ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN LELE DUMBO PADA FAMILY JAYA 1, KECAMATAN SAWANGAN, KOTA DEPOK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN LELE DUMBO PADA FAMILY JAYA 1, KECAMATAN SAWANGAN, KOTA DEPOK"

Transkripsi

1 ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN LELE DUMBO PADA FAMILY JAYA 1, KECAMATAN SAWANGAN, KOTA DEPOK SKRIPSI MUHAMMAD RIZKY KEMAL SIREGAR H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i

2 RINGKASAN MUHAMMAD RIZKY KEMAL SIREGAR. Analisis Risiko Produksi Pembenihan Lele Dumbo Pada Family Jaya 1, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI). Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran cukup penting dalam perekonomian nasional dewasa ini. Berdasarkan rencana strategis yang dipublikasikan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia untuk tahun dijelaskan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan empat pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), pro-growth (pertumbuhan), serta pro-sustainability (berkelanjutan). Produksi perikanan nasional berasal dari dua kegiatan utama, yaitu penangkapan dan perikanan budidaya. Laju pertumbuhan produksi perikanan nasional sejak tahun mencapai 10,02 persen per tahun, dimana pertumbuhan perikanan budidaya adalah sebesar 21,93 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan perikanan tangkap yang hanya sebesar 2,95 persen. Ikan lele atau Clarias sp. merupakan salah satu produk perikanan budidaya yang termasuk sebagai salah komoditas utama dengan kenaikan produksi rata-rata 32,41 persen setiap tahunnya pada kurun waktu Kota Depok merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang menghasilkan benih ikan lele dan berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok diketahui bahwa salah satu kelompok pembudidaya yang termasuk sebagai produsen terbesar benih lele dumbo di Kota Depok adalah Family Jaya 1. Family Jaya 1 dalam melaksanakan kegiatan pembenihan lele dumbo menghadapi tantangan dalam bentuk risiko produksi. Beberapa faktor yang terindikasi sebagai sumber risiko produksi adalah musim kemarau, kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk, perubahan suhu air, hama, serta serangan penyakit. Sumber-sumber risiko produksi tersebut dapat menyebabkan penurunan produktivitas induk lele dalam menghasilkan telur, kegagalan telur menetas, serta kematian benih yang sedang dipelihara yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian bagi Family Jaya 1. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi oleh Family Jaya 1 dalam melakukan kegiatan pembenihan lele dumbo, menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi, serta menganalisis strategi penanganan yang dapat dilakukan oleh Family Jaya 1 untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi yang dihadapi Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus tahun Jenis data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan diperoleh dari hasil pengamatan serta wawancara di lokasi penelitian, sedangkan data sekunder yang digunakan diantaranya adalah data produksi benih lele dumbo Family Jaya 1, data statistik, buku, jurnal, dan bahan pustaka lain yang relevan dengan topik dan komoditas penelitian. Sementara itu, metode analisis data dilakukan secara deskriptif serta kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha ii

3 pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 dengan melakukan pengamatan, wawancara, serta diskusi, sedangkan analisis yang bersifat kuantitatif dilakukan untuk menghitung probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi dengan menggunakan alat perhitungan yang sesuai, yaitu metode nilai standar (z-score) untuk menghitung probabilitas risiko dan Value at Risk (VaR) untuk menghitung dampak dari terjadinya risiko. Hasil perhitungan probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko tersebut nantinya akan menjadi acuan untuk menempatkan sumber-sumber risiko produksi pada peta risiko. Hasil pemetaan sumber-sumber risiko produksi yang diperoleh akan mendasari penentuan strategi penanganan risiko produksi yang akan direkomendasikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima faktor yang diidentifikasi sebagai sumber risiko produksi pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1, yaitu kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk, perubahan suhu air yang bersifat ekstrim, musim kemarau yang mempengaruhi produktivitas induk betina dalam menghasilkan telur, hama yang menjadi predator bagi benih yang sedang dipelihara, serta serangan penyakit pada benih lele dumbo. Berdasarkan hasil analisis probabilitas dan dampak risiko diperoleh hasil bahwa probabilitas risiko terbesar ada pada sumber risiko hama dengan nilai sebesar 34,1 persen, sedangkan musim kemarau merupakan sumber risiko yang memberikan dampak terbesar dengan nilai sebesar rupiah. Sementara itu, berdasarkan status risiko diperoleh hasil bahwa musim kemarau merupakan sumber risiko produksi yang paling berisiko dan kemudian secara berurutan diikuti oleh perubahan suhu air, penyakit, hama, serta kesalahan dalam melakukan seleksi induk. Pemetaan risiko yang dilakukan berdasarkan hasil analisis probabilitas dan dampak risiko menempatkan sumber-sumber risiko produksi pada kuadrankuadran yang tersedia. Kuadran 1 dengan probabilitas besar dan dampak kecil ditempati oleh sumber risiko produksi perubahan suhu air dan hama. Kuadran 3 dengan probabilitas kecil dan dampak kecil ditempati oleh sumber risiko kesalahan dalam seleksi induk dan penyakit. Kuadran 4 dengan probabilitas kecil dan dampak besar ditempati oleh sumber risiko musim kemarau. Sementara itu kuadran 2 dengan probabilitas besar dan dampak besar tidak ditempati oleh sumber risiko produksi apapun. Strategi penanganan risiko produksi yang diajukan ditetapkan berdasarkan posisi sumber risiko produksi pada peta risiko. Terdapat dua jenis strategi untuk menangani risiko produksi yang dihadapi, yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk menangani sumber-sumber risiko produksi pada kuadran 1. Strategi preventif yang diusulkan adalah melakukan pembuatan naungan pada kolam pemeliharaan benih, pemasangan aerator untuk menjaga pasokan oksigen, pemasangan jaring pada kolam pemeliharaan benih, serta melakukan pengontrolan terhadap hama predator. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani sumber-sumber risiko produksi pada kuadran 4. Strategi mitigasi yang diusulkan adalah dengan melakukan pemberian pakan induk lele dumbo secara intensif. iii

4 ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN LELE DUMBO PADA FAMILY JAYA 1, KECAMATAN SAWANGAN, KOTA DEPOK MUHAMMAD RIZKY KEMAL SIREGAR H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 iv

5 Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Pembenihan Lele Dumbo pada Family Jaya 1, Kecamatan Sawangan, Kota Depok Nama NIM : Muhammad Rizky Kemal Siregar : H Disetujui, Pembimbing Ir. Popong Nurhayati, MM NIP Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus: v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Risiko Produksi Pembenihan Lele Dumbo Pada Family Jaya 1, Kecamatan Sawangan, Kota Depok adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2010 Muhammad Rizky Kemal Siregar H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 11 Desember1987. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Ir. H. Hobol Mulia Siregar dan Hj. Ida Elfina Nasution. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Taman Asuhan Pematang Siantar pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2002 di SLTP Taman Asuhan Pematang Siantar. Pendidikan Lanjutan Menengah Atas di SMAN 2 Medan diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada program keahlian Manajemen Agribisnis Diploma 3 Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selanjutnya pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi. vii

8 KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Allah SWT. atas segala curahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Risiko Produksi Pembenihan Lele Dumbo pada Family Jaya 1, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sumber-sumber risiko produksi pada kegiatan pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 untuk kemudian memberikan rekomendasi strategi penanganan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi tersebut. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2010 Muhammad Rizky Kemal Siregar viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc dan Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji pada sidang hasil penelitian atas koreksi, saran, dan penjelasan yang telah diberikan. 3. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc selaku dosen evaluator atas koreksi, saran, dan penjelasan yang telah diberikan kepada penulis pada saat seminar proposal penelitian. 4. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS yang telah menjadi pembimbing akademik serta seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis 5. Ir. H. Hobol Mulia Siregar dan Hj. Ida Elfina Nasution, orangtua terkasih yang telah memberikan segala upaya serta kasih sayangnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Anggita Gana Dita Siregar, kakak tercinta yang selalu memberikan doa, dorongan moral serta semangat kepada penulis selama penyelesaian skripsi. 7. Drs. Nahrowi dan kelompok Family Jaya 1 atas waktu, kesempatan, informasi, serta dukungan yang diberikan. 8. Teman-teman seperjuangan pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus IPB, khususnya angkatan 5 atas semangat, kerjasama, dan bantuannya selama masa kuliah serta pada saat penyelesaian skripsi ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Bogor, Desember 2010 Muhammad Rizky Kemal Siregar ix

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Lele Dumbo Pembenihan Lele Dumbo Penelitian Terdahulu Penelitian Mengenai Pembenihan Lele Dumbo Penelitian Mengenai Risiko III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Defenisi dan Konsep Risiko Klasifikasi Risiko Manajemen Risiko Pengukuran Risiko Konsep Penanganan Risiko Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko Analisis Dampak Risiko Pemetaan Risiko Penanganan Risiko Indikator Penentuan Jenis Sumber Risiko Pada Setiap Kejadian V. DESKRIPSI KELOMPOK FAMILY JAYA Sejarah Singkat Kelompok Family Jaya Struktur Organisasi Kelompok Family Jaya Fasilitas Fisik dan Peralatan Pembenihan Lele Dumbo Proses Budidaya Lele Dumbo Kelompok Family Jaya xii xiii xiv x

11 VI. ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN LELE DUMBO Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Analisis Probabilitas Risiko Produksi Analisis Dampak Risiko Produksi Pemetaan Risiko Produksi Strategi Penanganan Risiko Produksi VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Miliar rupiah) Tahun Volume Produksi Perikanan Tahun Potensi Lahan Budidaya dan Tingkat Pemanfaatannya Di Indonesia (hektar) Produksi Perikanan Budidaya Indonesia Menurut Komoditas Utama Tahun (ton) Negara Tujuan Ekspor Lele Berdasarkan Jenis Olahannya Total Produksi Pembenihan Ikan Air Tawar Kota Depok Tahun 2009 (ribu ekor) Produksi Pembenihan menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun Perbandingan Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi Perbandingan Dampak dari Sumber Risiko Produksi Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi xii

13 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Produktivitas Rata-Rata Induk Lele di Family Jaya 1 Bulan Januari 2009 April Lele Dumbo, Lele Sangkuriang, dan Lele Phiton Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Peta Risiko Preventif Risiko Mitigasi Risiko Struktur Organisasi Family Jaya Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi Usulan Strategi Preventif Risiko Produksi Usulan Strategi Mitigasi Risiko Produksi xiii

14 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Produksi Benih Lele Dumbo Family Jaya 1 Periode Januari 2009 sampai dengan April Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kesalahan Seleksi Induk Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Musim Kemarau Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Perubahan Suhu Air Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Hama Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kesalahan dalam Seleksi Induk Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Musim Kemarau Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Perubahan Suhu Air Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Hama Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit Urutan Proses Produksi Benih Lele Dumbo Family Jaya Keadaan Kolam Pemeliharaan Benih dan Sumber Air xiv

15 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang mempunyai peran cukup penting dalam perekonomian nasional dewasa ini. Berdasarkan rencana strategis yang dipublikasikan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia untuk tahun dijelaskan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan empat pilar pembangunan, yaitu pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), pro-growth (pertumbuhan), serta pro-sustainability (berkelanjutan) dan sebagai tolak ukurnya selama tahun Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) telah berhasil memberikan tiga outcome, yaitu: (1) pencapaian pro-poor, berupa peningkatan pendapatan masyarakat pesisir melalui program pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan dan program pemberdayaan masyarakat di pulau-pulau kecil yang telah menjangkau lebih dari 200 kabupaten/kota, (2) pencapaian pro-job, berupa peningkatan penyerapan tenaga kerja kumulatif yang mencapai 7,69 juta orang, dan (3) pencapaian pro-growth, berupa pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan sebesar 5,7 persen 1. Penilaian terhadap kinerja sektor perikanan juga dapat diukur dari kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang umum dipakai sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan peran dan kinerja suatu sektor usaha terhadap perekonomian nasional serta perkembangan sektor tersebut dari waktu ke waktu memperlihatkan bahwa sektor perikanan memegang peranan strategis dalam memberikan kontribusi bukan hanya untuk PDB kelompok pertanian secara umum, tetapi juga untuk PDB Indonesia secara nasional. PDB sektor perikanan berdasarkan harga berlaku pada tahun 2004 adalah Rp 53,01 triliun atau sama dengan 16,11 persen dari PDB kelompok pertanian, atau 2,31 persen dari PDB nasional. Pada tahun 2008, PDB sektor perikanan meningkat menjadi Rp 136,43 triliun. Nilai ini meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap PDB kelompok pertanian menjadi sekitar 19,13 persen atau kontribusi terhadap PDB nasional menjadi sekitar 2,75 persen. Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2004 sampai dengan 2008 dapat dilihat pada Tabel Rencana Strategis KKP Tahun Diakses tanggal 7 Juni

16 Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah), Lapangan Usaha a.tanaman bahan makanan b.tanaman Perkebunan Kenaikan rata-rata (persen) , , , ,7 20, , , , , ,4 21,22 c.peternakan , , , , ,4 19,87 d.kehutanan , , , ,1 18,81 e.perikanan , , , , ,8 27,06 PDB Kelompok Pertanian , , , , ,4 21,58 PDB Nasional ,23 Persentase PDB Perikanan terhadap: 1.PDB Kelompok Pertanian 2.PDB Nasional 16,11 2,31 16,38 2,15 17,16 2,23 18,04 2,47 19,13 2,75 Sumber: BPS (2010) Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari tahun PDB sektor perikanan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 27,06 persen atau merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan lapangan usaha lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor perikanan terus mengalami perkembangan dan cukup menonjol diantara sektor lainnya dalam kelompok pertanian. Produksi perikanan nasional berasal dari dua kegiatan utama, yaitu penangkapan dan perikanan budidaya. Pada tahun 2008 total produksi perikanan nasional mencapai 9,05 juta ton yang 47,49 persennya disumbang oleh perikanan budidaya. Laju pertumbuhan produksi perikanan nasional sejak tahun mencapai 10,02 persen per 2

17 tahun, dimana pertumbuhan perikanan budidaya adalah sebesar 21,93 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan perikanan tangkap yang hanya sebesar 2,95 persen 2. Volume produksi perikanan Indonesia pada tahun 2005 hingga 2009 dapat diihat pada Tabel 2. Tabel 2. Volume Produksi Perikanan Indonesia Tahun (Ton) Tahun Rincian * Kenaikan (persen) Penangkapan: ,95 a. Perikanan laut ,11 b. Perairan umum ,99 Budidaya: ,93 a. Laut ,54 b. Tambak ,97 c. Kolam ,80 d. Karamba ,75 e. Jaring ,46 apung f. Sawah ,86 Keterangan: * = Angka sementara Sumber: KKP (2009) Volume produksi perikanan yang ditampilkan pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa kegiatan pada sektor perikanan, khususnya pada kegiatan perikanan budidaya yang pada kurun waktu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan tersebut sejalan dengan posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia pada tahun 2007 yang berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi pertahun sejak tahun 2003 mencapai 8,79 persen 3. Tren perikanan budidaya dunia yang terus mengalami kenaikan ditambah dengan kondisi tren perikanan tangkap dunia yang mulai menurun seiring dengan peningkatan kegiatan perikanan tangkap dan terbatasnya daya dukung sumber daya perikanan dunia menjadi indikasi bahwa masa depan perikanan dunia akan terfokus pada pengembangan perikanan budidaya Rencana Strategis KKP Tahun Diakses tanggal 7 Juni 2010 Ibid, hlm 20 3

18 Kebijakan pengembangan perikanan Indonesia kedepannya juga akan lebih didominasi oleh kegiatan perikanan budidaya yang sejalan dengan tren perkembangan perikanan dunia 4. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut didukung data mengenai potensi lahan budidaya yang masih tersedia dan belum dimanfatkan untuk melakukan kegiatan perikanan budidaya di Indonesia yang jumlahnya masih cukup luas. Potensi lahan budidaya dan tingkat pemanfaatannya di Indonesia pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Potensi Lahan Budidaya dan Tingkat Pemanfaatannya di Indonesia Tahun 2009 (Hektar) No. Jenis Budidaya Potensi Pemanfaatan Peluang Pengembangan 1 Tambak Kolam Perairan Umum Sawah Laut Sumber: KKP (2009) Potensi lahan yang masih tersedia untuk melakukan kegiatan budidaya perikanan yang disajikan pada Tabel 3 akan menjadi salah satu modal utama yang akan mendukung harapan KKP untuk semakin memantapkan posisi Indonesia sebagai salah satu produsen perikanan budidaya di masa mendatang. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh KKP pada tahun 2009, terdapat 10 komoditas utama produk perikanan budidaya yang mendominasi jumlah produksi perikanan budidaya di Indonesia, yaitu udang, bandeng, patin, lele, nila, rumput laut, kerapu, kakap, gurame, dan mas. Ikan lele atau Clarias sp. merupakan salah satu produk perikanan budidaya yang termasuk sebagai komoditas utama berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh KKP 5. Lele merupakan komoditas perikanan yang telah memasyarakat dan potensial untuk menggerakkan perekonomian rakyat. Selain itu, lele juga sangat prospektif untuk dikembangkan guna menunjang program ketahanan pangan dan gizi. Oleh karena itu, perkembangan produksi lele setiap Rencana Strategis KKP Tahun Diakses tanggal 7 Juni Statistik Perikanan Diakses tanggal 7 Juni

19 tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dimana berdasarkan data yang dikeluarkan oleh DKP, pada tahun terjadi kenaikan produksi ratarata 32,41 persen setiap tahunnya. Perkembangan produksi lele dan komoditas utama perikanan budidaya lainnya di Indonesia pada tahun secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Perikanan Budidaya Indonesia Menurut Komoditas Utama Tahun (Ton) No. Rincian * Kenaikan rata-rata (%/thn) 1 Udang ,35 2 Bandeng ,46 3 Patin ,23 4 Lele ,41 5 Nila ,76 6 Rumput Laut ,20 7 Kerapu ,48 8 Kakap ,23 9 Gurame ,23 10 Mas ,39 11 Lainnya ,43 Keterangan: * = Angka sementara Sumber: KKP (2009) Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa lele merupakan komoditas yang mengalami peningkatan produksi rata-rata yang cukup tinggi setiap tahunnya, yaitu sebesar 32,41 persen atau kedua terbesar setelah patin yang peningkatan produksi rata-rata per tahunnya sebesar 55,23 persen. Perkembangan produksi yang cukup signifikan tersebut menjadi bukti bahwa lele memang menjadi salah satu komoditas utama perikanan budidaya di tengah-tengah masyarakat yang masih akan terus berkembang. Lele bahkan ditetapkan sebagai komoditas yang akan direvitalisasi (digenjot pertumbuhannya) karena sumbangan volume produksi lele akan sangat menolong dalam pemenuhan target peningkatan produksi perikanan budidaya sebesar 40 persen 6. 6 Lele Andalan yang Seret Benih. Trobos Edisi November

20 Upaya nyata untuk mengangkat citra komoditas lele salah satunya ditunjukkan KKP dengan menggelar acara Catfish Day pada tanggal Juni tahun 2009 di Yogyakarta. Pada acara ini komoditas lele bersama patin dibahas mulai dari hulu hingga hilir dengan tujuan agar lele dan patin akan semakin berdaya saing dan semakin diminati masyarakat luas sehingga mampu menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri. Acara tersebut juga dijadikan media untuk terus memperbaiki citra lele di masa lalu karena adanya praktik budidaya yang tidak higienis serta untuk mendukung lele dan patin sebagai komoditas yang diprioritaskan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP 7. Rencana strategis yang dipublikasikan oleh KKP untuk tahun juga memperlihatkan posisi lele sebagai salah satu komoditas yang diprioritaskan untuk terus ditingkatkan produksinya di masa mendatang. Peningkatan produksi Lele diharapkan dapat memberikan sumbangan yang signifikan untuk mencapai target peningkatan produksi perikanan budidaya Indonesia sebesar 353 persen, yakni dari sebesar 5,26 juta ton pada 2010 menjadi 16,89 juta ton pada Komoditas lele sendiri produksinya ditargetkan meningkat sebesar 35,1 persen per tahunnya atau menempati peringkat kedua setelah patin yang ditargetkan produksinya meningkat sebesar 70 persen per tahun. Perkembangan masyarakat dunia pada saat ini salah satunya ditandai dengan perubahan gaya hidup kembali ke alam serta perubahan pola konsumsi dari daging merah (red meat) kepada produk perikanan atau daging putih (white meat) yang dianggap sebagai bahan makanan yang memiliki banyak keunggulan sebagai investasi untuk menjaga kesehatan dan tingkat harapan hidup sesuai dengan perkembangan ilmu kesehatan. Selain itu, berkembangnya penyakit pada hewan ternak seperti sapi gila, antraks, flu burung, dan yang terkini seperti flu babi telah mendorong manusia untuk mengonsumsi ikan yang merupakan makanan yang menyehatkan yang dapat diterima oleh semua kelompok usia, negara, suku, dan agama. Hal tersebut turut mempengaruhi minat masyarakat untuk mengonsumsi produk perikanan termasuk ikan lele Catfish Day Angkat Citra Lele dan Patin. Warta Pasar Ikan. Edisi Juli 2009 Catfish Day Langkah Strategis Tingkatkan Konsumsi Ikan. Warta Pasar Ikan. Edisi Juli

