Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

KEPUTUSAN NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.4

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam, maupun faktor manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan.

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

Diktat Perencanaan Infrastruktur Kota

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Jumlah Bencana Terkait Iklim di Seluruh Dunia (ISDR, 2011)

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN. Jawa yang rawan terhadap bencana abrasi dan gelombang pasang. Indeks rawan

MODUL 5: DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BAHAYA GENANGAN PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Penataan Kota dan Permukiman

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Tabel 1. Jabaran Learning Outcome PS S2 MBK DITSL

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

MITIGASI BENCANA KERUSAKAN LAHAN

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

terbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KONTINJENSI BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

Transkripsi:

Pewarta-Indonesia, Berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini merujuk wacana tentang perencanaan tata ruang wilayah berbasis bencana. Bencana yang terjadi secara beruntun di Indonesia yang diakibatkan penggunaan tata ruang yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan menyebabkan akumulasi kerusakan yang terjadi terus menerus dan menyebabkan terjadinya bencana. Berbagai bencana yang terjadi dapat diatasi dengan perencanaan keruangan wilayah berdasarkan daya dukung dan kemampuan lingkungan. Berbagai faktor daya dukung dan kemampuan lingkungan dipertimbangkan untuk mengidentifikasi dan mitigasi bencana dalam suatu wilayah. Pendekatan spasial pengelolaan lingkungan suatu wilayah berbasis bencana dapat didasarkan konsep pendekatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pesisir. Pembatasan spasial perencanaan berdasarkan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir akan mempermudah manajemen, mitigasi dan adaptasi bencana yang terjadi di suatu wilayah. Siklus aliran air dari pegunungan, perbukitan, untuk kemudian ke daerah yang lebih rendah dan ke lembah dan pada akhirnya ke pesisir dan menuju ke laut akan mempengaruhi proses yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakterisitk dan daya dukung lingkungan. Air sebagai agen yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses yang terjadi di suatu wilayah akan lebih baik dan maksimal jika diatur berdasarkan batasan pergerakan siklus aliran air yaitu batasan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir. Managemen lingkungan dengan membatasi Daerah Aliran Sungai dan Pesisir sebagai satu kesatuan ekosistem akan mempengaruhi proses yang terjadi di masa mendatang berdasarkan daya dukung dan kemampuan lingkungan di DAS dan pesisir. Yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai acuan identifikasi bencana di Daerah Aliran Sungai dan Pesisir. Sehingga sebagai satu kesatuan ekosistem, managemen terpadu pengelolaan DAS dan pesisir dengan bertumpu pada bencana sebagai aspek penyusun tata ruang dapat diterapkan. Kerangka awal sebagai acuan perencanaan tata ruang wilayah adalah identifikasi multi ancaman bencana yang dapat terjadi di DAS dan pesisir dengan melakukan inventarisasi 1 / 6

berbagai ancaman bencana. Ancaman bencana di DAS dan pesisir dibedakan menjadi dua bagian yaitu ancaman bencana yang terjadi di Upland dan lowland area. Ancaman bencana di Upland area merupakan ancaman yang dapat terjadi di daerah hulu, misalnya pegunungan, perbukitan. Ancaman yang di lowland area atau daerah hilir seperti daerah pesisir. Ancaman bencana yang dapat terjadi di upland area contohnya longsor, gunung meletus, erosi, kebakaran hutan, dsb. Sedangkan bencana yang dapat terjadi di lowland area adalah kekeringan, banjir dari pasang surut air laut dan dari luapan sungai, intrusi air laut, tsunami, kerusakan ekosistem mangrove dan terumbu karang, pencemaran airtanah akibat limbah domestik dan pertanian, amblesan tanah, abrasi, gempa, kekeringan, dsb. Selanjutnya dilakukan inventarisasi dampak ancaman bencana terhadap masyarakat. Berdasarkan frekuensi dan besarnya ancaman bencana di Upland dan Lowland dapat dianalisa besarnya tingkat kerusakan yang dapat terjadi secara ekonomi dan sosial. Inventarisasi nilai kerusakan didapatkan dari nilai rupiah dari masing-masing unsur yang beresiko terjadi kerusakan apabila ancaman bencana terjadi misalnya jumlah populasi yang dapat meninggal, jumlah rumah yang dapat rusak, jumlah tambak yang dapat tergenang atau terpolusi. Frekuensi dan besarnya ancaman bencana dikalikan nilai kerugian sebagai dampak jika terjadi bencana. Proses di tahap ini disebut tingkat resiko bencana yang kemungkinan dapat terjadi. Tiap unsur baik secara ekonomi maupun sosial yang terkena dampak seperti resiko meninggalnya orang, resiko suatu benda dapat mengancam kehidupan seseorang jika terjadi bencana, dan resiko nilai ekonomi suatu infrastruktur dapat rusak jika terjadi bencana. Berapa jumlah populasi yang terancam jiwanya yang mendiami suatu lokasi. Apabila terjadi bencana longsor dan atau banjir atau bencana lain dapat dihitung berdasarkan frekuensi dan besarnya ancaman bencana. Berapa potensi suatu obyek yang dapat mengancam kehidupan manusia jika terjadi bencana, misalnya potensi bangunan rumah dapat rubuh dan mengancam kehidupan penghuninya jika bencana gempa dan atau longsor terjadi. Berapa nilai ekonomi suatu obyek dapat terancam mengalami kerusakan jika terjadi bencana. Misalnya nilai ekonomi infrastruktur jalan dan fasilitas umum jika terjadi tsunami, nilai ekonomi kehilangan flora dan fauna jika terjadi kebakaran hutan, kerugian yang dapat diderita petani jika tambak dan lahan pertaniannya terkena intrusi air laut. Sehingga persebaran tingkat resiko terjadinya multi bencana di DAS dan pesisir dapat digunakan sebagai acuan untuk merencanakan kebijakan dalam tata ruang wilayah. 2 / 6

Kebijakan yang dapat diterapkan untuk mengatasi ancaman bencana di DAS dan pesisir adalah dengan diproyeksikan melalui managemen penggunaan lahan yaitu landuse policy. Wujud campur tangan dan manifestasi manusia terhadap alam adalah tercermin dari penggunaan lahan. Penggunaan lahan akan memberikan warna dalam perencanaan tata ruang berbasis bencana. Landuse policy berbasis bencana dapat menunjukkan arahan penggunaan lahan yang diterapkan sebagai adaptasi penanggulangan bencana. Pengamanan dan persiapan yang dapat dilakukan untuk menghindari kerusakan ditunjukkan di arahan penggunaan lahan. Konsep tata ruang yang berlandaskan kebencanaan. Berdasarkan persebaran tingkat resiko terjadinya bencana di DAS dan pesisir dibuat landuse policy untuk mengamankan unsur-unsur yang terancam terkena dampak bencana. Pengamanan unsur-unsur yang terancam bencana melalui landuse policy dapat diterapkan dengan melakukan tindakan adaptasi terhadap lingkungan. Tindakan adaptasi dapat berupa pembangunan infrastruktur yang dapat mengurangi ataupun menghambat ancaman bencana. Pembangunan infrastruktur tergantung dari jenis bencana dan elemen/unsur yang terancam. Tapi satu pembangunan infrastruktur dapat juga untuk menanggulangi ancaman dari beberapa macam bencana. Di samping itu, proses adaptasi terhadap bencana tidak hanya melalui pembangunan infrastruktur. Proses adapatasi yang dapat dilakukan misalnya, pembangunan bangunan air untuk mencegah bencana banjir dan kekeringan, penghijauan di daerah pesisir untuk mengurangi abrasi, pemindahan pemukiman di daerah yang tidak rawan bencana misalnya di igir bukit yang tidak rentan longsor, perilaku masyarakat yang mengurangi pemompaan air tanah di daerah pesisir. Dengan diketahuinya berbagai macam ancaman bencana di suatu wilayah DAS dan pesisir, akan mempermudah tindakan adaptasi untuk mengatur tata ruang wilayah yang perlu dilakukan sehingga pembangunan suatu infrastruktur dapat berfungsi ganda, tidak saling tumpang tindih dan bahkan tidak memacu ancaman bencana yang lain. Berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini merujuk suatu wacana tentang perencanaan tata ruang wilayah berbasis bencana. Bencana yang terjadi secara beruntun di Indonesia yang diakibatkan penggunaan tata ruang yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan menyebabkan akumulasi kerusakan yang terjadi terus menerus dan menyebabkan terjadinya bencana. Berbagai bencana yang terjadi dapat diatasi dengan perencanaan keruangan wilayah berdasarkan daya dukung dan kemampuan lingkungan. Berbagai faktor daya dukung dan kemampuan lingkungan dipertimbangkan untuk mengidentifikasi dan mitigasi bencana dalam suatu wilayah. 3 / 6

Pendekatan spasial pengelolaan lingkungan suatu wilayah berbasis bencana dapat didasarkan konsep pendekatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pesisir. Pembatasan spasial perencanaan berdasarkan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir akan mempermudah managemen, mitigasi dan adaptasi bencana yang terjadi di suatu wilayah. Siklus aliran air dari pegunungan, perbukitan ke daerah yang lebih rendah. Selanjutnya ke lembah menuju pesisir hingga bermuara menuju llaut bakal memengaruhi proses yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakterisitk dan daya dukung lingkungan. Air sebagai agen yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses yang terjadi di suatu wilayah akan lebih baik dan maksimal jika diatur berdasarkan batasan pergerakan siklus aliran air yaitu batasan Daerah Aliran Sungai dan Pesisir. Manajemen lingkungan dengan membatasi Daerah Aliran Sungai dan Pesisir sebagai satu kesatuan ekosistem akan mempengaruhi proses yang terjadi di masa mendatang berdasarkan daya dukung dan kemampuan lingkungan di DAS dan pesisir. Yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai acuan identifikasi bencana di Daerah Aliran Sungai dan Pesisir. Sehingga sebagai satu kesatuan ekosistem, manajemen terpadu pengelolaan DAS dan pesisir dengan bertumpu pada bencana sebagai aspek penyusun tata ruang dapat diterapkan. Kerangka awal sebagai acuan perencanaan tata ruang wilayah adalah identifikasi multi ancaman bencana yang dapat terjadi di DAS dan pesisir dengan melakukan inventarisasi berbagai ancaman bencana. Ancaman bencana di DAS dan pesisir dibedakan menjadi dua bagian yaitu ancaman bencana yang terjadi di Upland dan lowland area. Ancaman bencana di Upland area merupakan ancaman yang dapat terjadi di daerah hulu, misalnya pegunungan, perbukitan. Ancaman yang di lowland area atau daerah hilir seperti daerah pesisir. Ancaman bencana yang dapat terjadi di upland area contohnya longsor, gunung meletus, erosi, kebakaran hutan, dsb. Sedangkan bencana yang dapat terjadi di lowland area adalah kekeringan, banjir dari pasang surut air laut dan dari luapan sungai, intrusi air laut, tsunami, kerusakan ekosistem mangrove dan terumbu karang, pencemaran airtanah akibat limbah domestik dan pertanian, amblesan tanah, abrasi, gempa, kekeringan, dsb. Selanjutnya dilakukan inventarisasi dampak ancaman bencana terhadap masyarakat. Berdasarkan frekuensi dan besarnya ancaman bencana di Upland dan Lowland dapat dianalisa besarnya tingkat kerusakan yang dapat terjadi secara ekonomi dan sosial. Inventarisasi nilai kerusakan didapatkan dari nilai rupiah dari masing-masing unsur yang beresiko terjadi kerusakan apabila ancaman bencana terjadi misalnya jumlah populasi yang dapat meninggal, jumlah rumah yang dapat rusak, jumlah tambak yang dapat tergenang atau terpolusi. Frekuensi dan besarnya ancaman bencana dikalikan nilai kerugian sebagai dampak jika terjadi bencana. Proses di tahap ini disebut tingkat resiko bencana yang kemungkinan dapat terjadi. 4 / 6

