BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material

STRATEGI PERWUJUDAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DALAM PERCEPATAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cukup tinggi mengakibatkan peningkatan jumlah kendaraan yang beroperasi di

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi masalah Adanya pencemaran airtanah karena kebocoran tangki timbun di SPBU. Survey Pendahuluan

BAB III TINJAUAN WILAYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan pertumbuhan

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

BAB III TINJAUAN LOKASI Studio Foto Sewa di Kota Yogyakarta

BAB III TINJAUAN LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB III TINJAUAN KAWASAN KOTA YOGYAKARTA

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. (1.4) Kegunaan penelitian; (1.5) Keaslian penelitian dan (1.6) Batasan istilah;

BAB I PENDAHULUAN. Konsep desentralisasi dan otonomi daerah di Republik Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek. Perkembangan kota tergantung dari lokasi, kepadatan kota, dan berkaitan

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 18% dari luas wilayah DIY, terbentang di antara 110 o dan 110 o 33 00

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kawasan yang pesat di perkotaan memberikan tantangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH RUMAH SINGGAH PENDERITA KANKER LEUKEMIA DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

UKDW. Pengertian Rusunawa Apartemen sejahtera Bentuk bangunan rusunawa Rusunawa Juminahan Konstruksi bangunan Rusunawa Sanitasi bangunan rusunawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 12/PJ/2010 TENTANG : NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Penduduk per Kabupaten di DIY Tahun Kabupaten / Kota Gunung-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

BAB I PENGANTAR. kebutuhan akan perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Undangundang

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di sisi jalan. hal ini seringkali mengakibatkan terjadinya penumpukan kendaraan

I. PENDAHULUAN. kebijakan di kawasan tertentu. Kawasan tersebut adalah wilayah yang berada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA

PROFIL IPAL YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... x BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perguruan tinggi disuatu daerah seringkali akan mempengaruhi

FENOMENA PENGELOLAAN PRASARANA DI KAWASAN PERBATASAN

BAB I PENDAHULUAN. maupun sanitasi. Infrastruktur memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup

BAB I PENDAHULUAN. ditemui pada daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Salah satu

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB II KAJIAN TEORI PELAYANAN TERMINAL ANGKUTAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. telah tertuang rencana pembangunan jaringan jalur KA Bandara Kulon Progo -

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk sebagai salah satu komponen dalam sistem wilayah atau kawasan.

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Isu Perkembangan Properti di DIY

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

RUMAH SUSUN SEDERHANA MILIK di CENGKARENG JAKARTA BARAT

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- 12 /PJ/2010 TENTANG NOMOR OBJEK PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TATA CARA PEMBERIAN NOP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. interaksi yang baik dan ideal antara komponen komponen transportasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB III TINJAUAN WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

operasi simpang yang umum diterapkan adalah dengan menggunakan sinyal lalu

BAB V KESIMPULAN. 1. Cekungan Aitanah Yogyakarta Sleman memiliki kondisi hidrogeologi seperti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyandang berbagai predikat seperti kota pariwisata, kota pelajar, kota historis dan kota budaya. Kota ini terkenal sebagai kota pelajar dan budaya karena mempunyai banyak institusi pendidikan dan merupakan tempat dimana salah satu universitas negeri terbesar, tertua dan terkenal di Indonesia berada. Sehingga tidak mengherankan apabila kota ini menjadi tujuan utama para pelajar dari berbagai kota bahkan dari berbagai pulau di Indonesia yang ingin melanjutkan studi. Pertumbuhan di kota Yogya digerakkan oleh bermacam- macam jenis perdagangan (terutama sektor retail), pariwisata dan pendidikan. Perkembangan Kota Yogyakarta yang sangat pesat mau tidak mau mengakibatkan bergesernya batas-batas pembangunan yang terjadi menjangkau wilayah Kabupaten Sleman maupun Kabupaten Bantul (aglomerasi). Pembangunan pusat perto koan, kampus perguruan tinggi, maupun perumahan semakin lama bergeser ke wilayah pinggiran kota, bahkan berada di luar kota. Kota Yogyakarta telah tumbuh dan berkembang ke wilayah sekitar yang kemudian beraglomerasi membentuk apa yang disebut sebagai Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) ataupun Greater Yogya. Bersama dengan pembangunan infrastruktur berupa koridor yang 1