21 Lele menjadi salah satu komoditas air tawar unggulan berkat kandungan protein dan minyak tak jenuhnya yang tinggi sehingga sangat mendukung proses metabolisme dalam tubuh. Daging lele juga baik untuk merangsang perkembangan otak dan tulang pada anak, membantu penyerapan kalsium, menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh, dan menghasilkan antibodi, hormon, serta enzim. Faktor lainnya yang dapat menjadi pertimbangan adalah harga belinya yang relatif terjangkau sehingga layak menjadi pilihan untuk memenuhi protein hewani guna peningkatan gizi masyarakat 9. Jenis ikan lele yang cukup dikenal dan diusahakan oleh masyarakat terdiri dari beberapa jenis, yaitu lele dumbo, lele phiton, dan lele sangkuriang. Jenis lele tersebut memiliki keunggulan dibandingkan dengan lele lokal, sehingga relatif cepat berkembang dan diterima masyarakat untuk menggantikan lele lokal yang pertumbuhannya lambat. Lele dumbo merupakan jenis lele yang banyak ditemui di masyarakat dan sekaligus yang paling awal diperkenalkan di tengah masyarakat, yaitu sekitar tahun 1984 sebagai lele introduksi dari Taiwan. Sementara itu, lele sangkuriang dan lele phiton merupakan jenis lele yang relatif baru yang diperoleh dari hasil persilangan lele dumbo generasi tertentu untuk mendapatkan jenis baru yang lebih unggul, tetapi penyebaran kedua jenis lele tersebut masih relatif terbatas pada daerah dan pembudidaya tertentu. Lele sangkuriang yang dikembangkan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) dan diharapkan sebagai pengganti lele dumbo masih terbatas pembudidayaannya karena kendala seperti faktor ketersediaan induk yang terbatas, tidak sembarang pembudidaya yang dapat memperolehnya, serta lebih diarahkan untuk skala usaha komersial 10, sehingga secara umum lele dumbo masih menjadi jenis lele yang mendominasi di tengah masyarakat pada saat ini. Segmentasi usaha budidaya lele secara umum terbagi menjadi dua kegiatan utama, yaitu usaha pembenihan dan pembesaran. Kegiatan pembesaran bertujuan untuk menghasilkan lele dengan ukuran konsumsi. Permintaan lele konsumsi di dalam negeri diantaranya berasal dari warung tenda, restoran, pasar tradisional, supermarket, rumah tangga, dan industri olahan. Permintaan terhadap 9 10 Seputar Lele. Warta Pasar Ikan. Edisi Februari 2010, No.78 Selamat Datang Sangkuriang. Trubus Vol. IX No

22 lele konsumsi terus meningkat, bahkan hingga kini permintaan lele untuk pasar lokal saja belum dapat terpenuhi. Permintaan lele konsumsi untuk pasar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2250 ton setiap bulannya dengan nilai perputaran uang senilai Rp 20 miliar per bulannya. Sementara itu, permintaan lele di pasar Jawa Tengah dan Yogyakarta mencapai 20 ton per hari serta pasar Jawa Timur yang mencapai 30 ton per hari. Peluang bisnis lainnya dari lele dapat dilihat dari beragamnya produk olahan yang berasal dari ikan tersebut,seperti abon, keripik, kerupuk, fillet, nugget, bakso, otak-otak dan lele asap yang mulai dikenal dan diminati oleh masyarakat. Hal ini menggambarkan prospek lele di masa mendatang yang cukup menjanjikan jika dilihat dari sisi permintaan, ragam produk olahan, dan harga lele yang cenderung meningkat setiap tahunnya 11. Pasar lele tidak hanya terbatas di dalam negeri, tetapi juga memiliki peluang untuk menembus pasar internasional (ekspor) karena tekstur daging, ukuran, dan kuantitasnya sudah memenuhi untuk dijadikan komoditas ekspor ke mancanegara. Lele termasuk dalam kelompok white meat dan tidak berserat. Daging ikan lele juga tidak memiliki duri halus pada bagian utamanya sehingga dapat dijadikan olahan fillet beku dan segar. Ekspor lele dari Indonesia kini sudah dilakukan perusahaan dari Belanda dengan mengekspor 20 ton per hari dari Danau Toba. Peluang ekspor lele berbentuk fillet atau daging sayat juga masih terbuka untuk pasar Amerika dan Eropa yang hingga kini masih belum dapat dipenuhi. Selain dalam bentuk fillet, permintaan pasar ekspor adalah dalam bentuk headless (kepala dibuang), whole gutted (isi perut dibuang), daging halus (surimi) dan whole around (utuh). Akan tetapi, untuk menembus pasar internasional dibutuhkan penyesuaian terhadap keinginan pasar pada negara yang dituju terutama terkait dengan mutu produk, maka ukuran dan tekstur daging akan sangat diperhatikan. Negara tujuan ekspor yang mungkin dimasuki berdasarkan jenis olahannya dapat dilihat pada Tabel Si Kumis yang Kian Kinclong. Agrina Vol.6 No Mei

23 Tabel 5. Negara Tujuan Ekspor Lele berdasarkan Jenis Olahannya No Negara Jenis Olahan Ukuran (gr/ekor) 1 Taiwan Surimi semua ukuran 2 Singapura Fillet Hongkong Fillet dan whole gill dan gutted Jepang Fillet dan surimi Belanda Fillet Perancis Fillet Italia Fillet Spanyol Fillet Amerika Serikat Fillet Turki Fillet Emirat Arab GG Afrika Selatan GG Sumber: Mahyuddin (2009) Segmen usaha budidaya lele lainnya tidak kalah penting adalah usaha pembenihan lele, yaitu suatu kegiatan pemeliharaan ikan yang bertujuan untuk menghasilkan benih dengan ukuran tertentu. Usaha atau industri perbenihan dalam agribisnis modern memegang peranan yang penting, bahkan dewasa ini negara yang maju agribisnisnya salah satunya dicirikan oleh berkembangnya usaha atau industri perbenihan di negara tersebut. Usaha pembenihan ini sangat penting perannya, karena akan menentukan ketersediaan pasokan bahan baku yang akan digunakan dalam kegiatan pembesaran, sehingga kedua segmen usaha tersebut tidak dapat dipisahkan demi menghasilkan tingkat produksi dan kualitas yang diinginkan. Prospek dan pentingnya peranan usaha pembenihan lele salah satunya tergambar dari cukup pesatnya peningkatan kebutuhan benih lele setiap tahunnya. Pada tahun 1999 kebutuhan benih lele sebanyak 156 juta ekor, sementara pada tahun 2003 telah meningkat menjadi sebanyak 360 juta ekor atau meningkat ratarata sebesar 46 persen per tahun. Kebutuhan benih lele pada akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 1,95 miliar ekor. Kebutuhan benih lele tersebut tentunya dapat terus meningkat untuk tahun-tahun selanjutnya seiring dengan peningkatan target produksi lele konsumsi yang dicanangkan oleh KKP hingga tahun

24 sebagai bagian dari program revitalisasi lele yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan pembudidaya. Akan tetapi, disamping prospek dan peluang yang masih terbuka, usaha pembenihan lele tentunya tidak dapat lepas dari risiko, khususnya dalam hal produksi dan pengadaan benih lele dengan kuantitas dan kualitas yang diharapkan, sehingga menjadi salah satu kendala utama dalam upaya mencapai cita-cita untuk mendongkrak produksi lele di Indonesia sesuai dengan target yang dicanangkan 12. Berdasarkan data DKP tahun 2003, produksi lele nasional sebagian besar dihasilkan oleh lima provinsi di tanah air, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Sumatera Utara. Jawa Timur merupakan penyumbang terbanyak produksi lele secara nasional, yaitu sekitar 44,5 persen, kemudian disusul Jawa Tengah sebesar 16,3 persen, Jawa Barat sebesar 14,5 persen, Yogyakarta sebesar 4,4 persen, dan Sumatera Utara sebesar 4,4 persen, sedangkan sisanya sebesar 13,2 persen berasal dari provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Kota Depok merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang masyarakatnya cukup aktif dan secara turun temurun melakukan usaha di bidang perikanan air tawar. Salah satu jenis ikan air tawar yang banyak diusahakan di daerah ini adalah ikan lele, baik pada usaha pembenihan maupun pembesaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian produksi perikanan budidaya Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, diperoleh data bahwa hingga pertengahan tahun 2010 jenis lele yang dibudidayakan di Kota Depok sebagian besar didominasi jenis lele dumbo. Data produksi ikan konsumsi yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok menunjukkan pada usaha pembesaran, total produksi lele di Kota Depok mengalami peningkatan setiap tahunnya, yaitu dari 457,31 ton pada tahun 2007 menjadi 468,02 ton pada tahun 2008 dan kembali meningkat menjadi 482,41 ton pada tahun Sementara itu, pada usaha pembenihan diketahui pada tahun lele merupakan komoditas yang paling banyak diproduksi di Kota Depok. Hal tersebut mengindikasikan bahwa usaha pembenihan lele cukup diminati pelaku usaha perikanan air tawar di kota Depok. Total produksi pembenihan ikan air tawar di Kota Depok untuk tahun dapat dilihat pada Tabel Lele Andalan yang Seret Benih. Trobos Edisi November

25 Tabel 6. Total Produksi Pembenihan Ikan Air Tawar Kota Depok Tahun (Ribu Ekor) No. Jenis Ikan Tahun Mas Nila Mujair Gurami Tawes Patin Lele Bawal Sumber: Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok (2009) Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa baik pada tahun 2008 maupun 2009, benih lele merupakan komoditas benih ikan air tawar yang paling banyak diproduksi di Kota Depok, yaitu sebanyak ribu ekor pada tahun 2008 dan ribu ekor pada tahun Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan produksi benih lele sekitar 2,6 persen dari tahun 2008 ke tahun Kegiatan pembenihan ikan konsumsi di Kota Depok dilakukan secara perseorangan maupun dalam suatu kelompok. Salah satu kelompok pembudidaya yang termasuk sebagai produsen terbesar benih lele dumbo di Kota Depok adalah kelompok Family Jaya 1. Kelompok ini berdiri secara resmi sejak tahun 2006 dengan beranggotakan orang-orang yang telah memiliki pengalaman secara turun temurun dalam melakukan usaha pada bidang perikanan. Family Jaya 1 memilih untuk fokus pada segmen pembenihan lele dumbo dikarenakan perputaran uang pada segmen tersebut lebih cepat, sehingga kebutuhan modal untuk pelaksanaan kegiatan produksi selanjutnya relatif lebih dapat direncanakan. Eksistensi kegiatan pembenihan lele dumbo yang dilaksanakan di Family Jaya 1 hingga saat ini dapat terjadi karena adanya dukungan dari beberapa faktor, seperti adanya permintaan serta jejaring yang telah dimiliki oleh kelompok ini. Permintaan terhadap benih lele dumbo yang dihasilkan oleh Family Jaya 1 tidak hanya berasal dari sekitar daerah Depok, tetapi juga dari daerah bahkan provinsi lain. Hal tersebut dimungkinkan karena Family Jaya 1 memiliki jejaring yang 11

26 cukup luas. Jejaring yang dimiliki oleh Family Jaya 1 salah satunya terbentuk karena kelompok ini sering menjadi tempat rujukan bagi berbagai pihak untuk melaksanakan kegiatan pelatihan budidaya perikanan. Peserta pelatihan yang berasal dari berbagai latar belakang, daerah, kalangan, dan instansi selanjutnya secara langsung maupun tidak langsung membentuk dan memperluas jejaring yang dimiliki Family Jaya 1 dan sekaligus menjadikan kelompok ini cukup dikenal keberadaannya. Setiap jenis usaha atau kegiatan tentu tidak dapat dipisahkan dari risiko yang jenis dan karakteristiknya akan berbeda antar usaha atau kegiatan. Kegiatan pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 juga menghadapi tantangan risiko tersebut. Adapun jenis risiko yang dianggap memiliki pengaruh paling besar dalam pelaksanaan kegiatan pembenihan lele dumbo pada kelompok ini adalah risiko produksi. Oleh karena itu, menarik untuk dilakukan analisis lebih lanjut mengenai kondisi dan karakteristik risiko yang terdapat pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya Perumusan Masalah Usaha pembenihan lele dumbo di Kota Depok berdasarkan keterangan kepala bagian produksi perikanan budidaya Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok sebagian besar diusahakan dalam suatu kelompok yang biasa disebut kelompok pembudidaya perikanan (POKDAKAN). Kecamatan Sawangan merupakan produsen utama benih ikan konsumsi air tawar di Kota Depok, termasuk benih lele dumbo. Kecamatan ini memiliki beberapa POKDAKAN yang memproduksi benih lele dumbo dalam jumlah yang besar, diantaranya adalah Family Jaya 1 dan Teguh Karya, tetapi sejak tahun 2009 kelompok Teguh Karya lebih banyak melakukan usaha pembesaran lele dumbo, sedangkan Family Jaya 1 tetap memfokuskan kegiatannya pada segmen pembenihan lele dumbo. Family Jaya 1 melakukan kegiatan pembenihan lele dumbo dengan output benih lele dumbo umur 20 hari dengan ukuran sekitar 1,5-2,5 centimeter. Permintaan benih lele dumbo tersebut sebagian besar datang dari sekitar wilayah Kota Depok, tetapi Family Jaya 1 juga cukup sering melayani permintaan yang berasal dari luar Kota Depok bahkan dari provinsi lainnya. Pembeli biasanya datang langsung ke lokasi budidaya, tetapi ada juga yang hanya melakukan 12

27 pemesanan via telepon karena telah merasa yakin dengan benih lele dumbo yang dihasilkan di Family Jaya 1. Kelompok ini juga cukup sering diliput oleh media cetak, sehingga membantu Family Jaya 1 untuk lebih dikenal oleh masyarakat. Kondisi harga benih lele dumbo yang dihasilkan Family Jaya 1 juga cukup stabil, dimana pada tahun 2009 harga jual benih lele dumbo Family Jaya 1 berkisar antara rupiah per ekornya, bahkan harga jual akan melonjak apabila terjadi kelangkaan benih yang diproduksi. Family Jaya 1 juga mempunyai daya tawar yang baik terhadap pelanggan atau calon pembeli, sehingga dari sisi penetapan harga tidak menjadi pihak yang dirugikan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat diketahui bahwa harga bukan menjadi faktor risiko yang utama yang dihadapi oleh kelompok Family Jaya 1. Risiko harga atau pasar memang tidak menjadi risiko utama yang dihadapi di Family Jaya 1, tetapi ada satu aspek yang dirasakan memiliki risiko yang cukup berpengaruh, yaitu produksi. Kegiatan produksi benih lele dumbo yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor yang bersumber dari alam. Beberapa faktor yang diindikasikan sebagai sumber risiko produksi diantaranya adalah perubahan suhu air yang ekstrim, kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk, musim kemarau, serangan hama, dan penyakit. Faktor-faktor tersebut dapat memicu kematian benih, kegagalan telur menetas, dan penurunan produktivitas induk lele dumbo dalam menghasilkan telur. Peralihan dari kondisi panas kepada hujan ataupun sebaliknya dapat menyebabkan perubahan suhu dan kondisi air, sehingga dapat menyebabkan kematian benih dalam jumlah yang besar. Kesalahan dalam seleksi induk lele dumbo yang akan dipijahkan dapat menyebabkan telur yang dihasilkan rendah derajat penetasannya. Musim kemarau mempengaruhi produktivitas induk lele dalam menghasilkan telur, sehingga jumlah telur yang dihasilkan menurun. Sementara itu, hama maupun penyakit dapat menyerang benih lele yang dibudidayakan, sehingga mengakibatkan kematian benih lele dumbo yang dipelihara. Salah satu indikasi adanya risiko produksi dalam usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 dapat dilihat dari adanya fluktuasi produktivitas ratarata induk lele dumbo pada bulan Januari 2009 hingga April 2010 yang dapat dilihat pada Gambar 1. 13

28 Telur/Induk Betina Gambar 1. Produktivitas Rata-Rata Induk Lele Dumbo di Family Jaya 1 Bulan Januari 2009 sampai dengan April 2010 Sumber: Family Jaya 1 (2010) Pada Gambar 1 dapat dilihat bagaimana fluktuasi produktivitas rata-rata induk lele dumbo dalam menghasilkan telur. Sorotan khususnya diarahkan pada kondisi yang terjadi pada bulan Juni, dimana produktivitas induk lele terlihat menurun secara signifikan bila dibandingkan bulan Mei dan terus menurun hingga bulan Agustus. Berdasarkan informasi yang diperoleh pada bulan tersebut tengah terjadi musim kemarau yang mempengaruhi produktivitas induk lele dumbo. Sumber-sumber risiko produksi berdasarkan keterangan yang diperoleh dari proses identifikasi awal pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 tentu belum dapat dipastikan akan menggambarkan keseluruhan faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi. Oleh karena itu, menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi lainnya yang benar-benar terdapat pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 dengan harapan dapat dihasilkan suatu strategi penanganan risiko yang dapat diterapkan di lokasi penelitian untuk meminimalkan dampak dan probabilitas dari sumber-sumber risiko tersebut. Secara khusus pertanyaan yang perlu dijawab adalah: Januari April

29 1. Sumber-sumber risiko produksi apa saja yang terdapat pada usaha pembenihan lele dumbo kelompok Family Jaya 1? 2. Bagaimana probabilitas dan dampak risiko dari sumber-sumber risiko produksi pada usaha pembenihan lele dumbo kelompok Family Jaya 1? 3. Bagaimana strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan oleh kelompok Family Jaya 1 untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi dalam kegiatan pembenihan lele dumbo? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan lele dumbo kelompok Family Jaya Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi pada kegiatan pembenihan lele dumbo kelompok Family Jaya Menganalisis strategi penanganan yang dapat dilakukan oleh kelompok Family Jaya 1 untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi dalam kegiatan pembenihan lele dumbo Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini antara lain: 1. Melatih kemampuan penulis dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data yang tersedia yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini antara lain: 1. Produk yang dikaji pada penelitian ini adalah benih lele dumbo yang dibudidayakan oleh kelompok Family Jaya Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah mengenai risiko produksi yang dihadapi beserta strategi yang diterapkan untuk menanganinya. 15

30 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Lele Dumbo Jenis ikan lele yang relatif banyak dibudidayakan dan dijumpai di pasaran saat ini adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Lele dumbo yang masuk ke Indonesia induknya didatangkan dari Taiwan pada tahun Kehadiran lele dumbo kemudian menggantikan posisi lele lokal yang semakin jarang ditemukan karena pertumbuhannya lambat jika dibandingkan dengan lele dumbo. Pemberian nama dumbo pada lele ini sendiri mengacu pada salah satu keunggulannya, yaitu ukuran tubuhnya yang besar jika dibandingkan dengan lele lokal, dimana dalam bahasa inggris dumbo berarti luar biasa besar. Lele dumbo kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh wilayah Indonesia, khususnya wilayah pulau Jawa dikarenakan kelezatan dagingnya yang tidak begitu berbeda dengan lele lokal serta pembenihan dan teknik budidaya lele dumbo cukup mudah dan murah, sehingga dapat dikembangkan oleh pembudidaya yang memiliki modal terbatas 13. Keunggulan lain dari lele dumbo jika dibandingkan dengan lele lokal adalah memiliki kandungan telur yang lebih banyak dan dapat diberikan bermacam pakan tambahan untuk memacu pertumbuhannya. Lele dumbo memiliki warna keunguan atau kemerahan dan berbintik besar (loreng), patilnya tidak beracun, dan secara biologis tidak bersifat merusak pematang. Pemijahan lele dumbo juga sudah dapat dilakukan melalui sistem kawin suntik, sehingga sistem pemijahan dapat dilakukan secara terkontrol. (Prihartono, 2009) Dewasa ini, jenis lele berkembang seiring dengan penelitian-penelitian yang dilakukan untuk menemukan jenis lele yang lebih unggul, sehingga akhirnya muncul jenis-jenis lele baru, seperti lele sangkuriang dan lele phiton. Kedua jenis lele tersebut merupakan jenis lele hasil temuan terbaru yang diklaim memiliki keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan jenis lele dumbo. Lele sangkuriang merupakan jenis lele hasil persilangan yang memiliki beberapa keunggulan, seperti tingkat produksi tinggi, pertumbuhan lebih cepat, dan kemampuan bertelur yang lebih tinggi. Sementara itu, lele phiton yang juga merupakan jenis lele hasil persilangan memiliki keunggulan utama dalam hal kemampuan induk lele jenis tersebut dalam menghasilkan telur yang dapat 13 Seputar Lele. Warta Pasar Ikan. Edisi Februari 2010, Vol

