BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. (analisis variansi) dan Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting sehingga mampu menghadapi serangan zat asing seperti

BAB IV PROSEDUR KERJA

Lampiran 1. Surat Ethical clearance

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan daun bangun-bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona

LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

BAB 3 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian Post Test. Randomized Control Group Design.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

Lampiran 1. Surat Ethical Clearance

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

Lampiran 1. Identifikasi sampel

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN Bahan, alat, dan hewan percobaan Bahan Alat Hewan uji 3.2 Penyiapan Ekstrak Petiveria alliacea

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan

Lampiran 1 Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan

AKTIVITAS IMUNOGLOBULIN M (IgM) EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

Lampiran 1. Identifikasi sampel

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. benda asing dan patogen di lingkungan hidup sekitar seperti bakteri, virus, fungus

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Juni 2012 pukul WITA

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

Lampiran 1. Ethical Clearanc

Lampiran 1 Identifikasi Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian post test only controlled group design. Universitas Lampung dalam periode Oktober November 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN C. Skrining Kandungan Kimia

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak buah jambu biji (Psidium guajava)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Tabel Persen Degranulasi Mastosit Mencit Jantan

Andi Emelda*, Safriani Rahman*, Hardianti *Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia ABSTRACT

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 2. Gambar Hasil Makroskopik. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu farmakologi dan imunologi.

BAB II METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test only control group design. Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat 3.2 Bahan 3.3 Hewan Uji 3.4 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Uji Pemeriksaan Organoleptika

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa.

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. terkontrol. Menggunakan 25 ekor tikus putih ( Rattus norvegicus) jantan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dengan rancangan eksperimental dengan (Post Test Only

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. (RAL). Perlakuan dikelompokkan menjadi 7 kelompok dengan 5 kali ulangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lampiran 1. Hasil identifikasi teripang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental meliputi pengumpulan bahan, pengolahan bahan, penyiapan hewan percobaan (mencit), penyiapan bahan uji dan pengujian efek imunomodulator ekstrak etil asetat daun mahkota dewa terhadap respon hipersensitivitas dan titer antibodi. 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat - alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, lemari pendingin, tabung sentrifuge, batang pengaduk, spatula, kertas perkamen, sudip, lumpang dan stamper, spuit 1 ml, oral sonde, vial, microtube, plethysmometer digital, labu tentukur, kandang mencit, neraca listrik, neraca hewan, penangas air, pipet mikro, alat sentrifuge, dan microtitration plat. 3.1.2 Bahan - bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ekstrak daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), suspensi CMC Na 0,5%, aquadest, tablet Levamisol, air suling, larutan PBS, larutan triton, sel darah merah sapi dan heparin. 3.2 Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan sehat dan dewasa berumur 8-12 minggu dengan berat 20-35 gram sebanyak 25 23

ekor. Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit dipelihara terlebih dahulu selama satu minggu untuk penyesuaian lingkungan. 3.3 Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (EEADMD) Ekstrak diperoleh dari Lyvana Istyarah pada Agustus 2016. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu metode maserasi, sesuai dengan yang tertera dalam Farmakope Indonesia Edisi III (1979). Pembuatan ekstrak daun mahkota dewa dilakukan dengan cara serbuk simplisia diekstraksi secara maserasi. Cara Kerja: Serbuk simplisia daun mahkota dewa dimaserasi dengan 75 bagian pelarut etil asetat sampai seluruh serbuk terendam, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sesekali diaduk. Kemudian campuran disaring dan filtrat diperoleh, residu diekstraksi kembali dengan 25 bagian pelarut etil asetat, dimasukkan ke dalam bejana dan disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari (Depkes RI., 1979). Seluruh maserat digabung dan dipekatkan dengan bantuan alat rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 40 o C sampai diperoleh ekstrak kental. 3.4 Penyiapan Hewan Percobaan Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan sebanyak 25 ekor dengan berat 20-30 g. Mencit dibagi kedalam 5 kelompok perlakuan, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan dimana kelompok I sebagai kontrol negatif (CMC 0,5%), kelompok II, III, dan IV sebagai kelompok uji (variasi dosis dari ekstrak), dan kelompok V sebagai kontrol positif (Levamisol), Sebelum diberi perlakuan, hewan uji diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7-14 hari. 24

