FORMULASI KONSORSIUM RIZOBAKTERIA PELARUT FOSFAT DENGAN Bradyrhizobium japonicum SEBAGAI PUPUK HAYATI DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN KEDELAI SITI MELIAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

TINJAUAN PUSTAKA Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman

BAB III METODE PENELITIAN. Mikrobiologi Tanah dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Kacang- kacangan dan Umbiumbian

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung

III. METODE PENELITIAN

komersial, pupuk SP 36, pupuk KCl, NaCl, Mannitol, K 2 HPO 4, MgSO 4.7H 2 O,

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya dan

TUGAS AKHIR (SB )

III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

BAB I PENDAHULUAN. serangan hama karena buahnya yang berupa polong berada dalam tanah.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan kondisi fisik dan kimia tanah akibat kebakaran akan berakibat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Tanah mengandung fosfat (P) sebagai salah satu unsur hara makro yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu jenis isolat dan sumber fosfat yang digunakan. selama 3 bulan mulai tanggal 1 Februari 31 April 2017.

BAB I PENDAHULUAN. sumber protein di Indonesia (Sumarno, 1983). Peningkatan produksi kedelai di Indonesia dari

Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Kimia Tanah Inceptisol Berdasarkan Kriteria Pusat Penelitian Tanah 1983

TINJAUAN PUSTAKA. yang terjadi hampir sepanjang tahun. Keadaan hidro-topografi berupa genangan

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS PERTANIAN

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian konsorsium mikroba dalam biofertilizer terhadap pertumbuhan kacang tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

KANDUNGAN HORMON IAA, SERAPAN HARA, DAN PERTUMBUHAN BEBERAPA TANAMAN BUDI DAYA SEBAGAI RESPON TERHADAP APLIKASI PUPUK BIOLOGI SIGIT TRI WIBOWO

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

serum medium koloni Corynebacterium diphtheria tampak putih keabuabuan, spesimenklinis (Joklik WK, Willett HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanah sebagai media nutrisi dan media pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan. daripada melaksanakan pertanian organik (Sutanto, 2006).

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa populasi mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah memiliki

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR)

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan-perubahan yaitu pada sifat fisik, kimia, ataupun biologinya.

AKTIVITAS UREASE DAN FOSFOMONOESTERASE ASAM, SERTA PRODUKTIVITAS KACANG TANAH DENGAN PEMBERIAN PUPUK ORGANIK KURTADJI TOMO

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September

PENGARUH RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA

LAMPIRAN. A. Penanaman (Trapping) Kedelai Pada Tanah Gambut. Pengambilan sampel tanah gambut. Penanaman Kedelai. Pemanenan kedelai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) AKIBAT APLIKASI MAGNESIUM DALAM DOLOMIT PADA TANAH BERKADAR NATRIUM TINGGI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

KOMBINASI ANTARA PUPUK HAYATI DAN SUMBER NUTRISI DALAM MEMACU SERAPAN HARA, PERTUMBUHAN, SERTA PRODUKTIVITAS JAGUNG

BAHAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efikasi Burkholderia cepacia GL3 dalam Memacu Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max)

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T.

Transkripsi:

FORMULASI KONSORSIUM RIZOBAKTERIA PELARUT FOSFAT DENGAN Bradyrhizobium japonicum SEBAGAI PUPUK HAYATI DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN KEDELAI SITI MELIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Formulasi Konsorsium Rizobakteria Pelarut Fosfat dengan Bradyrhizobium japonicum sebagai Pupuk Hayati dan Aplikasinya pada Tanaman Kedelai adalah hasil karya saya dengan arahan dari atau bersama komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2013 Siti Meliah NIM G351100121

ABSTRAK SITI MELIAH. The Formulation of Consortium of Phosphate Solubilizing Rhizobacteria with Bradyrhizobium japonicum as Biofertilizer and Their Application to Soybean Plant. Supervised by Aris Tri Wahyudi and Abdjad Asih Nawangsih. Phosphate solubilizing rhizobacteria were known for their ability to convert insoluble form of phosphate to the accessible form. The use of rhizobacteria as biofertilizer is one of the most promising biotechnologies to improve plant production. This study was conducted to formulate phosphate solubilizing rhizobacteria (Bacillus sp. Cr and Pseudomonas sp. Crb) coinoculated with Bradyrhizobium japonicum (Bj) and appliance them to soybean plant as biofertilizer. Pikovskaya medium containing tri-calcium phosphate at concentration of 0.5% was used to measure P-solubilizing ability of tested strains. Results revealed that Crb1 is the most powerful P-solublizer using tricalcium phosphate as a P source. It was also observed decreasing in ph along with the increasing of amount of soluble P ranged from -0.6 to -0.42 from initial culture during 72 hours. Isolates of the rhizobacteria (Crb and Cr) were grown in media containing skim milk and molases prior to formulation in peat as a carrier material. The combination of three strains produced 4 packages of inoculants. Each packages was tested for their viability and effectiveness on soybeans in the field. The number of bacterial population after months of storage ranged from 7.5 x 10 6 to 5. x 10 cfu gr -1 of peats. Field experiment showed that treatments designed as F1+NPK and F3+NPK were significantly increased soybean plant growth and mineral uptake compared to untreated control and better than NPK treatment. While F1+NPK and F2+NPK were able to increase soybean productivity. Key Words: Phosphate solubilizing rhizobacteria, formulation, Bacillus sp., Pseudomonas sp., soybean.

RINGKASAN SITI MELIAH. Formulasi Konsorsium Rizobakteria Pelarut Fosfat dengan Bradyrhizobium japonicum sebagai Pupuk Hayati dan Aplikasinya pada Tanaman Kedelai. Dibimbing oleh Aris Tri Wahyudi dan Abdjad Asih Nawangsih. Rizobakteria pelarut fosfat dikenal karena kemampuannya dalam mengubah fosfat dari bentuk yang tak larut menjadi bentuk terlarut yang dapat digunakan oleh tumbuhan. Pemanfaatan bakteri-bakteri yang memiliki kemampuan tersebut sebagai pupuk hayati (biofertilizer) merupakan salah satu bioteknologi yang menjanjikan dalam meningkatkan produksi tanaman dan mulai diterapkan untuk mengurangi ketergantungan pemakaian pupuk kimia. Dibandingkan pupuk kimia, pupuk hayati tidak meninggalkan residu, mampu meningkatkan efisiensi bioremediasi, dan relatif murah. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat formulasi rizobakteria pelarut fosfat (Bacillus sp dan Pseudomonas sp) yang dikoinokulasi dengan Bradyrhizobium japonicum sebagai pupuk hayati serta aplikasinya pada tanaman kedelai. Uji pelarutan fosfat secara kualitatif dilakukan dengan menggoreskan isolat bakteri Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb pada media agar Pikovskaya dengan trikalsium fosfat (Ca 3 (PO 4 ) 2 ) sebagai sumber P sebanyak 0.5%. Kemudian dilanjutkan dengan uji kuantitatif pelarut P di media cair Pikovskaya. Secara kualitatif, seluruh bakteri yang diuji mampu melarutkan fosfat dengan Cr 2 memiliki indeks pelarutan fosfat yang terbesar yaitu sebesar 0.50. Dengan melihat jumlah fosfat yang berhasil dilarutkan pada media cair, bakteri Crb 1 diketahui paling baik dalam melarutkan fosfat. Hasil pengukuran konsentrasi fosfat yang dilarutkan dan ph media menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan konsentrasi fosfat yang diikuti dengan penurunan ph. Penurunan ph media yang berhasil diukur bervariasi antara -0.6 hingga -0.42 selama 72 jam masa inkubasi. Formulasi bakteri dilakukan dengan mengkombinasikan tiga jenis bakteri dan ditumbuhkan secara bersama dalam media pembawa berupa gambut. Media susu skim molase merupakan media produksi yang digunakan sebelum formulasi. Sebanyak empat formulasi dihasilkan, terdiri dari F1, F2, F3, dan F4. Keempatnya diuji viabilitasnya selama masa penyimpanan bulan dalam suhu ruang. Selama masa itu, jumlah bakteri yang menyusun paket inokulan tersebut berkisar antara 7.5 x 10 6 hingga 5. x 10 cfu gr -1 gambut. Pemberian inokulan bakteri yang dikombinasikan dengan pupuk NPK mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai di lapang terutama F1 dan F3. Kedua perlakuan ini mampu meningkatkan berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan berat kering akar, serta meningkatkan serapan hara N dan P. Sementara itu perlakuan F1 dan F2 yang dikombinasikan dengan NPK dapat meningkatkan berat polong, jumlah polong isi, berat total biji, dan ukuran biji. Kata kunci: rizobakteria pelarut fosfat, formulasi, Bacillus sp, Pseudomonas sp kedelai