menghubungkan pusat-pusat kegiatan, Kawasan Perkotaan Yogyakarta ( KPY) menjadi core dan point development dalam konsep tata ruang wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) sebagai bentuk aglomerasi Kota Yogyakarta yang menjangkau Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul merupakan wilayah administratif daerah berbatasan dengan wilayah daerah lain yang memiliki saling ketergantungan. Ketika sebuah kota berukuran cukup kecil area terbangunnya dan hanya mencakup bagian kecil batas administratif, maka pengelolaan prasarana dan sarana perkotaan menjadi isu yang sederhana dibandingkan pengelolaan yang rumit yang muncul dari pembangunan suatu kota yang areanya melebihi batas administratif. Ketergantungan antar daerah harus dikelola dengan kerja sama antar daerah. Kerja sama antar daerah memungkinkan pembangunan yang terjadi dikelola dan dikoordinasi dalam kerangka sistem dan kegiatan yang dijalankan harus berdasarkan pada efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan. Munculnya kerja sama antar daerah KARTAMANTUL yang dibentuk tahun 2001 sebagai skema kerja sama 3 (tiga) daerah yang dibentuk berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan ( sustainable development) serta merupakan salah satu wujud dari pengembangan prinsip Good Governance. Bentuk kerja sama yang diharapkan dapat memberikan efisiensi pelayanan kepada publik dalam upaya untuk mewujudkan harmonisasi pembangunan ketiga wilayah dalam bentuk kerja sama antar wilayah kebijakan pembangunan pada sektorsektor terkait. 2

Kerja sama Kartamantul dianggap merupakan salah satu contoh kerja sama antar daerah yang berhasil di Indonesia. Hal ini terbukti dengan penghargaan yang diraihnya pada IMP Award Tahun 2003 dari Departemen Dalam Negeri-Worldd Bank. Selain itu Sekretariat Bersama Kartamantul juga menerima banyak kunjungan dari berbagai kabupaten/kota yang ada di Indonesia yang melakukan studi banding tentang bagaimana kerja sama antar daerah Kartamantul ini terbentuk dan berjalan dengan baik hingga sampai saat ini. Gambar 1.1. Penghargaan dan Trophy Kenang-kenangan yang diterima Sekretariat Bersama Kartamantul Sumber: Sekretariat Bersama Kartamantul Ruang lingkup kerja sama antar daerah Kartamantul meliputi 6 (enam) sektor yaitu: a. Sektor Transportasi b. Sektor Drainase c. Sektor Jalan d. Sektor Persampahan e. Sektor Air Limbah f. Sektor Air Bersih 3

Yogyakarta memiliki kondisi yang khas, yaitu lahannya yang terbatas, tetapi pertumbuhan pembangunan berlangsung terus, baik sebagai kota pelajar, budaya dan pariwisata. Pertumbuhan Kota Yogyakarta yang pesat tentunya berimplikasi pada banyak sektor, salah satunya sektor transportasi termasuk tentang prasarana jalan. Jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai peranan penting, dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan katalisator di antara proses produksi, pasar dan konsumen akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan seka budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Jalan mempunyai peranan penting dalam usaha pengembangan kehidupan. Dalam kerangka tersebut, infrastruktur jalan mempunyai peranan untuk mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Pembangunan jalan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat atas angkutan barang dan jasa (orang) yang aman, nyaman, dan berdaya guna benar-benar akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Permasalahan jalan di perkotaan pada umumnya terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan jalan dengan pertumbuhan kendaraan bermotor di sisi lain. Pertumbuhan jalan cenderung lebih kecil dibanding pertumbuhan 4

