Lex Administratum, Vol. V/No. 5/Jul/2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PAKSA BADAN (GIJZELING/ IMPRISONMENT FOR CIVIL DEBTS) DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

E K S E K U S I (P E R D A T A)

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PENANGANAN KREDIT BERMASALAH. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MELAKSANAKAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN ( PADA BANK SYARIAH) 1. Oleh : Drs.H Insyafli, M.HI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk terlaksananya suatu putusan terdapat 2 (dua) upaya yang dapat ditempuh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

UPAYA BANK DALAM PENYELAMATAN DAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara merupakan aturan dan tata cara. aturan perundang-undangan dalam HIR atau RBG.

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

Lex Et Societatis Vol. V/No. 10/Des/2017

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

Imma Indra Dewi Windajani

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

ELIZA FITRIA

ABSTRAK Latar belakang

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan...

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

EKSEKUSI TANAH TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA Muhammad Ilyas,SH,MH Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

Transkripsi:

TANGGUNG JAWAB PANITERA DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP JAMINAN KREDIT MACET 1 Oleh : Franky Ray Kairupan 2 ABSTRAK Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah pendekatan yuridis Normatif yang terfokus pada pertanggungjawaban panitera dalam pelaksanaan eksekusi kredit macet. Tipe penelitian adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Dalam penelitian hukum normatif, fokus kajian pada bahan-bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan fokus penelitian tesis. Teknik analisis data yaitu deskriptif normatif dengan cara menggambarkan setiap aturan-aturan yang terkait dengan pertanggungjawaban panitera dalam eksekusi kredit perbankan, baik pengaturan secara umum maupun penerapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian kredit macet bisa dilakukan lewat pengaturan perbankan dan pengaturan Hak Tanggungan. Penyelesaian lewat Hukum Perbankan sesuai dengan Undang Undang No 10 Tahun 1998 dengan cara penyelesaian ke dalam bank itu sendiri dengan restrukturisasi dan rescheduling kredit. Maupun penyelesaian lewat pengadilan. Penyelesaian lewat undangundang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 sesuai pasal 20, lewat prosedur lelang dan eksekusi baik eksekusi langsung maupun Fiat eksekusi melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Kata kunci: Tanggung Jawab Panitera, Eksekusi, Jaminan Kredit Macet PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Eksekusi terhadap kredit macet terkait dengan pola penegakkan hukum perbankan dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 terkait penyelesaian kredit macet. Eksekusi Pelaksanaan putusan pengadilan terkait dengan terjadinya wanprestasi debitur dalam pelunasan hutang sehingga kredit menjadi 1 Artikel Tesis. Dosen Pembimbing : Dr. Abdurrahman Konoras, SH, MH; Dr. Ronny A. Maramis, SH, MH 2 Mahasiswa pada Pascasarjana Unsrat, Manado. NIM. 15202108043 macet. Wanprestasi kredit terjadi karena tidak ditepatinya apa yang tertuang dalam perjanjian kredit antara Bank dan Nasabah.. Wanprestasi adalah perbuatan melawan hukum yang merugikan Bank dasar penuntutan Wanprestasi dan perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUHPerdata 3 Undang undang No 10 tahun 1998. Perbankan telah mengatur wanprestasi kredit akan berakibat tindakan dalam bentuk eksekusi terhadap benda yang menjadi jaminan dalam perjanjian kredit. Eksekusi pada prinsipnya terkait dengan pelaksanaan putusan hakim kalau perkaranya diproses di Pengadilan (fiat eksekusi). Eksekusi pada prinsipnya terjadi karena salah satu pihak ingkar janji, eksekusi harus dilakukan setelah melalui proses hukum acara di Pengadilan. Eksekusi lahir karena adanya putusan akhir sesudah proses beracara di Pengadilan terkait dengan sengketa kredit macet. Eksekusi (Fiat Eksekusi) pada prinsipnya merupakan putusan atau hasil dari proses persidangan pengadilan, termasuk peradilan umum. Pasal 27 UU tentang Peradilan Umum (UU Nomor 2 tahun 1986 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 8 tahun 2004, terakhir dengan UU Nomor 48 tahun 2009) menyatakan : (1) Pada setiap Pengadilan ditetapkan adanya Kepaniteraan yang dipimpin oleh seorang Panitera. (2) Dalam melaksanakan tugasnya Panitera Pengadilan Negeri dibantu oleh seorang Wakil Panitera, beberapa orang Panitera Muda, beberapa orang Panitera Pengganti, dan beberapa orang Jurusita. Dalam proses peradilan, maka kedudukan panitera sangat penting terutama dalam proses acara mulai dari Gugatan sampai Putusan Hakim. Pasal 45 UU Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 48 tahun 2009) mengatur tentang Pejabat Peradilan. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa selain Hakim, pada Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya dapat diangkat panitera, sekretaris dan/atau jurusita. Selanjutnya dalam pasal 54 3 Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang Undang Hukum Perdata cetakan ketujuh, Penerbit Pradya Paramita, Jakarta. 1975. 22