5 HAK CIPTA Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh kaya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kitik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajarr IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh kaya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FORMULASI KONSORSIUM RIZOBAKTERIA PELARUT FOSFAT DENGAN Bradyrhizobium japonicum SEBAGAI PUPUK HAYATI DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN KEDELAI SITI MELIAH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar Magister Sains pada Mayor Mikrobiologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Judul Tesis : Formulasi Konsorsium Rizobakteria Pelarut Fosfat dengan Bradyrhizobium japonicum sebagai Pupuk Hayati dan Aplikasinya pada Tanaman Kedelai Nama : Siti Meliah NIM : G351100121 Program Studi : Mikrobiologi Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si Ketua komisi Dr.Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Anggota komisi Diketahui, Ketua Program Studi Mikrobiologi Dekan Sekolah pascasarjana IPB Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S. Dr. Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 27 Desember 2012 Tanggal lulus:

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena telah memberikan rahmat serta hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih adalah Formulasi Konsorsium Rizobakteria Pelarut Fosfat dengan Bradyrhizobium japonicum sebagai Pupuk Hayati dan Aplikasinya pada Tanaman Kedelai. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan bimbingan kepada penulis sampai penyelesaian penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Edi Husen, M.Sc atas bantuan dan saran yang telah diberikan selama penelitian, serta kepada Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc selaku penguji dan Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S selaku penjamin mutu tesis. Penelitian ini didanai oleh Dikti melalui proyek I-MHERE IPB melalui program B.2c atas nama Prof. Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada I-MHERE IPB dan pihak-pihak yang terkait. Ucapan terima kasih juga ditujukan untuk Ibu Henny, Pak Jaka selaku laboran Mikrobiologi, dan pekerja lapang pada percobaan lapang di Garut atas segala bantuan yang telah diberikan, serta kepada teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi dan Kostan Bunda atas perhatian, bantuan, dan kerjasamanya selama penelitian. Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih untuk ayah, ibu, kakak, adik, dan keluarga besar atas doa dan dukungannya selama ini. Demikian tesis ini penulis buat. Semoga tidak hanya bermanfaat bagi penulis, tetapi juga dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Januari 2013 Siti Meliah

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 1 Maret 17 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari ayah Sanika dan ibu Saodah. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 02 Cipulir Jakarta pada 1, SMPN 153 Jakarta pada 2002, SMAN 47 Jakarta pada 2005, dan Strata satu di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 2010. Penulis memperoleh gelar sarjana sains dengan Mayor Biologi dan Minor Teknik Proses/Bioproses di Departemen Biologi, FMIPA dengan judul skripsi Telaah Awal dan Mutagenesis Transposon Xanthomonas oryzae pv. oryzae Penyebab Hawar Daun Bakteri pada Padi. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Pascasarjana IPB melalui program B.2c I-MHERE IPB pada program studi Mikrobiologi. Penulis berkesempatan mempresentasikan sebagian hasil penelitian ini pada International Seminar on Advances in Molecular Genetics and Biotechnology for Public Education yang diselenggarakan oleh Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta pada 6- Juni 2012 serta Gelar Teknologi dan Diseminasi Hasil-hasil Penelitian I-MHERE B.2c IPB 2010-2012 di Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada 16 Juli 2012 dengan judul The Use of Phosphate-Solubilizing Rhizobacteria as Biofertilizer to Enhance Soybeans Plant Growth.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Halaman Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman... 3 Rhizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman... 3 Rhizobakteria Pelarut Fosfat... 5 Mekanisme Pelarutan Fosfat oleh Bakteri Pelarut Fosfat... 6 Pengaruh Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman... 6 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... Bahan... Metode... 10 Peremajaan Bakteri... 10 Uji Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat... 10 Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair... 11 Formulasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat... 11 Uji Viabilitas Inokulan Bakteri... 12 Uji Keefektivan Inokulan terhadap Tanaman Kedelai... 13 Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 14 HASIL Uji Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat... 15 Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair... 15 Formulasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat... 17 Uji Viabilitas Inokulan Bakteri... 1 Keefektivan Inokulan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai... 1 PEMBAHASAN... 23 SIMPULAN... 30 DAFTAR PUSTAKA... 31 LAMPIRAN... 35 xi xii xiii

DAFTAR TABEL Halaman 1 Galur bakteri yang digunakan dalam penelitian... 2 Formulasi bakteri dan komposisinya yang digunakan dalam penelitian... 12 3 Antibiotik yang ditambahkan ke dalam media agar untuk menumbuhkan masing-masing bakteri... 13 4 Perlakuan tanaman untuk uji keefektifan inokulan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai... 14 5 Indeks pelarutan Ca 3 (PO 4 ) 2 dalam media Pikovskaya Agar oleh isolat bakteri rhizosfer asal tanaman kedelai... 15 6 Kepadatan bakteri yang dimasukkan ke dalam bahan pembawa gambut... 1 7 Viabilitas sel bakteri pada gambut selama masa penyimpanan pada suhu ruang... 1 Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap pertumbuhan pada tanaman kedelai berumur 45 hari setelah tanam... 20 Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap serapan hara pada tanaman kedelai berumur 45 hari setelah tanam... 21 10 Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap produktivitas tanaman kedelai... 22

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Koloni bakteri Bacillus sp. Cr 22 (A) dan Pseudomonas sp. Crb 16 (B) yang digores pada media Pikovskaya Agar dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari... 15 2 Konsentrasi fosfat yang diukur pada media kultur Bacillus sp. Cr (A) dan Pseudomonas sp. Crb (B) yang diinkubasi pada suhu 25 0 C selama 72 jam... 16 3 ph media kultur Bacillus sp. Cr (A) dan Pseudomonas sp. Crb (B yang diukur pada berbagai interval waktu dan diinkubasi pada suhu 25 0 C... 17 4 Penampilan kemasan pupuk hayati hasil formulasi F2 (A) dan F3 (B)... 1

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil kuantifikasi fosfat tersedia pada kultur bakteri dalam media Pikovskaya cair dengan penambahan trikalsium fosfat 0.5%... 36 2 Denah rancangan acak kelompok pada percobaan lapang... 37 3 Hasil analisis hara N, P, dan K tersedia pada contoh tanah sebelum tanam... 3 4 Hasil analisis hara N, P, dan K tersedia pada contoh tanah setelah tanam... 3 5 Hasil analisis hara N, P, dan K terhadap contoh tanaman... 40