31 mencapai telur per induk betina dalam sekali pemijahan. Secara fisik lele dumbo dan sangkuriang relatif sulit untuk dibedakan karena masih berasal dari keturunan yang sama, sedangkan lele phiton memiliki ciri berupa bentuk kepala yang menyerupai ular phiton, yaitu mulut kecil dan kepala pipih memanjang. Lele dumbo, sangkuriang, dan phiton secara fisik dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Lele Dumbo, Lele Sangkuriang, dan Lele Phiton (dari kiri ke kanan) Jenis-jenis lele seperti sangkuriang dan phiton memang memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan lele dumbo, tetapi ketersediaannya masih terbatas dan terdapat aturan dimana hasil produksi hanya diperbolehkan untuk dikonsumsi dan tidak untuk dijadikan induk kembali 14, sehingga penyebarannya masih mencakup daerah-daerah tertentu. Akan tetapi, dengan adanya jenis-jenis lele tersebut akan memberikan alternatif yang beragam bagi pembudidaya untuk memilih jenis lele yang dianggap paling sesuai dan lebih menguntungkan untuk diusahakan Pembenihan Lele Dumbo Lele dumbo di alam memijah pada awal atau sepanjang musim penghujan. Rangsangan memijahnya di alam berhubungan erat dengan bertambahnya volume air dan meningkatnya kualitas air serta ketersediaan jasad renik (pakan alami). Lele terangsang untuk memijah setelah turun hujan deras dan munculnya bau tanah yang cukup menyengat yang berasal dari tanah kering yang terkena air hujan. Ikan ini lebih suka memijah di tempat terlindung dan teduh. Lele berkembang biak secara ovipar, yaitu pembuahan yang terjadi di luar tubuh. 14 Seputar Lele. Warta Pasar Ikan. Edisi Februari 2010, Vol

32 Dewasa ini, pembudidaya lele lebih suka memijahkan dengan cara perangsangan atau disuntik hormon. Pemijahan dengan kawin suntik memungkinkan penjadwalan produksi dapat dilakukan dengan lebih tepat. Hormon perangsang dapat berupa ovaprim (hormon komersial), ekstrak kelenjar hipofisa yang berasal dari spesies ikan yang sama atau ikan mas (sebagai donor umum), atau hcg (human Chorionic Gonadtropin). Umumnya pembudidaya lebih suka memijahkan lele dengan menggunakan obat perangsang ovaprim karena lebih praktis dan efisien. Induk yang akan disuntik hormon, baik jantan maupun betina harus sudah matang gonad. Dosis hormon yang digunakan sekitar 0,2-0,3 ml/kg, tergantung tingkat kematangan gonad induk yang akan disuntik. Penyuntikan dilakukan satu kali pada bagian punggung dan biasanya dilakukan pada sore hari. Induk lele yang sudah disuntik, baik jantan maupun betina, dimasukkan ke dalam wadah pemijahan yang dilengkapi kakaban dan dibiarkan memijah sendiri. Induk lele biasanya memijah pada pukul Apabila pemijahan dilakukan secara alami atau semiintensif, maka pada pagi harinya antara pukul kakaban harus segera diangkat dan dipindahkan ke wadah penetasan karena dikuatirkan akan dimakan oleh induknya sendiri. Penetasan telur dapat dilakukan di akuarium, bak fiberglass, bak semen, maupun wadah yang terbuat dari terpal plastik. Selanjutnya, agar penetasan telur sempurna maka dipasang aerator untuk menyuplai oksigen. Selain itu, suhu pada wadah penetasan diusahakan stabil pada C karena kestabilan suhu akan menentukan kecepatan penetasan telur. Waktu yang diperlukan telur untuk menetas biasanya sekitar jam. Larva yang baru menetas tidak perlu diberi pakan karena masih mempunyai kuning telur sebagai cadangan makanan yang akan habis pada umur 3-4 hari. Setelah persediaan cadangan makanan ini habis, benih dapat diberi pakan berupa kuning telur rebus. Kestabilan suhu merupakan faktor yang sangat menentukan untuk kelangsungan hidup benih lele, sehingga diusahakan tetap stabil pada kisaran C. Apabila suhu menurun hingga 25 0 C, benih sering terkena white spot (bintik putih) yang dapat menyebabkan benih tidak bisa bernapas dan akhirnya mati. Setelah benih lele berumur tujuh hari, pemberian pakan dapat diganti dengan cacing sutera hingga usia tiga minggu. Setelah itu, benih lele diberi pakan pelet berbentuk tepung. (Mahyuddin, 2009). 18

33 2.3. Penelitian Terdahulu Penelitian Mengenai Pembenihan Lele Dumbo Penelitian terdahulu mengenai ikan lele, khususnya yang membahas tentang aspek produksi dan produktivitas ikan tersebut sudah cukup banyak dilakukan. Tinjauan pustaka mengenai hasil-hasil penelitian tersebut diperlukan untuk memberikan pengetahuan baru, masukan, dan hipotesa (dugaan) awal dalam melakukan kegiatan penelitian mengenai risiko produksi pembenihan lele dumbo dengan menyesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Kaharudin (2000) mengambil judul pembenihan ikan lele dumbo di Desa Suranenggala Lor, Kecamatan Kepetakan, Kabupaten Cirebon dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengelolaan budidaya dalam kegiatan pembenihan lele dumbo di desa tersebut untuk menghasilan benih ikan umur 21 hari. Pemijahan induk lele dilakukan dengan rangsangan ovaprim. Induk lele yang digunakan memiliki berat rata-rata 0,6 kilogram. Kendala-kendala dalam kegiatan pembenihan lele pada penelitian ini terdiri dari beberapa hal, yaitu: (1) Telur yang dihasilkan dari pemijahan banyak yang tercecer karena kurangnya jumlah kakaban, sehingga produksi relatif rendah. (2) Tingkat kematian yang masih relatif tinggi (36 persen) pada tahap pemeliharaan larva dan pendederan akibat kurangnya aerator, sehingga kandungan oksigen terlarut rendah. Berdasarkan penelitian ini juga diketahui bahwa faktorfaktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih lele, sehingga perlu mendapat perhatian lebih, seperti suhu, ph, oksigen terlarut, amoniak, perbandingan jumlah pakan dengan kepadatan, serta pengaturan proporsi dalam pemberian pakan antara pakan buatan dan alami. Indikasi adanya risiko produksi salah satunya dapat dilihat dari adanya fluktuasi produktivitas pada kegiatan atau usaha yang dijalankan. Produktivitas akan mempengaruhi produksi, sehingga ketika ketika produktivitas menurun maka dikuatirkan suatu usaha atau kegiatan akan mengalami kerugian. Hal yang sama terjadi pada usaha pembenihan lele, sehingga penelitian terdahulu mengenai produktivitas pembenihan lele perlu dipelajari sebagai referensi yang berguna. Penelitian terkait pernah dilakukan oleh Yuniarti (2000) dengan judul produktivitas pembenihan lele dumbo dengan cara penahanan di Dusun Bokesan Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu tingkat produktivitas 19

34 pembenihan melalui sistem penahanan dan tanpa penahanan dengan mengambil sampel untuk masing-masing sistem tersebut. Kegiatan penahanan dilakukan sebelum benih ditebar di kolam pendederan dan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas dari benih, sehingga diharapkan benih ikan dapat lebih beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa teknik pembenihan, baik dengan penahanan maupun tanpa penahanan menghasilkan produksi benih yang sama dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 26,28 persen. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup disebabkan perawatan yang buruk, baik saat di bak penetasan maupun saat pemeliharaan di kolam pendederan. Akan tetapi, sistem penahanan mampu menghasilkan benih yang lebih besar (5,28 centimeter) dibandingkan benih yang dihasilkan tanpa penahanan (4,68 centimeter) dalam masa pemeliharaan yang sama diakrenakan laju pertumbuhannya lebih tinggi. Hal penting lain yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu: (1) Keefisienan pemberian pakan tertinggi diperoleh pada ikan yang mulai makan saat kuning telurnya masih ada. (2) Padat penebaran benih adalah hal yang penting untuk diperhatikan sebab peningkatan padat dapat memicu stress, pengeluaran energi yang besar, dan laju metabolisme yang tinggi, sehingga dapat memicu kanibalisme pada benih. (3) Penyebab dominan tingkat kematian lainnya pada benih adalah buruknya pengelolaan lingkungan yang meliputi pemberantasan hama dan penjagaan kualitas air, serta pemangsaan oleh invertebrata. Kanibalisme merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi dalam usaha pembenihan lele dan salah satu upaya yang dianggap dapat menanggulangi masalah ini adalah dengan melakukan pendederan. Penelitian mengenai hal tersebut dilakukan oleh Hartini (2000) dengan judul produksi benih lele dumbo melalui sistem pendederan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendederan terhadap keberhasilan pembenihan dengan hipotesis bahwa pengelompokan benih berdasarkan ukuran dalam sistem pendederan dapat meningkatkan laju kelangsungan hidup dan menghasilkan ukuran benih yang seragam. Indikator yang dipakai dalam penelitian ini adalah tingkat kelangsungan hidup, produksi benih, keberagaman ukuran, dan ukuran benih rata-rata. 20

35 Pertumbuhan beragam yang terjadi pada benih lele dumbo dapat disebabkan oleh ketersediaan pakan yang terbatas, penyebaran pakan yang tidak merata, dan peluang mendapatkan makanan yang tidak sama. Sementara itu, kondisi ukuran benih yang beragam serta makanan dan ruang gerak yang terbatas dapat memicu sifat kanibalisme pada benih, sehingga dapat menurunkan tingkat kelangsungan hidup dan pada akhirnya akan menurunkan produksi benih. Hal ini terjadi pada sistem tanpa pendederan, sedangkan pada sistem pendederan, benih beragam ini akan dikelompokkan berdasarkan ukurannya dan masing-masing kelompok ukuran tersebut ditebar pada kolam pendederan yang berbeda, sehingga diharapkan akan menurunkan sifat kanibalisme dan akan meningkatkan produksi benih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup benih dari kedua sistem tersebut tidak berbeda, dikarenakan pada sistem pendederan ternyata juga masih terjadi kanibalisme walaupun telah dilakukan grading dikarenakan selang ukuran benih yang ditebar dalam satu kolam masih terlalu besar (0-4 centimeter) yang masih memungkinkan terjadinya kanibalisme, sehingga grading yang dilakukan belum tepat. Sementara itu, dari sisi produksi juga hasilnya tidak berbeda antara kedua sistem tersebut yang disebabkan oleh tingginya tingkat kepadatan benih dan kanibalisme. Dari sisi keberagaman benih juga tidak menampakkan perbedaan, dimana dua sistem tersebut menghasilkan benih yang beragam. Hasil yang berbeda antara dua sistem tersebut hanya terjadi pada ukuran benih, dimana sistem pendederan menghasilkan benih dengan ukuran yang lebih besar jika dibandingkan tanpa pendederan. Informasi penting lain yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa umumnya kematian pada benih sering terjadi sesaat setelah penebaran di kolam atau selama awal pemeliharaan karena daya adaptasi benih yang masih rendah. Benih rentan pada dua jam setelah penebaran yang disebabkan oleh perubahan suhu, sehingga diperlukan aklimatisasi suhu pada waktu penebaran ikan. Benang merah yang dapat ditarik dari tinjauan penelitian terdahulu adalah bahwa dalam kegiatan pembenihan lele dumbo terdapat risiko produksi yang cukup besar yang ditandai dengan tingkat kelangsungan hidup benih lele yang dibudidayakan masih relatif rendah. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diketahui bahwa secara umum penyebab utama rendahnya tingkat kelangsungan 21

36 hidup tersebut disebabkan kurangnya pengawasan dan pengelolaan dalam melakukan kegiatan pembenihan, mulai dari penanganan telur yang dihasilkan hingga pemeliharaan benih saat pendederan, khususnya terkait dengan pengawasan dan pengelolaan suhu, kualitas air, pemberian pakan, padat tebar, pengendalian hama, dan belum dilakukannya grading yang tepat sehingga memicu kanibalisme. Hal tersebut menjadi sumber-sumber risiko produksi dalam melakukan usaha pembenihan lele dumbo yang menyebabkan masih rendahnya benih yang dapat diproduksi. Hasil dari tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang terkait dengan pembenihan lele dumbo memberikan pengetahuan dan informasi berharga terkait dengan faktor-faktor atau hal-hal pokok apa saja yang perlu diperhatikan dalam menunjang keberhasilan usaha pembenihan lele dumbo, khususnya terkait faktorfaktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat kelangsungan hidup dan jumlah benih yang diproduksi. Hasil tinjauan dari penelitian terdahulu tersebut juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menelusuri dan memeriksa hal-hal yang berpotensi menjadi sumber risiko produksi pada kelompok Family Jaya Penelitian Mengenai Risiko Penelitian mengenai risiko dalam suatu usaha, baik di bidang peternakan, perikanan, dan pertanian telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Hal ini menandakan bahwa risiko merupakan hal yang penting untuk diperhitungkan dalam menjalankan suatu usaha, sehingga penting untuk dikaji, ditelusuri, dan dipelajari sumber-sumber, dampak, strategi penanganan risiko, serta hal-hal lain yang terkait dengan risiko tersebut. Risiko yang dikaji pada penelitian terdahulu meliputi risiko produksi, harga, dan risiko penjualan sesua dengan sumber risiko yang terdapat pada usaha atau perusahaan yang sedang diteliti. Indikasi risiko dalam suatu usaha berdasarkan penelitian terdahulu secara umum diketahui dari adanya fluktuasi yang cukup signifikan atau bersifat negatif dalam bentuk penurunan nilai tertentu yang dialami perusahaan dalam periode tertentu usahanya. Risiko adalah suatu kondisi yang berpotensi menghasilkan kerugian bagi usaha, sehingga penting untuk diperhitungkan dan dikelola dengan 22

37 baik untuk meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi. Ginting (2009) melakukan penelitian dengan judul risiko produksi jamur tiram putih pada usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko produksi dan alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko tersebut. Indikasi risiko dalam penelitian ini diketahui dari fluktuasi produktivitas jamur tiram putih yang dihasilkan setiap periodenya yang dikuatirkan akan menyebabkan kerugian pada perusahaan. Analisis yang dilakukan peneliti meliputi analisis kuantitatif dan analisis manajemen risiko. Alat yang digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif terdiri dari variance, standard deviation, dan coefficient variance yang merupakan alat analisis dasar untuk menghitung besaran risiko dalam suatu usaha. Sejalan dengan penelitian tersebut, Wisdya (2009) yang melakukan penelitian mengenai risiko anggrek phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora juga melakukan penelitian dengan menggunakan alat analisis variance, standard deviation, dan coefficient variance untuk mengetahui besarnya risiko produksi yang diindikasikan dari fluktuasi produktivitas anggrek phalaenopsis. Indikasi risiko pada penelitian Ginting dan Wisdya juga ditemui pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1, dimana produktivitas telur yang dihasilkan induk lele mengalami fluktuasi yang bahkan pada beberapa bulan tertentu fluktuasinya signifikan, sehingga aspek dalam usaha yang risikonya perlu diteliti adalah aspek produksi. Alat analisis yang digunakan kedua peneliti tersebut juga akan menjadi alat analisis dasar untuk mengetahui kemungkinan atau probabilitas terjadinya risiko produksi pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1. Penelitian mengenai risiko bisnis yang terus berkembang juga diikuti dengan penggunaan alat analisis yang semakin beragami. Hal ini tentunya berdampak baik karena bertujuan untuk memberikan hasil penelitian yang lebih baik dengan output-output yang semakin beragam sebagai bahan masukan kepada perusahaan. Penelitian mengenai risiko yang tidak hanya dilakukan dengan menggunakan tiga alat analisis dasar yang umum digunakan, yaitu variance, standard deviation, dan coefficient variance, tetapi juga menggunakan alat analisis untuk mengetahui probabilitas dan dampak dari terjadinya suatu risiko seperti yang telah dilakukan oleh Solihin (2009) dan Lestari (2009). 23

38 Solihin (2009) melakukan penelitian mengenai risiko produksi dan harga serta pengaruhnya terhadap pendapatan peternak ayam broiler CV AB Farm Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko produksi dan harga, pengaruhnya terhadap pendapatan perusahaan, serta alternatif strategi untuk mengatasi risiko tersebut. Risiko harga pada penelitian ini diketahui dari fluktuasi harga sarana produksi ternak dan harga jual ayam yang dihasilkan perusahaan selama periode tertentu. Hal ini berbeda dengan kondisi harga jual benih lele dumbo pada Family Jaya 1, dimana berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa harga jual benih lele dubo relatif stabil, bahkan pada saat ketersediaan benih terbatas harganya justru meningkat cukup signifikan, sehingga risiko kerugian yang bersumber dari kondisi harga tidak bersifat dominan. Kondisi tersebut yang menjadi alasan penetapan bahwa kondisi harga jual benih lele dumbo tidak menjadi risiko yang berpengaruh signifikan pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1. Solihin (2009) menggunakan alat analisis yang berbeda dengan Ginting (2009) dan Wisdya (2009), yaitu dengan menggunakan metode nilai standar (z-score) untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kerugian atau risiko akibat hasil yang diperoleh menyimpang dari hasil standar. Metode ini dapat digunakan apabila terdapat data historis dan data dalam bentuk kontinus (desimal). Sementara itu, Lestari (2009) yang melakukan penelitian mengenai manajemen risiko dalam usaha pembenihan udang vannamei di PT Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten selain menggunakan alat analisis z-score juga menggunakan alat analisis Value at Risk (VaR) untuk menganalisis dampak dari terjadinya risiko pada usaha yang sedang diteliti. VaR adalah kerugian terbesar dalam rentang waktu atau periode yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di atas observasi statistik atas data-data historis. Pengukuran dampak dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada kegiatan produksi dan penerimaan. Penggunaan alat analisis ini tentunya bertujuan untuk memperkaya kajian dari penelitian yang dilakukan, sehingga nantinya hasil dari penelitian yang dilakukan tidak hanya sekedar menghitung besarnya probabilitas terjadinya risiko pada suatu usaha, tetapi juga mengukur dampak yang ditimbulkan risiko tersebut bagi perusahaan. 24