kendaraan bermotor. Beban yang berlebihan pada jalan akan menyebabkan kemacetan lalu lintas, mengurangi kenyamanan perjalanan, lelah dan bosan dalam perjalanan, juga menghabiskan energi, waktu dan materi. Saat ini jumlah kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta cenderung meningkat dari tahun ke tahun, sementara di sisi lain jumlah jalan relatif konstan. 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 2013 2012 2011 Gambar 1.2. Grafik Jumlah Kendaraan Bermotor di Kota Yogyakarta Tahun 2011-2013 Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2014, diolah 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IIIA Kelas IIIB Kelas IIIC Kelas Tidak Dirinci 2011 2012 2013 Gambar 1.3. Grafik Panjang jalan menurut kelas jalan dan status jalan di Kota Yogyakarta 2011-2013 (km) Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka 2014, diolah 5

Oleh karena itu, bisa dipastikan bahwa lambat laun daya dukung jalan akan tidak mencukupi untuk mendukung dan menampung mobilitas kendaraan di Kota Yogyakarta. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya kemacetan lalu lintas (Traffic jam/bottleneck) yang terjadi hampir setiap pagi, siang, sore, dan malam di ruas-ruas jalan besar di Kota Yogyakarta, seperti terlihat di perempatan Mirota Kampus, perempatan Tugu, perempatan Jalan Magelang, dan tempat-tempat lain. Gambar 1.4. Kondisi Lalu lintas di perempatan Tugu Jogja dan perempatan Mirota Kampus Sumber: Dokumentasi Penulis, Survei Lapangan 2014 Menurut Suryokusumo (2008), ada hal-hal yang sering menimbulkan permasalahan terkait dengan terjadinya perbedaan persepsi tentang infrastruktur jalan di wilayah perbatasan. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut: a. Siapa yang bertanggung jawab pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan jalan. Apakah menjadi beban pemerintah yang berbatasan (Kabupaten/Kota) ataukah menjadi beban Pemerintah Provinsi karena kasusnya sudah lintas wilayah. b. Perbedaan status ruas jalan. Seringkali pembangunan pemeliharaan dan peningkatan jalan menjadi terhambat karena status ruas jalan yang berbeda. Sebagai contoh pada ruas yang dimiliki Kabupaten/Kota ditetapkan sebagai 6

ruas jalan Kabupaten/Kota, tetapi pada ruas yang berbatasan ditetapkan sebagai jalan lingkungan. c. Perbedaan lebar jalan. d. Dimensi Jalan. e. Kualitas dan konstruksi teknis jalan. f. Utilitas pendukung (PJU,APILL) Dalam konteks kerja sama pengelolaan prasarana jalan yang dilakukan di wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta, pengelolaan jalan di wilayah tersebut tidak terlepas dari status yang melekat pada ruas jalan yang keberadaannya ditetapkan berdasarkan kewenangan yang dimiliki Kabupaten/Kota dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya sinergitas antar Kabupaten/Kota dengan Provinsi dalam proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaannya agar masyarakat bisa mendapatkan hak yang sama dalam menggunakan fasilitas jalan yang memadai meskipun berada di wilayah perbatasan. Sinergitas dalam kerja sama antar daerah Kartamantul yang sudah berlangsung sejak tahun 2003 menjadi alasan peneliti untuk mengkaji lebih dalam lagi bentuk kerja sama pengelolaan prasarana jalan yang dilakukan untuk dapat mengatasi permasalahan jalan di wilayah perbatasan yang selalu berkembang dari waktu ke waktu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 7

