1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap produksi perikanan Indonesia yang mencapai 30 persen dari total produksi ikan yang ada di Indonesia, yaitu sekitar 1,5 juta ton 1. Produksi ikan di Jawa barat masih didominasi oleh sektor budidaya air tawar yang mencapai 620.000 ton sedangkan sisanya dari ikan tangkapan perairan umum maupun laut. Sentra produksi budidaya ikan air tawar di Jawa barat diantaranya adalah kota Sukabumi, Garut, Cianjur dan Bogor. Produksi yang dihasilkan kota Sukabumi untuk sektor budidaya mencapai 3.094 ton, kota Garut mencapai 26.170 ton, kota Cianjur mencapai 68.746 ton, dan kota Bogor mencapai 24.558 ton (Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2008). Komoditi ikan yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat ada beberapa jenis, diantaranya adalah ikan nila, mas, lele, patin, dan gurame. Adapun produksi budidaya air tawar berdasarkan kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Berdasarkan Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 Kota/Kabupaten Produksi (ton) Nila Mas Lele Patin Gurame Kab. Cianjur 20.600 34.362 248 1.319 2.884 Kota Tasikmalaya 1.771 1.540 566 0 691 Kab. Tasikmalaya 4.460 9.215 583 0 509 Kota Bogor 559 470 480 485 390 Kab. Bogor 1.826 3.857 18.313 581 1.946 Kota Cirebon 14 8 34 7 2 Kab. Cirebon 245 199 448 45 283 Kota Bandung 468 1.260 891 0 0 Kab. Bandung Barat 10.635 12.412 394 3.611 189 Kab. Purwakarta 23.831 39.745 250 6.617 1 Lainnya 22.714 26.230 25.834 247 6.126 Sumber : Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2010 (diolah) 1 www.kalimantannews.com (diakses 30 April 2011) 1
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa setiap kota yang berada di Jawa Barat mempunyai keunggulan dalam komoditi tertentu. Kota Tasikmaya, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Purwakarta yang merupakan sentra produksi ikan nila yang mencapai 1.771 ton sampai 23.831 ton per tahunnya. Komoditi ikan mas dihasilkan oleh Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta, untuk sentra produksi ikan lele yang mencapai 18.313 pertahunnya dihasilkan oleh Kabupaten Bogor. Untuk ikan patin mayoritas dihasilkan oleh Kabupaten Bandung, Kabupaten Purwakarta. Sedangkan untuk sentra gurame di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor. Kota Bogor dan Kabupaten Bogor mempunyai produksi yang cukup merata untuk setiap komoditi yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan kondisi alam yang sangat mendukung untuk melakukan usaha di bidang perikanan. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah Jawa Barat yang masyarakatnya cukup aktif dan turun temurun melakukan usaha di bidang perikanan air tawar. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan produksi budidaya perikanan air tawar di Bogor dari tahun 2007 sampai 2010 yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Produksi Budidaya Air Tawar di Kabupaten Bogor dari Tahun 2007-2010 Produkai (Ton) Pertumbuhan Budidaya 2007-2010 2007 2008 2009 2010 (%) Kolam Air Tenang (KAT) Kolam Air Deras (KAD) 15.570,00 17.418,00 24.072,98 31.167,15 19,89 7.225,00 6.768,00 4.023,64 4.207,87-10,57 Perikanan Sawah 531,00 560,00 261,87 261,61-11,97 Jaring Apung 221,00 243,00 302,38 336,93 11,45 Karamba 31,00 32,00 31,56 34,17 2,53 Total 23.578,00 25.021,00 28.692,43 36.007,73 15,42 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011) Jika dilihat pada Tabel 2, budidaya di kolam air tenang meningkat cukup signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2007 sampai 2008 budidaya kolam air tenang mengalami peningkatan sebesar 12 persen, sedangkan dari tahun 2009 ton 2