PENDAHULUAN Latar Belakang Fosfor (P) merupakan unsur makro yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Fosfor terlibat dalam berbagai aktivitas biokimia dalam tumbuhan seperti sintesis asam nukleat, fotosintesis, dan sebagai komponen ATP. Kebutuhan P untuk tanaman umumnya dipenuhi melalui aplikasi pemupukan. Namun upaya tersebut menjadi kurang efisien karena mineral P yang masuk ke dalam siklus tanaman-hewan hanya kurang dari 10% (Panhwar et al. 2011). Hal ini disebabkan oleh adanya pengikatan P oleh unsur lain di dalam tanah sehingga ketersediaan unsur tersebut pada tanah menjadi terbatas. Umumnya, P akan terikat pada unsur lain seperti besi (Fe), alumunium (Al), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg) (Widawati & Suliasih 2006). Mineral P dalam bentuk terikat ini tidak dapat digunakan secara langsung oleh tumbuhan. Sejumlah bakteri tertentu di dalam tanah mampu memecahkan ikatan antara P dalam bentuk fosfat dengan kation pengikatnya. Bakteri ini berkoloni di wilayah perakaran (rizosfer) sehingga dikelompokkan dalam rizobakteria. Kelompok bakteri rizosfer ini telah banyak dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman terkait dengan kemampuannya dalam melarutkan unsur-unsur mineral seperti fosfat (Lucas Garcia et al. 2004). Bakteri yang diketahui memiliki kemampuan melarutkan fosfat diantaranya Bacillus megaterium, Pseudomonas sp. (Widawati & Suliasih 2006), Flavobacterium sp., dan Klebsiella aerogenes (Suliasih & Rahmat 2007). Bakteri-bakteri tersebut akan melepaskan ikatan persenyawaan fosfat tersebut melalui mekanisme pembentukan kelat, reaksi pertukaran, dan produksi asam organik (Chen et al. 2006). Dengan demikian, bakteri-bakteri tersebut dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tumbuhan sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Tanaman kedelai yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia yang kebutuhannya terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Di Indonesia, kedelai dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan berbagai jenis komoditi pangan seperti tempe, tahu, kecap, susu kedelai, dan sebagai suplemen karena kandungan

2 proteinnya yang tinggi dan kandungan bahan lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan. Kebutuhan nasional terhadap kedelai telah mencapai 2.2 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan 35-40% sehingga kekurangannya dicukupi melalui impor kedelai dari negara lain (BPPP 200). Salah satu kendala yang menyebabkan kurangnya produksi kedelai di Indonesia ialah rendahnya produktivitas kedelai (Ghulamahdi et al. 200). Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa upaya agar produktivitas kedelai meningkat, diantaranya ialah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dan menyediakan P yang dibutuhkan oleh tanaman kedelai. Pemanfaatan bakteri-bakteri yang memiliki kemampuan melarutkan unsur mineral sebagai pupuk hayati (biofertilizer) mulai diterapkan untuk mengurangi ketergantungan pemakaian pupuk kimia. Dibandingkan pupuk kimia, pupuk hayati dari rizobakteria tidak meninggalkan residu dan mampu meningkatkan efisiensi bioremediasi (Wu et al. 2006) sehingga ramah lingkungan. Selain ramah lingkungan, penggunaan pupuk hayati juga relatif murah (Jilani et.al 2007). Berdasarkan penelitian sebelumnya, kombinasi bakteri pelarut fosfat Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb yang dikoinokulasi dengan bakteri penambat nitrogen Bradyrhizobium japoncum diketahui mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai pada skala rumah kaca (Sari 2011). Pada penelitian ini bakteri Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang telah diketahui dapat melarutkan fosfat dalam media agar dan media cair Pikovskaya, selanjutnya diformulasikan dan diaplikasikan pada tanaman kedelai pada skala lapang untuk melihat respon pertumbuhan dan produktivitasnya. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji konsorsium rizobakteria pelarut fosfat (Bacillus sp dan Pseudomonas sp) dengan Bradyrhizobium japonicum sebagai pupuk hayati serta aplikasinya pada tanaman kedelai yang ditanam di lahan pertanian.

3 TINJAUAN PUSTAKA Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman Fosfor merupakan unsur hara penting yang dibutuhkan oleh tanaman agar tumbuh dengan sehat. Jumlah yang diperlukan oleh tumbuhan diperkirakan mencapai 2 mg atom per liter unsur hara (Loveless 2000). Berbeda dengan nitrogen yang jumlahnya melimpah dan dapat diperoleh melalui fiksasi biokimia, ketersediaan fosfor di alam cukup terbatas. Dalam tanah, jumlahnya berada pada kisaran 400-1200 mg kg -1 tanah. Adanya fosfor pada tanah dapat diperoleh melalui pemupukan, kotoran hewan, residu tanaman, limbah industri dan domestik, disamping senyawa fosfor alami baik organik maupun anorganik yang memang telah tersedia dalam tanah (Krishnaveni 2010). Fosfor yang diserap tanaman berada dalam bentuk terikat dengan molekulmolekul lainnya dalam tumbuhan. Fosfor yang terikat pada lipid membentuk fosfolipid yang merupakan bagian dari membran plasma tumbuhan (Campbell et al. 2000). Fosfor disimpan dalam biji sebagai fitin. Pada tumbuhan, peran fosfor berhubungan dengan mekanisme biokimia yang menyimpan energi dan kemudian memindahkannya ke dalam sel-sel hidup diantaranya sebagai komponen ATP, asam nukleat, dan banyak substrat metabolisme, serta sebagai kofaktor enzim. Selain itu fosfor juga berpartisipasi dalam fosforilasi berbagai senyawa perantara fotosintesis dan respirasi (Loveless 2000). Kekurangan unsur P pada tanaman dapat menyebabkan gangguan dalam metabolisme salah satunya ialah hambatan dalam sintesis protein. Sintesis protein terjadi pada tahap awal pembelahan sel saat proses pertumbuhan sehingga kekurangan unsur ini dapat menyebabkan tehambatnya pertumbuhan. Kekurangan unsur ini pada tanaman dapat diamati oleh adanya perubahan pada warna daun menjadi keunguan akibat penumpukan gula. Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman Rizosfer merupakan area pada tanah yang dipengaruhi oleh akar tanaman. Pada rizosfer terjadi pelepasan sejumlah substrat oleh akar yang dapat mempengaruhi aktifitas mikroorganisme (Barea et al. 2005). Mikroorganisme

4 terutama bakteri hidup dengan mengkolonisasi daerah perakaran ini. Keberadaan bakteri rizosfer ini memberikan keuntungan bagi tanaman dengan membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Oleh karena perannya sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, maka kelompok bakteri ini disebut rizobakteria pemacu pertumbuhan tanaman atau Plant Growth Promoting Rizobakteria (PGPR). PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung. PGPR secara langsung dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan senyawa fitohormon seperti auksin dalam bentuk IAA (Ashrafuzzaman et al. 200), menghasilkan 1- Aminocyclopropane-1-Carboxylate (ACC) deaminase (Husen et al. 2011), dan menyediakan mineral tertentu seperti fosfat yang dibutuhkan oleh tanaman melalui mekanisme pelarutan (Ekin 2010). Burkholderia sp. merupakan salah satu kelompok bakteri PGPR yang telah dilaporkan mampu memproduksi IAA (Inui- Kishi et al. 2012). IAA diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan akar lateral sehingga dapat mempermudah tanaman untuk menjangkau mineral dalam tanah dan menyediakan situs yang lebih jauh untuk infeksi dan nodulasi bakteri penambat nitrogen. Sementara itu, aktivitas pemacuan pertumbuhan tanaman secara tidak langsung berkaitan dengan produksi senyawa-senyawa metabolit seperti antibiotik, siderofor, atau asam sianida. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan patogen tanaman. Mekanisme pengendalian patogen oleh bakteri PGPR umumnya dilakukan dengan cara mengurangai pertumbuhan saprofitik patogen dan kemudian mengurangi frekuensi infeksi akar melalui mekanisme antagonis dan atau dengan menstimulasi resistensi sistemik yang diinduksi (ISR, Induced Systemic Resistance). Kelompok bakteri Pseudomonas merupakan contoh bakteri yang menggunakan kedua jenis mekanisme tersebut dalam melawan serangan patogen. Pseudomonas sp. juga diketahui memproduksi siderofor yang dapat mengkelat besi dalam upayanya mengendalikan Fusarium dan Pythium di dalam tanah (Barea et al. 2005).