undang-undang yang sama disebutkan pula bahwa panitera dan jurusita mempunyai tugas untuk melaksanakan putusan perkara perdata. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : 122/KMA/SK/VII/2013 Tanggal 26 Juli 2013 Tentang : Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Panitera Dan Jurusita, merupakan dasar pengaturan tentang eksistensi kewenangan dan pertanggungjawaban panitera dalam eksekusi suatu perkara. Hal ini juga berlaku bagi panitera dalam pelaksanaan eksekusi kredit macet karena panitera adalah bagian dari proses dan pelaksanaan putusan pengadilan. Panitera adalah Panitera, Kepala Panitera Militer, Wakil Panitera, Panitera Muda dan Panitera Pengganti pada Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama dari 4 (empat) Lingkungan Peradilan dibawah Mahkamah Agung RI, yaitu Peradilan Umum, Tuntutan hak bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya main hakim sendiri (eigenrichting). Dalam konteks hukum formil ada dua macam tuntutan yang dapat diajukan, yaitu : tuntutan hak yang mengandung sengketa yang disebut gugatan, di mana terdapat sekurangkurangnya dua pihak, dan tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa yang disebut permohonan, di mana hanya terdapat satu pihak saja. 4 Penegakan hukum bukan sematamata berarti pelaksanaan perundang-undangan atau law enforcement, dan bukan pula sekedar melaksanakan keputusan-keputusan hakim. Secara teoritis, penegakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah, dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 5 Perbuatan mengadili adalah bertujuan dan berintikan memberikan suatu keadilan. Untuk memberikan suatu keadilan itu, hakim melakukan kegiatan dan tindakan. Pertamatama menelaah lebih dahulu tentang 4 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1988, Hal. 3. 5 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, Hal. 3. kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya. Setelah itu mempertimbangkan dengan memberikan penilaian atas peristiwa itu serta menghubungkan dengan hukum yang berlaku, untuk selanjutnya memberikan suatu kesimpulan dengan menyatakan suatu hukum terhadap peristiwa itu. 6 Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan. Putusan pengadilan ditinjau dari sifatnya dalam perkara perdata, dapat dibedakan pada sifat putusannya, adalah putusan yang : 1. Konstitutif, yaitu putusan yang menimbulkan keadaan hukum baru atau meniadakan keadaan hukum. 2. Declaratoir, yaitu putusan yang menyatakan benar suatu keadaan hukum. 3. Condemnatoir, yaitu putusan yang mengandung penghukuman. 7 apabila calon debitur tersebut merupakan nasabah bank yang telah biasa dalam praktek perbankan mengikuti dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang diperlukan sebagai suatu referensi. 8 referensi itu harus dibuat secara tertulis dan menggunakan cap perusahaan sebagai pemberi referensi. 9 B. Rumusan Masalah. 1. Bagaimana kedudukan dan tanggung jawab panitera dalam penyelesaian eksekusi kredit macet yang diajukan di pengadilan? 2. Bagaimana upaya hukum dilakukan panitera, kalau pihak kreditur tidak melalui proses beracara dan langsung memohon eksekusi langsung di Pengadilan? C. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah pendekatan yuridis 6 K. Wantjik Saleh, Kehakiman Dan Peradilan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1977, Hal. 39. 7 S.F. Marbun. Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997, Hal 319. 8 Djuhaendah Hasan, Masalah Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, BPHN, Jakarta 1992, Hal. 38. 9 Bambang, Setijoprodjo, Referensi Dalam Permohonan Kredit, Majalah Pengembangan Perbankan. 1994, Hal. 49 23