3.5 Penyiapan Bahan Uji Penyiapan bahan-bahan meliputi kontrol (suspensi CMC-Na), suspensi ekstrak etil asetat daun mahkota dewa, suspensi tablet levamisol. 3.5.1 Penyiapan suspensi CMC-Na 0,5% Sebanyak 0,5 g CMC-Na ditaburkan ke dalam lumpang berisi air suling panas sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 15 menit hingga diperoleh massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979). 3.5.2 Penyiapan Suspensi Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa Pembuatan suspensi ekstrak etil asetat daun mahkota dewa dibuat tiga sediaan sesuai dengan perlakuan yang akan dilakukan. Untuk dosis 50 mg/kg BB dibuat dengan cara sebagai berikut: Dimasukkan sebanyak 50 mg ekstrak etil asetat daun mahkota dewa ke dalam lumpang, kemudian ditambahkan CMC Na 0,5 %, digerus homogen. Dituang ke dalam labu tentukur 10 ml, ditambah CMC Na 0,5 % sampai batas tanda. Begitu juga untuk pembuatan dosis 100 mg/kg BB dan 200 mg/kg BB dilakukan hal yang sama. 3.5.3 Penyiapan Suspensi Levamisol Pengambilan sampel tablet levamisol yaitu dengan cara ditimbang dan diserbukhaluskan tidak kurang dari 20 tablet. Ditimbang serbuk yang telah dihaluskan tersebut kemudian ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan lebih kurang 25 mg levamisol (Depkes, 1995). Pembuatan suspensi levamisol dilakukan dengan cara sebagai berikut : ditimbang serbuk levamisol 29,46 mg (setara dengan 25 mg levamisol) dan dimasukkan kedalam lumpang. Digerus serbuk kemudian ditambahkan suspensi 25

CMC Na 0,5 % secukupnya. Digerus hingga homogen dan dituangkan kedalam labu tentukur 25 ml, dan kemudiaan ditambahkan suspensi CMC Na 0,5% sampai batas tanda. 3.5.4 Penyiapan Phosphate Buffered Saline (PBS) Pembuatan PBS dilakukan dengan cara sebagai berikut: melarutkan 1 tablet PBS dalam 200 ml aquabidest (sigma). 3.5.5 Penyiapan Sel Darah merah Sapi (SDMS) Penyiapan dan pembuatan SDMS dilakukan dengan cara sebagai berikut : Darah segar dikumpulkan dari sapi yang disembelih, diperoleh 500 ml. Kemudian ditambahkan 1,5 ml heparin dan dimasukkan ke dalam termos yang berisi es. Darah sapi segar yang telah diberi antikoagulan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan plasma dari sel darah merah. Lapisan atas yang berupa plasma dibuang dan pada lapisan bawah yang berupa endapan sel darah merah, ditambahkan larutan PBS ph 7,2 sebanyak tiga kali volume SDMS yang tersisa. Tabung kemudian dibolak-balik dengan perlahan-lahan sampai SDMS tercampur secara homogen, kemudian disentrifugasi lagi. Prosedur ini diulang sampai lapisan atas benar-benar jernih dan tidak berwarna. Lapisan atas yang jernih dibuang dan lapisan bawah adalah SDMS murni. SDMS dipipet, dan ditambahkan PBS dengan volume sama sehingga diperoleh SDMS 50%. Kemudian diambil 0,2 ml SDMS 50%, ditambahkan larutan PBS hingga 10 ml, sehingga diperoleh SDMS 1% (Emelda dkk, 2015). 26