5 Rizobakteria Pelarut Fosfat Mikroorganisme dari tanah telah lama diketahui merupakan bagian terpenting dari kehidupan di dunia karena mikroorganisme tersebut menjadi bagian dari sistem biologi dan kimia, serta kehidupan flora, fauna, dan kehidupan mikroorganisme itu sendiri. Salah satu perannya yang penting dalam ekosistem ialah mikroorganisme tersebut dapat menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Mikroba dapat merombak bahan organik, mensintesis, dan melepaskannya kembali dalam bentuk bahan organik yang tersedia bagi tanaman (Widiawati & Suliasih 2006). Rizobakteria yang dapat melarutkan mineral seperti fosfat dinamakan bakteri pelarut fosfat. Ketersediaan fosfat di alam dibatasi oleh banyaknya unsur tersebut yang menyatu membentuk persenyawaan dengan unsur-unsur lain. Menurut Schachtman et al. (1), sebanyak lebih dari 0% fosfat yang dimasukkan ke tanah dalam kegiatan pemupukan menjadi tidak mobil atau hanya kurang dari 10% yang masuk ke dalam siklus tanaman-hewan (Panhwar et al. 2011). Pada tanah-tanah masam, fosfat bersenyawa dengan alumunium (Al) membentuk Alfosfat dan besi (Fe) membentuk Fe-fosfat. Sedangkan pada tanah basa, fosfat akan bersenyawa dengan kalsium (Ca) membentuk Ca-fosfat (Trivedi & Pandey 2007). Bentuk terikat seperti ini tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion H2PO 4-, HPO4 2-, dan PO4 2- (Suliasih & Rahmat 2007). Oleh karena itu peran bakteri pelarut fosfat diperlukan untuk membantu menguraikan ikatan persenyawaan agar dapat digunakan oleh tanaman. Galur Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri yang banyak dilaporkan memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat (Sugumaran & Jonarthanam 2007; Girgis et al. 200; Kumar & Chandra 200). Bakteri tersebut dilaporkan mampu membentuk zona bening ketika ditumbuhkan pada media agar cawan Pikovskaya yang ditambahkan fosfat dengan diamater yang berbeda-beda. Bakteri lainnya yang memiliki kemampuan melarutkan fosfat ialah Pseudomonas, Klebsiella aerogenis, Chromobacterium lividum, Flavobacterium breve (Suliasih & Rahmat 2007), Artrobacter ureafaciens, Phyllobacterium myrsinacearum, Rhodococcus erythropolis, Gordonia sp. (Chen et al. 2006), Enterobacter dan Serratia marcescens (Lu & Huang 2010).

6 Mekanisme Pelarutan Fosfat oleh Bakteri Pelarut Fosfat Bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan ketersediaan unsur mineral tersebut dengan berbagai cara yaitu memproduksi asam organik, pembentukan kelat, dan reaksi pertukaran. Bakteri pelarut fosfat diketahui dapat menghasilkan asam organik yang ditandai dengan menurunnya ph media. Chen et al. (2006) melaporkan terdapat delapan jenis asam organik berbeda yang dihasilkan oleh bakteri pelarut fosfatnya yaitu asam citric, asam lactic, asam gluconic, asam propionic, asam succinic, dan 3 jenis asam lain yang tidak teridentifikasi. Hasil ini diperoleh melalui analisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Hal serupa juga pernah dilaporkan oleh Rodriguez et al. (2004). Diantara sejumlah asam organik yang diketahui dapat melarutkan ikatan fosfat, asam gluconic-lah yang paling sering berperan dalam melarutkan fosfat karena dihasilkan oleh banyak bakteri pelarut fosfat diantaranya Pseudomonas sp., Erwinia herbicola, P. cepacia, dan Burkholderia cepacia (Rodriguez & Fraga 1). Meningkatnya asam organik pada media yang diikuti dengan penurunan ph menyebabkan larutnya kalsium-fosfat. Asam organik dapat secara langsung memicu pelarutan fosfat melalui mekanisme mediasi proton ataupun ligan (Ullman & Welch 2002). Asam-asam organik ini akan membentuk kelat dengan kation alumunium, besi, atau kalsium yang terikat pada fosfat dan sehingga - membentuk ion H 2 PO 4 yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman (Suliasih & Rahmat 2007). Mekanisme seperti ini umum terjadi pada pelarutan fosfat anorganik. Pada fosfat organik seperti asam nukleat, polifosfat, fosfolipid mekanisme pelarutannya berbeda dengan asam anorganik yaitu dengan menggunakan enzim fosfatase (Ponmurugan & Gopi 2006). Reaksi defosforilasi ini melibatkan hidrolisis ikatan fosfoester. Beberapa jenis enzim yang dikelompokkan dalam fosfatase ialah 3 -nukleotidase, 5 -nukleotidase, dan hexose fosfatase. Bakteri yang memiliki aktivitas fosfatase tinggi juga memilki kemampuan melarutkan fosfat yang tinggi. Pengaruh Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman Penelitian mengenai pemberian inokulan bakteri pelarut fosfat pada tanaman telah banyak dilakukan. Berbagai laporan menunjukkan bahwa inokulasi

7 bakteri pelarut fosfat pada tanaman dapat meningkatkan sejumlah variabel pertumbuhan tanaman. Aplikasi Bacillus pelarut fosfat PSB dan PSB 16 pada tanaman padi mampu meningkatkan jumlah klorofil dan daun yang berfotosintesis dan oleh karena itu meningkatkan produktivitas padi aerobik (Panhwar et al. 2011). Sementara itu, Noor (2003) melaporkan pemberian bakteri pelarut fosfat pada tanaman kedelai dapat meningkatkan jumlah bintil akar, bobot kering akar, dan bobot kering tanaman. Pemberian inokulan bakteri tidak hanya dapat dilakukan oleh satu jenis bakteri dengan kemampuan tertentu. Beberapa percobaan yang mencampurkan bakteri pelarut fosfat dengan kelompok bakteri lain juga diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut. Kombinasi bakteri pelarut fosfat dan pelarut kalium yang diinokulasikan pada benih tanaman diketahui dapat meningkatkan penyerapan mineral oleh tanaman. Han et al. (2006) melaporkan bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat dan kalium secara bersama-sama pada tanaman cabai dan timun dapat meningkatkan ketersediaan P dan K dalam tanah. Selain itu juga dapat meningkatkan penyerapan kedua unsur tersebut pada batang dan akar tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan buah. Respon yang sama juga terjadi pada tanaman terung yang diberikan inokulan bakteri pelarut fosfat dan kalium (Han & Lee 2005). Sementara itu pada tanaman kedelai, campuran rizobakteria bakteri pelarut fosfat yang terdiri atas P. fluorescens, Chryseobacterium balustinum, dan Serratia fonticola dengan bakteri penambat nitrogen Sinorhizovium fredii dilaporkan dapat meningkatkan berat kering daun (Lucas Garcia et al. 2004). Peningkatan pada berat kering daun dapat diartikan sebagai peningkatan kualitas fotosintesis. Sebuah percobaan pemberian inokulan sejumlah mikroorganisme pelarut fosfat berbeda yaitu Bacillus sp., P. stutzeri, Penicillium vermiculatum, dan Aspergillus niger dengan B. japonicum menggunakan pot-pot tanaman terhadap tanaman kedelai berhasil mengingkatkan berat polong, biji, dan tajuk tanaman. Selain itu juga dapat meningkatkan serapan nitrogen dan P 2 O 5 baik pada tajuk maupun biji kedelai. Bahkan, pemberian kombinasi mikrooganisme tersebut mampu memberikan produksi kedelai yang lebih baik dibandingkan hasil yang diperoleh melalui pemberian pupuk konvensional super fosfat (Sandeep et al. 200).