39 Pemetaan risiko adalah proses yang harus dilakukan sebelum dapat menangani risiko, sehingga menjadi bagian yang penting dalam penelitian mengenai risiko. Peta risiko menggambarkan tentang kemungkinan terjadinya dan dampak yang dapat ditimbulkan oleh suatu risiko. Berdasarkan hasi pemetaan risiko tersebut, maka selanjutnya perusahaan menetapkan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi penanganan risiko secara garis besar terbagi atas dua, yaitu penghindaran risiko dan mitigasi risiko. (Lestari, 2009; Solihin, 2009) menggunakan metode tersebut untuk menetapkan strategi yang tepat untuk menangani risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang menjadi objek penelitian. Pada penelitian yang akan dilakukan peta risiko akan berguna untuk memetakan berbagai sumber risiko produksi yang muncul dalam usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1, sehingga diharapkan dapat ditentukan strategi penanganan risiko yang sesuai dengan status risiko. Sumber risiko yang muncul dari aspek produksi ditangani sedemikian rupa sesuai dengan status risikonya, sehingga risiko yang muncul dapat ditangani dengan tepat dalam usaha meminimalkan risiko. Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari (2009) yang menyimpulkan bahwa penanganan risiko yang paling utama ditekankan untuk mengatasi risiko-risiko pada aspek teknis terbesar yang berpotensi menimbulkan kerugian terbesar berdasarkan peta risiko yang telah dibuat. Berdasarkan hasil tinjauan terhadap penelitian terdahulu mengenai risiko dapat disimpulkan bahwa semua usaha yang berbasis pertanian secara umum tidak dapat lepas dari risiko bisnis atau usaha, baik dalam bentuk risiko produksi, harga, penjualan, dan bentuk risiko lainnya sesuai dengan sumber terjadinya risiko. Metode analisis yang ada tidak lagi sekedar digunakan untuk mengukur besaran risiko, tetapi juga digunakan untuk mengukur peluang terjadinya risiko dan dampak yang ditimbulkannya bagi usaha yang dijalankan. Penelitian ini secara umum akan melanjutkan penelitian-penelitian mengenai risiko yang telah dilakukan sebelumnya dengan lele dumbo sebagai komoditas yang akan diteliti. Hasil tinjuan terhadap penelitian-penelitian tersebut akan memberikan landasan dalam mengeskplorasi keadaan di lokasi penelitian dengan bantuan alat-alat analisis yang tersedia. 25

40 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Definisi dan Konsep Risiko Kata risiko banyak digunakan dalam berbagai pengertian dan sudah biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Dalam kegiatan usaha, pengertian risiko yang dimaksud berbeda dengan risiko dalam kehidupan sehari-hari. Risiko dalam bidang usaha memiliki berbagai kejadian yang kompleks dengan pertimbangan variabel yang berpengaruh terhadap keputusan bagi kelangsungan suatu usaha. Definisi risiko (risk) menurut Robinson dan Barry (1987) adalah peluang terjadinya suatu kejadian (merugikan) yang dapat diukur oleh pengambil keputusan. Pada umumnya peuang terhadap suatu kejadian dapat ditentukan oleh pembuat keputusan berdasarkan pengalaman dalam mengelola suatu usaha. Sementara itu, Umar (1998) memberikan beberapa pengertian mengenai risiko, diantaranya (a) risiko adalah kesempatan timbulnya kerugian; (b) risiko adalah probabilitas timbulnya kerugian; (c) risiko adalah ketidakpastian; (d) risiko adalah penyimpangan aktual dari yang diharapkan dan; (e) risiko adalah probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan. Menurut Darmawi (2005), risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga. Penggunaan kata kemungkinan tersebut sudah menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya risiko, sedangkan kondisi yang tidak pasti tersebut timbul karena berbagai hal, antara lain: a. Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu berakhir. Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya. b. Keterbatasan tersedianya informasi yang diperlukan. c. Keterbatasan pengetahuan atau keterampilan mengambil keputusan, dan lain sebagainya. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) menurut Robinson dan Barry (1987) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh 26

41 pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Menurut Kountur (2008), ada tiga unsur penting dari suatu kejadian yang dianggap sebagai risiko, yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian. (2) Kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, jadi bisa terjadi dan bisa tidak. (3) Jika sampai terjadi, maka akan menimbulkan kerugian Klasifikasi Risiko Menurut Harwood et al (1999) terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani, yaitu: 1. Risiko Produksi Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia, dan lain-lain. 2. Risiko Pasar atau Harga Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat dijual yang diakibatkan ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli masyarakat, persaingan, dan lain-lain. Sementara itu, risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain, harga naik karena inflasi. 3. Risiko Kelembagaan Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya. 4. Risiko Kebijakan Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan antara lain adanya suatu kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor. 5. Risiko Finansial Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, perputaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lain-lain. 27

42 Berdasarkan beberapa klasifikasi sumber risiko menurut Harwood et al (1999), maka sumber risiko yang secara umum dihadapi oleh kelompok Family Jaya 1 adalah risiko produksi. Risiko produksi yang dihadapi diantaranya bersumber dari faktor perubahan cuaca, musim, hama, dan penyakit. Risiko juga dapat diklasifikasikan dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulkannya, aktivitas yang dilakukan, dan sudut pandang kejadian yang terjadi (Kountur, 2008): 1. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab Risiko jika diklasifikasikan dalam sudut pandang penyebab kejadian dapat dibedakan ke dalam risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan terjadi disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga, tingkat bunga, dan mata uang asing, sedangkan risiko operasional merupakan risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non keuangan seperti manusia, teknologi, dan alam. 2. Risiko dari Sudut Pandang Akibat Risiko dari sudut pandang akibat terbagi atas dua, yaitu risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni adalah risiko yang akibat yang ditimbulkannya hanya berupa sesuatu yang merugikan dan tidak memungkinkan adanya keuntungan, sedangkan risiko spekulatif, yaitu risiko yang memungkinkan untuk menimbulkan kerugian atau menimbulkan suatu keuntungan. 3. Risiko dari Sudut Pandang Aktivitas Aktivitas dapat menimbulkan berbagai macam risiko, misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank yang risikonya dikenal dengan risiko kredit. Banyaknya risiko dari sudut pandang penyebab adalah sebanyak jumlah aktivitas yang ada. 4. Risiko dari Sudut Pandang Kejadian Risiko dari sudut pandang kejadian menyatakan suatu risiko berdasarkan kejadiannya. Misalnya jika terjadi kebakaran, maka risiko yang terjadi adalah risiko kebakaran. Perlu diketahui bahwa dalam suatu aktivitas pada umumnya terdapat beberapa kejadian, sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas. 28

43 Manajemen Risiko Manajemen risiko dapat didefenisikan sebagai langkah-langkah yang berfungsi untuk membantu perusahaan dalam memahami dan mengatur ketidakpastian atau risiko yang mungkin timbul selama proses usaha (Pressman, 2001 diacu dalam Lestari, 2009). Manajemen risiko berfungsi untuk mengenali risiko yang sering muncul, memperkirakan probabilitas terjadinya risiko, menilai dampak yang ditimbulkan risiko, dan menyiapkan rencana penanggulangan dan respon terhadap risiko. Sementara itu, defenisi manajemen risiko menurut Darmawi (2005) adalah suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis, serta mengendalikan risiko pada setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi. Manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada dalam perusahaan dalam usaha mencapai tujuan. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen (Kountur, 2008). Sasaran utama dari manajemen risiko perusahaan adalah untuk menghindari risiko. Manajemen risiko merupakan suatu proses dan struktur yang diarahkan untuk merealisasikan peluang potensial sekaligus mengelola dampak yang merugikan. Pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah untuk menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi kondisi lingkungan usaha yang cepat berubah, mengukur risiko usaha, pengelolaan risiko yang sistematis serta untuk memaksimumkan laba. Konsep manajemen risiko yang penting untuk penilaian suatu risiko diantaranya tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami perusahaan jika terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan risiko atau yang disebut dengan eksposur, besarnya kemungkinan suatu peristiwa yang berisiko, besarnya kerusakan yang akan dialami oleh perusahaan, waktu yang dibutuhkan untuk terekspos dalam risiko (Lam, 2007). Proses manajemen risiko dimulai dengan mengidentifikasi sumber risiko krusial apa saja yang terjadi di perusahaan. Sumber risiko ini dapat terbagi menjadi tiga bagian, yaitu risiko lingkungan, risiko proses, dan risiko informasi. Tahap ini akan menghasilkan output berupa daftar risiko yang kemudian akan dilakukan pengukuran risiko. Pengukuran risiko ini terdiri dari tahap pengukuran 29

44 dampak dan kemungkinan terjadinya risiko yang kemudian akan menunjukkan status risiko dalam perusahaan. Pengukuran status risiko ini akan dibantu dengan pemetaan risiko yang akan menunjukkan posisi risiko. Posisi risiko ini yang nantinya akan membantu membentuk perumusan manajemen risiko yang tepat untuk pengelolaan risiko yang terjadi (Kountur, 2008). Menurut Kountur (2008), ada begitu banyak risiko dan tidak mungkin kita dapat mengidentifikasi seluruhnya. Jika kita ingin mengidentifikasi risiko sebanyak-banyaknya, maka kita akan kehabisan waktu, energi, dan biaya. Oleh karena itu, dapat digunakan aplikasi dari hukum Pareto pada risiko, yaitu bahwa 80 persen kerugian perusahaan disebabkan oleh hanya 20 persen risiko yang krusial. Jika kita dapat menangani 20 persen risiko krusial tersebut, maka kita sudah dapat menghindari 80 persen kerugian dan itu merupakan jumlah yang sangat besar. Namun, jika salah menangani risiko, dimana yang ditangani justru bukan risiko yang krusial, tetapi justru yang tidak penting bukan tidak mungkin kita menangani 80 persen risiko yang sebenarnya hanya memberikan kontribusi 20 persen saja, sehingga sangat penting untuk dapat mengetahui mana risikorisiko yang krusial. Jadi tidak semua risiko perlu untuk diidentifikasi, tetapi cukup pada risiko-risiko yang krusial Pengukuran Risiko Menurut Darmawi (2005), sesudah risiko diidentifikasi, maka selanjutnya risiko itu harus diukur untuk menentukan derajat kepentingannya dan untuk memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk menanganinya. Informasi yang diperlukan berkenaan dengan dua dimensi risiko yang perlu diukur, yaitu: (1) Frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi; (2) Keparahan dari kerugian. Sementara itu, paling sedikit untuk masing-masing dimensi itu, yang ingin diketahui ialah: (1) Rata-rata nilainya dalam periode anggaran; (2) Variasi nilai dari suatu periode ke periode anggaran sebelumnya dan berikutnya; (3) Dampak keseluruhan dari kerugian-kerugian itu jika seandainya kerugian itu ditanggung sendiri. 30

45 Menurut Batuparan (2001) yang diacu dalam Lestari (2009), pengukuran risiko dibutuhkan sebagai dasar untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisasinya suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha. Pemahaman signifikansi yang akurat lebih lanjut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan berhasil guna. Signifikansi suatu risiko maupun portofolio risiko dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap dimensi risiko, yaitu: (1) kuantitas risiko, yaitu jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya risiko, (2) kualitas risiko, yaitu probabilitas dari terjadinya risiko. Semakin tinggi tingkat kemungkinan terjadinya risiko maka semakin besar pula tingkat risikonya dan semakin tinggi dampak yang ditimbulkan dari terjadinya risiko maka semakin besar pula tingkat risikonya. Menurut Kountur (2008) maksud dari pengukuran risiko adalah untuk menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko, sehingga dapat diketahui mana risiko yang lebih krusial dari risiko lainnya, sedangkan peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam suatu peta sehingga kita bisa mengetahui dimana posisi risiko terhadap peta. Berdasarkan peta risiko dan status risiko kemudian manajemen dapat melakukan penanganan risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah terpetakan dalam peta risiko, sehingga proses penanganan risiko dapat dilakukan dengan lebih tepat sesuai dengan status risikonya (Kountur, 2008) Konsep Penanganan Risiko Menurut Kountur (2008), berdasarkan peta risiko dapat diketahui cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Ada dua strategi penanganan risiko, yaitu: 1. Preventif Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: (1) membuat atau memperbaiki sistem, (2) mengembangkan sumber daya manusia, dan (3) memasang atau memperbaiki fasilitas fisik. 31

46 2. Mitigasi Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah: a. Diversifikasi Diversifikasi merupakan cara menempatkan aset di beberapa tempat sehingga jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan menghabiskan semua aset yang dimiliki. b. Penggabungan Penggabungan atau yang lebih dikenal dengan istilah merger menekankan pola penanganan risiko pada kegiatan penggabungan dengan pihak perusahaan lain. Contoh strategi ini adalah dengan melakukan merger atau dengan melakukan akuisisi. c. Pengalihan Risiko Pengalihan risiko merupakan cara penanganan risiko dengan mengalihkan dampak dari risiko ke pihak lain. Cara ini bermaksud jika terjadi kerugian pada perusahaan maka yang menanggung kerugian tersebut adalah pihak lain. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengalihkan risiko ke pihak lain, diantaranya melalui asuransi, leasing, outsourcing, dan hedging. Asuransi dilakukan dengan cara mengasuransikan harta perusahaan yang dampak risikonya besar, sehingga mengurangi dampak kerugian dari risiko tersebut karena sudah dialihkan kepada pihak asuransi. Leasing adalah cara dimana suatu aset digunakan, tetapi kepemilikannya ada pada pihak lain. Jika terjadi sesuatu pada aset tersebut, maka pemiliknya yang akan menanggung kerugian atas aset tersebut. Outsourcing adalah cara dimana pekerjaan diberikan kepada pihak lain, sehingga kita tidak menaggung kerugian seandainya pekerjaan yag dilakukan gagal. Sementara itu, Hedging adalah cara pengurangan dampak risiko dengan cara mengalihkan risiko melalui transaksi penjualan atau pembelian. Beberapa cara melakukan Hedging diantaranya adalah forward contract, future contract, option, dan swap. 32

47 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Usaha pembenihan lele mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Pertumbuhan produksi lele nasional tahun sebesar 32,41 persen setiap tahunnya menunjukkan suatu pertumbuhan yang signifikan, bahkan menjadi urutan kedua diantara 10 komoditas utama perikanan budidaya Indonesia. Pertumbuhan tersebut pada masa mendatang masih akan terus diupayakan perkembangannya sesuai program dan rencana strategis yang dicanangkan KKP tahun untuk menjadikan lele sebagai salah satu produk unggulan perikanan air tawar dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi hewani masyarakat Indonesia yang relatif terjangkau dari segi harga. Rencana strategis yang dicanangkan KKP dalam bentuk peningkatan produksi lele setiap tahunnya sebesar 35,10 persen mulai tahun yang sekaligus menjadi peluang bagi pelaku usaha pembenihan lele guna menghasilkan benih lele untuk memenuhi target tersebut. Peluang yang ada dalam usaha pembenihan lele tentunya menjadi hal yang menjadikan usaha ini menjanjikan, tetapi para pelaku usahanya tentu juga tahu bahwa usaha ini tidak bebas dari risiko sebagaimana usaha-usaha lainnya. Secara umum risiko utama yang sering terjadi pada usaha pembenihan lele dumbo adalah dalam bentuk risiko produksi. Adanya risiko produksi tersebut menimbulkan hambatan untuk menghasilkan benih lele dumbo dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan. Family Jaya 1 merupakan sebuah kelompok yang menghasilkan benih lele dumbo. Kelompok ini dalam menjalankan usahanya menghadapi risiko produksi. Risiko produksi tersebut salah satunya diindikasikan dari adanya fluktuasi produktivitas rata-rata induk lele dumbo dalam menghasilkan telur selama bulan Januari 2009 hingga April Sementara itu, faktor-faktor yang terindikasi sebagai sumber risiko produksi diantaranya adalah pengaruh musim kemarau, perubahan suhu air yang bersifat ekstrim, kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk, serangan hama, serta penyakit. Adanya sumber-sumber risiko tersebut menyebabkan terjadinya fluktuasi produksi benih lele dumbo di Family Jaya 1. 33

48 Sumber-sumber risiko produksi yang telah disebutkan sebelumnya belum dapat dipastikan dapat menggambarkan keseluruhan sumber risiko produksi yang masih mungkin terdapat dalam usaha pembenihan lele dumbo yang dijalankan kelompok Family Jaya 1. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi yang benar-benar terdapat pada usaha pembenihan lele dumbo tersebut. Langkah awal yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi apa saja yang dihadapi oleh kelompok tersebut. Analisis lain yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi upaya penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh Family Jaya 1. Analisis ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif melalui observasi, wawancara, dan diskusi dengan ketua dan anggota kelompok Family Jaya 1 mengenai upaya penanganan risiko produksi yang telah diterapkan. Analisis yang selanjutnya dilakukan adalah analisis probabilitas dan dampak risiko produksi benih lele akibat adanya sumber-sumber risiko. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dilakukan dengan metode nilai standar atau z-score, sedangkan pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan menggunakan data produksi benih lele dumbo di Family Jaya 1 dari bulan Januari 2009 hingga April Hasil analisis ini akan menunjukkan status risiko, sehingga dapat diketahui risiko produksi mana yang lebih krusial dibandingkan dengan risiko-risiko produksi lainnya di Family Jaya 1. Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko produksi tersebut selanjutnya dipetakan pada peta risiko yang akan menunjukkan sebaran sumber risiko produksi terhadap peta untuk kemudian ditentukan strategi penanganan risiko yang tepat untuk mengendalikan sumber-sumber risiko tersebut. Hasil analisis terhadap risiko produksi tersebut selanjutnya diajukan kepada Family Jaya 1 sebagai bahan rekomendasi. Alur kerangka pemikiran operasional penelitian secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 3. 34

49 Fluktuasi Produksi pada Usaha Pembenihan Lele Dumbo di Family Jaya 1 Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Analisis Deskriptif pada Aspek Produksi Identifikasi Dampak dari Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Metode Value at Risk (VaR) Identifikasi Probabilitas dari Sumber-Sumber Risiko Produksi Menggunakan Metode Nilai Standar Strategi Penanganan Risiko Produksi yang dapat dilakukan oleh Kelompok Family Jaya 1 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 35

50 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Family Jaya 1, sebuah kelompok yang membudidayakan benih ikan air tawar yang beralamat di Jalan Haji Suhaemi, Desa Duren Mekar, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Agustus tahun Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja dikarenakan Kecamatan Sawangan merupakan salah satu sentra pembenihan lele di Kota Depok dan berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian produksi perikanan budidaya Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok diperoleh informasi bahwa Family Jaya 1 adalah salah satu produsen benih lele dumbo terbesar di kecamatan tersebut yang hingga saat ini memfokuskan kegiatannya pada segmen usaha pembenihan. Produksi pembenihan menurut kecamatan di Kota Depok pada tahun 2009 dapat diihat pada Tabel 7. Tabel 7. Produksi Pembenihan menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2009 No. Kecamatan Pembenihan (ribu ekor) 1 Sawangan Pancoran Mas Sukmajaya Cimanggis - 5 Beji - 6 Limo Kota Depok Sumber: Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok (2010) 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian. Data primer diantaranya diperoleh melalui pengamatan langsung di lokasi usaha maupun dari proses wawancara dengan ketua dan anggota kelompok untuk mengetahui keadaan umum lokasi usaha, proses produksi, penanganan produk, sumber risiko produksi yang dihadapi dalam melakukan usaha pembenihan lele dumbo. 36

51 Data sekunder adalah jenis data yang sudah diterbitkan. Data sekunder diantaranya diperoleh dalam bentuk data historis yang dimiliki oleh kelompok berupa data produksi benih lele dumbo kelompok Family Jaya 1 pada bulan Januari 2009 hingga April 2010, data statistik, buku, jurnal, dan bahan pustaka lain yang relevan dengan topik dan komoditas penelitian yang diantaranya bersumber dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, perpustakan Pusat Kajian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, dan LSI IPB Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data pada penelitian yang akan dilaksanakan dilakukan dengan cara : 1. Melakukan observasi atau pengamatan. Observasi dilakukan dengan melihat dan mengamati secara langsung proses pembenihan lele dumbo yang dilakukan di Family Jaya Melakukan wawancara dan diskusi untuk memperoleh keterangan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian, sehingga data yang digunakan menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan, khususnya mengenai halhal yang berpotensi menjadi sumber risiko produksi pada usaha pembenihan lele dumbo. 3. Membaca dan melakukan pencatatan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu sel kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa mendatang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang menjadi sumber risiko produksi dalam usaha pembenihan lele dumbo yang dilaksanakan di Family Jaya 1. 37

52 Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko dan besarnya dampak risiko terhadap perusahaan. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya yang mengacu pada seberapa besar probalitas risiko akan terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah metode nilai standar atau z-score. Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan berbentuk kontinus (desimal). Pada penelitian ini, yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi benih lele di Family Jaya 1. Data yang akan digunakan untuk menghitung kemungkinan terjadinya risiko pada kegiatan produksi adalah data produksi benih lele dumbo dari bulan Januari 2009 hingga April Menurut Kountur (2008), langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode ini dan aplikasinya pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 adalah: 1. Menghitung rata-rata kejadian berisiko Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata benih lele dumbo yang diproduksi adalah: x = n i=1 n xi Dimana: x = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko xi = Nilai per bulan dari kejadian berisiko n = Jumlah data 2. Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko s = n xi x 2 i=1 n 1 Dimana: s = Standar deviasi dari kejadian berisiko xi = Nilai per bulan dari kejadian berisiiko x = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko n = Jumlah data 38