Tiap unsur baik secara ekonomi maupun sosial yang terkena dampak seperti resiko meninggalnya orang, resiko suatu benda dapat mengancam kehidupan seseorang jika terjadi bencana, dan resiko nilai ekonomi suatu infrastruktur dapat rusak jika terjadi bencana. Berapa jumlah populasi yang terancam jiwanya yang mendiami suatu lokasi apabila terjadi bencana longsor dan atau banjir atau bencana lain dapat dihitung berdasarkan frekuensi dan besarnya ancaman bencana. Berapa potensi suatu obyek yang dapat mengancam kehidupan manusia jika terjadi bencana, misalnya potensi bangunan rumah dapat rubuh dan mengancam kehidupan penghuninya jika bencana gempa dan atau longsor terjadi. Berapa nilai ekonomi suatu obyek dapat terancam mengalami kerusakan jika terjadi bencana, misalnya nilai ekonomi infrastruktur jalan dan fasilitas umum jika terjadi tsunami, nilai ekonomi kehilangan flora dan fauna jika terjadi kebakaran hutan, kerugian yang dapat diderita petani jika tambak dan lahan pertaniannya terkena intrusi air laut. Sehingga persebaran tingkat resiko terjadinya multi bencana di DAS dan pesisir dapat digunakan sebagai acuan untuk merencanakan kebijakan dalam tata ruang wilayah. Kebijakan yang dapat diterapkan untuk mengatasi ancaman bencana di DAS dan pesisir adalah dengan diproyeksikan melalui managemen penggunaan lahan yaitu landuse policy. Wujud campur tangan dan manifestasi manusia terhadap alam adalah tercermin dari penggunaan lahan. Penggunaan lahan akan memberikan warna dalam perencanaan tata ruang berbasis bencana. Landuse policy berbasis bencana dapat menunjukkan arahan penggunaan lahan yang diterapkan sebagai adaptasi penanggulangan bencana. Pengamanan dan persiapan yang dapat dilakukan untuk menghindari kerusakan ditunjukkan di arahan penggunaan lahan. Konsep tata ruang yang berlandaskan kebencanaan Oleh karena itu, berdasarkan persebaran tingkat resiko terjadinya bencana di DAS dan pesisir dibuat landuse policy untuk mengamankan unsur-unsur yang terancam terkena dampak bencana. Pengamanan unsur-unsur yang terancam bencana melalui landuse policy dapat diterapkan dengan melakukan tindakan adaptasi terhadap lingkungan. Tindakan adaptasi dapat berupa pembangunan infrastruktur yang dapat mengurangi ataupun menghambat ancaman bencana. Pembangunan infrastruktur tergantung dari jenis bencana dan elemen/unsur yang terancam. Akan tetapi, satu pembangunan infrastruktur dapat juga untuk menanggulangi ancaman dari beberapa macam bencana. Disamping itu, proses adaptasi terhadap bencana tidak hanya melalui pembangunan infrastruktur. 5 / 6

Proses adapatasi yang dapat dilakukan misalnya, pembangunan bangunan air untuk mencegah bencana banjir dan kekeringan, penghijauan di daerah pesisir untuk mengurangi abrasi, pemindahan pemukiman di daerah yang tidak rawan bencana misalnya di pinggir bukit yang tidak rentan longsor, perilaku masyarakat yang mengurangi pemompaan airtanah di daerah pesisir. Dengan diketahuinya berbagai macam ancaman bencana di suatu wilayah DAS dan pesisir, maka akan mempermudah tindakan adaptasi untuk mengatur tata ruang wilayah yang perlu dilakukan sehingga pembangunan suatu infrastruktur dapat berfungsi ganda, tidak saling tumpang tindih dan bahkan tidak memacu ancaman bencana yang lain. (*) 6 / 6