sampai 2010 budidaya kolam air tenang mengalami peningkatan sebesar 29,47 persen. Budidaya kolam air deras mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai 2009, walaupun terjadi peningkatan pada tahun 2010, tetapi peningkatan tersebut tidak signifikan. hal ini disebabkan air sungai yang digunakan untuk budidaya kolam air deras sudah mulai tercemar sehingga sudah tidak mendukung untuk budidaya ikan air tawar. Untuk budidaya karamba mempunyai peningkatan yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis budidaya lainnya, pada tahun 2007 sampai tahun 2008 budidaya karamba mengalami peningkatan hanya sebesar 4 persen, sedangkan pada tahun 2009 sampai tahun 2010 budidaya karamba mengalami peningkatan sebesar 8 persen. Ada beberapa jenis ikan yang dibudidayakan di Kota Bogor, yaitu ikan lele, mas, gurame,bawal, dan patin. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, ada komoditi yang mengalami penurunan produksi dan ada juga yang mengalami peningkatan cukup signifikan. Adapun perkembangan produksi ikan konsumsi kabupaten Bogor disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Produksi Ikan Konsumsi di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010 Jenis Produksi (ton) Pertumbuhan 2007-2010 Ikan 2007 2008 2009 2010 (%) Lele 6.373,75 9.744,80 18.315,02 24.844,52 58,83 Mas 8.631,50 8.124,35 3.859,62 4.063,56-17,69 Gurame 1.719,00 1.854,82 1.946,43 2.057,61 6,18 Nila 4.418,75 3.494,96 1.842,17 2.073,36-18,55 Bawal 849,40 904,91 2.026,14 2.154,66 45,59 Patin 1.020,00 571,76 584,84 647,32-10,32 Tawes 430,00 278,80 75,76 76,13-35,83 Mujair 24,30 29,21 31,68 29,05 6,79 Nilem 13,70 8,23 2,10 0,00-71,47 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011) Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa ikan Lele, Gurame dan Bawal mengalami perkembangan yang signifikan dibandingkan dengan dengan komoditi yang lainnya, sedangkan untuk komoditi ikan nilem mengalami penurunan setiap tahunnya, hingga pada tahun 2010 produksi ikan Nilem sudah tidak dibudidayakan lagi. Untuk komoditi yang mengalami fluktuatif setiap tahunnya 3
adalah ikan patin. Pada tahun 2007 sampai 2008, patin mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 1.020 ton menjadi 571,76 ton pertahunnya, tetapi pada tahun 2008 sampai 2010, produksi ikan patin mengalami peningkatan sebesar 13,2 persen. Hal ini dikarenakan permintaan ikan patin yang mulai meningkat di pasar domestik maupun mancanegara 2. Ikan patin mempunyai prospek yang cukup baik untuk saat ini. Hal ini dilihat dari produksi ikan patin di Jawa Barat pada 2011 diperkirakan naik sebesar 65,56% menjadi 64.900 ton dibandingkan tahun 2010, yaitu 39.200 ton 3. Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai rasa daging yang lezat, enak, dan tidak berduri. Hal tersebut yang menyebabkan ikan patin mempunyai kelebihan dan keunggulan yang khas bila dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya. Ikan patin sebagai sumber protein hewani dengan kandungan protein yang cukup tinggi dan dinilai lebih aman dari pada ternak jenis lainnya, karena kadar kolesterolnya relatif lebih rendah. Kandungan kalori ikan patin sekitar 120 kalori setiap 3,5 ons sehingga ikan ini sangat baik untuk menjaga kesehatan 4. Jenis ikan patin yang cukup dikenal oleh masyarakat terdiri dari beberapa jenis, yaitu patin jambal, patin siam, dan patin pasupati. Untuk saat ini patin yang dibudidayakan di Kabupaten Bogor adalah patin siam. Patin siam (Pangasius hypopthalmus) dari Bangkok (Thailand) masuk ke Indonesia pada tahun 1972. Alasan diintroduksikannya ikan patin siam ke Indonesia karena patin siam dianggap memiliki prospek yang baik karena pertumbuhannya tergolong pesat, mudah beradaptasi dengan lingkungan, memiliki respon yang positif terhadap pemberian pakan tambahan, dan fekunditas telurnya tinggi, dapat mencapai ukuran individu yang sangat besar serta dapat dipelihara secara intensif (Susanto, 2009). Berbeda dengan patin siam, patin jambal mempunyai fekunditas telur yang rendah serta pertumbuhannya lambat sehingga pembudidaya kurang tertarik untuk membudidayakan jenis patin ini. Jenis ikan patin yang terakhir adalah pasupati, ikan ini merupakan persilangan antara pati jambal asli Indonesia dengan patin siam. Patin pasupati memiliki 2 www.bisnisjabar.com (diakses tanggal 30 april 2011) 3 www.bisnisjabar.produksi ikan patin jabar diprediksi naik 65,56 %( diakses tanggal 30 April 2011) 4 www.binaukm.com.peluang usaha budidaya ikan patin (diakses tanggal 28 Maret 2011) 4