Normatif yang terfokus pada pertanggungjawaban panitera dalam pelaksanaan eksekusi kredit macet. Tipe penelitian adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, penelitian ini terfokus pada aspek aturan tentang pertanggungjawaban panitera dalam pelaksanaan eksekusi kredit macet. 10 2. Sumber Bahan Hukum Dalam penelitian hukum normatif, fokus kajian pada bahan-bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan fokus penelitian tesis yaitu : a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dalam hal ini berupa : Undang-Undang Tentang Hak Tanggungan No. 8 tahun 1996, Undang- Undang Tentang Perbankan No. 10 tahun 1998, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman No. 48 tahun 2009, Peraturanperaturan teknis yang terkait dengan kode etik panitera. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti karya-karya tulis dari kalangan hukum yang terkait dengan pertanggung jawaban panitra dalam pelaksanaan eksekusi terhadap kredit macet dan bahanbahan hukum yang menunjang, terkait dengan penelitian baik bahan hukum sekunder berupa tulisan-tulisan tentang tanggung jawab panitera dan bahan-bahan hukum lain sebagai penunjang. 3. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yaitu deskriptif normatif dengan cara menggambarkan setiap aturanaturan yang terkait dengan pertanggungjawaban panitera dalam eksekusi kredit perbankan, baik pengaturan secara umum maupun penerapan. Dalam penggambaran tersebut akan dianalisis tentang dasar pengaturan termasuk juga dengan penerapan pengaturan. Dasar pengaturan dan penerapan aturan merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan. Itulah sebabnya dalam 10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 13. analisis ini di samping menganalisis secara normatif landasan pengaturan, prinsip pengaturan, asas-asas pengaturan tetapi juga didukung dengan kajian yuridis empiris. Dua aspek tersebut dianalisis secara deduksi induksi untuk mendapatkan konklusi berupa kesimpulan tentang aspek-aspek yang terkait dengan pertanggungjawaban panitera dalam eksekusi kredit macet. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penyelesaian Sengketa Kredit Macet Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 telah mengatur bahwa terjadinya kredit karena perjanjian kredit antara Bank dan Nasabah. Suatu masalah yang sering timbul dalam perjanjian kredit adalah masalah ingkar janji. Ingkar janji dalam perjanjian kredit dapat berupa keterlambatan pembayaran kredit sebagaimana diperjanjikan atau dapat pula dalam bentuk kredit macet. Terhadap keterlambatan pembayaran maupun kredit macet sebagaimana dalam perbuatan ingkar janji selalu ada sanksinya. Dalam kebiasaan perbankan sanksi bagi keterlambatan pembayaran berupa keharusan membayar bunga tunggakan (sebagai denda), sedangkan terhadap kredit macet sanksi secara hukum seharusnya dilakukan eksekusi benda jaminan kaena biasanya bank melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit dengan cara lain sebelum akhirnya melaksanakan eksekusi tersebut. Eksekusi benda jaminan di dalam praktek perbankan merupakan upaya terakhir untuk mengembalikan kredit yang telah disalurkan. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/ 14/BPPP tertanggal 29 Mei 1993, pemberian kredit berdasarkan kolektibilitasnya. Berdasarkan kolektibilitas kredit dapat digolongkan menjadi : kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet. Kredit kurang lancar, diragukan dan kredit macet merupakan kredit yang bermasalah. Dari perpektif hukum sarana pengamanan bagi terlaksananya pengembalian hutang atau kredit adalah dengan adanya jaminan baik berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan. Meskipun jaminan perorangan kurang disukai pihak kreditur dan ada beberapa pakar yang berpendapat kurang bermanfaat, namun di dalam praktek perjanjian ini sering 24