53 3. Menghitung z-score z = x x s Dimana: z = Nilai z-score dari kejadian berisiko x = Batas risiko yang dianggap masih dalam taraf normal x = Nilai rata-rata kejadian berisiko s = Standar deviasi dari kejadian berisiko Jika, hasil z-score yang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai z-score positif, maka nilai tersebut berada di sebelah kanan kurva distribusi z (normal). 4. Mencari probabilitas terjadinya risiko produksi Setelah nilai z-score dari produksi benih lele dumbo di Family Jaya 1 diketahui, maka selanjutnya dapat dicari probabilitas terjadinya risiko produksi yang diperoleh dari tabel distribusi z (normal) sehingga dapat diketahui berapa persen kemungkinan terjadinya keadaan dimana produksi benih lele berisiko mendatangkan kerugian Analisis Dampak Risiko Metode yang paling efektif digunakan dalam mengukur dampak risiko adalah VaR (Value at Risk). Var adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data historis sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pada kegiataan produksi benih lele dumbo di Family Jaya 1. Kejadian yang dianggap merugikan berupa penurunan produksi sebagai akibat dari terjadinya sumber-sumber risiko. Menurut Kountur (2008), VaR dapat dihitung dengan rumus berikut. 39

54 VaR = x + z s n Dimana: VaR = Dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian berisiko x = Nilai rata-rata kerugian akibat kejadian berisiko z = Nilai z yang diambil dari tabel distribusi normal dengan alfa 5 persen s = Standar deviasi kerugian akibat kejadian berisiko n = Banyaknya kejadian berisiko Pemetaan Risiko Menurut Kountur (2008), sebelum dapat menangani risiko, hal yang terlebih perlu dilakukan adalah membuat peta risiko. Peta risiko adalah gambaran mengenai posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu, yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal yang menggambarkan dampak. Contoh layout peta risiko dapat dilihat pada Gambar 4. Probabilitas (%) Besar Kuadran 1 Kuadran 2 Kecil Kuadran 3 Kuadran 4 Dampak (Rp) Kecil Besar Gambar 4. Peta Risiko Sumber: Kountur (2008) Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dibagi menjadi dua bagian, yaitu besar dan kecil. Dampak risiko juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu besar dan kecil. Batas antara probabilitas atau kemungkinan besar dan kecil ditentukan oleh manajemen, tetapi pada umumnya risiko yang probabilitasnya 20 persen atau lebih dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan di bawah 20 40

55 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil (Kountur, 2008). Sementara itu, berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok, ditetapkan nilai standar yang membatasi kemungkinan besar dan kecil adalah sebesar 20 persen Penanganan Risiko Berdasarkan hasil pemetaan risiko pada peta risiko, maka selanjutnya dapat ditetapkan strategi penanganan risiko yang sesuai. Terdapat dua strategi yang dapat dilakukan untuk menangani risiko, yaitu: 1. Penghindaran Risiko (Preventif) Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang berada pada kuadran 1 dan 2. Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preventif, maka risiko yang ada pada kuadran 1 akan bergeser ke kuadran 3 dan risiko yang berada pada kuadran 2 akan bergeser ke kuadran 4 (Kountur, 2008). Penanganan risiko menggunakan strategi preventif dapat dilihat pada Gambar 5. Probabilitas (%) Besar Kuadran 1 Kuadran 2 Kecil Kuadran 3 Kuadran 4 Dampak (Rp) Kecil Besar Gambar 5. Preventif Risiko 2. Mitigasi Risiko Strategi mitigasi digunakan untuk meminimalkan dampak risiko yang terjadi. Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak yang besar diusahakan dengan menggunakan strategi mitigasi dapat bergeser ke kuadran yang memiliki dampak risiko yang kecil. Strategi mitigasi akan menangani risiko sedemikian rupa sehingga risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 1 dan risiko yang berada pada kuadran 4 akan bergeser ke kuadran 3. Strategi mitigasi dapat dilakukan dengan metode diversifikasi, penggabungan dan pengalihan risiko (Kountur, 2008). Mitigasi risiko dapat dilihat pada Gambar 6. 41

56 Probabilitas (%) Besar Kuadran 1 Kuadran 2 Kecil Kuadran 3 Kuadran 4 Dampak (Rp) Kecil Besar Gambar 6. Mitigasi Risiko 4.5. Indikator Penentuan Jenis Sumber Risiko Pada Setiap Kejadian Kelompok Family Jaya 1 menghadapi risiko produksi dalam melaksanakan kegiatan pembenihan lele dumbo, dimana beberapa faktor yang diindikasikan sebagai sumber dari risiko produksi tersebut diantaranya adalah perubahan suhu air yang ekstrim, kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk, musim kemarau, serangan hama, serta penyakit. Oleh karena itu, perlu ditetapkan indikator untuk menggolongkan atau mengategorikan jenis sumber risiko pada setiap kejadian yang berisiko yang terjadi pada pelaksanaan kegiatan pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1. Tujuan dari penetapan indikator tersebut adalah untuk menghindari kesalahan penggolongan dari setiap kejadian berisiko yang dapat mengakibatkan proses analisis yang dilakukan tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi di lokasi penelitian. Sumber risiko produksi perubahan suhu air yang ekstrim diindikasikan oleh kejadian berisiko dalam bentuk kematian benih yang sedang dipelihara secara mendadak dan bersamaan pada suatu kolam pemeliharaan akibat terjadinya perubahan suhu air yang signifikan pada kolam pemeliharaan benih pasca terjadinya peralihan cuaca dari panas kepada hujan ataupun sebaliknya. Benih lele dumbo mengalami kematian dikarenakan tidak mampu menolerir perubahan suhu air tersebut. Sementara itu, indikator untuk sumber risiko produksi kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk adalah apabila kejadian berisiko yang terjadi mengakibatkan banyak telur yang tidak menetas atau derajat penetasannya rendah. Hal tersebut dikarenakan induk lele dumbo yang dipijahkan pembudidaya sebenarnya tidak memenuhi seluruh kriteria yang seharusnya 42

57 dimiliki oleh induk lele dumbo yang akan dipijahkan, meliputi kecukupan umur, berat, kondisi genetis, kondisi fisik, serta kematangan telur yang dikandung oleh induk betina. Induk lele dumbo yang tidak memenuhi semua kriteria untuk dipijahkan tersebut tetap dapat menghasilkan telur, tetapi telur yang dihasilkan memiliki derajat penetasan yang rendah atau banyak yang gagal menetas. Sumber risiko produksi musim kemarau diindikasikan oleh kejadian berisiko yang mengakibatkan penurunan produksi telur yang dihasilkan oleh induk lele dumbo betina dalam jumlah yang signifikan. Penurunan produksi telur tersebut terjadi akibat kondisi musim kemarau yang biasanya terjadi sekitar bulan Juni, Juli, Agustus, dan September. Sementara itu, serangan hama diindikasikan oleh suatu kejadian berisiko yang mengakibatkan benih lele dumbo yang dipelihara mati akibat dimangsa oleh hama predator, seperti kelelewar, burung, kodok dan lain sebagainya. Kegiatan predasi tersebut kerap terjadi pada malam hari yang sejalan dengan aktivitas lele dumbo sebagai hewan nokturnal atau yang beraktivitas pada malam hari. Sumber risiko produksi selanjutnya, yaitu penyakit yang menyerang benih lele dumbo, diindikasikan oleh suatu kejadian berisiko yang mengakibatkan benih yang dipelihara pada suatu kolam pemeliharaan mengalami kematian dalam waktu yang hampir bersamaan pasca menunjukan tanda-tanda bahwa benih tersebut telah terinfeksi oleh suatu penyakit. Penyakit yang umumnya menyerang benih lele dumbo biasanya diakibatkan oleh bakteri Aeromonas yang berasal dari pakan cacing sutera yang tercemar ataupun dalam kondisi mati. Tanda-tanda benih lele dumbo yang telah terinfeksi bakteri tersebut adalah benih sering terlihat mengambang di permukaan kolam, lemas, dan kehilangan nafsu makan. Bakteri tersebut dapat menyebar dengan cepat, sehingga dapat mengakibatkan kematian benih dalam jumlah yang relatif banyak. 43

58 V DESKRIPSI KELOMPOK FAMILY JAYA Sejarah Singkat Kelompok Family Jaya 1 Kelompok Family Jaya 1 merupakan suatu kelompok pembudidaya ikan konsumsi air tawar yang mengkhususkan kegiatannya pada segmen usaha pembenihan. Kelompok ini berdiri pada tanggal 24 Mei 2006 atas prakarsa Drs. Nahrowi dan telah memperoleh surat keputusan (SK) yang dikeluarkan secara resmi oleh kelurahan dan kecamatan setempat serta tercatat telah tercatat di Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok. Kelompok yang secara resmi tercatat beralamat di Jalan Haji Suhaemi nomor 25, Kelurahan Duren Mekar, Kecamatan Sawangan ini, secara usia memang masih relatif muda, tetapi secara pengalaman kelompok Family Jaya 1 dapat dikategorikan matang, karena Family Jaya 1 berisikan orang-orang yang telah berkecimpung belasan bahkan puluhan tahun dalam usaha budidaya ikan konsumsi air tawar. Kecamatan sawangan sendiri memang dikenal sebagai salah satu pusat utama kegiatan perikanan budidaya di Kota Depok dikarenakan kondisi alamnya yang mendukung, sehingga tidak mengherankan jika secara turun temurun masyarakatnya banyak yang menggeluti usaha di bidang perikanan budidaya. Kelompok Family Jaya 1 berdiri disebabkan oleh beberapa alasan serta kepentingan dan kesadaran dari beberapa pihak mengenai: 1. Permintaan benih ikan konsumsi yang cukup tinggi dan masih banyak yang belum mampu dipenuhi. 2. Keinginan untuk menciptakan benih ikan konsumsi yang unggul dan berkualitas serta memiliki standar tertentu. 3. Menjadi wadah untuk menyalurkan benih ikan konsumsi yang dihasilkan pembudidaya. 4. Menciptakan wadah yang dapat menjembatani berbagai arus informasi terkait usaha pembenihan ikan konsumsi serta memfasilitasi akses bantuan yang berasal dari pemerintah. Kelompok Family Jaya 1 juga telah merumuskan target jangka panjang dari pembentukan kelompok ini yang dituangkan dalam visi dan misi kelompok Family Jaya 1. Visi kelompok ini adalah untuk mewujudkan kesejahteraan pembudidaya perikanan, khususnya di Kota Depok, sedangkan misi yang diusung diantaranya adalah memberdayakan pertanian perikanan, mewadahi pertanian 44

59 perikanan, menyediakan benih ikan konsumsi yang unggul dan memiliki standar, serta mendukung program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Selain tujuan-tujuan tertulis tersebut, pendirian kelompok ini juga diharapkan dapat menjadi forum silaturahmi sekaligus pertukaran informasi, baik terkait dengan produksi, pasar, dan harga antar anggota yang akan bermanfaat dalam pelaksanaan usaha. Kelompok Family Jaya 1 pada awal pendiriannya terdiri 16 orang yang masing-masing telah ditetapkan untuk menempati beberapa posisi, diantaranya sebagai ketua, sekretaris, bendahara, seksi hubungan masyarakat, seksi pemasaran, seksi produksi, dan selebihnya sebagai anggota. Komoditas yang awalnya diusahakan oleh kelompok Family Jaya 1 adalah benih beberapa ikan konsumsi air tawar, yaitu benih ikan lele dumbo, patin, serta gurami, tetapi seiring dengan kondisi permintaan dan harga jual yang menjadi dasar kelompok ini dalam memilih komoditas yang diusahakan, maka terhitung sejak tahun 2010 kelompok Family Jaya 1 tidak lagi mengusahakan benih patin yang kondisi harga jual serta permintaannya terus menurun secara signifikan yang disebabkan persaingan dengan komoditas impor asal negara Vietnam. Kelompok Family Jaya 1 melakukan kegiatan budidayanya pada lahan seluas 7000 meter persegi yang terbagi-bagi menjadi beberapa fasilitas yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembenihan, diantaranya kolam tanah, kolam terpal, kolam terpal, ruangan hatchery yang menggunakan akuarium, serta gudang penyimpanan pakan dan peralatan. Total luasan lahan tersebut merupakan gabungan dari luasan lahan yang dimiliki oleh pembudidaya yang tergabung sebagai anggota di Family Jaya 1. Modal yang digunakan oleh anggota kelompok untuk memulai dan menjalankan usahanya sebagian besar merupakan modal pribadi dan kalaupun ada yang diperoleh dari hasil meminjam, maka pihak yang meminjamkan biasanya masih dalam lingkup keluarga atau kerabat pembudidaya tersebut. Akan tetapi, kebutuhan modal pada saat ini juga mulai diperoleh dari pihak-pihak lainnya, seperti bank atau pemerintah melalui Departemen Pertanian dan Perikanan Kota Depok seiring dengan semakin terbukanya akses dan informasi kepada anggota kelompok. Modal yang diperoleh anggota kelompok Family Jaya 1 dari pihak-pihak tersebut adalah dalam bentuk uang tunai maupun sarana produksi perikanan. 45

60 Seiring dengan berjalannya waktu, tujuan yang ingin dicapai kelompok ini mulai terealisasi, seperti terbukanya jalan untuk mengakses bantuan yang dibutuhkan untuk melaksankan usaha, khususnya yang diperoleh dari pemerintah. Realisasi bantuan yang pernah diterima oleh kelompok Family Jaya 1 diantaranya adalah bantuan dana serta sarana produksi perikanan yang kemudian dibagikan kepada masing-masing anggota kelompok. Selain itu, bantuan lain diperoleh dalam bentuk penyuluhan serta pelatihan dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok guna membantu meningkatkan kemampuan dan memberikan informasi baru terkait usaha perikanan yang dijalankan oleh anggota kelompok Family Jaya 1. Perhatian dan bantuan dari pemerintah tersebut tentu menjadi nilai tambah bagi pembudidaya yang bergabung sebagai anggota di Family Jaya 1. Manfaat lainnya yang dapat dirasakan anggota kelompok adalah dalam bentuk akses terhadap informasi, baik harga maupun trend dalam usaha perikanan budidaya lainnya, serta posisi tawar yang memadai, sehingga anggota kelompok memperoleh harga jual yang wajar dan tidak menjadi pihak yang dirugikan. Kelompok ini juga sudah beberapa kali diliput oleh media cetak, sehingga secara lansung ataupun tidak turut membantu mempromosikan kelompok Family Jaya 1 dan komoditas yang diusahakan Struktur Organisasi Kelompok Family Jaya 1 Kelompok Family Jaya 1 sejak awal pendiriannya telah merumuskan struktur organisasi yang jelas, meskipun hingga tahun 2010 telah mengalami beberapa perubahan berupa penambahan beberapa bagian yang dianggap diperlukan. Kelompok ini secara langsung berada di bawah pembinaan Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, sehingga kondisi kelompok ini dapat dipantau guna melakukan koordinasi dengan penyuluh pertanian dan perikanan Kota Depok untuk mendapatkan penyuluhan dan pelatihan yang dibutuhkan maupun untuk mendapatkan akses bantuan lainnya. Bagian-bagian yang ada pada struktur organisasi Family Jaya 1 diantaranya adalah ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, seksi produksi, dan seksi pemasaran. Struktur organisasi Family Jaya 1 dapat dilihat pada Gambar 7. 46

61 Pembina Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok Ketua Sekretaris Wakil Ketua Bendahara Seksi Produksi Seksi Pemasaran Anggota Gambar 7. Struktur Organisasi Family Jaya 1 Struktur organisasi Famiy Jaya 1 yang terdapat Gambar 7 selanjutnya menjadi dasar penentuan dalam pembagian kerja yang akan dilaksanakan sesuai dengan posisi yang ditempati. Secara ringkas, pembagian kerja sesuai yang terdapat pada Family Jaya 1 adalah sebagai berikut: 1. Pembina Pembina dalam hal ini adalah Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok. Pembina berfungsi untuk melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap kegiatan yang dijalankan Family Jaya 1, sehingga diharapkan dapat berjalan sesuai dengan program-program dan tujuan yang telah dicanangkan. Pemantauan dilakukan dalam bentuk komunikasi aktif dengan kelompok, sedangkan pembinaan dilakukan dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan secara berkala. 2. Ketua dan Wakil Ketua Ketua kelompok memiliki fungsi utama sebagai pihak yang menjembatani kebutuhan kelompok atas akses-akses tertentu yang diperlukan kelompok, khususnya akses terhadap bantuan permodalan dan penyuluhan, sehingga secara aktif turut berperan dalam melakukan pemantauan terhadap usaha yang dilakukan oleh anggota kelompok. Sementara itu, Wakil ketua memiliki fungsi untuk 47

62 membantu ketua dalam melakukan pemantauan terhadap usaha yang dilakukan oleh anggota kelompok serta melakukan fungsi internal dalam bidang produksi dan pemasaran dengan turut berkoordinasi dengan sekretaris dan bendahara. 3. Sekretaris Sekretaris memiliki tugas untuk melakukan pencatatan dan pengolahan data kelompok serta membuat dan mengatur arsip surat maupun proposal yang masuk maupun keluar. Data yang dicatat dan diolah khususnya yang terkait dengan data nilai produksi dan penjualan kelompok. Kegiatan pencatatan dan pengolahan data ini sendiri baru dilakukan pada tahun 2009 dan direncanakan dilakukan setiap akhir tahun. Selain itu, sekretaris memiliki fungsi untuk membuat surat dan proposal kepada pihak internal maupun eksternal terkait dengan kegiatan, agenda, dan permohonan bantuan atas kebutuhan kelompok terhadap pihak-pihak tersebut. 4. Bendahara Bendahara memiliki fungsi untuk mengelola keuangan kelompok. Bentuk keuangan yang dikelola oleh bendahara kelompok sebenarnya lebih bersifat sosial karena sebagian besar ditujukan untuk maksud tersebut, dimana bendahara mengelola uang yang disisihkan anggota secara rutin selayaknya tabungan kelompok yang kemudian akan digunakan untuk membantu anggota yang mengalami musibah ataupun kesulitan lainnya. Selain itu, uang yang juga dikelola oleh bendahara adalah uang arisan kelompok yang dilakukan secara berkala untuk mempererat silaturahmi sekaligus sebagai forum untuk berbagi informasi. 5. Seksi produksi dan seksi pemasaran Seksi produksi pada kelompok ini memiliki fungsi untuk mengomunikasikan informasi terbaru terkait dengan sektor produksi. Informasi yang biasanya dibutuhkan terkait dengan teknologi baru dalam melakukan budidaya, baik dalam bentuk cara pemeliharaan, pakan, obat, dan aspek-aspek lainnya yang dapat membantu dan memperkaya kemampuan anggota kelompok. Selain itu, seksi produksi bekerjasama dengan anggota kelompok mencari solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan aspek produksi yang dialami oleh anggota. 48

63 Seksi pemasaran memiliki fungsi untuk memonitor kondisi harga jual ikan konsumsi yang diusahakan oleh kelompok, sehingga seksi pemasaran menjadi salahs satu sumber informasi pasar bagi anggota kelompok. Seksi pemasaran juga mengamati tren yang sedang berlaku pada dunia perikanan budidaya. Salah satu informasi penting yang dihasilkan oleh seksi ini adalah ketika memberikan informasi mengenai tren dan kondisi harga ikan patin yang terus menurun pada akhir 2008, sehingga pada akhirnya produksi ikan patin kelompok ini sama sekali dihentikan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh seksi pemasaran untuk memonitor kondisi harga dan tren yang sedang berlaku adalah dengan secara aktif berkerjasama dengan Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok sebagai salah satu sumber informasi yang dapat dipercaya. Selain itu, seksi pemasaran juga berperan dalam menangani dan memberikan infomasi terkait dengan permintaan konsumen, baik yang berasal dari sekitar maupun luar Depok Fasilitas Fisik dan Peralatan Pembenihan Lele Dumbo Fasilitas fisik dan peralatan yang digunakan oleh anggota kelompok Family Jaya 1 untuk melaksanakan kegiatan pembenihan lele dumbo secara umum sama dengan yang kebanyakan digunakan oleh pembudidaya benih lele dumbo lainnya. Fasilitas fisik utama yang digunakan adalah kolam yang terdiri atas kolam pemeliharaan induk serta kolam penetasan telur dan pemeliharaan larva hingga menjadi benih lele dumbo yang siap untuk dijual. Kolam pemeliharaan induk yang digunakan oleh anggota kelompok Family Jaya 1 terdiri daru dua jenis, yaitu kolam tanah serta kolam semen. Kedua jenis kolam tersebut menurut anggota kelompok tidak memberikan perbedaan yang signifikan dalam hal pemeliharaan induk lele dumbo. Kolam pemeliharaan induk tersebut mempunyai ukuran rata-rata 10 meter persegi dengan kedalaman 1-1,5 meter. Sementara itu, kolam yang digunakan untuk penetasan telur dan pemeliharaan larva lele dumbo hingga menjadi benih lele dumbo yang siap dijual adalah kolam terpal yang dibangun di areal terbuka. Kolam terpal adalah jenis kolam yang tengah diminati oleh pembudidaya dalam melakukan kegiatan pembenihan lele dumbo karena beragam alasan. Alasan pemilihan kolam terpal oleh anggota kelompok Family Jaya 1 adalah dikarenakan alasan biaya pembuatan yang relatif terjangkau serta perawatan dan pengontrolan kolam lebih mudah dilakukan. 49