beberapa keunggulan diantaranya kualitas benihnya cenderung lebih baik dibandingkan induknya, kualitas benih mudah dikontrol, kadar lemak yang rendah, dan pertumbuhan relatif lebih cepat. Tetapi untuk sekarang, jenis patin ini kurang diminati oleh para pembudidaya karena harga induk yang relatif mahal dikarenakan jumlahnya yang masih terbatas (Susanto, 2009) Meningkatnya permintaan ikan konsumsi, khususnya ikan patin pada tahun 2008 sampai 2010, tentunya berbanding lurus dengan kegiatan pembenihan itu tersendiri. Kegiatan pembenihan mempunyai peran yang cukup besar dalam sistem budidaya patin siam. Oleh karena itu salah satu tantangan besar dalam kegiatan budidaya patin siam adalah bagaimana menghasilkan benih yang meningkat setiap tahunnya agar kebutuhan konsumsi ikan patin siam dapat terpenuhi. Apalagi dari tahun 2010 sampai 2011, Provinsi Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Riau, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Jawa Tengah mengembangkan ikan patin dengan benih yang berasal dari daerah- daerah Jawa Barat seperti Bandung dan Bogor 5. Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, pada tahun 2008 sampai 2009 benih patin yang dihasilkan mengalami penurunan yang cukup signifikan, hal ini dikarenakan banyak pembudidaya patin yang mengalami kerugian sehingga harus menutup usahanya. Pada tahun 2009 sampai 2010 terjadi peningkatan produksi benih patin siam sebesar 21,58 persen, hal tersebut dikarenakan para pembudidaya patin sudah mengetahui cara untuk melakukan pembenihan patin secara lebih baik dari pada tahun sebelumnya. Adapun perkembangan benih dari tahun 2007-2010 di Kabupaten Bogor, disajikan pada Tabel 4. 5 www.bisnis jabar.com.produksi ikan patin jabar diprediksi naik 65,56 %( diakses tanggal 30 April 2011) 5
Tabel 4. Perkembangan Produksi Benih Ikan Tawar di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2010 Produksi (Ribu Ekor) Pertumbuhan Jenis Ikan 2007-2010 2007 2008 2009 2010 (%) Mas 187.847 166.502 56.663 60.715-23,39 Nila 98.438 109.580 35.700 36.995-17,49 Nilem 701 397 0 0 - Mujair 1.097 2.181 693 746 12,75 Gurame 78.770 92.282 36.166 37.779-13,07 Tawes 18.940 9.459 5.510 5.765-29,06 Patin 58.126 79.893 26.358 32.047-2,66 Lele 227.482 244.634 62.020 81.063-12,13 Sepat Siam 659 488 0 0 - Tambakan 8.285 6.051 1.807 1.868-31,24 Bawal 36.315 33.133 622.191 671.321 592,33 Jumlah 716.660 744.600 847.112 928.304 9,08 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011) Kegiatan pembenihan ikan patin siam di Kabupaten Bogor dilakukan secara perseorangan maupun dalam kelompok. Salah satu daerah pembenihan ikan patin di Kabupaten Bogor yaitu Dramaga. Petani pembenihan di Dramaga salah satunya yaitu Darmaga Fish Culture (DFC). Alasan utama DFC memilih untuk fokus pada sektor pembenihan ikan patin siam dikarenakan perputaran uang pada sektor tersebut lebih cepat, sehingga kebutuhan modal untuk pelaksanaan kegiatan produksi selanjutnya relatif lebih dapat direncanakan serta profit yang dihasilkan relatif besar pada sektor pembenihan. Permintaan benih patin siam yang banyak dari luar Jawa, khususnya dari daerah Sumatera dan Kalimantan adalah salah satu alasan yang menyebabkan DFC masih terus bertahan sampai saat ini. Dalam menjalankan usaha tentunya tidak dapat dipisahkan dari sebuah risiko yang jenis dan karakteristiknya berbeda antara setiap kegiatan. Adapun risiko yang mempunyai pengaruh paling besar dalam pembenihan ikan patin siam di Darmaga Fish Culture adalah risiko produksi. Hal tersebut dikarenakan pembenihan merupakan tahap yang rentan dan mempunyai tingkat kegagalan yang tinggi dibandingkan dengan usaha pembesaran. Oleh karena itu perlu ada antisipasi yang tepat untuk menangani hal 6
