METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hasil dari uji heterokedastisitas tersebut menggunakan uji Park. Kriteria

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU


1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan merangsang proses produksi barang. maupun jasa dalam kegiatan masyarakat (Arta, 2013).

BAB IV GAMBARAN UMUM

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Data

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Beras merupakan komoditi yang penting bagi Indonesia. Hal ini

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

GUBERNUR JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Jawa Tengah terletak di antara B.T B.T dan 6 30 L.S --

BAB III METODE PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari : 1. Kab. Banjarnegara 13. Kab. Demak 25. Kab.

GUBERNUR JAWA TENGAH

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

SURYA AGRITAMA Volume 5 Nomor 2 September 2016 ANALISIS PENAWARAN CABAI BESAR DI KABUPATEN PURWOREJO

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Trend Kesenjangann Ekonomi Antar Wilayah di Provinsi Jawa Tengah

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

PENEMPATAN TENAGA KERJA

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini dilakukan analisis model Fixed Effect dan pengujian

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

BERITA RESMI STATISTIK

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

PEMODELAN KETAHANAN PANGAN KEDELAI (GLYSINE SOYA MAX (LENUS&MERRIL)) DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN SPATIAL REGRESSION

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

PEMODELAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN SPATIAL ECONOMETRICS

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TENAGA KERJA DI JAWA TENGAH TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

BAB III PEMBAHASAN. Analisis cluster merupakan analisis yang bertujuan untuk. mengelompokkan objek-objek pengamatan berdasarkan karakteristik yang

DAFTAR LAMPIRAN. Data Variabel Pertumbuhan Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku. Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun

GUBERNUR JAWA TENGAH,

BAB 1 PENDAHULUAN. bersubsidi. Pupuk yang ditetapkan sebagai pupuk bersubsidi adalah pupuk

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BERAS DI KABUPATEN KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

Transkripsi:

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar penelitian yang digunakan ialah metode penelitian eksplanatoris. Penelitian eksplanatoris merupakan penelitian yang bersifat noneksploratif, yang bertujuan menguji kebenaran suatu hipotesis (Djarwanto, 2001). Menurut Iqbal (2002) penelitian eksplanasi (penelitian penjelasan) merupakan penelitian yang menggunakan data yang sama, dimana peneliti menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. B. Metode Pengambilan Lokasi Penelitian Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive sampling, merupakan teknik pengambilan sampel yang digunakan apabila sampel yang akan diambil mempunyai pertimbangan tertentu ( Ferianita, 2007). Dalam penelitian ini dipilih Kabupaten Karanganyar dengan beberapa pertimbangan. Dalam penelitian ini dipilih Kabupaten Karanganyar, dengan pertimbangan Karanganyar merupakan salah satu daerah penghasil padi gogo yang memiliki produktivitas tertinggi di Jawa Tengah. Tabel 4 adalah data mengenai luas panen, produksi, dan produktivitas padi sawah/ padi gogo menurut kabupaten/ kota di Jawa Tengah 2013: 29

30 Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Gogo Menurut Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah Tahun 2012. No Kabupaten/Kota Luas panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ku/ha) 1 Kab. Karanganyar 480 2.755 57,39 2 Kab. Rembang 3.571 19.708 55,19 3 Kab. Banyumas 2.661 14.593 54,84 4 Kab. Tegal 276 1.353 49,02 5 Kab. Blora 3.955 19.221 48,60 6 Kab. Boyolali 4.229 20.544 48,58 7 Kab. Grobogan 4.219 19.818 46,97 8 Kab. Sragen 4.677 21.324 45,59 9 Kab. Kendal 1.373 6.222 45,32 10 Kab. Pati 2.272 10.087 44,40 11 Kab. Purbalingga 636 2.773 43,60 12 Kab. Demak 3.779 16.355 43,28 13 Kab. Purworejo 177 765 43,24 14 Kab. Wonogiri 15.909 66.783 41,98 15 Kab. Semarang 872 3.583 41,09 16 Kab. Pekalongan 381 1.544 40,52 17 Kab. Kebumen 5.345 21.193 39,65 18 Kab. Banjarnegara 2.571 10.133 39,41 19 Kab. Temanggung 552 2.085 37,78 20 Kab. Brebes 1.102 4.150 37,66 21 Kab. Cilacap 9.759 35.612 36,49 22 Kab. Pemalang 1.908 6.820 35,75 23 Kab. Kudus 514 1.813 35,27 24 Kab. Jepara 2.518 8.700 34,55 25 Kab. Klaten 165 533 32,32 26 Kab. Magelang 34 109 32,13 27 Kab. Batang 195 585 30,00 28 Kota Semarang 334 999 29,90 29 Kab. Wonosobo 282 801 28,42 30 Kota Surakarta 8 21 26,00 31 Kab. Sukoharjo - - - 32 Kota Salatiga - - - 33 Kota Magelang - - - 34 Kota Pekalongan - - - 35 Kota Tegal - - - Jumlah 74.754 320.983 1.288,2 Rata-rata 2.491,8 10.699,43 42.94 Sumber: BPS Jawa Tengah, 2013 Menurut data BPS Jawa Tengah tahun 2013, dari keseluruhan data luas panen, produksi dan produktivitas padi gogo di kabupaten/ kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Karanganyar tidak memiliki luas panen padi gogo yang luas dibandingkan dengan kabupaten lainnya, seperti