Tidak hanya dalam skala kecil, sejumlah percobaan di tanah lapang juga memberikan hasil positif. Inokulasi bakteri penambat nitrogen B. japonicum galur USDA 110 dengan bakteri pelarut fosfat yang dilakukan pada tiga wilayah berbeda di delta sungai Mekong diketahui dapat meningkatkan jumlah dan berat kering bintil akar, serta meningkatkan ketersediaan mineral pada tanah dan serapan mineral pada tanaman. Sejumlah komponen produksi seperti jumlah total polong, jumlah polong isi, jumlah polong kosong, dan berat 100 biji juga mengalami peningkatan, sehingga mampu mengurangi biaya produksi kedelai (Son et al. 2006). Argaw (2012) juga melaporkan inokulasi kelompok bakteri yang sama ditambah dengan pupuk kimia N dan P 2 O 5 masing-masing sebanyak 46 kg ha -1 terhadap tanaman kedelai di tanah lapang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman tersebut. Meskipun demikian sejumlah variabel seperti waktu pematangan, berat 300 biji, dan panjang akar tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Sementara itu, penelitian terhadap kandungan protein pada biji kedelai yang diinokulasi dengan campuran rizobakteria pelarut fosfat dan penambat N diketahui bahwa perlakuan tersebut dapat membantu akumulasi protein pada biji kedelai (Stefan et al. 200). Sejumlah respon positif oleh tanaman yang diberi inokulasi bakteri pelarut fosfat ini pada akhirnya memberikan harapan potensi penggunaan bakteri-bakteri ini untuk pupuk hayati untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik NPK.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB dan lahan pertanian Kampung Bongkor, Desa Situgede, Karang Pawitan-Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat mulai bulan Agustus 2011 sampai Juni 2012. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari isolat PGPR pelarut fosfat yang diisolasi dari Cirebon, Jawa Barat dari galur Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb yang dikoinokulasi dengan bakteri penambat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yaitu Bj 11 wt dan Bj 11 (1) (Tabel 1). Mutan Bj 11 (1) diperoleh melalui mutagenesis transposon dengan marker seleksi antibiotik rifampisin dan kanamisin. Media pertumbuhan bakteri yang digunakan terdiri dari Nutrient Agar (NA) (NB, nutrient broth g l -1 dan agar 20 g l -1 ), King s B agar (Bactopeptone 20 g l -1, K 2 HPO 4 1.5 g l -1, MgSO 4.7H 2 O 1.5 g l -1, gliserol 1.5 ml l - 1, dan agar 20 g l -1 ), dan Yeast Manitol Agar (YMA) (manitol 10 g l -1, K 2 HPO 4 0.5 g l -1, MgSO 4.7H 2 O 0.2 g l -1, NaCl 0.2 g l -1, yeast extract 1 g l -1, dan agar 20 g l -1 ). Tabel 1 Galur bakteri yang digunakan dalam penelitian Galur bakteri Karakteristik Sumber atau referensi Bacillus sp. Cr 22 Cr 2 Cr 6 Cr 6 Pseudomonas sp. Crb 1 Crb 16 Crb 3 Crb 4 Bradyrhizobium japonicum Bj 11 wt Bj 11 (1) Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + +, BPF Hrp -, IAA + +, BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + +, BPF Hrp -, IAA + +, BPF Hrp -, IAA +, BPF + Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen + + Wahyudi et al. 2011a Wahyudi et al. 2011a Wahyudi et al. 2011a Wahyudi et al. 2011a Wahyudi et al. 2011b Wahyudi et al. 2011b Wahyudi et al. 2011b Wahyudi et al. 2011b Wahyudi et al. 2007 Wahyudi et al. 2007 Keterangan: Hrp -, tidak menginduksi reaksi hipersensitif; IAA +, menghasilkan asam indol asetat; BPF +, memiliki kemampuan melarutkan fosfat

10 Media Pikovskaya (glukosa 10 g l -1, (NH 4 ) 2 SO 4 0.5 g l -1, NaCl 0.2 g l -1, MgSO 4.7H 2 O 0.1 g l -1, KCl 0.2 g l -1, ekstrak khamir 0.5 g l -1, MnSO 4.H 2 O 0.002 g l -1, dan FeSO 4.7H 2 O 0.002 g l -1 pada ph 7 dengan penambahan sumber fosfat tri-kalsium fosfat [Ca 3 (PO 4 ) 2 ] pada konsentrasi 0.5%) digunakan untuk menguji bakteri pelarut fosfat. Pengkulturan bakteri dilakukan menggunakan media susu skim dan molase (susu skim 20 g l -1, MgSO 4 1.5 g l -1, K 2 HPO 4 1.5 g l -1, molase 15 g l -1 ) dan diformulasi ke dalam bahan pembawa (gambut 5%, kapur pertanian 5%, dan fosfat alam 10%). Kedelai varietas Anjasmoro digunakan sebagai tanaman model untuk aplikasi inokulan bakteri. Metode Peremajaan Bakteri Peremajaan galur-galur bakteri yang digunakan dilakukan dengan menggoreskan bakteri pada media padat yang sesuai yaitu King s B agar, nutrien agar (NA), dan yeast manitol agar (YMA) masing-masing untuk Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan B. japonicum. Pada media YMA untuk Bj 11 ditambahkan antibiotik rifampisin (50 µg ml -1 ) dan pada media YMA untuk Bj 11 (1) yang merupakan mutannya hasil mutagenesis transposon, ditambahkan antibiotik rifampisin (50 µg ml -1 ) dan kanamisin (50 µg ml -1 ). Uji Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat Bakteri PGPR dari galur Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb diuji kemampuannya dalam melarutkan fosfat dengan cara menumbuhkan bakteri tersebut pada media agar cawan Pikovskaya dengan penambahan Ca 3 (PO 4 ) 2 0.5%. Bakteri tersebut kemudian diinkubasi selama 2-3 hari untuk dilihat penampakan zona beningnya. Keberadaan zona bening menunjukkan bakteri positif dapat melarutkan fosfat. Selanjutnya dilakukan pengukuran indeks pelarutan (solubilizing index, SI) yaitu nisbah diameter zona bening terhadap diameter koloni bakteri (Premono 1) atau menurut persamaan sebagai berikut:

11 Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair Kuantifikasi jumlah fosfat yang dilarutkan oleh bakteri dilakukan dengan bantuan spektrofotometer menggunakan metode asam askorbat seperti dijelaskan oleh Alam et al. (2002). Kultur starter bakteri uji berusia 24 jam dipindahkan sebanyak 2.5% volume ke dalam media Pikovskaya cair. Selanjutnya diinkubasi pada inkubator bergoyang. Untuk mengukur konsentrasi fosfat dalam media pertumbuhan tersebut, kultur bakteri disentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 15 menit hingga dihasilkan supernatan. Sebanyak 1 ml supernatan ditambahkan dengan ml air destilata dan 2.5 ml reagen. Reagen tersebut terdiri dari larutan A yaitu 12 g ammonium molybdate dalam 250 ml air destilata dan 0.20 mg antimony potassium tartrate dalam 1000 ml asam sulfat 5 N (kedua larutan ini dicampurkan dan volumenya dijadikan 2000 ml) serta larutan B yaitu 0.74 g asam askorbat dalam 140 ml larutan A. Campuran supernatan dan reagen didiamkan selama 15 menit untuk membentuk warna biru yang sempurna kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 0 nm. Sebagai standar untuk menentukan konsentrasi fosfat pada larutan digunakan larutan H 3 PO 4 (Titrisol) dari Merck yang diencerkan serial hingga didapatkan konsentrasi fosfat sebesar 0, 0.25, 0.5, 0.75, 1, 1.25, 1.5, 1.75, 2, dan 2.25 ppm. Larutan standar kemudian direaksikan dengan reagen yang sama selama 15 menit dan diukur pada panjang gelombang 0 nm. Pengukuran kadar fosfat pada supernatan dilakukan dengan interval waktu 0, 6, 12, 24, 4, dan 72 jam setelah inokulasi. Perubahan ph pada media juga diukur menggunakan ph meter dengan interval waktu yang sama. Media yang tidak diinokulasikan bakteri digunakan sebagai kontrol. Sumber P yang diuji yaitu Ca 3 (PO 4 ) 2 sebanyak 0.5%. Formulasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat Bakteri PGPR yang digunakan ditumbuhkan dalam media alternatif susu skim molase cair sebanyak 100 ml dan diinkubasi menggunakan inkubator bergoyang. Waktu inkubasi bakteri disesuaikan dengan jenis bakterinya. Waktu inkubasi untuk isolat Crb yaitu selama 24 jam, isolat Cr berkisar antar 24-4 jam, dan untuk isolat Bj lama inkubasinya 120 jam. Bakteri yang tumbuh dan telah mencapai kepekatan antara 10-10 10 cfu ml -1 kemudian dicampurkan menjadi satu dengan perbandingan 1:1:1. Kultur kombinasi bakteri tersebut kemudian

12 disuntikkan sebanyak 15 ml menggunakan syringe steril kedalam 50 g media pembawa berupa campuran gambut 5%, fosfat alam 10%, dan kapur pertanian 5% yang telah disterilkan. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang. Pemilihan komposisi bakteri penyusun paket inokulan disesuaikan dengan hasil penelitian sebelumnya dimana keempat komposisi tersebut paling efektif dalam memacu pertumbuhan tanaman kedelai pada percobaan rumah kaca (Sari 2011). Komposisi paket inokulan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Formulasi bakteri dan komposisinya yang digunakan dalam penelitian Formulasi F1 F2 F3 F4 Isolat bakteri Bacillus sp. Pseudomonas sp. B. japonicum Cr 22 Crb 1 Bj 11 wt Cr 2 Crb 16 Bj 11 (1) Cr 6 Crb 3 Bj 11 wt Cr 6 Crb 4 Bj 11 (1) Uji Viabilitas Inokulan Bakteri Uji viabilitas inokulan dilakukan untuk mengamati daya tahan bakteri tersebut di dalam bahan pembawa berupa gambut selama masa inkubasi pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan selama bulan dengan mencawankan bakteri secara berkala. Sebanyak 10 gram paket inokulan yang terdiri dari Bacillus sp. Cr, Pseudomonas sp. Crb, dan B. japonicum dilarutkan dalam 0 ml larutan NaCl 0.5% steril selanjutnya dilakukan pengenceran serial dengan memindahkan 1 ml larutan ke dalam ml NaCl 0.5% hingga kepekatannya menjadi 10 - sel ml -1. Sebanyak 100 µl suspensi dari tiga pengenceran terakhir yaitu 10-6, 10-7, dan 10 - disebar pada tiga media agar cawan yang berbeda yaitu NA untuk isolat Bacillus sp. Cr, King s B agar untuk Pseudomonas sp. Crb, dan YMA untuk B. japonicum. Media tersebut dibuat selektif dengan menambahkan antibiotik dengan dosis tertentu untuk beberapa galur (Tabel 3) (Sari 2011), kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 1-2 hari untuk isolat Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb serta 5-7 hari untuk B. japonicum.

13 Tabel 3 Antibiotik yang ditambahkan ke dalam media agar untuk menumbuhkan masing-masing bakteri Isolat bakteri Antibiotik Cr 22 - Cr 2 - Cr 6 Ampisilin (20 µg ml -1 ) Cr 6 - Crb 1 Ampisilin (20 µg ml -1 ) Crb 16 Ampisilin (20 µg ml -1 ) Crb 3 - Crb 4 Streptomisin (20 µg ml -1 ) Bj 11 (wt) Rifampisin (50 µg ml -1 ) Bj 11 (1) Rifampisin (50 µg ml -1 ), Kanamisin (50 µg ml -1 ) Uji Keefektivan Inokulan terhadap Tanaman Kedelai Sampel tanah yang digunakan untuk aplikasi pupuk hayati juga dihitung jumlah bakteri totalnya melalui metode total plate count (TPC) menggunakan media Standard Methods Agar (SMA). Sedangkan jumlah bakteri kelompok rhizobium yang terdapat pada sampel tanah dihitung dengan menyebar hasil pengenceran serial sampel tanah pada media YMA dengan penambahan antibiotik rifampisin 20 µg/ml dan Kongo red 0.25%. Kandungan nitrogen, fosfor, dan kalium (NPK) tersedia dalam tanah sebelum tanam dianalisis melalui jasa laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor, Indonesia. Uji keefektivan inokulan terhadap tanaman kedelai dilakukan ditanah pertanian Desa Situgede, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tanah tersebut telah digemburkan sebelum digunakan untuk menanam benih kedelai. Biji kedelai varietas Anjasmoro diseleksi untuk mendapatkan biji dengan kualitas yang baik. Biji yang telah diseleksi tersebut selanjutnya dibasahi dengan air lalu dicampurkan dengan paket inokulan bakteri hingga merata pada permukaan biji. Biji yang telah dilumuri dengan inokulan tersebut kemudian ditanam dengan jarak tanam 40 x 15 cm pada plot tanaman sebesar sebesar 3. x 4 m 2. Masing-masing lubang diisi dengan 2 buah biji kedelai. Untuk perlakuan tertentu, tanah yang digunakan sebelumnya diberi pupuk NPK dengan dosis yang telah ditentukan yaitu urea 50 kg ha -1, SP36 100 kg ha -1, dan KCl 60 kg ha -1 (Purwono & Purnamawati 2007). Hasil konversi dosis pupuk setiap plot disajikan pada Tabel 4.