tersebut, dikarenakan apabila terus dibiarkan akan menimbulkan risiko yang lebih besar lagi serta akan mengancam keberlangsungan usaha tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Darmaga Fish Culture merupakan salah satu usaha yang bergerak dibidang pembenihan ikan patin siam. DFC didirikan pada tahun 2000, komoditi pertama yang diusahakan adalah penjualan ikan konsumsi. Pada tahun 2004, DFC mengganti komoditi usahanya menjadi ikan hias, hal ini disebabkan karena permintaan ikan hias lebih prospektif dibandingkan dengan penjualan ikan konsumsi pada saat itu. Selanjutnya pada tahun 2008, DFC mengganti komoditinya kembali dengan pembenihan ikan patin. Hal tersebut dikarenakan pemilik DFC melihat bahwa potensi ikan patin sangat bagus untuk beberapa tahun ke depan. Pada tahun 2008 sampai 2011, benih patin yang dihasilkan oleh DFC selalu berfluktuatif 6. Benih patin yang dihasilkan sekitar 50.000 sampai 350.000 ribu setiap periodenya, dengan ukuran ¾ inchi. Hal tersebut tidak berbanding positif dengan adanya teknologi modern serta sarana produksi yang sangat memadai di Darmaga Fish Culture, sedangkan untuk kondisi harga benih patin yang di hasilkan DFC terbilang stabil, dimana pada tahun 2008 sampai sekarang, harga jual benih patin berkisar antara 60-70 rupiah per ekornya. Pemasaran ikan patin DFC sebagian besar ke daerah luar Pulau Jawa, seperti Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Konsumen patin DFC berharap pasokan patin yang disalurkan dapat kontinu dari sisi kuantitas. Berdasarkan kondisi tersebut dapat diketahui bahwa produksi merupakan risiko yang paling utama yang dihadapi oleh DFC, karena untuk harga tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap keberlangsungan usaha di DFC serta untuk pasar patin DFC tidak menjadi kendala karena berapa pun jumlah benih yang dihasilkan oleh DFC akan diserap oleh pasar. Beberapa faktor yang diindikasikan sebagai sumber risiko produksi diantaranya adalah perubahan suhu air yang ekstrim, kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk, musim kemarau, dan penyakit. Faktor-faktor tersebut dapat memicu 6 Hasil wawancara peneliti dengan pengelola Darmaga Fish Culture Bapak Gani (tanggal 20 April 2011) 7
kematian benih, kegagalan telur menetas, dan penurunan produktivitas induk patin siam dalam menghasilkan telur. Pada musim kemarau induk patin akan sulit untuk memijah. Hal ini menyebabkan telur yang dihasilkan induk patin akan sedikit, tetapi apabila telur telah menetas menjadi larva maka tingkat kematian larva sampai ukuran ¾ inchi akan relatif kecil, yaitu sekitar 20-30%, sedangkan pada musim hujan induk patin akan menghasilkan telur yang lebih banyak daripada musim kemarau, tetapi pada musim hujan tingkat kematian larva sampai ukuran panen yaitu ukuran ¾ inchi relatif lebih besar, yaitu sekitar 40-50%. Pada peralihan musim hujan ke musim kemarau atau lebih dikenal dengan musim pancaroba, kematian larva sampai benih ukuran siap panen sangat tinggi, dikarenakan perubahan suhu air yang ekstrim yang membuat benih patin tidak mampu untuk menyesuaikan. Salah satu indikasi adanya risiko produksi dalam usaha pembenihan ikan patin di DFC adalah produktivitas jumlah benih ikan patin yang dihasilkan. Adapun jumlah induk yang dipijahkan, benih yang dihasilkan, dan produktivitas di DFC dari Januari 2010-April 2011 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Induk, Benih yang