64 Sumber air yang digunakan dalam kegiatan pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 berasal dari dua sumber, yaitu air tanah dan air sungai Ciangke yang berdasarkan pengujian yang pernah dilakukan pada tahun 2008 diketahui memiliki derajat keasaman (ph) 6,5, sehingga dapat digunakan untuk budidaya benih lele dumbo karena kisaran derajat keasaman yang masih ditoleransi berada pada kisaran 6-9. Untuk memperoleh air tanah dibutuhkan fasilitas pendukung, yaitu berupa pompa air. Sementara itu, untuk mengalirkan air sungai diperlukan saluran air yang terbuat dari pipa yang dapat dibuka dan ditutup pada bagian ujungnya untuk mengalirkan air sesuai dengan kebutuhan. Peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses pemeliharaan lele dumbo dari awal hingga menghasilkan benih lele dumbo yang siap dijual umumnya relatif sederhana dan cukup mudah diperoleh di toko ataupun pasar di sekitar lokasi usaha. Peralatan-peralatan yang digunakan dalam kegiatan budidaya benih lele dumbo ini diantaranya adalah seser, hapa, ember, parang, kateter, jarum suntik, pinset, selang, kakaban, dan centong nasi. Peralatan-peralatan tersebut merupakan peralatan dasar yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 dan dimiliki oleh masing-masing anggota kelompok Proses Budidaya Benih Lele Dumbo Kelompok Family Jaya 1 Proses budidaya untuk menghasilkan benih lele dumbo yang siap untuk dijual meliputi beberapa tahapan kegiatan. Benih lele dumbo yang dihasilkan oleh anggota kelompok Family Jaya 1 adalah benih lele dumbo yang berumur 20 hari. Tahapan proses budidaya yang dilakukan tidak berbeda antar anggota kelompok, bahkan jika ada anggota kelompok yang memperoleh teknologi maupun informasi baru yang bermanfaat terkait dengan budidaya benih lele maka hal tersebut akan dibagikan dan dikomunikasikan dengan anggota kelompok lainnya mengingat kelompok ini juga dijadikan sebagai wadah untuk saling bertukar informasi antar anggota kelompok. Informasi dan teknologi baru tersebut biasanya diperoleh dari kegiatan penyuluhan ataupun dari hasil mengikuti seminar dan membaca hal-hal baru terkait dengan usaha pembenihan lele dumbo. Secara umum tahapan proses budidaya benih lele dumbo di Famiy Jaya 1 adalah sebagai berikut. 50

65 1. Penyeleksian induk yang akan dipijahkan Kegiatan yang menjadi awal dalam tahapan budidaya benih lele dumbo ini adalah penyeleksian induk lele dumbo yang akan dipijahkan. Kegiatan penyeleksian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kematangan gonad induk yang siap untuk dipijahkan, sehingga diperoleh induk lele dumbo yang sudah benar-benar siap untuk memijah. Proses ini merupakan salah satu proses yang akan sangat menentukan keberhasilan proses-proses selanjutnya yang akan dilakukan karena kondisi dan kesiapan induk yang akan dipijahkan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas telur yang selanjutnya akan ditetaskan dan dipelihara hingga menjadi benih lele dumbo. Induk lele dumbo yang akan dipijahkan harus memenuhi persayaratan-persyaratan, seperti minimal telah berumur setahun, berat induk jantan minimal 0,5 kilogram dan induk betina 0,75 kilogram, sehat, pertumbuhan baik, dan tidak cacat. Kegiatan penyeleksian induk lele dumbo di Family Jaya 1 biasanya dilakukan pada pagi hari. Kegiatan ini dimulai dengan menjaring induk lele dumbo yang sebelumnya dipelihara secara terpisah di kolam pemeliharaan induk. Proses penjaringan induk lele dumbo harus dilakukan secara hati-hati agar ikan tidak terjatuh saat akan diletakkan di wadah yang telah disediakan untuk melakukan proses seleksi karena menurut pembudidaya, induk lele dumbo yang mendapatkan benturan yang cukup keras dapat menjadi stres dan kemungkinan besar akan menyebabkan induk lele gagal memijah walaupun induk tersebut sudah dalam kondisi matang gonad. Induk lele dumbo, baik jantan maupun betina yang telah dijaring dan memenuhi persyaratan dasar untuk dipijahkan selanjutnya ditempatkan di wadah yang telah disediakan untuk kemudian dilakukan proses penyeleksian. Proses ini dilakukan dengan memperhatikan beberapa indikator atau ciri yang terdapat pada induk lele dumbo sebagai dasar penentuan induk lele yang tersebut memang benar-benar siap untuk dipijahkan. Pada induk lele dumbo jantan, beberapa hal yang menjadi indikator utama untuk menentukan kesiapan induk tersebut untuk memijah diantaranya adalah alat kelamin tampak jelas dan lebih meruncing, warna alat kelamin memerah, serta pergerakan yang aktif. Sementara itu, indikator bagi induk lele dumbo betina diantaranya adalah perut membesar dan terasa lembek jika diraba, pergerakan lambat dan jinak, alat kelamin bulat, berwarna 51

66 kemerahan, dan tampak membesar. Pengambilan sampel beberapa butir telur induk lele dumbo betina dengan menggunakan kateter juga perlu dilakukan karena warna telur yang dihasilkan dapat menjadi indikator untuk mengetahui kualitas telur tersebut. Telur lele dumbo yang baik menurut pembudidaya adalah telur yang memiliki warna kuning kehijauan. Selain itu, proses pengambilan sampel telur ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa perut induk betina yang membesar memang dikarenakan kandungan telurnya dan bukan dikarenakan kandungan lemak pada induk tersebut yang bersumber dari pakan yang diberikan. Induk lele dumbo, baik jantan maupun betina yang akan dipijahkan harus memenuhi persyaratan dan memiliki indikator-indikator tersebut, sedangkan yang tidak lolos seleksi akan dikembalikan ke kolam pemeliharaan induk. 2. Pemberokan Induk lele dumbo yang lolos dari proses penyeleksian selanjutnya akan memasuki tahapan selanjutnya, yaitu pemberokan. Pemberokan adalah memuasakan induk lele dumbo selama beberapa waktu setelah selesai diseleksi. Waktu yang diperlukan untuk kegiatan pemberokan di Family Jaya 1 adalah sekitar satu hari. Pemberokan induk jantan dan betina dilakukan pada wadah yang terpisah. Fungsi kegiatan pemberokan ini diantaranya adalah untuk menghilangkan stres setelah ikan ditangkap, membuang kotoran, mengurangi kandungan lemak dalam gonad, dan meyakinkan hasil seleksi induk betina. Untuk kembali meyakinkan hasil seleksi induk betina, maka kembali dilakukan pemeriksaan kematangan gonad induk lele dumbo betina begitu proses pemberokan selesai dilaksanakan. Apabila perut induk betina menjadi kempes, berarti membesarnya perut induk betina bukan dikarenakan adanya telur, tetapi karena pakan. 3. Penyiapan kolam pemijahan Penyiapan kolam pemijahan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan kolam yang optimal bagi ikan lele dumbo agar proses pemijahan dapat berlangsung dengan baik. Kolam pemijahan yang digunakan oleh pembudidaya di Family Jaya 1 adalah kolam terpal yang memiliki ukuran yang bervariasi, kebanyakan diantaranya berukuran 8 meter persegi dan 12 meter persegi dengan ketinggian centimeter. Persiapan kolam pemijahan ini diawali dengan 52

67 melakukan pengeringan kolam terpal bila kolam tersebut masih dalam keadaan terisi air. Selanjutnya dilakukan penyikatan terpal untuk membersihkan lumutlumut yang melekat pada terpal sekaligus sebagai upaya untuk memutus siklus penyakit atau hama yang masih terdapat pada kolam tersebut. Kolam pemijahan yang telah selesai dibersihkan selanjutnya diisi dengan air baru yang bersih dan tidak mengandung zat kimia berbahaya hingga mencapai ketinggian centimeter. Sumber air yang terdapat di Family Jaya 1 sebagian besar berasal dari air tanah dan sebagian dari sungai Ciangke. Sembari mengisi air ke dalam kolam terpal, maka selanjutnya dilakukan penyiapan kakaban yang akan menjadi media tempat melekatnya telur yang akan dihasilkan dari proses pemijahan induk lele agar tidak berserakan. Kakaban adalah berupa ijuk yang disusun rapi dan dijepit dengan bilah bambu yang kemudian dipaku. Kakaban yang digunakan memiliki ukuran panjang sekitar 1,5 meter dengan lebar sekitar 50 centimeter. Kakaban yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu agar terbebas dari kotoran dan tidak membawa penyakit. Kakaban yang telah disiapkan kemudian dipasang sebelum air kolam terisi penuh, karena bila air akan menyulitkan dalam pemasangannya di dasar kolam. Kakaban disusun secara membujur mengikuti sisi terpanjang dari kolam dan diberi pemberat seperti batu agar tidak mengapung dan posisinya tetap. Proses akhir dari penyiapan kolam pemijahan ini adalah dengan memasang hapa atau jaring di sekeliling kolam untuk mencegah induk lele dumbo melompat keluar kolam pada saat terjadi proses pemijahan, karena induk lele akan berlaku agresif dan aktif saat terjadi proses pemijahan. 4. Penyuntikan induk lele Proses pemijahan induk lele di Family Jaya 1 dikategorikan pemijahan semiintensif karena dibantu dengan penyuntikan hormon perangsang yang bertujuan untuk pematangan dan ovulasi sel telur, tetapi proses pemijahan dan pembuahannya sendiri tetap berlangsung secara alami. Hormon perangsang yang lebih sering digunakan oleh anggota kelompok Family Jaya 1 adalah ekstrak kelenjar hipofisa yang berasal dari spesies ikan yang sama atau dari ikan mas, walaupun terkadang ada yang menggunakan ovaprim (hormon komersial) dalam 53

68 melakukan penyuntikan dengan alasan tertentu. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman di Family Jaya 1, benih yang dihasilkan dengan bantuan penyuntikan ovaprim kurang disukai calon pembeli karena diduga memiliki daya tahan yang kurang baik. Proses penyuntikkan ini didahului dengan mempersiapkan ikan yang akan dijadikan donor. Ikan donor yang biasa digunakan adalah ikan lele dan ikan mas yang telah dewasa. Ikan donor ini bisa diperoleh dari ikan yang memang dipelihara oleh pembudidaya ataupun dari membeli dari tempat lain. Dosis penyuntikan dengan menggunakan kelenjar hipofisa ikan lele adalah satu dosis, dimana berat ikan lele donor yang akan diambil hipofisanya sama dengan induk lele yang akan disuntik, sedangkan apabila menggunakan ikan mas sebagai donor adalah dua dosis. Kelenjar hipofisa yang terdapat pada bagian kepala ikan donor kemudian diambil dengan menggunakan pinset. Kelenjar hipofisa tersebut kemudian diletakkan di dalam plastik transparan kecil untuk kemudian dilarutkan dengan menggunakan cairan pelarut (aquadest) sebanyak kurang lebih 2 mililiter dan diratakan hingga kelenjar hipofisa tersebut terlihat tercampur dengan aquadest. Setelah itu, cairan kelenjar hipofisa tersebut diambil dengan spuit jarum suntik yang telah disediakan. Jika penyuntikan dilakukan dengan menggunakan ovaprim, maka dosis atau takaran yang diberlakukan adalah 0,2 mililiter per kilogram induk. Induk lele dumbo yang akan disuntik kemudian diletakkan di lantai dengan beralasakan terpal. Bagian kepala induk lele dumbo yang akan disuntik kemudian ditutup dengan menggunakan handuk atau karung goni agar induk lele menjadi lebih tenang sekaligus mempermudah proses penyuntikan. Penyuntikan hormon perangsang tersebut dilakukan pada bagian otot punggung induk lele dumbo dengan kemiringan sekitar 30 derajat sedalam 2-2,5 centimeter. Pada bagian yang disuntik kemudian dilakukan pengurutan dengan jari selama beberapa saat agar suspensi menyebar ke seluruh otot. Proses penyuntikan hormon perangsang di Family Jaya 1 biasanya dilakukan pada sore hari antara pukul

69 5. Pemindahan induk lele dumbo ke kolam pemijahan Induk lele dumbo yang telah disuntik kemudian siap untuk dipindahkan ke dalam kolam pemijahan. Pemindahan induk lele dumbo ke dalam kolam pemijahan dilakukan satu per satu dengan hati-hati menggunakan seser. Pemijahan induk lele dumbo yang dilakukan di Family Jaya 1 memiliki dua variasi dalam hal penetapan jumlah induk lele dumbo yang akan dipijahkan, yaitu dapat dilakukan antara satu induk lele dumbo jantan dengan satu induk lele dumbo betina atau antara satu induk lele dumbo jantan dengan dua induk lele betina. Penetapan pasangan induk jantan dan betina yang akan dipijahkan didasarkan pada kondisi dan jumlah induk yang siap untuk dipijahkan atau matang gonad berdasarkan hasil penyeleksian induk. Berdasarkan pengamatan di Family Jaya 1, pembudidaya lebih mengutamakan pemijahan antara satu induk jantan dengan satu induk betina dengan alasan agar pembuahan dapat terjadi secara lebih optimal. Induk lele jantan dan betina yang telah disatukan di kolam pemijahan pada sore hari biasanya akan memijah antara pukul dan keesokan paginya sudah dapat dilihat telur-telur yang melekat pada kakaban. 6. Penetasan telur Induk lele yang memijah pada malam hari akan menghasilkan telur yang sudah dapat dilihat melekat pada kakaban pada pagi harinya. Selanjutnya, induk lele dumbo harus segera dipindahkan ke kolam pemeliharaan induk karena ada kemungkinan induk lele yang merasa kelaparan setelah memijah akan memakan telur-telurnya kembali. Induk lele tersebut kemudian kembali dipelihara dan dapat dipijahkan kembali sekitar dua bulan kemudian. Fekunditas atau jumlah butir telur yang dihasilkan per kilogram induk lele dumbo pada kondisi normal berkisar antara butir. Telur yang baik dan berhasil dibuahi mempunyai ciri, yaitu telur berwarna hijau bening dan terlihat transparan, sedangkan telur yang gagal berwarna putih. Proses selanjutnya yang dilakukan adalah penetasan telur yang telah dihasilkan. Penetasan telur dilakukan di kolam penetasan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kolam penetasan yang digunakan juga merupakan kolam terpal. Proses penetasan dimulai dengan memindahkan kakaban dari kolam pemijahan ke kolam penetasan. Tidak ada perlakuan khusus yang dilakukan dalam proses 55

70 penetasan ini. Waktu yang diperlukan sampai telur menetas biasanya adalah sekitar jam. Suhu lokasi budidaya yang diperkirakan berkisar antara celcius turut mendukung keberhasilan proses penetasan telur lele dumbo tersebut, dimana kisaran suhu di Family Jaya 1 masuk dalam batas toleransi untuk melakukan kegiatan ini yang berkisar antara celcius. Selain itu, suhu juga turut menentukan kecepatan penetasan telur. Derajat penetasan telur lele dumbo di Family Jaya 1 berdasarkan pengalaman rata-rata adalah sebesar 85 persen. Telur-telur tersebut selanjutnya akan menetas menjadi larva lele dumbo dan selanjutnya akan dipelihara hingga menjadi benih lele dumbo yang siap untuk dijual. Sementara itu, telur yang tidak menetas atau gagal dibuahi akan secepatnya dibuang karena akan menimbulkan bau dan mencegah tumbuhnya jamur. 7. Pemeliharaan larva lele dumbo Larva lele dumbo yang telah menetas selanjutnya akan dipelihara hingga mencapai umur 20 hari. Pemeliharaan secara umum meliputi beberapa kegiatan utama, yaitu pemberian pakan, pengontrolan kondisi air, dan pengendalian hama dan penyakit. Larva lele dumbo yang baru menetas tidak perlu diberi pakan karena masih mempunyai kuning telur sebagai cadangan makanan yang akan habis pada umur 4 hari. Setelah cadangan makanan tersebut habis, makan larva sudah masuk dalam fase atau kategori benih. Benih lele dumbo kemudian diberi pakan berupa kutu air atau Daphnia sp. hingga umur tujuh hari. Kutu air sebagian besar diperoleh dari sekitar lokasi budidaya, seperti sungai dan kolam. Sementara itu, pada umur 8-20 hari, benih lele dumbo diberi pakan berupa cacing sutera atau Tubifex sp. yang masih dalam kondisi hidup yang dapat juga diselingi dengan pemberian pelet fengli, dimana pemberian pakan cacing sutera tetap yang paling diutamakan karena kandungan proteinnya yang tinggi dan baik bagi pertumbuhan benih lele dumbo. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam sehari. 8. Pemanenan Benih lele dumbo yang telah dipelihara hingga umur 20 hari telah siap untuk dipanen dan dijual kepada calon pembeli atau pelanggan. Sebelum dipanen, air pada kolam pemeliharaan benih terlebih dahulu dikuras sebagian untuk mempermudah proses pemanenan. Setelah air kolam dikuras sebagian, maka selanjutnya benih lele dumbo dijaring dengan menggunakan seser halus dan 56

71 kemudian ditempatkan di ember. Benih lele dumbo yang dijual oleh pembudidaya di Family Jaya 1 dijual dalam satuan ekor, sehingga harus dilakukan penghitungan jumlah benih lele dumbo yang telah dipanen sebelum dijual kepada pembeli. Penghitungan dilakukan secara manual dengan menggunakan dua cara, yaitu dengan menggunakan centong nasi untuk menghitung benih lele dumbo satu per satu atau dengan estimasi dengan menggunakan gelas takar. Akan tetapi, penghitungan dengan menggunakan centong nasi lebih disukai karena lebih akurat walaupun waktu yang dibutuhkan lebih banyak. Benih lele dumbo yang telah dihitung selanjutnya dikemas di dalam kantung plastik yang telah diisi dengan air dan oksigen agar benih lele dumbo lebih terjamin ketahanannya selama proses pengangkutan. 57

72 VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI PEMBENIHAN LELE DUMBO 6.1. Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi Identifikasi terhadap sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan lele dumbo yang dijalankan oleh pembudidaya yang tergabung kelompok Family Jaya 1 dilakukan dengan mengikuti alur kegiatan yang dilaksanakan pembudidaya untuk menghasilkan benih lele dumbo yang siap untuk dijual. Alur kegiatan tersebut dimulai dari proses seleksi induk lele dumbo yang siap untuk dipijahkan, proses pemijahan, penetasan telur, serta pemeliharaan larva lele dumbo hingga menjadi benih lele dumbo berumur 20 hari. Risiko produksi yang terjadi secara umum di Family Jaya 1 adalah berupa kematian benih lele dumbo yang dipelihara serta penurunan produksi telur yang dihasilkan oleh induk betina. Risiko tersebut terjadi disebabkan beberapa faktor. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung terhadap proses pembenihan lele dumbo di lokasi penelitian serta wawancara yang dilakukan dengan pembudidaya, maka dapat diketahui beberapa hal yang teridentifikasi sebagai sumber timbulnya risiko produksi tersebut. Beberapa faktor yang menjadi sumber risiko pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Kesalahan dalam melakukan seleksi induk lele dumbo Seleksi yang dilakukan terhadap induk yang akan dipijahkan merupakan salah satu kegiatan penting dan menentukan keberhasilan dari pembenihan yang dilaksanakan. Hal ini dikarenakan induk lele yang akan dipijahkan harus memenuhi beberapa kriteria atau persyaratan tertentu sebelum dipijahkan agar proses pemijahan dapat memberikan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, seleksi induk merupakan proses yang harus dilakukan dan menjadi salah satu tahapan penting yang nantinya akan menentukan hasil produksi dalam kegiatan pembenihan lele dumbo. Seleksi induk lele dumbo yang umumnya dilakukan meliputi pemeriksaan terhadap tiga kondisi umum, yaitu kondisi visual, kecukupan umur, serta kematangan telur. Pemeriksaan kondisi visual meliputi pemeriksaan kondisi alat kelamin, bobot, kondisi tubuh, serta pemeriksaan pada bagian perut yang khusus 58

