi tinggi yang dipancarkan oleh transduser, yang kemudian menerima gelombang pantulan jaringan mata. Pantulan ini diproses menjadi grafik atau gambar yang dapat dimengerti, baik berupa grafik 1 dimensi (A scan) atau 2 dimensi (B scan). (Duke Elder, 1970; Curtin,1985; Lubis R. R., 2009). Biometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur panjang sumbu bola mata. Biometri yang digunakan adalah biometri A-scan, dengan ketepatan pengukuran sumbu bola mata bervariasi antara 0.1 0.2 mm atau sekitar 0.25 0.50 dioptri. Teknik yang selama ini digunakan ada dua jenis yaitu (1) aplanasi dan (2) imersi. Teknik imersi sedikit lebih akurat dibandingkan dengan teknik aplanasi, karena probe ultrasound sama sekali tidak menyentuh kornea sehingga menghindari penekanan (indentasi) yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran. Sayangnya

teknik imersi ini dianggap kurang praktis dibandingkan aplanasi karena membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempersiapkan pasien. Teknik aplanasi diyakini mempunyai akurasi cukup baik jika dilakukan dengan hati-hati. Ketepatan pengukuran juga akan lebih baik jika dilakukan pada penderita dengan posisi tegak (duduk) dibandingkan hasil yang diperoleh ketika penderita posisi berbaring. (Istiantoro S., 2004; Duke Elder, 1970; Curtin,1985). Hal lain yang perlu diperhatikan saat melakukan pemeriksaan biometri A-scan adalah mengenai hasil pemeriksaan yang baik. Hasil pemeriksaan yang baik adalah terdapat 5 buah echo, yaitu echo kornea yang tinggi; echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior lensa; echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak lurus; echo yang tidak terlalu tinggi dari sclera; dan echo yang rendah yang berasal dari lemak orbita. Tinggi echo yang baik, bila ketinggian echo dari bagian anterior lensa harus lebih dari 90%; echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antara 50-75%; dan bila echo retina mempunyai tinggi lebih dari 75%.(Duke Elder, 1970; Curtin,1985) Gambar 1. Biometri Tomey UD 6000