31 Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Cilacap. Kabupaten Karanganyar memiliki luas panen padi gogo seluas 480 ha, sedangkan Kabupaten Wonogiri memiliki luas panen padi gogo seluas 15.909 ha dan Kabupaten Cilacap memiliki luas panen padi gogo seluas 9.759 ha. Meskipun Kabupaten Karanganyar memiliki luas panen padi gogo seluas 480 ha, namun dapat menghasilkan produksi padi gogo sebanyak 2.755 ton dengan produktivitas 57,39 ku/ha. Kabupaten Wonogiri memiliki produksi padi gogo sebanyak 66.783 dengan produktivitas sebesar 41,98 ku/ha, dan Kabupaten Cilacap memiliki produksi padi gogo sebanyak 35.612 ton dengan produktivitas sebesar 36,49 ku/ha. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Karanganyar memiliki produktivitas padi gogo yang tinggi, meskipun tidak memiliki luas panen padi gogo yang luas, sedangkan Kabupaten Wonogiri yang memiliki luas panen padi gogo yang paling luas dibandingkan dengan seluruh kabupaten yang ada di Jawa Tengah tidak menjamin akan memiliki produktivitas padi gogo yang paling tinggi juga, begitu pula dengan Kabupaten Cilacap yang termasuk kabupaten yang memiliki luas panen padi gogo terluas setelah Kabupaten Wonogiri, maka dari itu penawaran padi gogo di Kabupaten Karanganyar menarik untuk diteliti, karena Kabupaten Karanganyar memiliki produktivitas padi gogo paling tinggi diseluruh Jawa Tengah. C. Jenis Data dan Sumber Data 1. Jenis Data Jenis data yang digunakan merupakan data sekunder ( time series) selama 19 tahun dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2013. Menurut Sanusi (2011), data sekunder adalah data yang sudah tersedia dan dikumpulkan oleh pihak lain. Terkait dengan data sekunder, peneliti tinggal memanfaatkan data tersebut menurut kebutuhannya. Data sekunder selain tersedia di instansi tempat dimana penelitian itu dilakukan juga tersedia di luar instansi atau lokasi penelitian. Sesuai dengan estimasi yang digunakan untuk menduga beberapa faktor yang berpengaruh terhadap penawaran padi di Kabupaten Karanganyar, maka data sekunder yang digunakan meliputi harga padi,

32 jumlah produksi padi, luas panen, rata-rata curah hujan, harga jagung, harga kedelai, harga ketela pohon, harga pupuk urea, harga pupuk SP36, harga pupuk KCl, dan data lain yang berkaitan. 2. Sumber Data Adapun instansi yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar, Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar dan Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dengan metode pencatatan, yaitu mencatat data yang ada pada instansi terkait dengan penelitian yang dilakukan, yakni Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Kabupaten Karanganyar, Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar dan Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. E. Metode Analisis Data Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Analisis Penawaran Padi Gogo Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda pada fungsi penawaran dengan cara langsung yaitu pendekatan produksi, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: ln Y = b0 + b1 ln X1+ b2 ln X2+ b3 ln X3+ b4 ln X4+ b5 ln X5 + b6 ln X6+ b7 ln X7 + b8 ln X8 + b9 ln X9+ b10 ln X10 Keterangan: ln Y : Penawaran padi gogo pada tahun pembudidayaan b0 : Konstata b1-10 : Koefisien regresi ln X1 ln X2 ln X3 : Harga beras pada tahun sebelumnya (Rp/kg). : Jumlah produksi padi gog pada tahun sebelumnya (ton). : Rata-rata curah jumlah hujan pada tahun pembudidayaan Padi gogo (mm/th).