73 dilakukan pada induk betina. Umur juga menjadi aspek yang perlu diperhatikan, dimana induk lele yang akan dipijahkan harus berumur minimal satu tahun, sedangkan pemeriksaan kematangan telur dilakukan untuk memastikan bahwa telur yang dikandung oleh induk betina sudah matang dan memiliki kondisi baik yang salah satu indikatornya dapat dilihat dari warna telur yang dihasilkan. Pembudidaya yang tergabung dalam kelompok Family Jaya 1 telah memiliki cukup banyak pengalaman dalam melakukan pembenihan lele dumbo, sehingga pada dasarnya sudah cukup memahami kriteria dan cara untuk melakukan seleksi induk yang benar. Akan tetapi, adakalanya pembudidaya kurang teliti dan tidak memeriksa semua kriteria induk lele dumbo yang layak untuk dipijahkan dalam melakukan proses seleksi induk, karena merasa sudah cukup yakin dengan hanya mengandalkan pengamatan sesaat dan intuisi yang dimiliki dalam memilih induk yang siap untuk dipijahkan. Penyeleksian induk hanya dilakukan dengan mengamati kondisi kelamin induk jantan serta kondisi kelamin dan perut induk betina secara sekilas, sedangkan seharusnya masih terdapat beberapa kondisi atau kriteria lainnya dari induk yang harus diperiksa sebelum menyatakan induk lele dumbo tersebut layak untuk dipijahkan. Hal tersebut menyebabkan beberapa kali pembudidaya melakukan kesalahan dalam menentukan induk lele dumbo yang layak untuk dipijahkan. Kejadian berisiko terkait dengan kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk yang pernah terjadi di Family Jaya 1 adalah pembudidaya luput memeriksa kondisi telur yang dihasilkan induk betina, dimana ternyata telur yang dikandung induk betina ternyata belum benar-benar matang walaupun bila dilihat secara sekilas dari ciri-ciri fisik sebenarnya sudah memenuhi kriteria untuk dipijahkan. Hal tersebut mengakibatkan telur yang dihasilkan dari proses pemijahan banyak yang gagal menetas atau derajat penetasannya rendah. Selama kurun waktu Januari 2009 hingga April 2010 tercatat terjadi empat kali kejadian kehilangan potensi produksi akibat rendahnya derajat penetasan telur benih lele dumbo yang disebabkan kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk. 59

74 2. Musim kemarau Musim kemarau merupakan salah satu sumber risiko produksi yang sangat dirasakan dampaknya secara umum oleh pembudidaya benih lele dumbo, termasuk juga di Family Jaya 1. Hal tersebut dikarenakan musim kemarau akan mempengaruhi produksi telur yang dihasilkan oleh induk betina. Stimulus lele dumbo untuk memijah pada lingkungan alaminya terjadi pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau stimulus tersebut akan menurun sehingga turut mempengaruhi insting lele dumbo untuk memijah dan menghasilkan telur dalam jumlah normal. Produktivitas induk lele dumbo dalam menghasilkan telur pada musim kemarau dapat berkurang hingga lebih dari 50 persen dari produksi telur pada kondisi normal yang jumlahnya berkisar antara butir telur. Keadaan berkurangnya jumlah telur yang dihasilkan induk lele dumbo di Family Jaya 1 sering disebut dengan kempes telur. Kondisi kempes telur akibat musim kemarau sudah tentu akan menyebabkan kerugian bagi pembudidaya dari sisi produksi, karena hal tersebut mengakibatkan produksi benih lele dumbo akan mengalami penurunan yang signifikan. Akan tetapi, karena musim kemarau terjadi terkait dengan siklus alam, maka terjadinya kondisi tersebut memang tidak bisa dihindari dan akan berulang setiap tahunnya, sehingga pembudidaya hanya dapat berusaha agar penurunan produksi telur tidak melebihi batas normal dengan melakukan upaya-upaya tertentu. Kondisi kempes telur akibat musim kemarau pada beberapa tahun terakhir menurut pembudidaya secara umum terjadi antara bulan Juni hingga September. Berdasarkan data produksi benih lele dumbo di Family Jaya 1 dari bulan Januari 2009 hingga April 2010, diketahui bahwa musim kemarau pada kurun waktu tersebut terjadi pada bulan Juni hingga September tahun Pada kurun waktu tersebut, produksi benih lele dumbo yang dihasilkan oleh di Family Jaya 1 mengalami penurunan hingga lebih dari 50 persen jika dibandingkan dengan target produksi normal di Family Jaya 1 yang ditentukan sebesar ekor benih per bulan. 60

75 3. Perubahan Suhu Air Perubahan suhu air yang terjadi ekstrim atau drastis menjadi salah satu sumber risiko produksi dalam usaha pembenihan lele dumbo di kelompok Family Jaya 1. Perubahan suhu air yang bersifat ekstrim tersebut didahului oleh terjadinya peralihan antara dua kondisi cuaca yang berbeda, yaitu panas dan hujan yang kemudian mengakibatkan perubahan suhu air pada kolam pemeliharaan benih. Kondisi tersebut tentu akan mengganggu kestabilan suhu air pada kolam pemeliharaan benih yang menjadi salah satu syarat penting yang menentukan keberlangsungan hidup benih lele dumbo yang sedang dipelihara. Pada kondisi normal, suhu air pada kolam pemeliharaan berkisar antara celcius. Sistem pemeliharaan benih lele dumbo di Family Jaya 1 dilakukan di luar ruangan dan tanpa menggunakan naungan atau pelindung, sehingga perubahan suhu akibat peralihan cuaca dari panas kepada hujan ataupun sebaliknya akan langsung mempengaruhi kondisi air, khususnya kondisi suhu serta keasaman air pada kolam pemeliharaan benih lele dumbo. Fluktuasi suhu air yang terjadi dapat menyebabkan kematian benih lele dumbo, karena benih tersebut tidak mampu merespon dan mentolerir perubahan suhu air yang terjadi secara cepat. Berdasarkan literatur, benih lele dumbo tidak dapat lagi mentolerir perubahan suhu air jika perubahannya melebihi 1 0 celsius. Sementara itu, jika suhu air terus mengalami penurunan, maka biasanya akan ditemukan bintik-bintik putih pada tubuh benih yang diketahui sebagai gejala penyakit white spot. Pada kondisi tersebut ikan akan mengalami kesulitan dalam bernapas dan terlihat sering muncul di permukaan air karena proses penyerapan oksigennya terganggu. Pada kurun waktu Januari 2009 hingga April 2010, telah terjadi beberapa kali peristiwa kematian benih lele dumbo dengan jumlah kematian yang cukup besar yang diakibatkan oleh perubahan suhu air yang bersifat ekstrim, yaitu terjadi pada bulan Februari, Maret, April, Oktober, dan November tahun 2009 dan pada bulan Januari serta Februari tahun Perubahan suhu berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya di Family Jaya 1, merupakan sumber risiko produksi yang cukup sulit untuk diprediksi kapan terjadinya karena merupakan proses yang bersumber dari alam. 61

76 4. Hama Hama adalah organisme yang dapat bersifat sebagai pengganggu atau pemangsa yang berasal dari sekitar lokasi dilakukannya budidaya. Pemeliharaan benih lele dumbo dilakukan pada kolam terpal yang dibangun pada lingkungan terbuka, sehingga langsung berinteraksi dengan organisme atau makhluk hidup yang ada disekitarnya, termasuk organisme yang secara alami menjadi hama bagi benih lele dumbo. Organisme yang menjadi hama yang bersifat predator atau pemangsa utama bagi benih lele dumbo berdasarkan kondisi di Family Jaya 1 adalah kelelawar, burung, dan kodok. Keberadaan hama pemangsa ini tentu akan merugikan karena akan menyebabkan benih yang dipelihara mati akibat dimangsa oleh hama pemangsa tersebut. Selain itu, kegiatan hama pemangsa ini sebagian besar dilakukan di malam hari, sehingga cukup sulit untuk dideteksi dan diawasi secara intensif. Lingkungan sekitar Family Jaya 1 yang masih alami dengan banyak pepohonan juga membantu stabilitas populasi hama tersebut. Kematian benih yang disebabkan oleh keberadaan hama berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya terjadi setiap bulan selama periode produksi Januari 2009 hingga April Hal tersebut menunjukkan frekuensi terjadinya risiko produksi yang disebabkan serangan hama ini sangat tinggi. Tingginya frekuensi terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh hama tersebut menjadi indikasi yang menyatakan bahwa sumber risiko produksi hama perlu segera mendapat penanganan untuk mengurangi frekuensi terjadinya risiko tersebut. 5. Penyakit Penyakit yang menyerang benih lele dumbo juga menjadi salah satu sumber risiko produksi yang cukup mempengaruhi jumlah benih lele dumbo yang diproduksi. Penyakit yang menyerang benih lele dumbo di Family Jaya 1 biasanya disebabkan bakteri Aeromonas. Bakteri ini dapat menyebabkan ikan kehilangan nafsu makan, lemas, serta sering terlihat di permukaan air. Peningkatan populasi bakteri Aeromonas disebabkan oleh pakan yang diberikan atau sisa pakan serta kotoran yang menumpuk di dasar kolam Salah satu sumber utama penyebaran bakteri Aeromonas yang menyerang benih lele dumbo di Family Jaya 1 diketahui berasal dari cacing sutera yang diberikan sebagai pakan untuk benih lele dumbo yang sedang dipelihara. Cacing 62

77 sutera berpotensi untuk menyebarkan bakteri Aeromonas apabila cacing tersebut sudah dalam keadaan tidak segar, mati, tercemar limbah beracun atau tidak dibersihkan dengan benar sebelum diberikan sebagai pakan kepada benih lele dumbo. Pemberian pakan pakan cacing sutera dalam keadaan tersebut dapat mencemari air pada kolam pemeliharaan sekaligus meningkatkan populasi bakteri Aeromonas yang dapat menyebabkan kematian benih apabila tidak segera ditangani. Kematian benih yang disebabkan bakteri ini selama kurun waktu bulan Januari 2009 hingga April 2010 terjadi sebanyak lima kali, yaitu pada bulan Januari, Oktober, dan Desember tahun 2009 serta pada bulan Maret dan April tahun Kasus kematian yang disebabkan penyakit atau bakteri ini walaupun relatif tidak sering terjadi di Family Jaya 1, tetapi efek dari terjadinya akan sangat merugikan, karena bakteri dapat menyebar dengan cepat pada kolam pemeliharaan benih lele dumbo, sehingga menyebabkan kematian benih lele dumbo dalam jumlah yang cukup besar Analisis Probabilitas Risiko Produksi Sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 telah diidentifikasi. Hasil identifikasi yang dilakukan memberikan informasi bahwa pada usaha tersebut terdapat lima faktor yang menjadi sumber risiko produksi. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan analisis probabilitas terhadap masing-masing sumber risiko produksi tersebut untuk mengetahui seberapa besar probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1. Probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko produksi perlu dilakukan untuk mengetahui mana saja sumber risiko produksi yang kemungkinan terjadinya besar dan mana sumber risiko produksi yang kemungkinan terjadinya kecil, sehingga kemudian dapat ditentukan prioritas dari masing-masing sumber risiko produksi serta strategi penanganan yang tepat terhadap sumber-sumber risiko produksi tersebut. Data-data yang digunakan untuk melakukan analisis probabilitas terhadap sumber-sumber risiko produksi ini adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan ketua kelompok dan pembudidaya di 63

78 Family Jaya 1 serta data produksi benih lele dumbo di Family Jaya 1 pada bulan Januari 2009 hingga bulan April Sementara itu, penentuan jumlah, kondisi, serta batas yang digunakan untuk perhitungan analisis probabilitas berdasarkan perkiraan perhitungan yang dilakukan oleh pembudidaya dengan mengacu pada pengalaman-pengalaman pada periode-periode produksi terdahulu. Perhitungan analisis probabilitas terjadinya risiko untuk masing-masing sumber risiko produksi yang diolah dengan menggunakan metode nilai standar atau z-score dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai dengan Lampiran 6, sedangkan untuk hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan Probabilitas Risiko dari Sumber Risiko Produksi No. Sumber Risiko Produksi Probabilitas (%) 1. Kesalahan dalam melakukan seleksi induk 9,5 % 2. Musim kemarau 11,3 % 3. Perubahan suhu air 22,1 % 4. Hama 34,1 % 5. Penyakit 10,6 % Pada Tabel 8 dapat dilihat perbandingan tingkat probabilitas terjadinya risiko dari masing-masing sumber risiko produksi. Berdasarkan urutannya, probabilitas kematian benih lele dumbo akibat serangan hama predator memiiki tingkat probabilitas risiko terbesar, yaitu sebesar 23,6 persen. Besarnya probabilitas terjadinya risiko akibat hama tersebut dikarenakan pada periode waktu Januari 2009 hingga April 2010 kematian benih yang disebabkan oleh serangan hama predator frekuensi dan jumlahnya meningkat jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya dan sebagian besar melebihi batas normal yang ditentukan di Family Jaya 1. Batas normal kematian benih akibat serangan hama yang ditentukan adalah sebanyak ekor benih setiap bulannya berdasarkan pengalaman pada periode produksi terdahulu, sedangkan berdasarkan kondisi di lapangan tercatat terdapat 8 bulan yang jumlah kematian benih akibat hama berjumlah sekitar

79 Nilai z untuk sumber risiko produksi hama yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode nilai standar adalah sebesar -0,41. Nilai z yang bertanda negatif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kiri dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z untuk sumber risiko produksi hama tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai sebesar 0,341. Nilai 0,341 tersebut menunjukkan bahwa probabilitas kematian benih lele dumbo akibat serangan hama melebihi ekor adalah sebesar 0,341 atau 34,1 persen. Besarnya probabilitas risiko kematian benih melebihi batas normal yang ditentukan diantaranya disebabkan proses pemeliharaan yang dilakukan di luar ruangan, sehingga benih yang dipelihara langsung berinteraksi dengan organisme yang ada pada lingkungan sekitarnya. Pada lingkungan sekitar kolam pemeliharaan, hama yang menjadi predator bagi benih lele dumbo juga cukup banyak ditemukan karena lingkungan sekitar yang masih alami. Selain itu, tidak adanya alat yang digunakan sebagai penghalang bagi hama-hama tersebut untuk masuk ke dalam kolam pemeliharaan memudahkan hama untuk menjangkau permukaan kolam pemeliharaan benih. Kematian benih lele dumbo akibat perubahan suhu air yang terjadi secara ekstrim memiliki tingkat probabilitas risiko sebesar 22,1 persen atau yang menjadi terbesar kedua. Pada kurun waktu Januari 2009 hingga April 2010 telah terjadi tujuh kasus risiko produksi yang disebabkan oleh perubahan suhu air. Pada kasus-kasus tersebut benih yang mati jumlahnya bervariasi. Sementara itu, Family Jaya 1 menentukan batas normal kematian benih lele dumbo akibat perubahan suhu air adalah sebanyak ekor. Penetapan batas normal tersebut dilakukan dengan merujuk pada perhitungan rata-rata kematian benih terhadap kondisi risiko yang sejenis pada periode-periode sebelumya. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko perubahan suhu air dengan menggunakan metode nilai standar adalah sebesar 0,77. Nilai z yang positif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kanan dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai 0,221. Nilai tersebut menunjukkan bahwa probabilitas kematian benih lele dumbo akibat perubahan suhu air melebihi ekor adalah sebesar 0,245 atau 24,5 persen. 65

80 Perubahan suhu air yang esktrim memiliki probabilitas risiko yang cukup tinggi untuk menyebabkan kematian benih melebihi batas yang ditentukan. Hal ini dikarenakan perubahan suhu merupakan kondisi yang relatif sulit untuk diprediksi, khususnya pada kurun waktu Januari 2009 hingga April 2010 yang menjadi periode objek penelitian, dimana pada beberapa bulan tertentu kerap terjadi peralihan cuaca yang selanjutnya mempengaruhi kondisi suhu air yang menjadi salah satu syarat kelangsungan hidup benih. Hal tersebut mengakibatkan pada bulan-bulan tertentu tingkat kematian benih akibat perubahan suhu air tersebut jumlahnya lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata kondisi sejenis pada periode terdahulu. Musim kemarau menyebabkan penurunan produksi telur yang dihasilkan oleh induk betina dan pada akhirnya akan menurunkan produksi benih lele dumbo yang dihasilkan. Probabilitas penurunan produksi benih lele dumbo akibat pengaruh musim kemarau memiliki probabilitas risiko sebesar 11,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya penurunan produksi akibat pengaruh terjadinya musim kemarau melebihi batas yang ditentukan adalah sebesar 11,3 persen. Batas normal penurunan produksi benih lele dumbo yang ditentukan oleh Family Jaya 1 akibat pengaruh musim kemarau adalah sebanyak ekor. Penetapan batas tersebut berdasarkan perhitungan bahwa pada kondisi musim kemarau produksi turun sekitar 55 persen dari target produksi minimal yang ditetapkan, yaitu sebesar ekor benih. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi musim kemarau dengan metode nilai standar adalah sebesar 1,21. Nilai z yang positif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kanan dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai 0,113. Nilai tersebut berarti probabilitas penurunan produksi benih lele dumbo akibat pengaruh musim kemarau melebihi ekor adalah sebesar 0,113 atau 11,3 persen. Musim kemarau adalah sumber risiko produksi yang bersumber dari faktor alam, sehingga terjadinya sumber risiko produksi tersebut tidak dapat dihindari. Musim kemarau berpengaruh terhadap produktivitas induk lele dumbo dalam menghasilkan telur, sehingga secara otomatis benih lele dumbo yang dihasilkan akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk dapat mencegah penurunan produksi telur lele dumbo ke tingkat yang lebih tinggi. 66

81 Kematian benih lele dumbo yang disebabkan penyakit yang menyerang benih yang sedang dipelihara menempati urutan keempat dari segi tingkat probabilitas risikonya. Probabilitas kematian benih akibat serangan penyakit melebihi batas yang ditentukan di Family Jaya 1 adalah sebesar 10,6 persen. Batas normal kematian benih akibat serangan penyakit ditentukan sebanyak ekor pada setiap kejadiannya. Penentuan batas tersebut berdasarkan perkiraan rata-rata jumlah kematian benih akibat terjadinya peristiwa sejenis pada periode-periode sebelumnya. Nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi penyakit adalah sebesar 1,25. Nilai z yang positif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kanan dari nilai rata-raat di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai 0,106. Nilai tersebut berarti probabilitas kematian benih lele dumbo akibat serangan penyakit melebihi ekor adalah sebesar 0,106 atau 10,6 persen. Penyakit yang menyerang benih lele dumbo yang sedang dipelihara berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya sebagian besar berasal dari bakteri Aeromonas. Bakteri ini diketahui berasal dari pakan cacing sutera yang diberikan kepada benih lele dumbo. Pakan cacing sutera yang tercemar, kurang segar, dan dalam keadaan mati akan memicu penyebaran bakteri tersebut dan mencemari kolam pemeliharaan. Penyebaran bakteri tersebut dapat terjadi dengan cepat, sehingga pada beberapa kondisi pada kurun waktu Januari 2009 hingga April 2010 jumlah benih yang mati akibat penyakit yang disebabkan bakteri tersebut jumlahnya melebihi batas yang ditentukan dikarenakan terlambatnya penanganan yang dilakukan. Probabilitas risiko terkecil berasal dari sumber risiko produksi kesalahan dalam melakukan seleksi induk. Probabilitas kematian benih lele dumbo melebihi batas yang ditentukan akibat kesalahan dalam melakukan seleksi induk adalah sebesar 9,5 persen. Batas kematian benih yang disebabkan oleh kesalahan dalam melakukan seleksi induk ditentukan sebanyak ekor. Angka ditentukan dengan mempertimbangkan pengalaman dan kemampuan yang telah dimiliki pembudidaya, sehingga seharusnya kesalahan dalam melakukan seleksi induk dapat ditekan seminimal mungkin. Pada kurun waktu bulan Januari 2009 hingga April 2010 terdapat dua bulan dimana kematian benih yang terjadi akibat kesalahan dalam melakukan seleksi induk jumlahnya melebihi ekor. 67