14 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Aplikasi pupuk hayati terhadap tanaman kedelai dalam penelitian ini mengikuti pola rancangan acak kelompok (RAK) menggunakan 15 perlakuan (Tabel 4) dengan 3 ulangan dalam tiap blok. Respon pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai terhadap pemberian inokulan diamati pada 45 hari setelah tanam. Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan berat kering akar/bintil akar, jumlah bintil akar, dan jumlah serapan hara mineral N, P, dan K pada tanaman. Kemudian dilanjutkan hingga tahap produksi biji kedelai yang total masa tanamnya mencapai 3 bulan. Setelah 3 bulan, tanaman kedelai dipanen untuk selanjutnya dihitung jumlah polong isi dan polong kosong, berat polong, berat biji total, dan berat 100 biji. Pengukuran serapan NPK oleh tanaman dan kadar NPK pada tanah setelah tanam dilakukan menggunakan jasa laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor, Indonesia. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) dengan taraf 5% yang kemudian jika hasilnya nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata α = 0.05 menggunakan program software SPSS 11.5. Tabel 4 Perlakuan tanam untuk uji keefektivan inokulan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai Perlakuan Formulasi Dosis pupuk (g/plot) Urea SP36 KCl 7 156 4 3 7 47 0 0 0 7 156 4 3 7 47 0 0 0 7 156 4 3 7 47 0 0 0 7 156 4 3 7 47 0 0 0-7 156 4-3 7 47-0 0 0 F1 + NPK F1 + ½ NPK F1 F2 +NPK F2 + ½ NPK F2 F3 +NPK F3 + ½ NPK F3 F4 +NPK F4 + ½ NPK F4 NPK ½ NPK Kontrol Keterangan: menggunakan paket inokulan; - tidak menggunakan paket inokulan; luas 1 plot ukurannya 3. x 4 m 2

HASIL Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat Berdasarkan uji pelarutan fosfat menggunakan media Pikovskaya dengan penambahan Ca 3 (PO 4 ) 2 sebagai sumber fosfat diketahui bahwa isolat-isolat bakteri baik Cr maupun Crb yang diuji dapat melarutkan fosfat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri (Gambar 1). Indeks pelarutan fosfat yang diukur berdasarkan diameter zona bening yang dibentuk oleh bakteri uji disajikan pada Tabel 5. 1 cm A 1 cm B Gambar 1 Koloni bakteri Bacillus sp. Cr 22 (A) dan Pseudomonas sp. Crb 16 (B) yang ditumbuhkan pada media Pikovskaya agar dan dinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari. Zona bening terbentuk di sekitar koloni bakteri (tanda panah). Tabel 5 Indeks pelarutan Ca 3 (PO 4 ) 2 dalam media Pikovskaya Agar oleh isolat bakteri rizosfer asal tanaman kedelai Isolat Indeks pelarutan Isolat Indeks pelarutan Cr 22 0.44 Crb 1 0.33 Cr 2 0.50 Crb 16 0.46 Cr 6 0.3 Crb 3 0.26 Cr 6 0.31 Crb 5 0.4 Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair Jumlah fosfat yang dilarutkan berbeda-beda untuk setiap bakteri uji dengan masa inkubasi 72 jam. Dalam bentuk Ca 3 (PO 4 ) 2, jumlah fosfat yang bisa dilarutkan oleh bakteri uji berkisar.66-27.22 ppm (Gambar 2). Crb 1 diketahui sebagai bakteri yang paling baik dalam melarutkan P yaitu sebesar 27.22 ppm. Berdasarkan hasil pengukuran ph pada interval waktu 0, 6, 12, 24, 4, dan 72 jam

16 diketahui terdapat kecenderungan penurunan ph untuk masing-masing bakteri uji berkisar antara -0.6 hingga -0.42 (Gambar 3). A Konsentrasi fosfat (ppm) 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 12 24 36 4 60 72 Waktu (jam) Cr 22 Cr 2 Cr 6 Cr 6 B Konsentrasi fosfat (ppm) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 0 12 24 36 4 60 72 Waktu (jam) Crb 1 Crb 16 Crb 3 Crb 4 Gambar 2 Konsentrasi fosfat yang diukur pada media kultur Bacillus sp. Cr (A) dan Pseudomonas sp. Crb (B) yang diinkubasi pada suhu 25 0 C selama 72 jam.

17 A 6 ph 5 4 0 12 24 36 4 60 72 Waktu (jam) Cr 22 Cr 2 Cr 6 Cr 6 B 6 ph 5 4 0 12 24 36 4 60 72 Waktu (jam) Crb 1 Crb 16 Crb 3 Crb 4 Gambar 3 ph media kultur Bacillus sp. Cr (A) dan Pseudomonas sp. Crb (B) yang diukur pada berbagai interval waktu dan diinkubasi pada suhu 25 0 C. Formulasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat Berdasarkan kegiatan pembuatan formulasi pupuk hayati diperoleh empat formulasi yang selanjutnya diberi kode F1, F2, F3, dan F4. Inokulan tersebut dikemas ke dalam bungkus plastik dan diberi label (Gambar 4). Kepadatan masing-masing bakteri yang dimasukkan kedalam gambut berkisar antara 3.5 x 10 sampai.4 x 10 10 cfu ml -1 untuk isolat Cr dan 1.3 x 10 10 sampai 3.3 x 10 11

1 cfu ml -1 untuk isolat Crb. Sedangkan untuk isolat Bj 11 wt dan Bj 11 (1) berturut-turut sebanyak 7.0 x 10 10 dan 3.0 x 10 10 cfu ml -1 (Tabel 6). A B Gambar 4 Penampilan kemasan pupuk hayati hasil formulasi F2 (A) dan F3 (B). Tabel 6 Kepadatan bakteri yang dimasukkan ke dalam bahan pembawa gambut Isolat Kepadatan bakteri (cfu ml -1 ) Isolat Kepadatan bakteri (cfu ml -1 ) Cr 22 3.5 x 10 Crb 1 10 1.3 x 10 Cr 2 Cr 6 Cr 6 Bj 11 wt 10 1. x 10 10 3.3 x 10 10.4 x 10 10 7.0 x 10 Crb 16 Crb 3 Crb 4 Bj 11 (1) 10 5.2 x 10 11 3.3 x 10 10 2.0 x 10 10 3.0 x 10 Uji Viabilitas Inokulan Bakteri Jumlah sel bakteri pada paket inokulan selama masa penyimpanan bulan pada suhu ruang diketahui berkisar antara 7.5 x 10 6 hingga 5. x 10 cfu gr -1. Hasil uji viabilitas bakteri pada paket inokulan F1 hingga F4 ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Viabilitas sel bakteri pada gambut selama masa penyimpanan pada suhu ruang Kode Isolat Jumlah bakteri (cfu gr -1 ) bulan ke- 0 1 2 3 6 F1 Cr 22 Crb 1 Bj 11 wt F2 Cr 2 Crb 16 Bj 11 (1) F3 Cr 6 Crb 3 Bj 11 wt F4 Cr 6 Crb 4 Bj 11 (1) 10 3.5 x 10 1.3 x 10 7.0 x 10 1. x 10 5.2 x 10 3.0 x 10 3.3 x 10 3.3 x 10 7.0 x 10.4 x 10 2.0 x 10 3.0 x 10 10 2. x 10 4.0 x 10 1.1 x 10 2.7 x 10 2.0 x 10. x 10 2.0 x 10.1 x 10 1.1 x 10 1.2 x 10 1.3 x 10.6 x 10 7 10 11 4.6 x 10 4.0 x 10 5.3 x 10 4.7 x 10 2.3 x 10 1.6 x 10 2.0 x 10 3.1 x 10 7.0 x 10 3.2 x 10 1.1 x 10.7 x 10 10 6.0 x 10 1.0 x 10 1.4 x 10 2.7 x 10 4.0 x 10 2.3 x 10 1.0 x 10 2. x 10 1.0 x 10 3.1 x 10 2.3 x 10. x 10 7 7 7 7 6.0 x 10 6.6 x 10 4.5 x 10 1.5 x 10 2.0 x 10 2.0 x 10 2.5 x 10 2.2 x 10 2.0 x 10 4.7 x 10 2.1 x 10 3.5 x 10 7 7 7 7 6 7 7 2. x 10 1.6 x 10 2.0 x 10.2 x 10 5.7 x 10 7.5 x 10 1.5 x 10 5. x 10 3.1 x 10 1.3 x 10 1.1 x 10 2.2 x 10