diperjanjikan antara bank dengan pihak ketiga sebagai penanggung yang menurut penilaian bank cukup untuk dipercaya kemampuannya. Perjanjian jaminan perorangan (personal guaranty) juga akhir-akhir ini banyak dilakukan dalam perjanjian kredit yang diperoleh dari luar negeri. Di dalam praktek, jenis perjanjian jaminan perorangan yang banyak dilakukan adalah dalam bentuk bank garansi, yang dilakukan adalah dalam bentuk garansi. Berikut ini akan dijelaskan beberapa kriteria kredit macet menurut peraturan perundangundangan yang berlaku : 1. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26 /22/KEP/DIR tanggal 29 mei 1993 tentang kualitas Aktiva produktif dan pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva produktif jo surat edaran Bank Indonesia Nomor 26/14/BPPP tanggal 26 mei 1993, kredit dapat digolongkan macet apabila : a. Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan. b. Memenuhi kriteria diragukan, yaitu : 2. Kredit masih dapat diselamatkan dan gunanya bernilai sekurang-kurangnya 75%, dari hutang, termasuk bunga. 3. Kredit tidak dapat diselamatkan tapi gunanya masih bernilai sekurangkurangnya 100% dari hutang. Tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada usaha penyelamatan maupun pelunasan. Kredit tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau Badan Usaha Piutang Negara (BUPN) atau telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit. 4. Menurut Surat Keputusan Mentari Keuangan Nomor 293/KMK.09/1993 tertanggal 27 Februari 1993, piutang macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang itu jatuh tempo tidak dilunasi oleh penanggung hutang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut. Dalam praktek perbankan apabila timbul kredit bermasalah, biasanya bank melakukan upaya-upaya penyelamatan kredit tersebut, dan upaya penyelamatan ini akan ditempuh apabila bank mempunyai keyakinan bahwa prospek usaha debitur masih dapat melancarkan kembali kredit bermasalah tersebut. Upaya preventif telah dilakukan namun kredit yang di berikan menunjukan adanya gejala kemacetan, maka bank perlu melakukan upaya represif dengan cara penjadwalan kembali (rescheduling). Cara-cara penyelamatan kredit bermasalah ini dapat ditemukan pula dalam surat edaran tersebut yaitu: a. Penjadwalan kembali (rescheduling) persyaratan yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya. b. Persyaratan kembali (reconditioning) perubahan sebagai atau seluruh syarat kredit yang terbatas perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimal kredit. c. Penataan kembali (restructuring) perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut: 1. penambahan bank dana, atau. 2. konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, atau. 3. konversi dari seluruh kredit atau sebagian dari kredit yang menjadi pertanyaan dalam perusahaan, yang dapat disertai dengan penjadwalan kembali atau persyaratan kembali. Dalam praktek Perbankan biasanya terjadi cara penyelesaian kredit macet dengan cara menyelesaikan kredit macet tersebut ke dalam perusahaan kreditur tersebut ke dalam perusahaan debitur sebagai saham. Dalam upaya penyelamatan kredit, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juga memberi jalan keluar berupa penataan kembali kredit yang telah diberikan dengan cara penataan kembali kredit yang telah diberikan dengan cara melakukan konvensi atas seluruh atau bagian kredit yang di maksud menjadi modal bank untuk sementara waktu (Pasal 7 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992). Lebih lanjut diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 25/1/BPPP tanggal 17 November 1992 tentang Penyertaan 38 Modal dan Pemilikan Saham oleh Bank yang membatasi penyertaan modal selama-lamanya 5 tahun 25

