Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. 16 Infeksi

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

xvii Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi Trichuris trichiura adalah salah satu penyakit cacingan yang banyak

I. PENDAHULUAN. dengan sekitar 4,5 juta kasus di klinik. Secara epidemiologi, infeksi tersebut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil-transmitted dikenal sebagai infeksi cacing seperti Ascaris

PREVALENSI CACING USUS MELALUI PEMERIKSAAN KEROKAN KUKU PADA SISWA SDN PONDOKREJO 4 DUSUN KOMBONGAN KECAMATAN TEMPUREJO KABUPATEN JEMBER SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. satu kejadian yang masih marak terjadi hingga saat ini adalah penyakit kecacingan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan dan hewan yang bersama-sama dengan kekuatan fisik dan kimia

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi cacing masih merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang penting di negara berkembang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Tenaga kerja yang terpapar dengan potensi bahaya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah asupan nutrisi pada

GAMBARAN KEBERSIHAN TANGAN DAN KUKU DENGAN INFEKSI ENTEROBIASIS PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Efektifitas Dosis Tunggal Berulang Mebendazol500 mg Terhadap Trikuriasis pada Anak-Anak Sekolah Dasar Cigadung dan Cicadas, Bandung Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis soil transmitted

BAB 1 PENDAHULUAN. Kecacingan merupakan penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Trichuris trichiura disebut juga cacing cambuk, termasuk golongan nematoda yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

JUMLAH tahun tahun tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

BAB 1 PENDAHULUAN. lumbricoides dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia, dengan rata-rata kejadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

Pemeriksaan Kualitatif Infestasi Soil Transmitted Helminthes pada Anak SD di Daerah Pesisir Sungai Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PREVALENSI NEMATODA USUS GOLONGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHES (STH) PADA PETERNAK DI LINGKUNGAN GATEP KELURAHAN AMPENAN SELATAN

HUBUNGAN HIGIENITAS PERSONAL SISWA DENGAN KEJADIAN KECACINGAN NEMATODE USUS

SKRIPSI. Oleh. Yoga Wicaksana NIM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang betina berukuran 1mm x 0,06mm, yang jantan berukuran 0,75mm x 0,04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan dua buah spikulum. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam beberapa hari berubah menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru. Siklus tidak langsung ini terjadi bila lingkungan sekitarnya optimum yaitu iklim tropik dan lembab. 3. Autoinfeksi Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di daerah sekitar anus. Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal, maka terjadi suatu daur perkembangan di dalam hospes. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongyloidisis menahun pada penderita.

Gambar 2.8. Daur Hidup Strongyloides stercoralis 2.5.3. Patologi dan Gejala Klinis Bila larva filariform menembus kulit, timbul kelainan kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda. Infeksi ringan terjadi pada umunya tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti di tusuk-tusuk di

daerah epigastrium tengah. Mungkin disertai mual dan muntah, diare dan konstipasi saling bergantian. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan diseluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan pada paru, hati, dan kandung empedu. 17 2.6. Epidemiologi Penyakit Kecacingan Di Indonesia, infeksi cacingan merupakan masalah kesehatan yang sering dijumpai. Angka kejadian infeksi cacingan yang tinggi tidak terlepas dari keadaan Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi serta tanah yang subur yang merupakan lingkungan yang optimal bagi kehidupan cacing. Infeksi cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Hasil survei Cacingan di Sekolah Dasar di beberapa propinsi pada tahun 1986-1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%, sedangkan untuk semua umur berkisar antara 40% - 60%. Hasil Survei Subdit Diare pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 SD di 10 provinsi menunjukkan prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3%. Pada banyak penelitian, intensitas dan prevalensi infeksi cacingan meningkat pada anakanak dan remaja. Kurva intensitas menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Puncak intensitas terjadi antara umur 5-10 tahun untuk Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura, sedangkan cacing tambang pada umur 10 tahun. Infeksi cacingan juga dipengaruhi oleh perilaku individu. Intensitas dan prevalensi yang tinggi pada anak disebabkan oleh kebiasaan memasukkan jari-jari tangan yang kotor ke dalam mulut. Pada infeksi cacing tambang, prevalensi yang tinggi di dapatkan pada anak dengan umur lebih tua, hal ini kemungkinan disebabkan oleh mobilitas anak. 19 19 14