1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dengan demikian, pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana bentuk kerja sama pengelolaan prasarana jalan pada kerja sama antar daerah Kartamantul? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberlanjutan kerja sama pengelolaan prasarana jalan tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk kerja sama yang dilakukan dalam pengelolaan prasarana jalan di Kartamantul dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan kerja sama pengelolaan prasarana jalan tersebut. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya penyempurnaan konsepkonsep tentang pengelolaan prasarana jalan dalam suatu kerja sama antar pemerintah daerah dan penerapannya yang sesuai dengan kondisi masingmasing daerah. 2. Memberikan masukan dan rekomendasi yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah setempat maupun kalangan praktisi terutama dalam 8

mencanangkan program pembangunan terkait dengan penyediaan infrastruktur dalam wadah kerja sama antar pemerintah daerah. 3. Sebagai bahan acuan atau pembanding bagi studi atau penelitian lain yang berkaitan dengan skema kerja sama antar pemerintah daerah dan juga untuk melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa sebagai bahan bacaan dan referensi dari suatu karya ilmiah. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup substansial dan wilayah atau spasial. Ruang lingkup spasial berguna untuk membatasi isi-isi dan pembahasan dari penelitian ini. Ruang lingkup wilayah atau spasial berguna untuk membatasi lokasi yang diambil dalam penelitian ini. Ruang lingkup substansial dan wilayah/spasial akan dijelaskan sebagai berikut: 1.5.1 Ruang Lingkup Substansial Dalam penelitian ini, penulis membatasi pembahasan mengenai kerja sama antar daerah yang difasilitasi oleh Sekretariat Bersama Kartamantul. Kajian dalam penelitian ini menekankan pada kerja sama antar daerah Kartamantul dalam pengelolaan sektor jalan saja. Sektor jalan yang dibahas adalah jaringan jalan yang menghubungkan seluruh wilayah perbatasan perkotaan meliputi jaringan jalan kolektor dan jaringan jalan lokal. 9

1.5.2 Ruang Lingkup Waktu Dalam mendeskripsikan bentuk kerja sama pengelolaan jalan Kartamantul, diuraikan dalam bentuk kegiatan kerja sama sektor jalan yang terjadi dalam kurun waktu antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2012. 1.5.3 Ruang Lingkup Wilayah atau Spasial Ruang Lingkup Wilayah atau Spasial berguna untuk membatasi wilayah penelitian yang dikaji. Penelitian dilaksanakan di Kantor Sekretariat Bersama Kartamantul, Kantor Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan instansi lain yang terkait. Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Antar Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul tentang Pengelolaan Prasarana dan Sarana Sistem Jalan di Wilayah Perkotaan Yogyakarta Nomor 10/PK/2003, 17/PK.KDH/A/2003, 22A/Perj/BT/2003, pengelolaan prasarana jalan di wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) meliputi jalan yang ad a di 4 (empat) kecamatan di wilayah Bantul (Kecamatan Kasihan, Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon, Kecamatan Piyungan), 8 (delapan) kecamatan di wilayah Kota Yogyakarta (Kecamatan Mantrijeron, Kecamatan Kota Gede, Kecamatan Umbulharjo, Kecamatan Wirobrajan, Kecamatan Mergangsan, Kecamatan Jetis, Kecamatan Gondokusuman, Kecamatan Tegalrejo) dan 5 (lima) kecamatan di wilayah Kabupaten Sleman (Kecamatan Gamping, Kecamatan Mlati, Kecamatan Berbah, Kecamatan Depok, Kecamatan Godean). 10

Gambar 1.5. Peta ruang lingkup wilayah jalan yang dikerja samakan Sumber: Analisa Penulis, 2014 1.6. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kerja sama antar daerah pernah diteliti oleh Muhammad Ridwan Somad pada tahun 2006 dengan judul Model Konseptual Pengelolaan Air Kotor (Sewage) di Pemukiman Padat Wilayah Perkotaan Kartamantul Dari Aspek Kelestarian Lingkungan : Studi Kasus di Kelurahan Sosromenduran Kecamatan Gedongtengen Kota Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut dibahas mengenai model-model kerja sama pengelolaan Air Kotor di Permukiman Padat Wilayah Kartamantul. Selain itu, pada tahun 2010 penelitian mengenai kerja sama antar daerah oleh R.Budhi Harso Suwarno dengan judul Kerja sama Antar Daerah Melalui Skema Kartamantul dalam Penanganan dan Pengelolaan Air Limbah. Dalam 11

penelitian tersebut dibahas mengenai faktor yang mempengaruhi keberlangsungan kerja sama antar daerah dalam penanganan dan pengelolaan air limbah dan peran Sekretariat Bersama yang ditinjau dari tingkat kemanfaatan dan dukungan dari lembaga teknis daerah yang terlibat. Oleh karena itu, inti penelitian dari R.Budhi Harso Suwarno adalah kerja samanya hanya menekankan pada bidang air limbah dalam hal penanganan dan pengelolaannya di Kartamantul. Pada tahun 2011, penelitian mengenai kerja sama antar daerah juga dilakukan oleh Marcel Yan Alfredo Souhoka dengan judul Kerja sama Pengelolaan Sarana Prasarana Drainase Kartamantul (Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul). Dalam penelitian tersebut dibahas mengenai bentuk kerja sama yang dilaksanakan oleh ketiga pemerintah daerah dalam kerja sama pengelolaan infrastruktur drainase perkotaan wilayah KPY, dan faktor-faktor yang mendukung berhasilnya kerja sama dalam pengelolaan drainase Kartamantul. Penelitian dari Marcel Yan Alfredo Souhoka ini menekankan kebijakan-kebijakan atau dengan dukungan-dukungan Pemerintah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dalam mendukung kerja sama pengelolaan sarana dan prasarana drainase. Pada tahun 2014, penelitian mengenai kerja sama antar daerah dilakukan oleh Yulia Pratiwi dengan judul Proses Perencanaan Kolaboratif dalam Pelayanan Publik (Studi Kasus Badan Kerja sama Antar Daerah Subosukowonosraten). Tetapi inti dari penelitian ini bukan tentang kerja sama antar daerah yang dilakukan, melainkan penelitian ini menekankan tentang proses perencanaan kolaboratif dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses perencanaan kolaboratif 12

pada kasus kerja sama pelayanan publik yang sepadan (polysentris) dan kerja sama pelayanan publik yang tidak sepadan (monosentris) di 8 wilayah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang dikenal dengan kerja sama Subosukowonosraten. Penelitian sebelumnya memiliki fokus yang berbeda dengan penelitian ini yaitu kajian tentang kerja sama antar daerah dalam pengelolaan prasarana dan sarana sektor air kotor, air limbah dan drainase di Kartamantul. Sementara penelitian ini berfokus pada pengelolaan sektor jalan. Setiap sektor memiliki permasalahan yang berbeda-beda, penanganan yang berbeda dan juga melibatkan pihak-pihak yang berbeda pula. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian lain yang sudah dilakukan sebelumnya sehingga penelitian ini masih layak dilakukan. 1.7. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari enam bab yang terdiri dari Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Gambaran Umum Wilayah Penelitian, Temuan dan Pembahasan, Kesimpulan dan Rekomendasi. Bab I Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika penulisan. 13

Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tentang kerja sama antar daerah dalam pengelolaan prasarana jalan. Bab III Metode Penelitian Pada bab ini berisi pendekatan dan metode penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisa data. Bab IV Gambaran Umum Wilayah Penelitian Bab ini menjelaskan tentang kondisi geografis Kartamantul (Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul), Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY), Sekretariat Bersama Kartamantul, dan Kondisi Prasarana Jalan Kartamantul (Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul). Bab V Temuan dan Pembahasan Di dalam bab ini membahas tentang Pengelolaan Prasarana Jalan Pada Kerja sama Antar Daerah Kartamantul. Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi Bab yang terakhir ini memuat tentang hasil akhir dan juga penjelasan dari seluruh penelitian ini serta rekomendasi tentang studi selanjutnya. 14