atau kurang dari 5 tahun bagi perusahaan yang telah memperoleh laba. Apabila telah melampaui batas waktu 5 tahun perusahaan tersebut belum memperoleh laba, bank wajib menghapusbukukan penyertaan modal tersebut. Heru Soepraptomo menilai bahwa ada beberapa sarana hukum yang mempercepat beberapa masalah kredit macet, yaitu : 1. Laba yang berfungsi menyelesaikan masalah kredit macet yaitu : a. Pengadilan Negeri b. Panitia Urusan Piutang Negara Keputusan Menteri Keuangan Nomor 293/KMK.09/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang Pengurusan Piutang Negara, wewenang PUPN lebih diperluas dengan beberapa hal : 1) Wewenang untuk melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri dari penanggung hutang; 2) Wewenang untuk melakukan penyanderaan yang pelaksanaannya dilakukan dengan Surat Perintah Penyanderaan (gijzeling) atau paksa badan (liijfsdwang); 3) Menetapkan bahwa suatu piutang negara sebagai piutang negara yang untuk sementara belum dapat di tagih, dan akan di beritahukan kepada penyerah piutang untuk mengusulkan penghapusan piutang dari pembukuan c. Kejaksaan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 dan Keputusan Presiden No 55 Tahun 1991. Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk atas nama negara dan pemerintah. 2. Sarana hukum yang akan dipergunakan untuk mempercepat penyelesaian masalah kredit macet perbankan: a. Pelaksanaan Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata b. Grose akta pengakuan hutang dan hipotik; c. Putusan yang bersifat serta merta (uitvoerbaar bij voorrad); d. Gijzeling liijfsdwang. Gijzeling sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 209-224 HIR, Pasal 242-258 RGB, merupakan lembaga upaya paksa agar debitur memenuhi kewajibannya. Sedangkan liijfsdwang sebagaimana diatur dalam pasal 580-608 Rv merupakan paksaan yang bersifat mengasingkan seseorang dalam suatu tempat tertentu. Lembaga gijzeling dibekukan dengan surat Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1964, sedangkan liijfsdwang karena merupakan ketentuan dari Rv sudah tidak dipergunakan lagi. Berkaitan dengan masalah ini ada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/50/KEP/DIR tanggal 26 Juli 1994 membentuk Tim Pleno, Tim Kerja, Tim Penyelesaian Masalah Kredit Macet yang beranggotakan wakil-wakil dari Mahkamah Agung, Departemen Keuangan, Departemen Kehakiman, Bank Indonesia, Bank Pertahanan Nasional, Kejaksaan Agung, PUPN/BPUPLN dan unsur perbankan, sebagai berikut : 1. Lembaga sandera a. Eksistensi lembaga sandera sebagaimana diatur dalam pasal 109-224 HIR dan Pasal 242-258 RGB dan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara secara yuridis masih diakui terlebih lagi dengan adanya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 233/KMK.09/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang Pengurusan Piutang Negara. b. Mahkamah Agung dalam hal ini berpendapat bahwa lembaga sandera mungkin dihidupkan kembali, atau dalam perkara kasasi diputuskan Mahkamah Agung yang mengizinkan dilaksanakan kembali lembaga sandera itu. 2. Grosse akta pengakuan hutang Grosse akta pengakuan hutang dapat digunakan khusus bagi fixed loan. Jenis kredit yang termasuk dalam pengertian fixed loan menurut pedoman Mahkamah Agung yaitu kredit yang fixed dalam penentuan jumlah hutang berdasarkan akta pengakuan hutang 26

3. Grosse dan hipotik Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Agraria dan PMA Nomor 15 tahun 1961, titel eksekutorial dicantumkan pada sertifikat hipotik. 4. Putusan serta merta Dalam penerapan putusan serta merta diisyaratkan bahwa putusan serta merta harus didasarkan pada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Menurut Mahkamah Agung putusan serta merta tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 180 HIR dan Pasal 191 RGB. 5. Parate eksekusi Pasal 1178 KUHPerdata pemegang hipotik pertama dapat 42 melakukan penjualan benda agunan di muka umum berdasarkan kuasa untuk menjual sendiri tetapi harus dilakukan melalui fiat pengadilan. 6. Prosedur balik nama Dalam kaitan pasal 6 huruf kelapa sawit Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Badan Pertahanan Nasional telah memberikan kemudahan bagi bank pemerintah tidak melakukan balik nama atas agunan yang dibeli melalui lelang, karena bank wajib mencairkan atau menjual kembali benda tersebut secepatnya, karena bukan tujuan untuk membeli benda agunan tersebut. Apabila benda akan menjadi aset bank harus dengan persetujuan menteri keuangan. Eksekusi terjadi karena debitur tidak mempunyai kemampuan lagi dalam pelunasan pembayaran angsuran kredit pada pihak bank. Dalam proses eksekusi di pengadilan meskipun telah ada sarana-sarana dalam bentuk fiat eksekusi namun kenyataannya tidak mudah proses administrasinya. Seperti yang penulis teliti di Pengadilan Airmadidi, masih terdapat hambatan dalam pelaksanaannya antara lain: 1. Biaya pelaksanaan eksekusi yang terlalu tinggi sehingga menyulitkan pihak pemohon eksekusi. 2. Adanya perbedaan dalam amar putusan incracht dengan kenyataan di lapangan sehingga proses eksekusi bisa ditangguhkan atau bahkan Ketua Pengadilan Negeri akan membuat penetapan noneksekutabel terhadap objek eksekusi tersebut. 3. Eksekusi riil/pengosongan objek eksekusi yang sering menimbulkan konflik sosial dan tidak jarang berakhir dengan tindakantindakan yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana. 4. Adanya perlawanan dari pihak ketiga yang tidak masuk sebagai para pihak yang berperkara. 5. Pihak debitur mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap proses lelang yang dilakukan oleh kreditur sehingga bisa menghambat proses eksekusi. Dalam eksekusi jaminan kredit, pihak bank karena dalam praktek biasanya tidak melakukan pemasangan hipotik maka karena bukan pemilik benda tidak akan dapat mengajukan perlawanan. Fungsi jaminan secara yuridis materil adalah pelunasan hutang atau kepastian pengambilan kredit, sehingga apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan terjadi kemacetan dalam pengambilan kredit dikemudian hari maka secara hukum seharusnya jaminan (collateral) akan dapat berperan untuk melunasi hutang debitur melalui eksekusi benda jaminan (jaminan pokok atau jaminan tambahan) atau pembayaran oleh pihak ketiga. Demikianlah upaya untuk penyelamatan kredit secara preventif juga dilakukan dengan berbagai cara yang dapat meransang debitur untuk membayar tepat waktu. 2. Tanggung Jawab Panitera Sebagai Pelaksana Eksekusi Dalam penyelesaian kredit macet di pengadilan, pada prinsipnya mengikuti prosedur beracara sesuai dengan pengaturan formal hukum acara perdata. Dalam proses penyelesaian kredit macet di pengadilan melibatkan panitera dalam proses persidangan sampai pada tahap keputusan dan pelaksanaan keputusan atau yang dikenal dengan eksekusi. Dalam proses peradilan penyelesaian kredit macet, kedudukan panitera sangat penting terutama mencatat acara persidangan dan melaksanakan eksekusi terhadap putusan pengadilan terkait kredit macet. 27