Dihasilkan, dan Produktivitas Patin Bulan Januari 2010-April 2011 di Darmaga Fish Culture Bulan Induk yang Benih yang Jumlah Benih yang Produktivitas dipijahkan dihasilkan dihasilkan per induk (ekor/kg) (Kg) (ekor) (ekor) Januari 15 200.000 13.333 40.000 Februari 15 110.000 7.333 22.000 Maret 15 120.000 8.000 24.000 April 15 250.000 16.667 50.000 Mei 15 70.000 4.667 14.000 Juni 15 80.000 5.333 16.000 Juli 17 75.000 4.412 15.000 Agustus 15 170.000 11.333 34.000 September 15 110.000 7.333 22.000 Oktober 15 50.000 3.333 10.000 November 15 350.000 23.333 70.000 Desember 15 110.000 7.333 22.000 Januari 18 200.000 11.111 40.000 Februari 15 130.000 8.667 26.000 Maret 12 120.000 10.000 24.000 April 15 80.000 5.333 16.000 Sumber : Darmaga Fish Culture 2011 (diolah) 8
Pada Tabel 5 terlihat bahwa setiap bulannya produktivitas benih yang dihasilkan oleh DFC bervariasi, dari bulan Januari 2010-April 2011 produktivitas benih yang dihasilkan 3.333 ekor/kg sampai 23.333 ekor/kg setiap bulannya. DFC memijahkan sebanyak 15 kg induk setiap bulannya. Bobot induk yang ada di DFC bervariasi beratnya yaitu 2-5 kg, tetapi rata-rata induk yang ada di DFC mempunyai berat 3 kg. Jumlah induk yang dipijahkan sebanyak 5 ekor dengan asumsi seluruh berat induk patin mempunyai berat 3 kg. Hal ini dikarenakan berat induk 2 kg, 4 kg dan 5 kg hanya sedikit jumlahnya sekitar 15 ekor dari jumlah induk yang ada di DFC, yaitu 70 ekor. Sehingga setiap ekor induk yang dipijahkan di DFC dengan berat 3 kg memberikan hasil yang berbeda untuk menghasilkan benih patin. Pada Bulan Oktober terlihat produktivitas benih patin sangat rendah dibandingkan dengan bulan lainnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh, pada bulan tersebut terjadi serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas Sp yang menyebabkan kematian benih patin dalam jumlah banyak. Sumbersumber risiko produksi berdasarkan keterangan yang diperoleh dari proses identifikasi awal pada usaha pembenihan ikan patin di Darmaga Fish Culture tentu belum dapat dipastikan akan menggambarkan keseluruhan faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi. Oleh karena itu, menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi lainnya yang benar-benar terdapat di Darmaga Fish Culture serta dapat menghasilkan alternatif strategi dalam mengendalikan sumber-sumber yang menyebabkan risiko. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian, yaitu : 1. Sumber-sumber risiko produksi apa saja yang terdapat pada usaha pembenihan ikan patin di Darmaga Fish Culture? 2. Bagaimana probabilitas dan dampak risiko dari sumber-sumber risiko produksi pada usaha pembenihan ikan patin di Darmaga Fish Culture? 3. Bagaimana strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan oleh Darmaga Fish Culture untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi dalam kegiatan pembenihan ikan patin? 9
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan ikan patin di Darmaga Fish Culture. 2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi pada kegiatan pembenihan ikan patin di Darmaga Fish Culture. 3. Menganalisis strategi penanganan yang dapat dilakukan oleh Darmaga Fish Culture untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi dalam kegiatan pembenihan ikan patin. 1.4. Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka kegunaan penelitian ini adalah : 1. Sebagai masukan bagi tempat usaha budidaya untuk menjadi bahan pertimbangan dalam meminimalisasi risiko yang dihadapi. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai literature bagi penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Produk yang dikaji pada penelitian ini adalah benih ikan patin yang dibudidayakan di Darmaga Fish Culture dan difokuskan mengenai risiko produksi yang dihadapi beserta strategi yang diterapkan untuk menanganinya. 10