1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar penduduk yang mendiami pulau Kalimantan pada umumnya dan Provinsi Kalimantan Barat pada khususnya adalah suku Dayak. Suku Dayak sendiri terbagi dalam kelompok-kelompok kecil, kelompok-kelompok tersebut mempunyai struktur dan sistem hukum yang berbeda-beda. Pada umumnya sistem keturunan yang dianut oleh masyarakat adat Dayak Kalimantan Barat adalah sistem Parental atau Bilateral, sedangkan sistem perkawinan Dayak adalah Endogami, yaitu mengadakan perkawinan hanya di dalam tribe atau rumpun mereka sendiri (antar keluarga). Pada dasarnya hidup suku Dayak terisolir, tetapi lambat laun bertambah terbuka berkat lalu lintas dan modernisasi, dalam arti masuknya tata hidup dari luar yang membawa perubahan-perubahan dalam segala segi kehidupan sehari-hari, baik kebiasaan-kebiasaan/mental, maupun dalam cara mempergunakan alat-alat yang baru dikenal. 1 Kabupaten Sintang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat, ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Sintang, terdiri dari 14 kecamatan dengan total luas wilayah 21.635 km². 14 Kecamatan tersebut adalah Ambalau, Binjai Hulu, Dedai, kayan Hilir, Kayan Hulu, Kelam Permai, Ketungau Hilir, Ketungau Hulu, Ketungau Tengah, Sungai Tebelian, 1 Bushar Muhammad, 2013, Pokok Pokok Hukum Adat, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 29-30.
2 Sepauk, Serawai, Sintang, Tempunak. 2 Penduduk yang mendiami Kabupaten Sintang di dominasi oleh suku Dayak dan suku Melayu yang tersebar diseluruh kecamatan di Kabupaten Sintang. Suku Dayak yang banyak mendiami Kecamatan Kelam Permai adalah suku Dayak Desa, Dayak Sebaruk dan Dayak Seberuang. 3 Masyarakat Dayak Desa dulunya tinggal di rumah-rumah panjang, namun sekarang rumah panjang bagi masyarakat Dayak Desa tidak lebih dari sekedar simbol budaya. Satu-satunya kampung masyarakat dayak Desa yang masih bertahan di rumah panjang hanya kampung Ensaid Panjang, itu pun karena dijadikan kawasan wisata dan budaya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang. Hilangnya rumah panjang tidak terlepas dari program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Misalnya program regrouping bagi desa-desa terisolasi yang dihuni masyarakat dayak, melalui projek resettlement desa dan resettlement penduduk, bahkan budaya masyarakat dayak di pedalaman terutamanya rumah panjang didakwa turut menghambat program penataan desa. 4 Masyarakat Dayak Desa secara tradisi bergantung dengan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, ketersediaan sumberdaya alam seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan sangatlah penting untuk kelangsungan hidup. Praktik-praktik budaya sehari-hari seperti perladangan berpindah, berburu dan mengumpulkan hasil hutan menggambarkan kehidupan sosial 2 Mersamjambi, 2014, http://id.m.wikipedia.org/wiki/kabupaten_sintang, diakses pada tangggal 25 februari, pada pukul 12:00. 3 Hasil wawancara dengan Bapak Maryadi, Camat Kelam Permai, pada tanggal 25 februari 2015. 4 Herpanus, 2014, http://sukudayakdesa.blogspot.com/2014/08/masalah-pewarisanpengetahuan.html, diakses pada tanggal 25 februari 2015, pada pukul 12:10.