33 ln X4 ln X5 ln X6 ln X7 ln X8 ln X9 ln X10 : Luas panen pada tahun pembudidayaan (ha). : Harga jagung pada tahun sebelumnya (Rp/kg). : Harga kedelai pada tahun sebelumnya (Rp/kg). : Harga ketela pohon pada tahun sebelumnya (Rp/kg). : Harga pupuk KCl pada tahun pembudidayaan (Rp/kg). : Harga pupuk SP36 pada tahun pembudidayaan (Rp/kg). : Harga pupuk urea pada tahun pembudidayaan (Rp/kg). 2. Pengujian Model a. Uji F (Kesesuaian Model) Menurut Sarwoko (2005) Uji F adalah suatu cara menguji hipotesis nol yang melibatkan lebih dari satu koefisien, cara bekerjanya adalah dengan menentukan apakah kecocokan dari sebuah persamaan regresi berkurang secara signifikan dengan membatasi persamaan tersebut untuk menyesuaikan diri terhadap hipotesis nol. Eji F sangat sering digunakan dalam ekonometrika untuk menguji keberartian secara menyeluruh pada sebuah persamaan regresi. Hipotesis nol dalam sebuah uji F menyatakan bahwa semua koefisian dalam sebuah persamaan adalah sama dengan nol secara serentak, untuk persamaan dengan k variabel bebas adalah: Ho : β1 = β2 =... = βk = 0 HA : β1 = β2 =... = βk 0 Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tak bebas pada tingkat kepercayaan 99 persen. Kriteria pengujian yang digunakan adalah: Nilai signifikansi < α berarti Ho ditolak dan Ha diterima, maka variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Nilai signifikansi α berarti Ho diterima dan Ha ditolak, maka variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.

b. Uji R 2 Uji R 2 (koefisien determinasi) digunakan untuk mengetahui 34 kemampuan variabel bebas mempengaruhi variabel tak bebasnya. Semakin tinggi nilai R 2 (semakin mendekati satu) berpengaruh antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya. Dan sebaliknya semakin mendekati 0, maka makin kecil pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. r 2 Menurut Gujarati (2012), R 2 seperti r 2, terletak antara 0 1. Jika sama dengan 1, berarti bahwa garis regresi yang dicocokan menjelaskan 100 persen variasi dalam Y. Sebaliknya, jika r 2 sama dengan 0, model tadi tidak menjelaskan sedikitpun variasi dalam Y. Tetapi khasnya R 2 terletak antara kedua ekstrim ini. Kecocokan model dikatakan lebih baik jika R 2 semakin dengan dengan 1. Suatu sifat penting R 2 adalah bahwa nilai tadi merupakan fungsi yang tidak pernah menurun dari banyaknya variabel yang menjelaskan yang ada dalam model, sering dengan meningkatnya jumlah variabel yang menjelaskan, R 2 hampir-hampir selalu meningkat dan tak pernah menurun. Dengan cara lain bisa dinyatakan, suatu tambahan variabel X tidak akan menurunkan R 2. Untuk melihat hal ini, ingat definisi koefisian determinasi: R 2 = ESS TSS = 1- ESS TSS Keterangan: ESS : Jumlah kuardrat yang dijelaskan TSS : Jumlah total kuardrat c. Uji t Invidual Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Uji t memiliki manfaat yang sangat besar untuk menguji hipotesis koefisien-koefisian regresi

35 secara individual, uji t tidak dapat digunakan untuk menguji hipotesis lebih dari satu koefisien sekaligus. Menurut Sarjono dan Winda (2011) hipotesis: Ho: Variabel X tidak berpengaruh secara individu terhadap variabel Y Ha: Variabel X berpengaruh secara individu terhadap variabel Y. Ho ditolak dan Ha diterima yang memberikan kesimpulan bahwa variabel X berpengaruh secara individu terhadap variabel Y. Salah satu patokan untuk pengambilan keputusan adalah jika nilai sig < 1% maka Ho ditolak yang berarti signifikan sedangkan jika nilai sig > 1% maka Ho diterima yang berarti tidak signifikan. Signifikan adalah perbedaan antara distribusi teoretis dan distribusi empirik (Wahana Komputer, 2009). Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho : b1 = b2... = b6 = 0 Ha : b1 b2... b6 0 (paling tidak ada salah satu yang tidak sama dengan nol) Kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Nilai signifikansi < α maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Nilai signifikansi α maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel bebas secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 3. Pengujian Asumsi Klasik a. Multikolinearitas Multikolinearitas (kolineritas ganda) merupakan adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti di antara beberapa atas semua variabel penjelas (bebas) dari model regresi ganda. Selanjutnya, istilah multikolinearitas digunakan dalam arti yang lebih luas, yaitu untuk terjadinya korelasi linear yang tinggi di antara variabel-variabel penjelas. Masalah multikolinearitas sering muncul dalam model