Kedudukan Panitera sangat penting dalam pelaksanaan eksekusi, karena pada prinsipnya proses persidangan sampai dengan putusan melibatkan panitera. Dalam proses eksekusi, kedudukan panitera sangat penting karena eksekusi merupakan bagian dari pada penyelesaian pelaksanaan putusan, tugas dan fungsi panitera terkait dengan perkara di pengadilan adalah sebagai berikut : 1. Memerintahkan Panitera Pengadilan untuk mengirimkan salinan putusan kepada pihakpihak yang berperkara. 2. Atas permintaan pihak penggugat memerintahkan pihak tergugat untuk melaksanakan putusan. 3. Minta kepada atasan tergugat untuk memerintahkan tergugat melaksanakan putusan. 4. Minta kepada presiden untuk memerintahkan tergugat melaksanakan putusan. 5. Minta penyediaan dana ganti rugi kepada instansi tereksekusi. 6. Memanggil pihak-pihak untuk menetapkan jumlah kompensasi dalam rehabilitasi, dalam hal tidak terdapat kesepakatan menetapkan jumlah kompensasi yang harus dibayar oleh tergugat menetapkan jumlah kompensasi. 11 Pentingnya kedudukan panitera dalam mencatat prosedur penyelesaian kredit macet di pengadilan sesuai dengan sistem peradilan yang melibatkan unsur panitera dalam pelaksanaan administrasi peradilan mulai dari gugatan kredit macet sampai pada putusan. Semua putusan pengadilan terkait dengan eksekusi harus dihormati begitu juga panitera yang merupakan unsur dalam pengadilan harus dihormati. Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan terhadap satu objek perkara yang telah diputus oleh Pengadilan. Eksekusi pada prinsipnya berkaitan dengan pengadilan, kecuali menyangkut eksekusi langsung, Indroharto, mengemukakan bahwa eksekusi riil tidak diperlukan dalam pelaksanaan putusan pengadilan 12. Dikatakan lebih lanjut bahwa kelancaran jalannya eksekusi tergantung pada aparat hukum bertanggung jawab akan kelangsungan kehidupan yang mantap dari negara hukum kita. 13 Dalam Hukum Acara Perdata sebelum eksekusi biasanya dilaksanakan sita jaminan. Sita Jaminan untuk Conservatoir Beslag dan Sita Hak Milik untuk Rendivicatoir Beslag. Maka untuk seterusnya disebutkan dengan Sita Jaminan. Secara yuridis, pengertian sita jaminan adalah sita yang merupakan upaya hukum yang diambil oleh pengadilan sebagai tindakan yang mendahului pemeriksaan pokok perkara ataupun mendahului putusan. Jadi, sita jaminan dapat dilakukan sebelum pengadilan memeriksa pokok perkara atau pada saat proses pemeriksaan pemeriksaan perkara sedang berjalan, sebelum Hakim Ketua (Pengadilan) menjatuhkan putusan. 14 Meskipun telah ada sarana-sarana hukum tersebut namun masih terdapat hambatan dalam pelaksanaannya antara lain : a. Eksekusi berdasarkan grosses akta pengakuan bagi fixed loan hanya dapat dilakukan apabila debitur sewaktu debitur membenarkan jumlah hutangnya. b. Penjualan lelang benda agunan bahwa sebelum dilaksanakan ada ketentuan bahwa kreditur dan debitur harus terlebih dahulu di panggil oleh Ketua Pengadilan Negeri, yang dalam praktek merupakan kesempatan bagi debitur untuk menunda pelaksanaan lelang. c. Pengaturan warisan menurut Pedoman Mahkamah Agung dapat dengan akta di bawah tangan yang disahkan oleh Notaris, atau pejabat lain dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri atau hakim yang ditunjuk. d. Perlawanan pihak ketiga dari terhadap sita konservatoir hanya dapat ditujukan atas dasar hak milik dan yang melakukan perlawanan hanya pemilik benda. Eksekusi dilaksanakan sebagai akhir dari proses hukum dalam penanganan kredit macet di pengadilan. Eksekusi selalu terkait dengan benda jaminan jika pihak bank karena dalam praktek biasanya tidak melakukan eksekusi kalau pihak debitur melakukan perlawanan. 11 Sjachran Basah, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), Rajawali Press, Jakarta, 1992, Hal 59. 12 Op-Cit,Indroharto, Hal 244 13 I b i d, Hal 245. 14 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Permasalahan dan Penerapan Conservatoir Beslag, Cetakan I, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, hal. 17. 28