3 masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman pola kehidupan masyarakat mulai bergeser, perladangan berpindah mulai ditinggalkan masyarakat salah satu penyebabnya yaitu keterbatasan hutan dikarenakan pembangunan. Hutan yang dulunya dijadikan ladang berpindah kini oleh masyarakat dijadikan lahan perkebunan dan pertanian, dengan ditanami pohon karet dan dijadikan sawah. Dalam kebudayaan suku Dayak Desa ada istilah Bujang Bebini Dara Belaki, yang masing-masing kata mempunyai pengertian menurut tata bahasa Dayak Desa. Pertama, kata bujang artinya seorang laki-laki yang masih lajang, kedua kata bebini artinya beristeri, ketiga kata dara artinya seorang perempuan yang masih lajang dan keempat kata belaki artinya bersuami. Bujang Bebini Dara Belaki suatu proses di mana seorang laki-laki dan seorang perempuan yang ingin membentuk sebuah rumah tangga. Dilihat dari bentuknya jelas Bujang Bebini Dara Belaki jelas merupakan perkawinan yang monogami. Perkawinan poligami dari sudut pandang adat tidak diperkenankan dalam masyarakat suku Dayak Desa, meskipun dalam kenyataannya masih ada pelanggaran yang kemudian dilegalkan dengan memberikan sanksi adat. 5 Sistem perkawinan suku Dayak adalah Endogami, dalam arti mereka mengadakan perkawinan satu sama lain di dalam Tribe mereka sendiri ( antar keluarga ). 6 Tribe mempunyai pengertian setiap satuan orang yang 5 Ibid 6 Bushar Muhammad, 2013, Pokok Pokok Hukum Adat, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 25
4 dipersatukan oleh ikatan keturunan, mempunyai tradisi, dan juga dipersatukan oleh pemimpin yang sama atau sama-sama mempunyai primus interpares. 7 Ada beberapa alasan mengapa mereka mengambil sistem endogami ini, yaitu : 8 1. Dipandang dari sudut keamanan, pertahanan ; 2. Dipandang dari sudut pemilikan tanah, kebun, sawah dan sebagainya. 3. Dipandang dari sudut kemurnian darah/keturunan, dan lain-lain pantangan yang bersifat magis religius. Selanjutnya, begitu pula dengan sistem perkawinan suku Dayak Desa adalah endogami, yaitu perkawinan sesama suku atau rumpun. Perkawinan yang ideal bagi masyarakat Dayak Desa adalah perkawinan derajat kedua kesamping yaitu sepupu dari kakek yang bersaudara. Dalam perkembangannya perkawinan suku Dayak Desa tidak lagi hanya suku dan rumpun saja, terjadi perkawinan antar suku di dalam suku Dayak Desa. Terjadinya perkawinan antar suku ini sehingga secara otomatis juga akan mempengaruhi terhadap pewarisan itu sendiri, yang juga dapat menimbulkan konflik antara para ahli waris. 9 Perkawinan antar suku adalah bentuk perkawinan yang terjadi antara suami dan istri yang berbeda suku bangsa, adat dan budaya. Terjadinya perkawinan antar suku pada umumnya menimbulkan masalah hukum antara tata hukum adat, yaitu hukum mana dan hukum apa yang akan diberlakukan 7 Mohammad Darry, 2014, http://mohammad-darry-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-111013- Hubungan%20Antar%20Suku%20Bangsa-Tribe%20Vs%20Ethnic%20Groups.html, diakses pada tanggal 19 Mei 2016, pada pukul 00:15. 8 Ibid, hlm. 26 9 Ibid
5 dalam pelaksanaan perkawinan itu. Sebagian hukum adat tidak membenarkan tejadinya perkawinan antar suku, namun dalam perkembangannya hukum adat ada yang memberikan jalan keluar untuk mengatasi masalah ini sehingga perkawinan antar suku dapat dilaksanakan. 10 Menurut hukum adat Dayak Desa, apabila akan dilaksanakannya perkawinan antar suku maka hukum adat ini memberikan jalan keluar yaitu dengan Nguang yaitu laki-laki atau perempuan yang bukan suku Dayak Desa masuk kedalam masyarakat adat Dayak Desa atau dengan nguai yaitu laki-laki atau perempuan suku Dayak Desa keluar dari masyarakat adat Dayak Desa. 11 Apabila laki-laki atau perempuan suku Dayak Desa memilih untuk nguai maka secara otomatis akan kehilangan terhadap hak-hak adatnya termasuk dalam hal pewarisan. Hal ini dapat menimbulkan konflik terhadap pewarisan. Masyarakat hukum adat suku Dayak Desa sudah sejak lama menyelesaikan konflik-konflik adat melalui kelembagaan tradisional, yaitu hakim perdamaian desa. Biasanya yang bertindak sebagai hakim perdamaian desa ini adalah ketua adat. Apa yang dilakukan oleh ketua adat selaku hakim perdamaian desa tidak menggunakan peradilan adat dan menggantikannya dengan sistem kelembagaan yang berorientasi pada masyarakat. Perkembangan jaman yang terus menerus mengalami kemajuan ke arah yang modern tidak menutup kemungkinan akan adanya sengketa waris 10 C. Dewi Wulansari, 2012, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung, hlm 61-62 11 Hasil wawancara dengan narasumber Yohanes Kiyong selaku Temenggung pada tanggal 3 Juli 2016