36 ekonometrika karena pada dasarnya variabel-variabel ekonomi saling terkait (Setiawan, 2010). Uji multikorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan di antara variabel bebas memiliki masalah multikorelasi atau tidak. Multikorelasi adalah korelasi yang sangat tinggi atau sangat rendah yang terjadi pada hubungan di antara variabel bebas. Uji multikorelasi perlu dilakukan jika jumlah variabel independen (variabel bebas) lebih dari satu (Sarjono, 2011) Menurut Wijaya (2009), ada beberapa cara mendeteksi ada tidaknya multikorelasi, sebagai berikut: 1) Nilai R 2 yang dihasilkan oleh satu estimasi model regresi empiris yang sangat tinggi tetapi secara individual variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat. 2) Menganalisis korelasi di antara variaabel bebas. Jika di antara variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (lebih besar daripada 0,90), hal ini merupakan indikasi adanya multikolineritas. 3) Multikolineritas dapat juga dilihat dari nilai korelasi antar variabel bebas. 4) Nilai Eigenvalue sejumlah satu atau lebih variabel bebas yang mendekati nol memberikan petunjuk adanya multikolineritas. b. Autokorelasi Salah satu pelanggaran asumsi linear klasik yaitu terdapat serial korelasi antar galat yang dinamakan autokorelasi. Autokorelasi terjadi pada data runtun waktu. Jika autokorelasi terjadi pada model regresi linier maka hal yang menarik untuk diteliti adalah pengaruh autokorelasi tersebut terhadap model regresi linier (Nadia dkk, 2010). Menurut Rahayu (2009) t erjadinya autokorelasi di antara nilainilai dari variabel gangguan e dapat diakibatkan karena beberapa hal berikut: 1) Adanya variabel-variabel penjelas yng dihilangkan dari model. 2) Adanya kesalahan spesifikasi bentuk matematika dari model.

37 3) Adanya fenomenal cobweb, dimana nilai variabel yang sekarang bereaksi atau ditentukan oleh variabel sebelumnya. 4) Dalam analisis regresi yang melibatkan data deret waktu 5) Adanya manipulasi data. Menurut Doddy (2012) Autokorelasi adalah fenomena model, ia timbul dari spesifikasi yang tidak tepat terhadap hubungan antara variabel endogenous dengan variabel penjelas. Akibat kurang memadainya spesifikasi maka dampak faktor yang tidak masuk ke dalam model akan terlihat pada pola residual. Untuk mengujinya dilakukan dengan uji statistik d Durbin watson. Adapun hipotesis yang digunakan adalah: Ho : tidak ada autokorelasi Ha : ada autokorelasi Keputusan ada tidaknya autokorelasi: 1) Bila nilai DW (Durbin Watson) berada di antara du (batas bawah DW) sampai dengan 4-dU, koefisien korelasi sama dengan nol. Artinya, tidak terjadi autokorelasi. 2) Bila nilai DW lebih kecil daripada dl (batas bawah DW), koefisien korelasi lebih besar daripada nol. Artinya, terjadi autokorelasi positif. 3) Bila nilai DW lebih besar daripada 4-dL, koefisien korelasi lebih kecil daripada nol. Artinya, terjadi autokorelasi negatif. 4) Bila nilai DW terletak di antara 4-dU dan 4-dL, hasilnya tidak dapat disimpulkan (Sarjono dan Winda, 2011). 4. Elastisitas Penawaran Padi Gogo Menurut Soeharno (2007) koefisien elastisitas penawaran merupakan rasio antara persentase perubahan jmlah yang ditawarkan (Q s) dengan persentase perubahan harga (P). Elastisitas (tingkat kepekaan) mengukur besarnya perubahan jumlah barang yang ditawarkan sebagai akibat perubahan harga padi gogo. Elastisitas ini menggambarkan tanggapan atau

38 respon petani mengenai penawaran terhadap harga maupun variabelvariabel lainnya. Menurut Budiono (2008) m engenai hukum penawaran, bahwa perubahan harga akan mengubah jumlah penawaran. Oleh sebab itu konsep elastisitas juga dapat digunakan untuk meneranglan perubahan penawaran. Elastisitas penawaran mengukur responsif penawaran sebagai akibat perubahan harga. Menurut Alma (2011) seperti halnya pada permintaan maka untuk elastisitas penawaran juga ada beberapa kemungkinan: a. Es = 0, dimana naik turunnya harga tidak mempunyai pengaruh terhadap jumlah barang yang ditawarkan. b. Es = ~, dimana pada harga tertentu jumlah barang yang ditawarkan tidak terbatas (elastisitas sempurna). c. Es = 1, dimana presentase perubahan dari jumlah barang yang ditawarkan sama dengan presentase perubahan dari harga. d. Es > 1, dimana kenaikan harga sebesar 1% akan menyebabkan kenaikkan jumlah barang lebih dari 1% (elastis). e. Es < 1, ini merupakan kebalikan dari kemungkinan keempat. Dimana kenaikan harga sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan jumlah barang kurang dari 1% (inelastis).