Penyebaran infeksi cacing Ascharis dan Trichuris mempunyai pola yang hampir sama. Aschariasis adalah penyakit infeksi cacingan yang distribusinya di seluruh dunia dan menginfeksi lebih dari 1.000 juta orang. Sebagian besar infeksi terjadi di negara yang sedang berkembang, di Asia dan Amerika latin. Di Indonesia, berdasarkan hasil survei yang dilakukan di Indonesia tahun 2002-2004 menunjukkan bahwa prevalensi Aschariasis dan Trichuris berkisar antara 57 % - 90%. 19 Di daerah endemik dengan tingkat kejadian Ascaris dan Trichiuris tinggi terjadi penularan secara terus menerus. Transmisi ini dipengaruhi oleh berbagai hal yang menguntungkan parasit, seperti keadaan iklim dan tanah yang sesuai. Kedua spesien ini memerlukan tanah liat untuk berkembang. Telur Ascaris yang telah dibuahi jatuh di tanah yang sesuai, menjadi matang dalam 3 minggu pada suhu optimum 25-30 0 C. Telur Ascaris akan matang dalam waktu 3 minggu pada suhu optimum kira-kira 30 0 C. Selain keadaan tanah dan iklim yang sesuai, keadaan endemic juga dipengaruhi oleh jumlah telur yang dapat hidup sampai menjadi bentuk infektif dan masuk ke dalam tubuh hospes. Beberapa jenis antelmentik mempunyai efek memperlambat masa perkembangan telur bahkan menimbulkan perubahan bentuk telur sehingga memperkecil reinfeksi. 16 Banyak telur yang dihasilkan satu ekor cacing adalah sebagai berikut : Ascaris kira-kira 200.000 sehari, Trichuris kira-kira 5.000 sehari dan cacing tambang 9.000-10.000 sehari. Jumlah telur yang dapat berkembang semakin banyak pada masyarakat dengan infeksi yang semakin berat akibat defekasi di sembarang tempat khususnya di tanah. Cacing tambang banyak dijumpai pada pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah. Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting 16

dalam penyebaran infeksi. Tanah yang gembur (berpasir dan humus) serta lembab sangat baik untuk perkembangan larva dengan suhu optimum 28-32 0 C. 14 2.6.1 Penyakit Kecacingan Menurut Orang a. Umur Secara epidemiologi puncak terjadinya infestasi cacing adalah pada usia 5-14 tahun. Penderita penyakit kecacingan sebagian besar menyerang anak Sekolah Dasar dengan prevalensi 60-80%. 16 Menurut Rukmono (1980) golongan orang yang rawan terhadap infeksi kecacingan adalah balita, murid Sekolah Dasar, wanita hamil, wanita menyusui, buruh, petani. Sedangkan Brown (1983) di Jakarta menyebutkan prevalensi tertinggi ditemukan pada balita dan anak golongan umur 5-9 tahun. Margono (1991) juga mengemukakan bahwa prevalensi infeksi cacing tambang meningkat seiring dengan pertambahan usia. Di Indonesia angka prevalens rate Ascariasis yang tertinggi, terutama pada anak dengan frekuensinya antara 60 90%. b. Jenis Kelamin Menurut laporan pembangunan Bank Dunia, di negara berkembang diperkirakan infeksi kecacingan menyumbangkan angka kesakitan sebesar 12% untuk anak perempuan dan 11% untuk anak laki-laki. Dapat disimpulkan bahwa risiko untuk terkena penyakit kecacingan pada anak perempuan dan anak laki-laki tidak jauh berbeda. c. Pekerjaan Prevalensi dan intensitas kecacingan masih tinggi, terutama pada balita, murid Sekolah Dasar serta orang-orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan tanah seperti 8

petani, pekerja perkebunan dan pertambangan kelompok tersebut biasanya terkena kecacingan mencapai 80-90%. Prevalensi kecacingan yang berhubungan dengan jenis pekerjaan adalah infeksi cacing tambang pada buruh waduk irigasi ditemukan dengan prevalensi 81-87,3%, pada buruh kebun karet 93,1%, dan buruh tambang batubara 79,8%. d. Personal Higiene Menurut Azwar (1989) higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Kebersihan diri atau higiene perorangan yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan dan perilaku individu yang tidak sehat dan memiliki pengaruh yang besar terhadap penyebaran dan penularan penyakit kecacingan. Menurut penelitian Salbiah S.Pd pada siswa SDN Kecamatan Medan Belawan Tahun 2007 medapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan rumah dengan infeksi kecacingan pada siswa sekolah dasar dengan nilai p-value = 0,002 (<0,05). 2.6.2 Penyakit Kecacingan Menurut Tempat Tempat berjangkitnya penyakit kecacingan pada umumnya adalah daerah pedesaan khususnya di daerah perkebunan. Dengan bentuk tanahnya adalah tanah liat, tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu 25-30 0 C. 17 Di Amerika Serikat, infeksi cacing cambuk ditemukan di daerah selatan yang panas dan lembab. Penyebarannya seiring dengan penyebaran Ascaris lumbricoides. Frekuensi yang tinggi