6 yang terjadi dalam masyarakat Dayak terutama masyarakat Dayak Desa. Hukum adat di dalam kehidupan masyarakat Dayak di Kalimantan Barat terutama di Kabupaten Sintang dapat dipergunakan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan termasuk kehidupan penyelesaian warisan. Penyelesaian dengan menggunakan hukum adat Dayak Desa dilakukan melalui lembaga adat desa maupun lembaga adat kecamatan. Penyelesaian dengan lembaga adat desa ketua adat hanya sebatas mendamaikan saja, sedangkan penyelesaian melalui lembaga adat kecamatan yang disebut dewan adat kecamatan yaitu penyelesaian melalui peradilan adat yang bertindak sebagai hakim adalah temenggung. 12 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses pembagian harta warisan pada masyarakat suku Dayak Desa yang melakukan perkawinan antar suku di Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat? 2. Bagaimana cara penyelesaian jika terjadi konflik pewarisan pada masyarakat suku Dayak Desa yang melakukan perkawinan campuran di Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang provinsi Kalimantan Barat? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan eksplorasi penulis, belum ada penulisan yang melakukan kajian tentang pembagian harta warisan pada masyarakat suku Dayak Desa yang melakukan perkawinan antar suku di Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. Namun demikian, ada 12 Hasil wawancara dengan narasumber Yohanes Kiyong selaku Temenggung pada tanggal 3 Juli 2016
7 beberapa tulisan lain yang mirip dengan tema ini, yaitu terhadap penelitian yang berjudul: 1. Happy Susianti, Program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada tahun 2007, judul Pelaksanaan Hukum Waris Adat Pada Masyarakat Dayak Ma anyan di Kelurahan Belitung Selatan Kecamatan Banjarmasin Barat Kota Banjarmasin. 13 Rumusan masalah : a. Bagaimana pembagian waris yang dijalankan masyarakat Dayak Ma anyan di Kelurahan Belitung Selatan Kecamatan Banjarmasin Barat kota Banjarmasin? b. Adakah kesamaan hak antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam pelaksanaan pembagian warisan menrut Hukum Waris Adat pada masyarakat Dayak Ma anyan di Kelurahan Belitung Selatan Kecamatan Banjarmasin Barat Kota Banjarmasin? 2. Dwike Widhiasih, Program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada tahun 2008, judul Pelaksanaan Pewarisan Masyarakat Adat Dayak Maanyan Paju Lima (Benua Lima) di Kecamatan Patangkep Tutui Kalimantan Tengah. 14 Rumusan masalah : 13 Happy Susianti, 2007, Pelaksanaan Hukum Adat Pada Masyarakat Dayak Ma anyan di Kelurahan Belitung Selatan Kecamatan Banjarmasin Barat Kota Banjarmasin, Tesis, Program Magister kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 14 Dwike Widhiasih, 2008, Pelaksanaan Pewarisan Masyarakat Adat Dayak Maanyan Paju Lima (Benua Lima) di Kecamatan Patangkep Tutui Kalimantan Tengah, Tesis, Program Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
8 a. Bagaimana pelaksanaan pewarisan masyarakat adat Dayak maanyan Paju Lima (Benua Lima)? b. Bagaimana peranan tetua adat dalam pelaksanaan pewarisan masyarakat Dayak Maanyan Paju Lima (Benua Lima)? c. Bagaimana peranan Notaris/PPAT dalam Pelaksanaan Pewarisan masyarakat adat Dayak Maanyan Paju Lima (Benua Lima)? 3. Wenny CD, Program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada tahun 2013, judul Perkawinan dan Penerusan Harta Peninggalan Pada Masyarakat Adat Dayak Jangkang di Kecamatan Jangkang Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. 15 Rumusan masalah : a. Mengapa bentuk perawinan pada masyarakat adat Dayak Jangkang di Kecamatan Jangkang, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat adalah perkawinan mentas/mencar? b. Bagaimana pelaksanaan penerusan harta peninggalan pada masyarakat adat Dayak Jangkang di Kecamatan Jangkang, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat? c. Bagaimana cara penyelesaian sengketa dalam penerusan harta peninggalan pada masyarakat adat Dayak Jangkang di Kecamatan Jangkang, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat? 15 Wenny CD, 2013, Perkawinan dan Penerusan Harta Peninnggalan Pada Masyarakat Adat Jangkang di Kecamatan Jangkang Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat, Tesis, Program Magister Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
9 Penelitian ini berbeda dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya seperti tersebut di atas, karena suku dan tempat penelitian yang berbeda, yang mempunyai sistem hukum yang berbeda pula. Penelitian ini merupakan pewarisan suku Dayak Desa di Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat, apabila tanpa sepengetahuan penulis ada yang sama maka penelitian tersebut saling melengkapi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan bahan pustaka guna membantu perkembangan ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan waris adat. 2. Manfaat Praktis Secara praktis hasil peneletian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan manfaat bagi masyarakat Indonesia terutama masyarakat Suku Dayak pada umumnya dan masyarakat Suku Dayak Desa pada khususnya. b. Lembaga Terkait Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan mengenai eksistensi hukum waris adat dan bagaimana penyelesaian sengketa secara waris adat
10 E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan pada rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis : 1. Proses penerusan harta warisan pada masyarakat suku Dayak Desa yang melakukan perkawinan antar suku di Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat saat ini. 2. Penyelesaian jika terjadi konflik pewarisan pada masyarakat suku Dayak Desa yang melakukan perkawinan antar suku di Kecamatan Kelam Permai Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat.