SASOLAHAN SANGHYANG DELING

dokumen-dokumen yang mirip
PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

ARTIKEL KARYA SENI NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI SANGHYANG PENYALIN DI SANGGAR KERTHI BHUANA SARI PANCASARI BULELENG. Oleh : LUH PUTU AYU KARUNI

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 19

Implikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh:

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM UPACARA BULU GELES DI PURA PENGATURAN DESA PAKRAMAN BULIAN KECAMATAN KUBUTAMBAHAN KABUPATEN BULELENG

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA BAYUH OTON UDA YADNYA DI DESA PAKRAMAN SIDAKARYA KECAMATAN DENPASAR SELATAN KOTA DENPASAR

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

RITUAL PENGLUKATAN PADA HARI TUMPEK WAYANG DI DESA PAKRAMAN BANJARANGKAN KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Teologi Hindu)

SKRIPSI TARI REJANG MUANI DI PURA PUSEH DESA PAKRAMAN LUMBUAN KABUPATEN BANGLI

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

PENDIDIKAN NILAI PADA TRADISI NYURUD AYU DALAM UPACARA PIODALAN DI DESA BERANGBANG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

Gambar 15. Foto Kendang Dalam Gamelan Terompong Beruk Foto: Ekalaiani, 2011.

Oleh I Gede Juli Agus Puja Astawa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

EKSISTENSI PELINGGIH GAJAH MINA DI PURA DALEM PENATARAN PED DI DUSUN NUSASAKTI DESA NUSASARI KECAMATAN MELAYA JEMBARANA

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

Oleh Pande Wayan Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. hari suci tersebut seperti yang dikemukakan Oka (2009:171), yaitu. Hal ini didukung oleh penjelasan Ghazali (2011:63) bahwa dalam

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG JENIS, MUTU DAN TEMPAT PERTUNJUKAN KESENIAN DAERAH UNTUK WISATAWAN

IDENTIFIKASI KEUNIKAN PURA GUNUNG KAWI DI DESA PEKRAMAN KELIKI, GIANYAR, BALI SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPS. oleh

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 89

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas yang masyarakatnya terdiri

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

TARI BARIS KATEKOK JAGO DI SESA DARMASABA, KECAMATAN ABIANSEMAL, KABUPATEN BADUNG

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 73

PERSOALANSAKRALISASI TARI ANDIR DI DESA TISTA, KERAMBITAN,KABUPATEN TABANAN

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

BAB V KESIMPULAN. Penelitian lapangan ini mengkaji tiga permasalahan pokok. tentang bunyi-bunyian pancagita yang disajikan dalam upacara

BAB I PENDAHULUAN. keragaman tradisi, karena di negeri ini dihuni oleh lebih dari 700-an suku bangsa

PENGGUNAAN BALE GADING DALAM UPACARA MAPENDES DI DESA DUDA TIMUR KECAMATAN

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian

EKSISTENSI PURA KAWITAN DI DESAYEH SUMBUL KECAMATAN MENDOYO KABUPATEN JEMBRANA

FUNGSI WALI TARI REJANG SUTRI Oleh: I Wayan Budiarsa Dosen PS Seni Tari

Oleh Ni Komang Sri Adnyani Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

BAB IV ANALISIS DATA. A. Deskripsi aktivitas keagamaan menurut pemikiran Joachim Wach

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

Resensi Buku Serba Serbi Tari Baris, Antara fungsi Sakral dan Profan Kiriman: Made Sudiatmika, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar

TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. hidup (Sudirga, 2005 : 1). Tentunya hal tersebut merupakan suatu bentuk pernyataan

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

BAB I PENDAHULUAN UKDW

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

HUBUNGAN TIGA PILAR AGAMA HINDU DILIHAT DARI ASPEK EKONOMI 1 I Made Sukarsa 2

BAB I PENDAHULUAN. tengah berbagai perubahan, lebih jauh lagi mampu menjadikan dirinya secara aktif

(Perspektif Teologi Hindu)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata dunia, salah satu tradisi yang menarik untuk dikupas lebih lanjut adalah

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

REALISASI TOLERANSI ANTAR UMAT HINDU DAN BUDDHA DI PURA PUSERING JAGAT PANCA TIRTA DESA PAKARAMAN

RELIGIUSITAS UMAT ISLAM SETELAH KONVERSI KE AGAMA HINDU DI DESA PAKRAMAN NYITDAH KECAMATAN KEDIRI KABUPATEN TABANAN (Kajian Teologi Hindu)

AKULTURASI HINDU BUDDHA DI PURA GOA GIRI PUTRI DESA PEKRAMAN KARANGSARI, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

SKRIPSI KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI TARI SANGHYANG KUNGKANG DI DESA ADAT PEKRAMAN BEBANDEM KARANGASEM

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT

TRANSFORMASI NILAI RELIGIUSITAS DAN ESTETIKA DALAM PEMENTASAN BARONG DAN RANGDA DI DESA MOTI. I Nyoman Suparman * ABSTRAK

Keywords: Worship, Ida Bhatara Ratu Gede

ARTIKEL. Judul. Oleh I Kadek Dharma Tanaya Nim

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

Pemodelan Sistem Informasi Gamelan Bali Menggunakan Tree Diagram

ANGKLUNG TIRTHANIN TAMBLINGAN DI DESA PAKRAMAN SELAT KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG

Keindahan Desain Tamiang, Menghiasi Hari Raya Kuningan di Desa Penarungan

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam

IDEOLOGI KOMODIFIKASI SENI PERTUNJUKAN BARONG DI BANJAR DENJALAN-BATUR, BATUBULAN, GIANYAR

IDENTIFIKASI BENTUK DAN FUNGSI TARIAN REJANG SUTRI

Eksistensi Gamelan Selonding di Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali

1. Koreografi Komunal

Transkripsi:

SASOLAHAN SANGHYANG DELING PADA PIODALANTUMPEK LANDEP DI PURA DADIA PANDE SESANHA, DESA PAKRAMAN ABANGSONGAN, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI (PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU) Oleh Ni Made Ratminiasih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstract One of the Sanghyang dances that can now be found is Sanghyang Deling dance performed at the Tumpek Landep ceremony in Pura Dadia Pande Sesanha, Pakraman Abangsongan Village. Sanghyang Deling Dance as a means of expelling or rejecting the disease outbreak (nangluk merana) in the village of Pakraman Abangsongan. The Sanghyang Deling dance is two small dolls (resembling men and women) made from racial leaves or sandalwood trees. One thing that unique if one of the people who hold is not trance then when the Sanghyang Deling stop dancing. Sanghyang Deling dance when viewed more deeply there are values of Hindu religious education in it. The above is behind the researchers to conduct a scientific research. The results of the research show (1) The form of dance of Sanghyang Deling at Tumpek Landep ceremony in Pura Dadia Pande Sesanha, Pakraman Abangsongan Village consisting of (1) Mythology of dance Sanghyang Deling, (2) Facilities and infrastructure used in Sanghyang Deling dance. (3) Sanghyang Deling dance procession, (4) Place of dance Sanghyang Deling, (5) The person who danced Sanghyang Deling. (2) The function of dance of Sanghyang Deling at Tumpek Landep ceremony in Pura Dadia Pande Sesanha, Pakraman Abangsongan Village consists of (1) Religious function, (2) Social function, (3) Environmental preservation function, (4) Yadnya function. (3) The values of Hindu religious education contained in the dance Sanghyang Deling at the Tumpek Landep ceremony at Pura Dadia Pande Sesanha, Pakraman Abangsongan Village namely (1) The value of education tattwa, (2) The value of ethical education, (3) The value of education aesthetics. Keywords: Sanghyang Deling, Tumpek Landep, Hindu Religious Education. I. PENDAHULUAN Salah satu unsur kebudayaan Bali yang menjadi daya tarik adalah kesenian. Kesenian berasal dari kata "seni" berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur. Seni merupakan suatu kegiatan seseorang (seniman) dalam mencari kebenaran seni dengan mengadakan penyerahan diri sepenuhnya untuk bersatu dalam suatu karya seni (Siva sebagai dewanya kesenian yakni Siva Nataraja), sehingga dapat dihasilkan sebuah karya seni yang dapat dinikmati oleh pelaku atau penikmat seni (Yudabakti dan Watra, 2007: 12). Suamba (dalam Yudabakti dan Watra, 2007: 29) kesenian di Bali dipentaskan dilandasi oleh filsafat agama Hindu yang tinggi dan kebanyakan digunakan sebagai perantara atau merupakan bagian dari prosesi jalannya suatu yajña. Penari dalam semangatngayah mempersembahkan kesenian tersebut sebagai wujud Siva. Umat mempersembahkan seni itu kehadapan Tuhan sebagai persembahan (yajña). Titib (2003:8) menyebutkan adapun yang dimaksud dengan Panca Yajña adalah lima jenis upacara agama Hindu yang terdiri dari: 104

Dewa Yajña, Rsi Yajña, Pitra Yajña, Manusa Yajña, Bhuta Yajña.(1) Dewa Yajña (upacara yang terkait dengan pemeriharaan kebesaran Tuhan/Sang Hyang Widhi); (2) Rsi Yajña (upacara agama terkait dengan penghormatan terhadap para rsi yang berjasa menyebarkan ajaran Hindu); (3) Pitra Yajña (upacara agama yang terkait dengan usaha pengormatan terhadap para leluhur); (4) Manusa Yajña (upacara agama terkait dengan siklus kehidupan manusia); (5) Bhuta Yajña (upacara terkait dengan usaha menetralisir kekuatan alam dari kekuatan negatif menjadi positif). Kaitannya dengan kegiatan keagamaan atau dalam pelaksanaan yajña, seni kemudian dibagi menjadi dua yaitu seni yang bersifat sakral (seni sakral) dan seni yang bersifat profan (seni profan). Seni sakral merupakan kesenian yang dipentaskan pada saat pelaksanaan suatu yajña dan disesuaikan dengan keperluannnya. Pementasan seni sakral sangat disucikan dan dikeramatkan oleh masyarakat Bali. Mengingat pengaruh pentas seni ini sangat besar pengaruhnya bagi keharmonisan alam semesta ini. Kata sakral artinya mengkeramatkan. Sesuai dengan artinya seni sakral berarti seni yang dikeramatkan dalam arti seni yang dipentaskan pada saat-saat tertentu saja (tidak dipentaskan pada sembarang tempat, waktu atau media). Salah satu jenis kesenian yang hampir selalu ada dalam kegiatan keagamaan adalah seni tari. Sudhyatmaka (dalam Titib, 2003: 158) menyatakan jenis tari di Bali secara garis besar dapat dipilah menjadi tiga jenis atau kelompok, yaitu tari Wali, Babali dan Balihbalihan seperti yang ditetapkan dalam Seminar tentang Tari Bali yang diikuti oleh seniman Bali, pengamat seni, birokrasi, diselenggarakan oleh Majelis Pertimbangan Kebudayaan Bali berkerja sama dengan pemerintah Daerah Bali pada tahun 1971. Tari Wali adalah tari yang bersifat sakral (suci) hanya boleh dipentaskan dalam rangkaian upacara Panca Yajña, sedangkan tari Bebali adalah tari-tarian yang dapat dipersembahkan dalam rangkaian upacara Panca Yajña maupun kaitannnya dengan fungsi hiburan. Tari Balih-balihan adalah tari-tarian Bali yang fungsi utamanya hanyalah sebagai hiburan masyarakat (Titib, 2003: 158). Jika dilihat dari pengertiannnya tari Wali dan tari Bebali digolongkan sebagai seni sakral sedangkan tari Balih-balihan digolongkan sebagai seni profan. Tari Wali adalah seperti tari Baris, tari Rejang, tari Pendet, dan tari Sanghyang. Sedangkan yang termasuk tari Bebali adalah tari Wayang Lemah, tari Gambuh, tari Topeng. Sedangkan yang termasuk ke dalam tari Balih-balihan adalahtari Janger, Sendratari, tari Dramagong, tari Legong dan sejenisnya. Yudabakti dan Watra (2007: 85) menyebutkan ada beberapa jenis tari Sanghyang diantaranya Sanghyang Lelipi, Sanghyang Celeng, Sanghyang Kuluk, Sanghyang Bojog, Sanghyang Sripuput, Sanghyang Memedi, Sanghyang Capah, Sanghyang Sela Perahu, Sanghyang Sampat, Sanghyang Dedari, Sanghyang Lesung, Sanghyang Kekerek, Sanghyang Jaran Gading, Sanghyang Jaran Putih, Sanghyang Teter, Sanghyang Dongkang, Sanghyang Penyu, Sanghyang Lilit Linting, Sanghyang Sebe,dan Sanghyang Tutup. Salah satu sasolahan Sanghyang yang kini masih bisa dijumpai adalah sasolahan Sanghyang Deling yang terdapatdi Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang sudah ada sekitar tahun 1958 dan yang menjadi Tapakan Ida Bhatara yang bernama Jro Sutri Ni Nyoman Menuh (Almarhum), sekarang yang menjadi Tapakan Ida Bhatara bernama Jro Sutri Ni Wayan Taki.Sasolahan Sanghyang Deling adalah dua boneka kecil (menyerupai manusia laki-laki dan perempuan) yang dibuat dari daun rontal (ental) atau kayu cendana. Keduanya digantungkan pada seutas tali yang ditengahnya diberikan penyekat yang terbuat dari bambu kecil, panjang tali kira-kira satu setengah meter. Kedua ujung tali diikatkan pada sebilah kayu cendana yang menyerupai tongkat (patok) dan masing-masing dibawah tongkat beralaskan dulang. Tongkat tersebut dipegang oleh dua orang, disisi kanan dan disisi kiri yang disebut pengemban. 105

Satu hal yang unik dari sasolahan Sanghyang Deling ini adalah apabila salah satu orang yang memegang tongkat tersebut tidak direstui/tidak kehyangan maka ketika itu Sanghyang Deling akan berhenti masolah. SasolahanSanghyang Deling diiringi oleh gending Sanghyangyang dinyanyikan oleh sekelompok penyanyi yang terdiri dari krama dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan. Menurut penuturan penglingsirni Wayan Suji hingga saat ini baru ada dua pasang pengemban (orang yang memegang patok) yang direstui/kehyangan untuk menjalankan ritualsasolahan Sanghyang Deling. Sebagai kelompok tari Wali, sasolahan Sanghyang Delingdilaksanakan pada piodalantumpek Landep di Pura Dadia PandeSesanha, Desa Pakraman Abangsongan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dan juga sasolahan Sanghyang Deling rutin dilakukan pada saat rerahinan Kajeng Kliwon di SanggahKemulan Jro Tapakan tetapi apabila ada kecuntakaan (sebel) seperti kematian, upacara pitra yajña(ngaben) dan kelahiran bayi kembar di Desa Pakraman Abangsongan makasasolahan Sanghyang Deling tidak dilaksanakan. Sebelumsasolahan Sanghyang Deling diawali dengan serangkaian upacara yang harus dijalankan oleh warga dadia pengemong. Setelah upacara ritual selesai dilanjutkan dengan nyolahang Sanghyang Deling. Sasolahan SanghyangDeling ini sebagai rangkaianpiodalandi Pura Dadia Pande Sesanha,yang dilaksanakan pada hari saniscara kliwon landep (Tumpek Landep). Sasolahan Sanghyang Deling dilaksanakan berfungsi untuk memohon keselamatan sertamengusir wabah penyakit (gering) baik yang dialami oleh manusia, hewan ternak maupun hasil pertanian (nangluk merana)di desa tersebut Selain itu, juga bisa menjadi sarana pelindung suatu daerah terhadap ancaman kekuataan magis yang jahat. Sasolahan Sanghyang Deling selain sebagai bentuk pemujaan yang berkaitan dengan religi atau kepercayaan yang bersifat sakral atau suci,sasolahan Sanghyang Deling sebagai salah satu seni sakral juga berfungsi sebagai media pendidikan. Sasolahan Sanghyang Deling yang dilaksanakan Pura Dadia Pande Sesanha tidak hanya sebatas persembahan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang WidhiWasa) apabila ditinjau lebih dalam terdapat nilai-nilai pendidikan Agama Hindu serta fungsi sosial keagamaan di dalamnya. Hal ini tentu menarik untuk dikaji lebih mendalam sehingga nilai maupun fungsi dari sasolahan Sanghyang Deling dapat terungkap. Berdasarkan fenomena di atas ada dua tempat nyolahang SanghyangDelingnamun dalam penelitian ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap sasolahan Sanghyang Delingyang dilaksanakandi Pura Dadia PandeSesanha. Oleh karena itu dalam penelitian ini berjudul "Sasolahan Sanghyang Deling pada PiodalanTumpek Landep di Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)". II. PEMBAHASAN 2.1 Bentuk sasolahan Sanghyang Deling pada Piodalan Tumpek Landep di Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Bentuk sasolahan Sanghyang Deling pada PiodalanTumpekLandep di Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan meliputi: (1) Mitologi sasolahan Sanghyang Deling yaitu karena adanya wabah penyakit yang menyerang Banjar Belong Danginan, Desa Pakraman Abangsonganatau disebut dengan musibah bah merana atau sasab merana, (merana dipemulaan,merana diwewalungan,merana dimanusa) yaitu adanya mereng atau hama pada tanaman pertanian sehingga banyak petani yang gagal panen, hewan ternak mati, masyarakat banyak yang terkena penyakit seperti panas dingin disertai muntah darah, kemudian kala itu tetua atau penglingsir mendapat pawisik (petunjuk) agar nyolahang SanghyangDeling pada piodalan di Pura Dadia Pande Sesanha untuk nunas tirtha. Setelah diikuti petunjuk itu, berbagai penyakit bisa tersembuhkan dan tamanan subur. Sejak sekitar 106

tahun 1958 ritual sasolahan Sanghyang Deling ini rutin dilaksanakan pada piodalan di Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan yang jatuh pada hari saniscara kliwon landep(tumpek Landep).(2) Sarana dan Prasarana yang digunakan dalam sasolahan Sanghyang Deling yaitu Banten Pengulem, Banten Pejati,Banten Gedang Geméngél, Canang Pengujur, Canang Manca, Canang Tapakan, Canang Yasa, Ajengan Perayunan, Segehan manca dan pasepan. (3)Prosesi sasolahan Sanghyang Deling yaitu ngamedalang (ngodal), nyolahang, nunas tirtha (masucian) dan nyineb. (4)Tempat nyolahang Sanghyang Deling yaitudi madya mandala Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan. (5) Orang yang nyolahang Sanghyang Deling adalah Pemangku dan Jro Sutri. 2.2 Fungsi sasolahan Sanghyang Deling pada Piodalan Tumpek Landep di Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli Setiap kegiatan keagamaan pastilah mempunyai fungsi atau tujuan yang diinginkan.seperti halnya sasolahan Sanghyang Deling memiliki beberapa fungsi yaitu: (1) Fungsi religius fungsi religius yaitu dapat meningkatkan keyakinan masyarakat untuk melaksanakan peribadatan dengan sungguh-sungguh dan sebagai media untuk meningkatkan sraddha dan bhakti masyarakat (krama dadia) kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa.(2)Fungsi sosial fungsi sosial terlihat dari bersama-sama menyiapkan upakara (banten) yang digunakan dalam nyolahangsanghyang Deling dan bersama-sama menyanyikan gending Sanghyang yang mengiringi sasolahan Sanghyang Deling sangat membantu untuk memupuk rasa persatuan serta kekeluargaan antar sesama sehingga tercipta hubungan yang harmonis dan keselarasan antar manusia dibawah lindungan Ida Sanghyang Widhi Wasa.(3)Fungsi pelestarian lingkunganuntuk pelestarian lingkungankarena diyakini sebagai sarana untuk mengusir atau menolak wabah penyakit sertasebagai permohonan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa agar berkenan menangkal atau mengendalikan gangguan-gangguan yang dapat membawa kehancuran atau penyakit pada tanaman pertanian. (4) Fungsi yadnya terlihat dari upakara atau banten yang digunakan dalam upacara nyolahang Sanghyang Deling serta sasolahansanghyang Deling terdapat unsur ritual atau yadnya yaitu ada unsur Dewa yadnya dan Bhuta yadnya. 2.3 Nilai-nilai pendidikan Agama Hindu yang terdapat dalam sasolahan Sanghyang Deling pada Piodalan Tumpek Landep di Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Nilai pendidikan Agama Hindu yang terdapat dalam sasolahan Sanghyang Deling diantaranya: (1) Nilai Pendidikan Tattwa yaitu pemujaan terhadap Tuhan (Ida Sanghyang Widhi Wasa) dalam sasolahan SanghyangDeling terlihat dari adanya ritual menghaturkan sesajen (banten) atau piuning sebelum nyolahangsanghyang Deling yang dipimpin oleh pemangku serta untuk memperdalam keyakinan umat manusia terhadap keberadaan Tuhan(Ida Sanghyang Widhi Wasa).(2)Nilai pendidikan etika terlihat dari para pengemban (orang yang memengang patok) harus memiliki kesucian lahir dan bhatin.(3)nilai pendidikan estetika terlihat dari gerak Sanghyang Deling yang mengikuti alunan nyanyian atau gending Sanghyang Deling. Gerak Sanghyang Deling dari lambat menjadi semakin keras mengikuti alunan gending Sanghyang Deling. III. SIMPULAN (1) Bentuk sasolahan Sanghyang Deling pada PiodalanTumpekLandepdi Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan meliputi: (1) Mitologi sasolahan Sanghyang Deling yaitu karena adanya wabah penyakit yang menyerang Banjar Belong Danginan, Desa Pakraman Abangsongan. (2) Sarana dan Prasarana dalam sasolahan Sanghyang Deling yaitu BantenPengulem, Banten Pejati,Banten Gedang Geméngél, Canang Pengujur, Canang 107

Manca, Canang Tapakan, Canang Yasa, Ajengan Perayunan dan Segehan manca dan pasepan (3) Prosesi sasolahan Sanghyang Deling yaitu ngamedalang (ngodal), nyolahang, nunas Tirtha (masucian) dan nyineb. (4)Tempat nyolahang Sanghyang Deling yaitudi madya mandala Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan.(5) Orang yang nyolahang Sanghyang Deling adalah Pemangku dan Jro Sutri. (2)Fungsi sasolahan Sanghyang Deling pada Piodalan Tumpek Landep di Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan adalah (1) Fungsi Religius, (2) Fungsi sosial, (3) Fungsi Pelestarian Lingkungan, (4) Fungsi Yadnya. (3)Nilai-nilai pendidikan Agama Hindu yang terdapat dalam sasolahan Sanghyang Deling pada Piodalan Tumpek Landep di Pura Dadia Pande Sesanha, Desa Pakraman Abangsongan yaitu (1) Nilai Pendidikan Tattwa, (2) Nilai Pendidikan Etika, (3) Nilai Pendidikan Estetika. DAFTAR PUSTAKA Adnyana, I Gusti Ngurah Susila. 2014. Pementasan Tari Mabuang pada Upacara Ngusabha Goreng di Desa Pakraman Dudu, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem (Kajian Nilai Pendidikan Agama Hindu). Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Agama Hindu, IHDN Denpasar. Arisna, Yudik Ni Nengah. 2014. Tradisi Pasolahan Ratu Gede Anom di Desa Pakraman Jumpai,Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung (Perpektif Pendidikan Agama Hindu). Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Agama Hindu, IHDN Denpasar. Dirgayasa, I Made. 2014. Pementasan Sasolahan Ida Bhatara Ratu Gede Macan di Desa Pakraman Dlod Blungbang, Kecamatan Tegallang, Kabupaten Gianyar (Kajian Pendidikan Agama Hindu). Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Agama Hindu, IHDN Denpasar. Hadi, Sumandiyo. 2007. Sosiologi Tari. Yogyakarta: Pustaka. Lestari, I Komang Dina Deninta. 2014. Eksistensi Tari Sanghyang Dedari dan Sanghyang Jaran di Pura Ped Desa Pakraman Pulukan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana (Perspektif Pendidikan Agama Hindu).Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Agama Hindu, IHDN Denpasar Sudarsana, I. K. (2017). Interpretation Meaning of Ngaben for Krama Dadia Arya Kubontubuh Tirtha Sari Ulakan Village Karangasem District (Hindu Religious Education Perspective). Vidyottama Sanatana: International Journal of Hindu Science and Religious Studies, 1(1), 1-13. Sudarsana, I. K. (2016, October). Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Hindu Melalui Efektivitas Pola Interaksi Dalam Pembelajaran Di Sekolah. In SEMINAR NASIONAL AGAMA DAN BUDAYA (SEMAYA II) (No. ISBN : 978-602-71567-6-0, pp. 132-140). Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar bekerjasama dengan Jayapangus Press. Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita. Yudabakti, I Made dan Watra. 2007. Filsafat Seni sakral dalam Kebudayaan Bali. Surabaya: Paramita. 108