ditemukan di daerah-daerah dengan hujan lebat, iklim subtropik, dan tanah dengan banyak kontaminasi tinja. 16 Kebiasaan penduduk dengan buang air besar (defakasi) ditanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (diberbagai daerah tertentu) lebih memudahkan dalam penyebaran infeksi kecacingan. 15 Prevalensi Ascaris yang lebih tinggi dari 70% ditemukan antara lain di beberapa desa di Sumatera (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat (92%) dan Jawa Barat (90%). 15 Prevalensi cacing Tambang berkisar 30-50% diberbagai daerah di Indonesia, prevalensi yang lebih tinggi ditemukan didaerah perkebunan seperti di perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat (93,1%) dan di perkebunan kopi di Jawa Timur (80,69%). Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat pekerjaan sekelompok pekerjaan. 2.6.3 Penyakit Kecacingan Menurut Waktu Dari hasil pengamatan berbagai penelitian, terutama yang menyangkut Program pemberantasan penyakit kecacingan menunjukkan musim tidak mendukung terjadinya penularan penyakit kecacingan karena keberadaan telur cacing pada feses tidak dipengaruhi musim, hal ini disebabkan penularan penyakit kecacingan dapat terjadi kapan saja sepanjang musim apabila didukung higiene perorangan yang kurang dan sanitasi lingkungan yang buruk maka untuk tertular penyakit kecacingan akan lebih mudah terjadi. 17 2.7. Dampak Infeksi Cacing Soil Transmitted Helminths 2.7.1 Dampak Terhadap Status Kesehatan dan Gizi 18

Penyakit kecacingan sering kali menyebabkan berbagai penyakit di dalam perut dan berbagai gejala penyakit perut seperti kembung dan diare. Infeksi penyakit kecacingan selain berperan sebagai penyebab kekurangan gizi yang kemudian berakibat terhadap penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi, juga berperan sebagai faktor yang lebih memperburuk keadaan kekurangan gizi yang sudah ada sehingga memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam infeksi. Infeksi cacingan jarang sekali menyebabkan kematian langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan pada anak. Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang dikonsumsi manusia tidak dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam tubuh. Pada infeksi ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang 3% dari kalori yang dicerna, pada infeksi berat 25% dari kalori yang dicerna tidak dapat dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Aschariasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin A. 17 Pada infeksi Trichuris berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan, dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30% di bawah normal. Anemia berat ini dapat terjadi karena infeksi Trichuris mampu menghisap darah sekitar 0,005 ml perhari/cacing. 17 Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0,2 ml perhari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat.

2.7.2 Dampak Terhadap Intelektual dan Produktifitas Secara umum berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan, mental dan prestasi anak sekolah. Hasil penelitian Bundy dkk, 1992 menunjukkan bahwa anak-anak Sekolah Dasar di Jamaika terinfeksi cacing Trichuris trichiura mengalami penurunan kemampuan berfikir. Hasil study di Kenya oleh Stephenson tahun 1993 menunjukkan penurunan kesehatah jasmani, pertumbuha dan selera makan pada anak sekolah yang terinfeksi Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura. Di Malaysia ditemukan dampak infeksi penyakit cacing terhadap penurunan kecerdasan di lingkungan anak sekolah Che Ghani tahun 1994. Penyakit ini tidak menyebabkan orang mati mendadak, akan tetapi menyebabkan penderita semakin lemah karena kehilangan darah yang menahuun sehingga menurunkan prestasi kerja. 3 17 2.7.3 Dampak Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia Penyakit kecacingan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia, mengingat kecacingan akan menghambat pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak serta produktifitas kerja. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi kacacingan adalah kesadaran higiene perorangan (personal hygiene) yang kurang. 17 2.8. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Soil Transmitted Helminths 13,21 Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan ini dapat dilakukan dengan :

a. Pencegahan Primer 1. Memutuskan rantai daur hidup dengan cara: berdefekasi di jamban, menjaga kebersihan perorangan. 2. Penularan Strongyloides dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan tanah, tinja atau genangan air yang diduga terkontaminasi oleh larva infektif. 3. Pencegahan infeksi cacing tambang adalah dengan cara mencegah kontak manusia dengan tanah yang mengandung bentuk infektif. Salah satu caranya adalah dengan memakai alas kaki jika keluar rumah. 4. Bagi individu atau keluarga yang sering mengkonsumsi sayuran mentah/lalapan diharapkan agar mencuci sayur dengan benar. 5. Bagi petani yang menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk tanaman dihimbau untuk mencuci tangan dengan sabun setelah melakukan pemupukan dan menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu bot dan sarung tangan. 6. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari penyakit kecacingan. b. Pencegahan Sekunder 1. Memberi pengobatan masal secara berkala 6 bulan sekali dengan obat antelmintik yang efektif, terutama pada golongan rawan. 2. Apabila diketahui seseorang positif terinfeksi, maka orang tersebut harus segera diberi obat cacing.