3.6 Uji Respon Hipersensitivitas Efek imunomodulator ekstrak etil asetat daun mahkota dewa ditentukan dengan mengukur volume respon hipersensitivitas menggunakan uji pembengkakan telapak kaki hewan uji (foot paw swelling test) (Lakshmi, et al., 2003; Ray, et al., 1996). Sebanyak 25 ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok dengan pembagian sebagai berikut: a Kelompok I diberi suspensi CMC Na 0,5% (b/v) sebagai kontrol pembawa. b Kelompok II diberi suspensi Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (EEADMD) dengan dosis 50 mg/kg bb. c Kelompok III diberi EEADMD dengan dosis 100 mg/kg bb. d Kelompok IV diberi EEADMD dengan dosis 200 mg/kg bb. e Kelompok V diberi Suspensi levamisol dengan dosis 25 mg/kg bb sebagai kontrol positif. Tiap kelompok diinduksi terlebih dahulu dengan 0,1 ml sel darah merah sapi (SDMS) 1% dalam larutan PBS secara intraperitoneal. Kemudian pada hari berikutnya diberikan ekstrak setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sendi kaki mencit sebelah kanan diberi tanda batas pengukuran volume kaki mencit.volume kaki mencit diukur sebagai volume awal (V0). Kemudian mencit diinjeksikan dengan 0,1 ml sel darah merah sapi (SDMS) 1% dalam larutan PBS secara intraplantar pada telapak kaki sebelah kanan. Pada hari kedelapan (setelah 24 jam) diukur volume pembengkakan kaki mencit dengan plestismometer air raksa. Pengukuran dilakukan dengan 27

mencelupkan kaki mencit ke dalam tabung yang berisi larutan triton dan terlihat kenaikan skala pada plestismometer sebagai volume waktu tertentu (Vt) kaki mencit. Volume pembengkakan kaki mencit ditentukan berdasarkan selisih antara volume waktu tertentu (Vt) dengan volume awal (V0) (Shivaprasad, 2006). 3.7 Uji Titer Antibodi Tiap kelompok diinduksi terlebih dahulu dengan 0,1 ml sel darah merah sapi (SDMS) 1% dalam PBS secara intraperitoneal. Kemudian pada hari berikutnya diberikan perlakuan satu kali setiap hari selama 7 hari. Pada hari ke-7, sampel darah masing-masing mencit diambil melalui pembuluh darah vena di bagian ekor. Sampel darah dikumpulkan dalam tabung mikro (microtube), kemudian dilakukan pemusingan 1900 rpm dengan alat sentrifugasi pada suhu 4 C selama 10 menit dan diambil serumnya. Nilai titer atibodi ditentukan dengan teknik hemaglutinasi. Duapuluh lima mikroliter (25 l) serum diteteskan ke dalam sumur microtitration plate96 lubang, ditambahkan dalam larutan PBS dan SDMS dengan volume yang sama, dan diencerkan dua kali lipat (1:2; 1:4; 1:8; 1:16; 1:32; 1:64; 1:128; 1:256; 1:512; 1:1024; 1:2048) kemudian diamati penggumpalan yang terjadi (Makare, et al., 2001; Puri, et al., 1993). Nilai titer antibodi ditentukan berdasarkan pengenceran terakhir dimana antibodi masih terdeteksi melauli hemaglutinasi terlihat secara visual. Nilai titer antibodi tersebut selanjutnya ditransformasikan dengan [2log(titer)+1] (Hargono, 2000; Eldiza, 2011). 28