Maka karena bukan pemilik benda tidak akan dapat mengajukan perlawanan. Pada setiap kegiatan keperdataan selalu melahirkan akibat hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Namun ada kalanya para pihak tidak mampu melaksanakan akibat hukum tersebut. Untuk itu timbulah suatu perkara perdata yang kemudian diselesaikan pada pengadilan negeri dimana peristiwa hukum itu terjadi. Dimulai dari adanya gugatan yang diajukan oleh penggugat, kemudian pihak penggugat dan tergugat saling dihadapkan dimuka persidangan. Dari sinilah proses beracara perdata dilaksanakan sampai pada tahap final putusan pengadilan. Putusan hakim lazimnya merupakan finalitas dari suatu perkara perdata, demi memberikan kepastian hukum dan keadilan para pihak. Sebagaimana Undang-Undang kekuasaan kehakiman menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sewaktu membicarakan prinsipprinsip eksekusi, sudah dijelaskan salah satu asasnya, eksekusi baru dapat dijalankan apabila putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Ini merupakan asas pokok kecuali dalam putusan yang dapat dijalankan lebih dulu atau dalam putusan provisi. Oleh karena itu, tanpa mengabaikan pengecualian dimaksud, pada dasarnya eksekusi baru dapat dijalankan apabila terhadap putusan yang bersangkutan sudah tidak mungkin lagi diajukan upaya banding atau kasasi. Sejak kapan timbul kewenangan menjalankan eksekusi? untuk menjawab pertanyaan ini, harus kembali dipedomani asas: eksekusi baru merupakan pilihan hukum apabila tergugat (tereksekusi) tidak bersedia menjalankan putusan secara sukarela. Seorang tergugat (pihak yang kalah) dianggap tidak mau menjalankan putusan secara sukarela terhitung sejak tanggal peringatan (aanmaning) atau warning dilampaui. Sejak dilampaui tanggal aanmaning, saat itulah definitif berlaku upaya eksekusi. Sebelum tanggal itu lewat, tindakan eksekusi masih berada di bawah tindakan menjalankan putusan secara sukarela. Tindakan eksekusi baru boleh dimunculkan secara nyata oleh Pengadilan Negeri, terhitung mulai tanggal peringatan dilampaui. Memang benar, peringatan itu sendiri didasarkan Pengadilan Negeri atas permintaan eksekusi dari penggugat (pihak yang menang). Namun dalam masa peringatan, eksekusi belum lagi definitif. Sebab dalam masa peringatan, masih ada kemungkinan putusan dijalankan secara sukarela oleh pihak tergugat. Menjalankan putusan secara sukarela yang diberikan Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBG, baru dapat dinyatakan gugur, terhitung sejak tanggal peringatan dilampaui. Akan tetapi, sekalipun tanggal peringatan telah dilampaui, sifat gugurnya hak menjalankan putusan secara sukarela jangan diartikan secara mutlak. Selama eksekusi belum dilaksanakan, walaupun tenggang peringatan sudah dilampaui, masih tetap terbuka bagi tergugat untuk menjalankan putusan secara sukarela. Dengan cara pendekatan pengertian yang demikian, selama eksekusi belum dijalankan, pihak tergugat dapat mengajukan penyelesaian putusan secara sukarela, sekalipun tenggang peringatan sudah dilampaui. Cara pendekatan dan penerapan yang demikian perlu dilaksanakan secara luwes sesuai dengan prinsip pelayanan peradilan yang cepat, tepat, dan biaya ringan. Bukankah pemenuhan putusan secara sukarela akan membebaskan tergugat dari beban biaya eksekusi? Oleh karena itu, dianggap beralasan untuk tetap membuka kesempatan bagi tergugat memenuhi putusan secara sukarela, sekalipun tenggang waktu peringatan telan dilampaui. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Penyelesaian kredit macet bisa dilakukan lewat pengaturan perbankan dan pengaturan Hak Tanggungan. Penyelesaian lewat Hukum Perbankan sesuai dengan Undang Undang No 10 Tahun 1998 dengan cara penyelesaian ke dalam bank itu sendiri dengan restrukturisasi dan rescheduling kredit. Maupun penyelesaian lewat pengadilan. Penyelesaian lewat undang-undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 sesuai pasal 20, lewat prosedur lelang dan eksekusi baik eksekusi langsung maupun Fiat eksekusi melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 29

