BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intensitas pembangunan yang semakin meningkat, seiring oleh pemanfaatan ilmu dan teknologi di berbagai bidang yang lebih maju, telah mendorong pesatnya laju pertumbuhan industri di Negara kita. Kondisi ini tentunya harus disertai dengan kesiapan tenaga kerja sebagai pelaku kegiatan indrustri dalam berbagai aspek baik dari segi pengetahuan, keterampilan, kesehatan, keselamatan maupun perlindungan secara menyeluruh terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Setiap pekerja berhak atas derajat kesehatan yang optimal sebagai modal yang asasi untuk dapat menjalankan aktivitasnya. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas kerja yang baik pula, sebaliknya keadaan sakit atau gangguan kesehatan menyebabkan tenaga kerja yang tidak biasa bekerja dalam batas kemampuannya, bahkan mendorong bertambahnya angka absensi. Dengan demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga kerja akan merupakan faktor strategis dalam mendukung kemajuan industri dan dunia usaha serta pembangunan secara keseluruhan (Harrianto, 2012). Kesehatan kerja menurut WHO/ILO (1995), kesehatan bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan kerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi 1
pekerja dalam pekerjaanya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerjaan dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologi, secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan pada manusia kepada pekerja dan jabatannya. (Depkes RI, 2009). Menurut Depkes RI (2002) dalam Purnama (2010), Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja, pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga mekugian materi dari pekerja dan pengusaha, tetapi dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Menurut World Health Organizatian (WHO) diperkirakan hanya 5-10% pekerja dinegara berkembang dan 20-50% pekerja dinegara industri (dengan hanya beberapa pengecualian) mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai sehingga data mengenai penyakit akibat kerja yang ada hanya merupakan bagian dari suatu puncak gunung Es. Selain itu pengawasan langsung diperusahaan terhadap pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja tidak dilakukan secara reguler, termasuk dinegara maju.(aditama, 2010). Populasi pekerja di Indonesia pun meningkat terus, menurut data Biro Pusat Statistik, jumlah tenaga kerja Indonesia yang pada tahun 2000 sudah mencapai 95
juta orang diantaranya 50% bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, yang menurut ILO merupakan sektor pekerjaan yang paling berisiko terhadap kesehatan keselamatan pekerja, selain sektor penambangan. Selain itu 70-80% dari angkatan kerja yang bergerak di sektor informal, yang umumnya bekerja dilingkungan kerja yang kurang baik, belum teroganisir dan tingkat kesejahteraannya rendah (Aditama 2010). Kesehatan kerja yang mencakup angka kesakitan dan kematian akibat kerja dan akibat hubungan kerja dari International Labaour Organisation (ILO) yaitu 1,2 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat hubungan kerja (PAHK). Dari 250 juta kecelakaan, 3.000.000 orang meninggal dan sisanya meninggal karena PAHK. Diperkirakan ada 160 juta PAHK baru setiap tahunnya. Sedangkan untuk besaran masalah kesehatan kerja yang menyangkut angka kesakitan dan kematian akibat kerja dari beberapa penelitian diperoleh gambaran bahwa lebih dari 50% pekerja Indonesia peserta jamsostek mengidap penyakit kulit akibat masuknya zat kimia melalui kulit dan pernafasan (Depkes RI, 2005). Kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja, mudah sakit, stres, sulit berkonsentrasi sehingga menyebabkan menurunnya produktivitas kerja. Kondisi kerja meliputi variabel fisik seperti distribusi jam kerja, suhu, penerangan, suara, dan ciri-ciri arsitektur tempat kerja, lingkungan kerja yang kurang nyaman. Misalnnya: panas, berisik, sirkulasi udara kurang, kurang bersih, mengakibatkan pekerja mudah stres (Supardi, 2007).
Bahaya yang potensial (potensial hazard) disebabkan oleh faktor biologis (virus, bakteri dan jamur dan lain-lain), faktor kimia (antiseptik, gas anestesi dan lainlain), faktor ergonomi (cara kerja yang salah dan lain-lain), faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran, radiasi dan lain-lain), faktor psikososial (hubungan sesama pekerja/atasan dan lain-lain) dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja (Depkes RI, 2009). Menurut (Profil Desa 2010), Gampong Beureugang adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh dengan jumlah Kepala Keluarga 265 KK dan penduduk sebanyak 821 jiwa terdiri dari laki-laki 378 orang dan perempuan 451 orang, Mata Pencarian penduduk di desa ini beragam dan yang paling dominan adalah sebagai Petani lainya sebagai Pegawai Negeri Sipil, karyawan swasta, wiraswasta dan hanya 48 orang yang berprofesi sebagai pekerja pencetak batu bata. Gampong Beureugang juga merupakan salah satu daerah industri informal di Aceh Barat. Salah satunya adalah pengrajin industri rumah tangga pencetakan batu bata, jumlah produksi batu bata bisa mencapai 150.000 buah perbulan dan tenaga kerjanya penduduk yang berasal dari Gampong Beureugang itu sendiri yang terdiri dari tenaga kerja laki-laki dan perempuan, pada survei awal penulis mengetahui dalam bekerja mereka tidak memperhatikan kesehatan kerja dan selama ini pekerja mengeluh sakit pinggang, nyeri bahu dan tangan, bersin-bersin dan lain-lain baik ketika sedang bekerja maupun sesudah bekerja yang kadang-kadang bisa menyebabkan demam.
Berdasarkan hasil tanya jawab dengan salah satu pekerja diketahui bahwa proses pencetakan batu bata mempunyai beberapa tahapan dan berdasarkan pengamatan penulis tenaga kerja berisiko untuk terjadinya gangguan kesehatan sewaktu bekerja, berikut tahapan pencetakan batu bata diantaranya: 1. Tahap pencampuran dimulai dari pengerukan tanah dengan menggunakan cangkul dan sekrop yang kemudian dimasukan kedalam kereta dorong dibawa kedalam kolam pengaduk yang sudah di isi air secukupnya untuk dilakukan pengadukan, pencampuaran pada waktu dulu dilakukan dengan memakai binatang yaitu kerbau sekarang sudah digantikan dengan menggunakan Hand Tractor dengan menjalankan berputar-putar dalam kolam pengadukan selama 1 jam sampai kadar tanah bercampur dengan air menjadi lumat dan siap untuk di cetak, pada tahap ini pekerja berisiko terjadi gangguan kesehatan seperti panas matahari, bising, getaran, terjatuh karena terpeleset, sakit pinggang, pegal-pegal dan penyakit kulit. 2. Tahap pencetakan, pekerja mengambil dan mengangkat tanah yang sudah di campur menjadi lumat dan di angkat dimasukkan kedalam cetakan untuk di cetak dengan tangan yang dilakukan sambil berdiri dekat meja yang sudah ada cetakannya dan kemudian di cetak sesuai ukuran kemudian di beri pasir supaya tidak lengket satu sama lain ataupun rusak ketika dipindahkan, pada tahap ini pekerja berisiko terjadi ganguan kesehatan kelelahan, kesalahan posisi anggota badan, sakit pinggang dan lain-lain.
3. Tahap pengeringan, pekerja memindahkan batu bata yang telah dicetak ketempat pengeringan dengan mengangkat satu persatu sampai habis sebelum di bakar, pada tahap ini pekerja berisiko terjadi ganguan kesehatan seperti sakit pinggang, lengan, kelelahan dan lain-lain. 4. Tahap pembakaran, pekerja mengangkat satu persatu batu bata yang sudah kering yang kemudian disusun rapi kedalam tungku pembakaran yang sudah disediakan, pekerja menyediakan kayu bakar dan memasukkannya kedalam tungku yang kemudian dibakar sampai api menyala dan merata, pekerja mengawasi pembakaran batu bata agar api tetap menyala dengan baik sampai batu bata betul-betul matang, setelah pembakaran dilakukan selama 2x24 jam kemudian setelah dingin batu bata di bongkar dari tungku pembakaran dan dipindahkan ketempat yang kering dan siap untuk dijual pada tahap ini pekerja berisiko terjadi ganguan kesehatan panas api, bersin, batuk, luka tertimpa kayu dan batu bata, sesak akibat terhirup debu kayu bakar dan debu batu bata yang sudah kering, penyakit kulit yang disebabkan paparan panas api dan lain-lain, rata-rata para pekerja pernah mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) berdasarkan informasi yang diberikan. 1.2. Perumusan Masalah Bedasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran faktor-faktor timbulnya gangguan kesehatan pada tenaga kerja
pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui gambaran bahaya faktor fisik yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. 2. Mengetahui gambaran bahaya faktor kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. 3. Mengetahui gambaran bahaya faktor biologi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. 4. Mengetahui gambaran bahaya faktor fisiologi ergonomi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. 5. Mengetahui gambaran bahaya faktor psikososial yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pencetakan batu bata tradisional di Gampong Beureugang Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. 1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bagi pekerja batu bata agar lebih menjaga kesehatannya dengan memperhatikan prosedur kerja yang baik dan aman. 2. Memberikan masukan kepada pemilik usaha batu bata tentang pencegahan bahaya gangguan kesehatan pada tenaga kerja. 3. Bahan informasi dan pengembangan ilmu bagi penelitian sejenis selanjutnya. 4. Menambah wawasan bagi penulis dalam aplikasi keilmuan.