BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal GeoEco ISSN: Vol. 1, No. 1 (Januari 2015) Hal

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

Pembangunan Kehutanan

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

I. PENDAHULUAN. degradasi hutan. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PADA SEMINAR DAN PAMERAN HASIL PENELITIAN DI MANADO. Manado, Oktober 2012

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR

korespondensi: ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

sumber pembangunan ekonomi dan sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai pemelihara lingkungan global.

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. (2009) saat ini Indonesia memiliki luas kawasan hutan seluas juta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cagar lam merupakan sebuah kawasan suaka alam yang berarti terdapat

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. serius terkait dengan semakin banyak pihak yang terlibat dalam pengelolaannya,

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

No baik hayati berupa tumbuhan, satwa liar serta jasad renik maupun non-hayati berupa tanah dan bebatuan, air, udara, serta iklim yang saling

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

Ilmuwan mendesak penyelamatan lahan gambut dunia yang kaya karbon

PENDAHULUAN Latar Belakang

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

Setitik Harapan dari Ajamu

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau

ABSTRAK DUKUNGAN AUSTRALIA DALAM PENANGGULANGAN DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu wilayah di bagian selatan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia Australia dan samudra Pasifik Hindia dikaruniai sumber daya alam berupa hutan alam tropis yang memiliki kandungan aneka ragam flora dan fauna. Kekayaan alam yang terkandung dalam hutan Indonesia merupakan bagian dari kekayaan alam dunia yang tak ternilai harganya dan merupakan modal dasar bagi pelaksanaan pembangunan Indonesia.(Ayu.2012:3) Forest are a nation asset, a global public good, and central to the livehood of many of the 36 million Indonesia living in proverty. Forest governance touches fundamental and democratic choice in nearly every district in Indonesia 70% of the the rural economy and the poor, build voice and accountability, and angage governments and people in building good governance practice together (Word Bank 2009 : 2) maksudnya masyarakat global, dan sumber penghidupan utama bagi sekitar 36 juta masyarakat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Tata pemerintahan kehutanan menyentuh isu dasar pengelolaan aset dan pilihan demokratis di hampir setiap wilayah kabupaten/kota di Indonesia yang menempati 70% dari daratan Indonesia. Proses reformasi kebijakan kehutanan mengangkat isu nyata yang penting bagi ekonomi pedesaan dan rakyat miskin, membangun suara keterlibatan dan akuntabilitas serta

mempertemukan pemerintah dan masyarakat dalam membangun bersama praktik tata Hutan diketahui memiliki pengaruh sangat beragam bagi kehidupan, diantaranya: 1) pengembangan dan penyediaan atmosfir yang baik dengan komponen oksigen yang stabil, 2) penyediaan batubara dan deposit minyak, 3) proteksi lapisan tanah, 4) produksi air bersih dan proteksi daerah aliran sungai (DAS) terhadap erosi, 5) penyediaan habitat dan makanan untuk makhluk hidup, 6) penyediaan material bangunan dan bahan bakar, 7) pemberian nilai manfaat penting melalui nilai estetis dan rekreasi. (Ayu.2012 : 4) Pada dekade 1960-an kepadatan penduduk di Jawa mulai melintasi titik keseimbangan antara persediaan dan kebutuhan minimum lahan pertanian yang dibutuhkan oleh keluarga petani. Hal ini berarti apa yang dikatakan oleh Clifford Geertz (1963 dalam Simon.2001:1) dinamakan involusi pertanian (agriculture involution) sudah berakhir karena kemampuan lahan sawah untuk menampung tambahan tenaga kerja baru ada batasnya. Batas tersebut dicapai setelah luas lahan pertanian yang tersedia sudah lebih sempit dibandingkan dengan luas kebutuhan minimum setelah teknologi tidak lagi dapat meningkatkan produktivitas lahan, dan ditinjau dari aspek pengelolaan hutan meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan perubahan didalam beberapa hal: 1) konsumsi pangan meningkat, 2) rata-rata luas pemilikan lahan pertanian per keluarga petani menurun, 3) jumlah angkatan kerja meningkat, 4) jumlah kebutuhan kayu bakar meningkat, 5) jumlah kebutuhan kayu pertukangan meningkat.(simon.2001:2)