b. Tangung jawab panitera dalam eksekusi kredit macet mulai dari pendaftaran gugatan proses persidangan, putusan sampai dengan prosedur dan tahapan pelaksanaan eksekusi baik dalam bentuk tangungjawab administrasi dan tangung jawab hukum lainnya. Fungsi Panitera sangat penting terkait dengan cepat atau lambatnya eksekusi serta kelengkapan dokumen-dokumen administrasi dalam proses pelaksanaan eksekusi kredit macet. 2. Saran a. Untuk terwujudnya kepastian hukum maka setiap bentuk penyelesaian kredit macet hendaknya menyertakan pengadilan baik lewat gugatan maupun non gugatan sesuai dengan prosedur pelelangan. Fungsi pengawasan pengadilan dalam setiap eksekusi sangat penting untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum serta pencegahan gugatan dari pihak debitur terkait dengan eksekusi yang merugikan. b. Pentingnya kedudukan panitera dalam proses pelaksanaan eksekusi mengharuskan ketelelitian dalam pembuatan surat-surat sebagai syarat administrasi dan berita acara pelaksanaan eksekusi kredit macet. Untuk tegasnya batas tanggungjawab panitera dalam proses eksekusi kredit macet maka diperlukan aturan khusus tentang tangungjawab panitera dalam eksekusi kredit macet. S.F. Marbun. Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997. Djuhaendah Hasan, Masalah Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, BPHN, Jakarta 1992. Bambang, Setijoprodjo, Referensi Dalam Permohonan Kredit, Majalah Pengembangan Perbankan. 1994. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003. Sjachran Basah, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), Rajawali Press, Jakarta, 1992. M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Permasalahan dan Penerapan Conservatoir Beslag, Cetakan I, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987. DAFTAR PUSTAKA Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang Undang Hukum Perdata cetakan ketujuh, Penerbit Pradya Paramita, Jakarta. 1975. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1988, Hal. 3. Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993. K. Wantjik Saleh, Kehakiman Dan Peradilan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1977. 30