1 Keefektivan Inokulan terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai Sampel tanah yang diambil dari areal penanaman kedelai diketahui mengandung.1 x 10 6 cfu gr -1 bakteri melalui penghitungan total pada media agar cawan Standard Methods Agar (SMA) dan mengandung sekitar 6.3 x 10 4 cfu gr -1 bakteri kelompok rhizobium yang dihitung menggunakan cawan sebar YMA dengan masa inkubasi mencapai 5-7 hari. Jumlah hara mineral N, P, dan K yang tersedia pada sampel tanah kering sebelum penanaman diketahui berturut-turut sebesar 0.07%, 6.1 ppm, dan 535 ppm. Hasil uji keefektivan inokulan di lahan pertanian terhadap beberapa parameter pertumbuhan tanaman kedelai ditunjukkan oleh Tabel. Respon tanaman kedelai terhadap pemberian inokulan berbeda-beda untuk setiap perlakuan yang diamati pada 45 hari setelah tanam. Untuk variabel berat basah tajuk (BBT), perlakuan F1 dengan NPK dosis penuh (FI+NPK) memberikan hasil yang lebih baik dan berbeda nyata dari kontrol yang tidak mendapat inokulan maupun pupuk bahkan terhadap perlakuan NPK dosis penuh (NPK). Perlakuan F3 dengan NPK dosis penuh (F3+NPK) dan NPK dosis setengah (F3+1/2NPK) juga diketahui menghasilkan berat basah tajuk yang lebih baik dari kontrol dan perlakuan NPK tetapi tidak secara nyata pada taraf α=0.05. Hasil yang serupa juga ditemukan pada variabel berat basah akar (BBA) dimana perlakuan F3+NPK dan F1+NPK menghasilkan berat akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan NPK. Pada variabel berat kering tajuk (BKT) dan berat kering akar (BKA), perlakuan F1+NPK menunjukkan hasil paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan F3+NPK juga menghasilkan berat kering tajuk dan akar yang lebih tinggi dari kontrol dan NPK tetapi tidak secara nyata pada taraf α=0.05. Jumlah bintil akar (JBt) paling banyak ditemukan pada perlakuan F1+NPK yaitu rata-rata mencapai 2. bintil per tanaman. Sementara itu, secara umum perlakuan dengan inokulan dan pupuk NPK menghasilkan jumlah bintil akar yang lebih rendah dari kontrol tanpa perlakuan. Pemberian inokulan bakteri dan dosis pupuk tertentu juga tidak berpengaruh nyata terhadap variabel berat bintil akar (BBt) melalui uji-f pada taraf α=0.05.

20 Tabel Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap pertumbuhan pada tanaman kedelai berumur 45 hari setelah tanam Perlakuan BBT BBA BKT BKA JBt BBt F1+NPK 10.40 e 2.54 bc 4.4 e 0.1 c 2. d 0.074 F2+NPK 6.60 bc 1.70 ab 2.30 bc 0.5 ab 1.71 abc 0.042 F3+NPK 7.74 c 3.04 c 3.20 d 0.73 bc 26.53 bcd 0.073 F4+NPK 6.37 bc 1.62 ab 1.1 abc 0.60 ab 22.1 abc 0.047 F1+1/2NPK 5.4 ab 1.35 a 1.3 abc 0.44 a 1.3 abc 0.061 F2+1/2NPK 4.54 ab 1.67 ab 1.5 abc 0.55 a 16.14 a 0.042 F3+1/2NPK 6.35 bc 1.73 ab 2.13 abc 0.57 ab 20.55 abc 0.052 F4+1/2NPK 5.25 ab 1.55 ab 1.1 abc 0.55 a 16.6 a 0.044 F1 5.3 ab 1.50 a 2.02 abc 0.51 a 17.72 a 0.064 F2 4.75 ab 1.41 a 1.6 abc 0.54 a 22.27 abc 0.074 F3 3. a 1.2 a 1.44 ab 0.47 a 1. abc 0.061 F4 3.7 a 1.2 a 1.22 a 0.42 a 16.3 a 0.051 NPK 6.21 bc 1.6 ab 2.5 cd 0.5 ab 1.74 ab 0.04 1/2NPK 4.57 ab 1.40 a 2.13 abc 0.50 a 17.54 a 0.036 Kontrol 4.63 ab 1.71 ab 1.4 ab 0.60 ab 26.0 cd 0.02 b a ab a ab a a a ab ab ab a a a b Keterangan: BBT, Berat Basah Tajuk per tanaman (gr); BBA, Berat Basah Akar per tanaman (gr); BKT, Berat Kering Tajuk per tanaman (gr); BKA, Berat Kering Akar per tanaman (gr); JBt, Jumlah Bintil Akar per tanaman; BBt, Berat Bintil Akar per tanaman (gr). Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α=0.05. Berdasarkan hasil analisis serapan unsur hara N, P, dan K terhadap tanaman kedelai diketahui bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap serapan N dan P terutama pada perlakuan F1+NPK dan F3+NPK dimana hasil serapannya lebih baik dibanding kontrol NPK dosis penuh. Untuk serapan K, sejumlah perlakuan menunjukkan serapan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan. Meskipun demikian, hanya perlakuan FI+NPK dan F3+NPK saja yang serapannya cukup tinggi yaitu sebesar 115.6 dan 131.2 mg per tanaman (Tabel ). Jumlah ini hampir menyamai nilai serapan K pada perlakuan kontrol NPK dosis penuh.

21 Tabel Pengaruh perlakuan pemberian inokulan terhadap serapan hara pada tanaman kedelai berumur 45 hari setelah tanam Perlakuan Serapan unsur hara (mg/tanaman) N P K F1+NPK 412.1 e 21.2 e 115.6 de F2+NPK 16.2 bc 10.3 bcd 7.7 bc F3+NPK 275.6 d 14. d 131.2 e F4+NPK 16.0 bc.7 bc 61. abc F1+1/2NPK 155.6 bc.1 bc 7.7 bc F2+1/2NPK 16.2 bc 10.3 bcd 7.7 bc F3+1/2NPK 1.5 bc.7 bc 55. abc F4+1/2NPK 156.7 bc. bc 47. abc F1 17.7 bc. bc 7.3 cd F2 14.6 bc 7.5 b 4.7 abc F3 130.5 bc 5.0 b 32. a F4 105. b 5. b 33.4 a NPK 215.7 cd 12. cd 135. e 1/2NPK 165.6 bc.2 bc 77. bc Kontrol 11.2 b 6.6 b 64.7 abc Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α=0.05. Pengamatan yang dilakukan 3 bulan setelah tanam terhadap beberapa variabel seperti berat polong menunjukkan bahwa perlakuan FI+NPK dan F2 dengan dosis NPK penuh (F2+NPK) menghasilkan berat polong yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan. Khusus untuk F2+NPK memperlihatkan hasil yang lebih baik dari perlakuan NPK. Bedasarkan hasil penghitungan jumlah polong isi, diketahui bahwa sejumlah perlakuan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Kombinasi pemberian inokulan dengan dosis NPK penuh baik pada F1, F2, F3, maupun F4 menghasilkan jumlah polong isi yang lebih banyak dibanding dengan kontrol. Bahkan untuk perlakuan F1+NPK dan F2+NPK secara signifikan dapat meningkatkan jumlah polong isi dibandingkan dengan perlakuan NPK. Hal ini tercermin pada berat biji total yang dihasilkan oleh kedua perlakuan tersebut dimana untuk dua perlakuan tersebut berat bijinya lebih tinggi dari perlakuan NPK meski tidak berbeda nyata pada taraf α=0.05. Perlakuan yang diberikan terhadap tanaman kedelai diketahui tidak berpengaruh terhadap berat 100 biji kedelai yang dipanen. Pengaruh perlakuan terhadap beberapa variabel yang diukur