Sebagai salah satu sumber devisa yang menjadi modal dasar pembangunan, pemanfaatan hutan harus dilakukan secara bijaksana dengan tidak melampaui kemampuan hutan tersebut untuk memperbaiki dirinya sendiri. Kearifan dalam mengelola dan memanfaatkan hutan, akan sangat menentukan kelestarian plasma nuftah yang terkandung didalamnya (Ayu.2012 : 4) Indonesia merupakan salah satu negara penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor deforestasi dan degradasi hutan. Emisi GRK Indonesia ini sebagaian besar berasal dari kebakaran dan drainase lahan gambut dengan emisi tahunan kurang lebih 0,5 milliar ton karbon. Sebagai negara yang dituding dengan tingkat laju deforetasi terbesar ke-2 setelah Brazil, Kementerian Kehutanan mencatat laju deforestasi di Indonesia berkisar antara 1,17 juta hektar/tahun pada dua dekade 1990 2010. Laju deforestasi itu meliputi deforestasi dalam kawasan hutan sebesar 0,76 juta hektar/tahun (64,8%) dan 0,41 juta hektar/tahun (35,2%) di luar kawasan hutan / areal penggunaan lain. (Arif. 2002 : 1). Pengelolaan hutan dengan paradigma timber management yang bertujuan untuk menghasilkan kayu berkembang pesat dinegara-negara maju, khususnya negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara. Akan tetapi perkembangan yang terjadi tersebut tidak langsung dapat diterapkan di negara-negara berkembang, bahkan pada paruh kedua abad 20 terjadi kerusakan hutan yang cukup parah di beberapa negara berkembang pasca perang dunia II. Kerusakan hutan di negara berkembang yang umumnya baru merdeka memerlukan modal untuk menjalankan roda pemerintahan dan roda pembangunan. Modal pembangunan yang tersedia dengan mudah adalah sumberdaya alam berupa bahan tambang dan sumberdaya

hutan. Disamping itu dengan laju pertambahan penduduk yang pesat meningkatkan kebutuhan akan lahan pertanian, perumahan yang berdampak pada alih fungsi kawasan hutan. Disisi lain negara-negara berkembang belum menguasai ilmu pengelolaan hutan, kondisi ini mengakibatkan hutan mengalamai kerusakan yang cukup parah.(simon.2010: 4 ) Dalam perkembanganya konsep pengelolaan hutan untuk rakyat mengandung makna bahwa pembangunan kehutanan harus diarahkan untuk pembangunan masyarakat lokal (forestry for local community development) tujuanya adalah untuk meningkatkan standart kehidupan penduduk pedesaan di sekitar hutan dengan cara melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan dan berbagai kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan keadaan nyata masyarakat (Simon.2010 : 65) Dilatar belakangi oleh kerusakan hutan akibat penjarahan pada periode 1998-2000 dan lahirnya kesadaran dikalangan internal perhutani bahwa hutan di Jawa tidak akan lestari apabila dikelola hanya oleh Perhutani tunggal, sejak tahun 2001 Perum Perhutani menggulirkan model Pengelolaan Sumber daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), melalui SK Nomor 136/Kpts/Dir/2001. Lahirnya program PHBM ini merupakan sebuah terobosan dan langkah maju dari Perhutani untuk bersama-sama dengan pihak lain mengelola sumberdaya hutan. Apalagi posisi sektor kehutanan di pulau Jawa menduduki peranan yang sangat penting untuk mendukung laju pembangunan, dan menjaga keseimbangan ekosistem pulau Jawa yang semakin kritis dari waktu ke waktu.(simon.2008) Kebijakan pembangunan kehutanan yang bersifat sentralistik (terpusat dan dikelola oleh negara) dianggap oleh beberapa pihak tidak efektif dalam menjaga

kawasan hutan dan hanya mengeksploitasi hasil hutan tanpa memperhatikan faktor sosial yang diakibatkannya (Awang,2004 : 32 ). Dengan sistem sentralistik tersebut, masyarakat lokal kurang dilibatkan dalam pengelolaan hutan yang sesungguhnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka. Untuk itu, sudah seharusnya jika masyarakat dijadikan kunci utama dalam pengelolaan hutan, dan diharapkan masyarakat akan secara aktif mengelola dan mengembangkan potensi lokal secara optimum. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan hutan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem hutan dan peduli dengan masyarakat miskin di sekitar hutan.salah satu pendekatan pengelolaan hutan yang mengusung semangat itu adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.(Simon.2005 : 1). Program PHBM dibentuk oleh Perhutani pada tahun 2001 melalui surat keputusan direksi Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (Awang,2004). Program PHBM melibatkan masyarakat desa sekitar hutan untuk mengelola hutan dan diharapkan masyarakat mendapatkan keuntungan dari sistem PHBM. Manfaat dan keuntungan tersebut dapat berupa: 1) pembagian hasil hutan yang adil dari Perhutani sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani hutan; 2) keberlanjutan fungsi hutan dan manfaat sumber daya hutan yang optimum; 3) kepastian hak dalam pengelolaan lahan garapan sehingga petani dapat menanami lahan garapan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai suatu bentuk pengelolaan hutan kolaboratif, PHBM tidak akan berjalan tanpa kontribusi dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi

program PHBM dari para penggunanya; dalam hal ini adalah personil dan organisasi Perhutani di satu pihak, dan para petani hutan di pihak yang lain. (Simon.2005: 5) menjelaskan bahwa partisipasi aktif para pengguna ini diperlukan agar suatu sistem pengelolaan sumber daya alam dapat bekerja dengan baik. Partisipasi petani hutan, dalam berbagai segi pelaksanaan PHBM, dengan demikian menduduki tempat yang penting bagi tercapainya tujuan pengelolaan hutan, khususnya tujuan-tujuan program PHBM.(Dodik.2010 : ). Ada beberapa manfaat program PHBM bagi masyarakat desa sekitar hutan, yaitu: 1) manfaat ekologi, berupa keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan dengan menerapkan pola tanam yang sesuai dengan karakteristik wilayah; 2) manfaat ekonomi bagi masyarakat desa hutan melalui pembagian hasil hutan; 3) manfaat sosial dalam menciptakan lapangan kerja serta peningkatan teknologi bagi masyarakat (Awang.2005:72). Menurut Sambroek & Eger dalam (Soetomo,2003:67) partisipasi merupakan suatu proses di mana seluruh pihak terkait secara aktif terlibat dalam rangkaian kegiatan, mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan. Pelibatan semua kelompok tidak selalu berarti secara fisik terlibat, tetapi yang penting adalah prosedur pelibatan menjamin seluruh pihak dapat terwakili kepentingannya. Menurut Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani, nomor 136/KPTS/DIR/2001, tentang Pengelolaan Hutan bersama masyarakat (PHBM), Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah kegiatan yang meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan, pemanfaatan sumberdaya hutan serta perlindungan dan konservasi alam.

Pengelolaan hutan bersama masyarakat yang berada di Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo Kabupaten Ngawi merupakan salah satu bentuk pengelolaan hutan masyarakat yang berbasis komunitas, dimana peran dan partisipasi masyarakat dalam keterlibatan pengelolaan hutan menempati faktor yang sangat penting dalam keberhasilan pengelolaan hutan di kawasan hutan negara yang selama ini dikelola mutlak oleh Perhutani. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan negara melalui metode ini mutlak diperlukan, karena kawasan hutan negara ini keberadaanya tidak bisa lepas dari keberadaan masyarakat itu sendiri. Hal tersebut mengindikasikan betapa partisipasi masyarakat merupakan aspek penting dalam pengelolaan hutan. Selain itu, peran masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi selaku dinas teknis terkait sangat diperlukan dalam mengoptimalkan pengelolaan hutan tersebut. B.Rumusan Masalah Berdasar latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo kabupaten Ngawi, dan penelitian ini berupaya untuk menjawab beberapa pertanyaan pokok yaitu: 1. Bagaimanakan pelaksanaan program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) di desa Girimulyo kecamatan Jogorogo kabupaten Ngawi?

2. Bagaimanakah partisipasi masyarakat dalam implementasi PHBM di desa Girimulyo kecamatan Jogorogo kabupaten Ngawi? 3. Bagaimana peran Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi dalam rangka pelaksanaan PHBM di desa Girimulyo kecamatan Jogorogo kabupaten Ngawi? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk : 1. Mengetahui pelaksanaan program pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) di Desa Girimulyo Kecamatan Jogorogo Kabupaten Ngawi. 2. Mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan bersama msyarakat. 3. Mengetahui peran Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ngawidalam pelaksanaan PHBM di desa Girimulyo kecamatan Jogorogo. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan bermanfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis. Dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pengembangan masyarakat, terutama pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas. 2. Secara praktis. a. Untuk memberikan kontribusi pada pemerintah kaitannya dengan kebijakan pengelolaan sumberdaya berbasis komunitas.

b. Untuk memberikan masukan kaitannya dengan pengembangan masyarakat dalam pengelolaan hutan Negara. c. Untuk memberikan masukan dalam pengembangan masyarakat agar masyarakat ikut berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan hutan negara.