3.8 Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 17.0. Data ditentukan normalitas dan homogenitasnya untuk menentukan analisis statistik yang digunakan. Jika normal data dianalisis dengan menggunakan uji Anova untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara perlakuan. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post Hoc Tukey untuk mengetahui variable mana yang memiliki perbedaan. Analisis statistik dilakukan dengan = 0,05. Jika tidak normal data diuji dengan Kruskal Wallis untuk menentukan perbedaan peringkat diantara perlakuan. 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini digunakan Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa yang sama dengan ekstrak yang digunakan Lyvana Istyarah pada Juni 2016. Hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan Lyvana Istyarah diperoleh ekstrak etil asetat daun mahkota dewa mengandung senyawa flavonoid, saponin dan tanin. Hasil pemeriksaan karakteristik diperoleh kadar air 7,02 %, kadar sari larut air 16,30 %, kadar sari larut etanol 23,53 %, kadar abu total 10,89 % dan kadar abu tidak larut asam 0,26 %. 4.1 Pengujian Efek Imunomodulator Pada penelitian ini, pengujian efek imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa dilakukan dengan metode respon hipersensitivitas dan titer antibodi yang digunakan untuk melihat pengaruh ekstrak terhadap aktivitas dan mekanisme sistem imun humoral yang melibatkan sel T dan sel B. Menurut Makare et al (2001), metode tersebut mempunyai keuntungan diantaranya memungkinkan dua komponen respon imun diukur pada spesies yang sama dibawah kondisi ideal, relatif sederhana dan tidak mahal. Pengujian dilakukan dengan cara menginduksi sel imun mencit terlebih dahulu dengan sel darah merah sapi (SDMS) sebagai antigen secara intraperitoneal. Antigen yang telah diinduksikan kedalam tubuh hewan mencit akan dikenal oleh ssitem imun spesifik dengan membentuk sel B memori. Antigen akan merangsang sel B untuk berubah menjadi sel plasma dan mensekresi antibodi spesifik (Hendarsula, 2011). Pemberian SDMS yang digunakan sebagai antigen pada mencit dimaksudkan untuk merangsang pembentukan antibodi 30

spesifik. Injeksi ini dilakukan secara intraperitoneal agar didapat reaksi respon imun yang cepat dan maksimum. Pada pembuatan SDMS digunakan PBS (Phosphate Buffered Saline) sebagai larutan pencuci dan larutah pengencer. Pencucian SDMS bertujuan untuk memperoleh sel darah merah sapi yang murni artinya tidak dicemari oleh protein serum (Kumala, 2012). Pembanding yang digunakan adalah levamisol dengan dosis 25 mg/kg bb. Dosis dipilih berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Razdan, et all., 2008). Dosis levamisol tertinggi yang dapat digunakan pada mencit adalah 25 mg/kg bb (Katzung, 1989). Respon hipersensitivitas diketahui dari volume pembengkakan kaki mencit yang diukur pada hari ke-8 setelah sehari sebelumnya sel imun mencit diinduksikan kembali dengan SDMS secara intraplantar. Pengukuran volume pembangkakan dilakukan dengan menggunakan alat pletismometer digital dengan prinsip pengukuran berdasarkan hukum Archimedes yaitu benda yang dimasukkan ke dalam zat cair akan memberi gaya atau tekanan ke atas sebesar volume yang dipindahkan. Pengukuran nilai titer antibodi dilakukan pada hari ke-7 dengan menggunakan metode hemaglutinasi. Hemaglutinasi adalah ikatan antara sel darah merah sebagai antigen dengan antibodi sehingga menimbulkan suatu gumpalan yang dapat dilihat. Pada lingkungan dengan ph netral, sel darah merah bermuatan negatif sehingga akan terjadi aksi tolak-menolak antar sel. Oleh karena itu sel darah merah yang digunakan disuspensikan dalam larutan penyangga (PBS) dengan ph ±7 untuk menjaga agar sel darah merah tetap dalam kondisi ph netral, sehingga tetap bermuatan negatif. 31

Hemaglutinasi terbentuk karena adanya ikatan silang antara sel darah merah dengan antibodi. Antibodi yang mempunyai kemampuan lebih besar untuk berikatan dengan sel darah merah adalah IgM. IgM mempunyai ukuran yang besar dan valensi yang tinggi, sehingga dapat melawan rintangan elektrik dan membentuk ikatan silang dengan sel darah merah sehingga menyebabkan terjadinya aglutinasi. Antibodi lainnya seperti IgG mempunyai ukuran dan valensi yang lebih kecil, sehingga kemampuannya melawan rintangan elektrik lebih lemah dibandingkan dengan IgM (Kuby, 1994). Terkait dengan prinsip hemaglutinasi di atas, maka dalam penelitian ini sel darah merah yang digunakan sebagai antigen adalah SDMS karena memiliki muatan negatif yang lebih kuat, sehingga kemampuannya untuk berikatan dengan antibodi semakin kuat. Dengan demikian, hasil hemaglutinasi yang diperoleh dapat diketahui dengan mudah. Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Data yang ditampilkan adalah nilai rerata ± SEM, n = 5 No Perlakuan Volume Kaki Mencit (ml) Nilai Titer Antibodi ( l) 1 CMC Na 0,5 % 0,118±0,036 2,81±0,000 2 Suspensi ekstrak EADMD 0,510±0,013 3,65±0,146 dosis 50 mg/kg bb 3 Suspensi ekstrak EADMD 0,658±0,018 5,57±0,149 dosis 100 mg/kg bb 4 Suspensi ekstrak EADMD 0,787±0,011 6,77±0,149 dosis 200 mg/kg bb 5 Suspensi levamisole dosis 25 mg/kg bb 0,556±0,047 3,77±0,146 4.1.1 Respon Hipersensitivitas Respon hipersensitivitas dikenali dengan reaksi imuno-inflamasi karena makrofag dan sel Th1 berperan besar dalam proses tersebut (Mukherjee, 2010). Reaksi ini ditandai dengan adanya pembengkakan pada tempat terjadinya induksi 32

antigen. Pembengkakan terkait langsung dengan cell mediated immunity (CMI), karena antigen mengaktivasi sel T terutama sel Th1. Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan beberapa sitokin yang bersifat proinflamasi. Sitokin tersebut akan menarik makrofag ke tempat terjadinya induksi dan mengaktivasinya sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas fagositik untuk melawan antigen yang masuk (Fulzele, et.al., 2002). Penarikan makrofag inilah yang menyebabkan terjadinya pembengkakan. Semakin besar pembengkakan menunjukkan semakin tinggi respon hipersensitivitas sehingga dapat menggambarkan peningkatan aktivitas sistem imun. Pengujian dilakukan dengan cara menginduksi mencit terlebih dahulu dengan sel darah merah sapi (SDMS) sebagai antigen secara intraperitoneal. Respon hipersensitivitas diketahui dari volume pembengkakan kaki mencit yang diukur pada hari ke-8. Setelah sehari sebelumnya mencit diberi tanda batas pengukuran volume kaki mencit pada sendi kaki mencit sebelah kanan, volume kaki mencit diukur sebagai volume awal (V0). Kemudian mencit diinjeksikan dengan 0,1 ml suspensi SDMS secara intraplantar pada telapak kaki sebelah kanan. Pengukuran volume pembengkakan dilakukan dengan menggunakan alat plestimometer digital. Volume pembengkakan kaki mencit ditentukan berdasarkan selisih antara volume waktu tertentu (Vt) dengan volume awal (V0) (Shivaprasad, 2006). Hasil pengukuran volume pembengkakan kaki kanan mencit sebagai respon terhadap hipersensitivitas dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1. 33

* * + * * + Gambar 4.1 Volume pembengkakan kaki mencit pada berbagai perlakuan (Rerata ± SEM, n= 5), * = p < 0,05 dengan CMC-Na 0,5%, + = p < 0,05 dengan Levamisol 25 mg/kgbb. Pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1 terlihat bahwa EEADMD dosis 200 mg/kg bb dengan volume pembengkakan 0,78 ml menunjukkan volume pembengkakan yang lebih besar dibandingkan dengan EEADMD dosis 50 mg/kg bb, EEADMD dosis 100 mg/kg bb dan suspensi levamisol 25 mg/kg bb yang masing-masing bernilai 0,51 ml, 0,65 dan 0,55 ml. Hasil uji anova menunjukkan terdapat perbedaan signifikan volume pembengkakan kaki mencit (p < 0,05). Hasil uji Post Hoc Tukey menunjukkan bahwa EEADMD dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb, dan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb menunjukkan perbedaan signifikan dengan suspensi CMC 0,5% sebagai kontrol. EEADMD dosis 50 mg/kg bb tidak berbeda signifikan dengan kelompok perlakuan EEADMD dosis 100 dan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb (kontrol positif) dan berbeda signifikan dengan dosis 200 mg/kg bb. EEADMD dosis 100 mg/kg 34

bb berbeda signifikan dengan dosis 200 mg/kg bb dan tidak berbeda signifikan dengan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb. Sementara EEADMD dosis 200 mg/kg bb berbeda signifikan dengan suspensi levamisol dosis 25 mg/ kg bb. Dengan demikian, EEADMD dosis 100 dan 200 mg/kg bb menunjukkan efek yang lebih baik daripada suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb. Untuk dapat membedakan mekanisme kerja levamisol dan ekstrak etil asetat daun mahkota dewa, maka dilakukan uji berikutnya yaitu uji titer antibodi (Lampiran 9). Peningkatan volume pembengkakan kaki mencit merupakan gambaran adanya peningkatan respon hipersensitivitas mencit tersebut. Peningkatan respon ini mengindikasikan adanya peningkatan kemampuan sel imun mencit dalam menanggapi antigen terutama peningkatan respon imun spesifik selular. Sel yang berperan dalam respon imun selular adalah sel T terutama sel Th. Sel Th memproduksi IFN-y yang kemudian mengaktivasi makrofag (Kresno, 2010). Dengan demikian, ekstrak etil asetat daun mahkota dewa menunjukkan efek stimulan terhadap sel T terutama sel Th. 4.1.2 Titer Antibodi Titer antibodi ditentukan dengan metode hemaglutinasi. Penentuan hemaglutinasi titer antibodi bertujuan untuk mengetahui respon imun humoral melawan SDMS. Peningkatan respon imun humoral dibuktikan dengan adanya peningkatan titer antibodi mencit yang mengindikasikan peningkatan kepekaan sel T dan sel B terkait dengan produksi antibodi. Pengukuran nilai titer antibodi dilakukan pada hari ke-7 dengan menggunakan metode hemaglutinasi. Hemaglutinasi merupakan pengujian terhadap serum darah mencit yang dilakukan dengan menambahkan antigen dalam 35

jumlah yang sama. Interaksi antara antigen dengan antibodi menyebabkan terjadinya reaksi yaitu berupa aglutinasi sebab antigen merupakan partikelpartikel kecil yang tidak larut. Gumpalan yang terbentuk antara antigen dan antibodi akan bersatu dan akhirnya mengendap sebagai gumpalan-gumpalan besar dan mudah terlihat dengan cairan diatasnya tetap jernih. Hal ini terjadi karena pada umumnya antibodi memiliki lebih dari satu resptor pengikat antigen sehingga antibodi bereaksi dengan molekul antigen lain yang mungkin sudah berikatan dengan salah satu molekul antibodi dan terbentuklah gumpalan (Novita, 2016). Efek perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda pada titer antibodi. + * + * + * * Gambar 4.2 Titer Antibodi Sel Imun Mencit pada berbagai perlakuan (Rerata ± SEM, n= 5), * = p < 0,05 dengan CMC-Na 0,5%, + = p < 0,05 dengan Levamisol 25 mg/kgbb. Pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.1 terlihat bahwa pemberian EEADMD dosis 200 mg/kg bb menunjukkan peningkatan nilai titer antibodi senilai 6,77. Nilai ini 36

lebih besar dibandingkan dengan EEADMD dosis 50, 100 mg/kg bb dan suspensi levamisol yang bernilai 3,65 l, 5,57 l dan 3,77 l. Hasil uji kruskal wallis menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok perlakuan titer antibodi sel imun (p < 0,05). Hasil uji Post Hoc Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan titer antibodi yang signifikan dari masing-masing kelompok uji dengan signifikansi P < 0,05. EEADMD dosis 50, 100, 200 mg/kg bb dan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb menujukkan perbedaan signifikan dengan CMC Na 0,5% sebagai kontrol. EEADMD dosis 50 mg/kg bb berbeda signifikan dengan EEADMD dosis 100 dan 200 mg/kg bb dan tidak berbeda signifikan dengan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb. Hal ini menunjukan bahwa levamisol meningkatkan produksi antibodi. Dengan demikian terbukti bahwa mekanisme levamisol adalah merangsang pembentukan antibodi terhadap berbagai antigen, meningkatkan respon sel T dengan merangsang aktivitas sel T dan poliferasi, meningkatkan fungsi monosit dan makrofag termasuk fagositosis dan kemotaksis, dan meningkatkan mobilitas neutrofi (Mekeng, 2016). Sementara EEADMD dosis 100 mg/kg bb berbeda signifikan dengan dosis 200 mg/kg bb dan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb. EEADMD dosis 200 mg/kg bb berbeda signifikan dengan suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa EEADMD dosis 100 dan 200 mg/kg bb menunjukkan efek yang lebih baik daripada suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb. Dengan demikian, EEADMD memberikan efek peningkatan titer antibodi sel imun mencit (Lampiran 9). 37

Peningkatan titer antibodi terjadi karena peningkatan aktivitas sel Th, yaitu sel Th2 untuk menstimulasi produksi dan meningkatkan aktivitas sel B dalam pembentukkan antibodi (Roitt, 1989). Antibodi akan berikatan dengan antigen yang menginfeksi tubuh. Ikatan antigen dan antibodi memberikan gambaran adanya efek stimulasi ekstrak etil asetat daun mahkota dewa terhadap respon imun humoral yang berikatan dengan stimulasi dan aktivitas sel B. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulakn bahwa pemberian EEADMD memberikan efek meningkatkan respon hipersensitivitas dan titer antibodi sel imun mencit jantan. Pemberian EEADMD dosis 200 mg/kg bb memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian EEADMD dosis 50 mg/kg bb, EEADMD dosis 100 mg/kg bb dan levamisol, pemberian suspensi levamisol dosis 25 mg/kg bb memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan CMC Na 0,5% dan EEADMD dosis 50 mg/kg bb. Maka dapat disimpulkan bahwa EEADMD dapat meningkatkan sistem imun, dimana EEADMD memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan levamisol, sehingga suspensi ekstrak etil asetat daun mahkota dewa (EEADMD) dapat digunakan sebagai imunostimulator terkait dengan pengaruhnya dalam meningkatkan respon hipersensitivitas dan titer antibodi sel imun mencit. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan senyawa kimia yang berperan dari daun mahkota dewa yaitu flavonoid dan saponin (Harmanto, 2001). Mekanisme dari flavonoid dalam memodulasi sistem imun yaitu adanya peningkatkan proliferasi limfosit dan aktivitas IL-2 (Kurnianingtyas, 2013). Sedangkan mekanisme dari saponin, meningkatkan aktifitas makrofag yang dapat menyebabkan peningkatan 38

fagositosis dan sekresi interleukin yang akan memicu sel B untuk menghasilkan antibodi (Besung, 2009). Dengan demikian, kemungkinan EEADMD dapat meningkatkan respon hipersensitivitas dan titer antibodi terkait mekanismenya dalam peningkatan proliferasi limfosit, sekresi interleukin dan stimulasi sel B. 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa: a. Pemberian EEADMD dapat mempengaruhi respon hipersensitivitas pada mencit jantan dimana pada dosis 200 mg/kg bb diperoleh volume pembengkakan rata-rata 0,78 ml lebih tinggi dibandingkan EEADMD dosis 50, 100 mg/kg bb dan kontrol positif (levamisol) yaitu 0,51 ml, 0,65 ml dan 0,55 ml. b. Pemberian ekstrak etil asetat daun mahkota dewa dapat mempengaruhi respon titer antibodi sel imun mencit jantan dimana pada dosis 200 mg/kg bb diperoleh nilai titer antibodi rata-rata 6,67 µl lebih tinggi dibandingkan EEADMD dosis 50, 100 mg/kg bb dan kontrol positif (levamisol) yaitu 3,65 l, 5,57 l dan 3,77 µl. c. Ekstrak etil asetat daun mahkota dewa (EEADMD) menunjukkan aktivitas imunomodulator khususnya sebagai imunostimulan. 5.2 Saran Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini terkait dengan isolasi dan identifikasi zat aktif dalam daun mahkota dewa serta efeknya sebagai imunomodulator. 40