82 nilai z yang diperoleh untuk sumber risiko produksi kesalahan dalam melakukan seleksi induk adalah sebesar 1,69. Nilai z yang positif menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di sebelah kanan dari nilai rata-rata di kurva distribusi normal. Nilai z tersebut jika dipetakan pada tabel distribusi z akan menunjukkan nilai 0,046. Nilai tersebut berarti probabilitas kematian benih lele dumbo akibat kesalahan dalam melakukan seleksi induk melebihi ekor adalah sebesar 0,095 atau 9,5 persen Analisis Dampak Risiko Produksi Sumber-sumber risiko produksi yang teridentifikasi dalam kegiatan pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 akan memberikan dampak kerugian apabila terjadi di tengah pelaksanaan produksi. Dampak kerugian yang diakibatkan terjadinya sumber-sumber risiko produksi tersebut dapat dihitung dengan satuan mata uang seperti rupiah, sehingga jika terjadi risiko produksi yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi tersebut kerugian yang diderita dapat diperkirakan. Besarnya kerugian yang diperkirakan tentu tidak tepat sama dengan kondisi sebenarnya jika risiko produksi tersebut terjadi, maka dilakukan penetapan besarnya kerugian dengan suatu tingkat keyakinan. Perhitungan dampak risiko produksi pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 dilakukan dengan menggunakan metode value at risk (VaR). Pada perhitungan dampak risiko produksi di Family Jaya 1 ditentukan tingkat keyakinan yang digunakan sebesar 95 persen dan sisanya error sebesar 5 persen. Proses penghitungan dampak risiko produksi untuk masing-masing sumber risiko produksi dapat dilihat pada Lampiran 7 sampai dengan Lampiran 11. Perhitungan terhadap dampak risiko dilakukan terhadap masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan lele dumbo untuk mengetahui perkiraan kerugian yang akan diderita dalam satua rupiah. Data yang akan digunakan dalam perhitungan ini adalah data primer serta hasil wawancara berupa perkiraan kematian benih dan kehilangan potensi produksi yang terjadi akibat sumber risiko produksi yang telah diidentifikasi. Kesalahan dalam melakukan seleksi induk menimbulkan risiko kematian benih lele dumbo yang sedang dipelihara. Pada periode Januari 2009 hingga April 2010 terjadi empat kali kasus kesalahan pembudidaya dalam melakukan seleksi induk yang mengakibatkan kematian benih yang sedang dipelihara, yaitu terjadi 68

83 pada bulan Januari, Maret, Mei, Oktober tahun Perkiraan kematian benih yang terjadi berturut-turut akibat sumber risiko tersebut adalah sebanyak , , , dan ekor dengan harga yang berkisar antara rupiah per ekor benih. Masing-masing nilai kerugian yang terjadi akibat kasus tersebut adalah , , , dan rupiah. Jumlah benih yang mati akibat kesalahan dalam melakukan seleksi induk memang tidak sampai mengakibatkan penurunan produksi yang drastis, tetapi tetap akan merugikan, karena apabila kerugian yang ditimbulkan oleh dampak risiko tersebut dapat dikurangi maka penerimaan yang diperoleh dapat meningkat. Hasil perhitungan dampak risiko yang dilakukan menghasilkan nilai value at risk sebesar rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai value at risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat kesalahan dalam seleksi induk adalah sebesar rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. Musim kemarau menimbulkan risiko produksi berupa penurunan produksi benih lele dumbo yang dihasilkan Family Jaya 1. Penurunan produksi yang terjadi akibat sumber risiko ini sangat drastis, sehingga berpengaruh signifikan terhadap pencapaian target produksi minimal yang ditentukan sebanyak benih per bulan. Musim kemarau selama kurun waktu Januari 2009 hingga April 2010 terjadi pada bulan Juni hingga September tahun Kekurangan produksi yang tercatat untuk keempat bulan tersebut secara berurutan masing-masing adalah sebanyak , , , dan ekor dengan harga jual yang berlaku adalah 21 rupiah per ekor benih. Masing-masing nilai kerugian yang terjadi akibat kekurangan produksi tersebut adalah sebesar , , , dan rupiah. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi musim kemarau yang dilakukan dengan metode value at risk menghasilkan nilai sebesar rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai value at risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat pengaruh musim kemarau adalah sebesar rupiah rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. Dampak risiko yang diakibatkan sumber risiko musim kemarau merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan sumber risiko lainnya. 69

84 Perubahan suhu air yang terjadi dengan cepat tidak mampu ditolerir oleh benih. Benih yang mati akibat sumber risiko tersebut jumlahnya cukup banyak. Pada kurun waktu Januari 2009 hingga April 2010 tercatat terjadi sebanyak tujuh kali kasus kematian benih yang disebabkan oleh perubahan suhu air yang ekstrim, yaitu pada bulan Februari, Maret, April, Oktober, dan November tahun 2009 serta pada bulan Januari dan Februari tahun Perkiraan jumlah benih yang mati secara berurutan adalah sebanyak , , , , , , dan ekor dengan harga jual yang berlaku berkisar antara rupiah per ekor benih. Masing-masing nilai kerugian yang terjadi akibat kematian benih tersebut adalah sebesar , , , , , , dan rupiah. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi perubahan suhu air yang dilakukan dengan metode value at risk menghasilkan nilai sebesar rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai value at risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat perubahan suhu air yang ekstrim adalah sebesar rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. Risiko yang ditimbukan oleh serangan hama terhadap benih yang sedang dipelihara adalah kematian benih tersebut. Serangan hama yang mengakibatkan kematian benih terjadi setiap bulannya selama kurun waktu Januari 2009 hingga April Hal tersebut menunjukkan bahwa frekuensi serangan hama yang tinggi. Perkiraan jumlah benih yang mati akibat serangan hama adalah sekitar ekor pada bulan Januari sampai Mei 2009, Oktober sampai Desember 2009, dan Januari sampai April 2010, sedangkan pada bulan Juni sampai September 2009 jumlah benih yang mati diperkirakan sebanyak ekor. Harga jual yang berlaku pada kurun waktu tersebut adalah antara rupiah per ekor benih. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi hama yang dilakukan dengan metode value at risk menghasilkan nilai sebesar rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai value at risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat serangan hama adalah sebesar rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. 70

85 Perkiraan dampak kerugian yang diakibatkan oleh serangan hama memang nilainya tidak terlalu besar dan merupakan sumber risiko produksi dengan dampak risiko terkecil, tetapi bukan berarti dampak tersebut dapat diabaikan karena tujuan dari melakukan manajemen terhadap risiko adalah untuk memperkecil dampak kerugian yang mungkin diderita agar keuntungan yang diperoleh dapat ditingkatkan, sehingga sumber risiko yang memiliki dampak kecil sekalipun harus tetap diperhatikan. Sumber risiko produksi yang terakhir, yaitu penyakit juga menyebabkan risiko kematian pada benih yang sedang dipelihara. Kasus penyakit yang menyerang benih lele dumbo terjadi karena bakteri, sehingga dapat menyebar dan menyebabkan dampak kematian benih dalam jumlah yang relatif banyak jika tidak segera dilakukan penanganan. Pada kurun waktu Januari 2009 hingga April 2010 tercatat terjadi lima kali kasus kematian benih akibat penyakit, yaitu pada bulan Januari, Oktober,dan Desember tahun 2009 serta bulan Maret dan April tahun Perkiraan jumlah benih yang mati secara berurutan adalah sebanyak , , , , dan ekor dengan harga jual berkisar antara rupiah per ekor induk. Masing-masing kerugian yang diderita akibat kematian benih tersebut adalah sebesar , , , , dan rupiah. Perhitungan terhadap dampak risiko dari sumber risiko produksi penyakit yang dilakukan dengan metode value at risk menghasilkan nilai sebesar rupiah dengan tingkat keyakinan 95 persen. Nilai value at risk berarti kerugian maksimal yang diderita akibat serangan penyakit adalah sebesar rupiah, tetapi ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari angka tersebut. Dampak yang ditimbulkan oleh masing-masing sumber risiko produksi memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai-nilai dari perhitungan dampak risiko yang dilakukan akan semakin bermakna ketika diplotkan pada peta risiko, sehingga dapat ditentukan strategi penanganan risiko yang sesuai. Perbandingan nilai dari hasil perhitungan dampak risiko yang dilakukan pada masing-masing sumber risiko produksi dapat diihat pada Tabel 9. 71

86 Tabel 9. Perbandingan Dampak dari Sumber Risiko Produksi No. Sumber Risiko Produksi Dampak (Rupiah) 1. Kesalahan dalam melakukan seleksi induk Musim kemarau Perubahan suhu air Hama Penyakit Pada tabel 9 dapat dilihat bagaimana perbandingan dampak dari terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh masing-masing sumber risiko produksi. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa penurunan produksi yang disebabkan oleh musim kemarau memberikan dampak terbesar, yaitu Nilai kerugian dari dampak musim kemarau menggambarkan bahwa penurunan produksi akibat musim kemarau tersebut adalah yang paling berpengaruh terhadap penerimaan Family Jaya 1. Akan tetapi, dampak yang diberikan oleh sumber risiko produksi lainnya harus tetap diperhatikan dengan serius walaupun nilai kerugian dari dampak terjadinya sumber risiko produksi tersebut lebih kecil. Hasil dari perhitungan dampak risiko produksi selanjutnya akan dikombinasikan dengan hasil perhitungan probabilitas risiko dari masing-masing sumber risiko produksi untuk menggambarkan bagaimana status dan prioritas masing-masing sumber risiko produksi serta posisinya pada peta risiko Pemetaan Risiko Produksi Probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 telah dianalisis dan dihitung nilainya. Urutan proses selanjutnya yang dilakukan sebelum merumuskan strategi penangan risiko adalah melakukan pengukuran risiko. Pengukuran risiko yang dilakukan akan menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko dari beberapa sumber risiko produksi yang telah diidentifikasi dan dianalisis sebelumnya. Nilai dari status risiko diperoleh dari perkalian antara probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi. Status risiko dari masing-masing sumber risiko produksi dapat dilihat pada Tabel

87 Tabel 10. Status Risiko dari Sumber Risiko Produksi No. Sumber Risiko Produksi Probabilitas (%) Dampak (Rp) Status Risiko 1 Kesalahan seleksi induk 9, Musim kemarau 11, Perubahan suhu air 22, Hama 34, Penyakit 10, Pada tabel 10 dapat dilihat bagaimana tingkatan risiko dari lima sumber risiko produksi pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1. Berdasarkan status risiko tersebut dapat diketahui urutan risiko dari yang paling besar hingga yang paling kecil. Musim kemarau merupakan sumber risiko produksi dengan risiko terbesar diikuti dengan perubahan suhu air, penyakit, hama, serta kesalahan dalam seleksi induk. Status risiko hanya menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko hingga yang paling tidak berisiko, sedangkan sebelum dapat melakukan penanganan risiko perlu dilakukan pembuatan peta risiko yang akan menunjukkan posisi risiko pada peta risiko guna menentukan strategi penanganan risiko yang sesuai. Peta risiko adalah gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta yang terdiri dari dua sumbu, yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan probabilitas serta sumbu horizontal yang menggambarkan dampak. Penempatan posisi risiko dilakukan berdasarkan hasil perhitungan probabilitas dan dampak risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Probabilitas terjadinya risiko dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil, sementara itu dampak risiko juga dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu dampak besar dan dampak kecil. Batas antara kemungkinan besar dan kemungkinan kecil serta dampak besar dan dampak kecil ditentukan pihak Family Jaya 1. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok, seksi produksi, dan pembudidaya ditentukan bahwa nilai yang membatasi probabilitas besar dan kecil adalah sebesar 20 persen, sedangkan nilai yang membatasi dampak besar dan kecil adalah sebesar rupiah. Untuk mencapai target produksi minimal sebanyak ekor benih lele dumbo, Family Jaya 1 setiap bulannya berusaha untuk memijahkan minimal 73

88 100 induk lele dumbo dengan produktivitas telur normal rata-rata induk betina adalah sebanyak telur per ekor induk, sehingga dengan derajat penetasan telur sebesar 85 persen diperkirakan jumlah total larva lele yang dipelihara adalah sebanyak ekor. Selama masa pemeliharaan Family Jaya 1 menyadari adanya kemungkinan terjadinya risiko produksi dan menentukan probabilitas terjadinya risiko produksi dengan batas toleransi sebesar 20 persen agar target produksi minimal sebanyak benih dapat dicapai. Hal tersebut yang menjadi dasar penentuan batas antara probabilitas besar dan kecil adalah sebesar 20 persen. Sementara itu, penentuan batas antara dampak besar dan kecil ditentukan berdasarkan batas toleransi risiko produksi, yaitu sebanyak 20 persen dari ekor atau sebanyak ekor yang akan memberikan dampak sebesar rupiah pada tingkat harga 16 rupiah. Jadi, sumber risiko dengan dampak lebih besar dari rupiah akan masuk dalam kategori dampak besar dan begitupula sebaliknya. Peta risiko terdiri dari empat kuadran untuk memisahkan antara probabilitas besar dan kecil serta dampak besar dan kecil. Berdasarkan hasil perhitungan probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko produksi, maka selanjutnya dapat dilakukan pemetaan sumber-sumber risiko pada peta risiko yang dapat dilihat pada Gambar 8. Probabilitas (%) Besar - Perubahan suhu air - Hama 20% - Kesalahan seleksi induk - Musim kemarau - Penyakit Kecil Dampak (Rp) Kecil Rp Besar Gambar 8. Hasil Pemetaan Sumber Risiko Produksi 74

89 Pada Gambar 7 dapat dilihat bagaimana posisi dari masing-masing sumber risiko pada peta risiko. Perubahan suhu air dan hama masuk dalam kuadran 1 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan probabilitas besar, tetapi memiliki dampak kecil. Kuadran 2 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan probabilitas dan dampak besar tidak terisi oleh sumber risiko produksi apapun, sedangkan kesalahan dalam seleksi induk dan penyakit masuk dalam kuadran 3 yang merupakan tempat bagi sumber risiko produksi dengan probabilitas dan dampak kecil. Sementara itu, musim kemarau masuk dalam kuadran 4 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi yang memiliki probabilitas kecil, tetapi memiliki dampak yang besar. Hasil pemetaan risiko yang dilakukan akan digunakan untuk menentukan strategi penanganan yang tepat untuk mengendalikan risiko produksi yang dihadapi Strategi Penanganan Risiko Produksi Kegiatan selanjutnya yang juga menjadi bagian akhir dari proses pengelolaan risiko produksi pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1 setelah dilakukannya identifikasi dan pengukuran risiko adalah merumuskan usulan strategi untuk menangani risiko produksi yang dihadapi. Usulan strategi penanganan risiko produksi akan dirumuskan berdasarkan posisi dari masing-masing sumber risiko produksi pada peta risiko yang telah dibuat agar diperoleh strategi penanganan yang tepat untuk masing-masing risiko. Secara garis besar terdapat dua jenis strategi penanganan risiko, yaitu strategi preventif dan mitigasi. Strategi preventif dilakukan apabila probabilitas risiko besar, sehingga dilakukan upaya-upaya pencegahan sedemikian rupa agar risiko tidak terjadi, sedangan strategi mitigasi dilakukan apabila dampak risiko besar, dimana strategi ini bertujuan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sumber risiko produksi yang terletak pada kuadran 1 dan 2 akan ditangani dengan strategi preventif, sedangkan sumber risiko produksi yang terletak pada kuadran 3 dan 4 akan ditangani dengan strategi mitigasi. Uraian strategi penanganan risiko produksi, baik preventif maupun mitigasi yang diusulkan kepada Family Jaya 1 adalah sebagai berikut: 75

90 1. Strategi Preventif Strategi preventif dilakukan untuk menangani sumber risiko produksi yang terletak pada kuadran 1 dan 2, yaitu risiko kematian benih yang disebabkan oleh perubahan suhu air yang esktrim dan serangan hama. Usulan strategi preventif untuk menangani kedua sumber risiko produksi adalah sebagai berikut: a. Sumber risiko produksi perubahan suhu air Sistem pemeliharaan benih lele dumbo yang dilakukan di Family Jaya 1 dilakukan di luar ruangan dengan kolam pemeliharaan yang tidak memiliki naungan sebagai pelindung terhadap panas sinar matahari maupun hujan, sehingga ketika pada beberapa periode produksi terjadi peralihan cuaca yang cukup ekstrim, suhu air pada kolam pemeliharaan ikut terpengaruh dan mengalami fluktuasi yang mengakibatkan kematian benih. Oleh karena itu, strategi preventif yang diusulkan terkait dengan upaya untuk mencegah fluktuasi suhu air melebihi batas yang bisa ditolerir oleh benih lele dumbo. Strategi preventif utama yang diusulkan untuk mengatasi sumber risiko perubahan suhu air tersebut adalah dengan membuat atau membangun naungan di atas kolam pemeliharaan untuk menghindari terjadinya kontak langsung dengan perubahan cuaca yang terjadi. Strategi ini diusulkan setelah berdiskusi dengan penyuluh pada Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang menyatakan bahwa pada fase benih kontak langsung kolam pemeliharaan dengan sinar matahari maupun hujan sebaiknya dihindari karena pada fase tersebut benih lele dumbo rentan terhadap perubahan suhu dan kondisi air. Naungan atau pelindung yang dibuat di atas kolam pemeliharaan terbuat dari terpal atau plastik yang dibangun dengan bantuan bambu, kayu, atau bahan lainnya sehingga menyerupai bentuk atap rumah agar pada saat hujan air dapat mengalir ke bawah dan tidak tertampung pada bagian atas naungan. Naungan yang dibuat akan membantu mencegah terjadinya kontak langsung antara kolam pemeliharaan dengan sinar matahari maupun hujan, sehingga diharapkan dengan aplikasi strategi preventif ini fluktuasi suhu air yang melebihi batas toleransi ataupun perubahan kadar keasaman air yang dapat menyebabkan kematian benih lele dumbo dapat dicegah. 76

91 Lele dumbo secara alamiah masuk dalam kategori hewan nokturnal atau hewan malam, yaitu hewan yang lebih aktif bergerak mencari makan pada malam hari, sedangkan pada siang hari akan lebih banyak bersembunyi pada lubang-lubang persembunyian. Terdapat anggapan yang menyatakan bahwa apabila benih tidak mendapat sinar matahari yang cukup, maka pertumbuhannya akan terganggu. Menurut Gunawan (2009), Lele dumbo menyukai tempat sunyi dan agak gelap, sehingga walaupun tidak mendapat cukup sinar matahari pertumbuhannya tidak akan terganggu. Oleh karena itu, pembuatan naungan untuk mencegah terjadinya kontak langsung dengan sinar matahari dan hujan tidak menjadi masalah bagi pertumbuhan benih. Strategi tambahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan benih yang sedang dipelihara terhadap peralihan cuaca adalah dengan memasang aerator untuk menyuplai kebutuhan oksigen harian benih lele dumbo, khususnya jika sedang terjadi hujan. Menurut penyuluh pada BBPBAT Sukabumi, pada saat terjadi hujan maka kandungan oksigen di udara akan cenderung berkurang, sehingga diharapkan dengan pemasangan aerator kebutuhan oksigen benih lele dumbo dapat terpenuhi dengan baik sekaligus sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan hidup benih. Aerator yang dipasang juga akan membantu memudahkan membersihkan kotoran yang terdapat pada kolam pemeliharaan, karena benih akan terkonsentrasi di sekitar titik-titik dipasangnya aerator. b. Sumber risiko produksi hama Hama pemangsa seperti kelelawar, burung, dan kodok dapat dengan mudah memangsa benih lele dumbo disebabkan kolam pemeliharaan benih tidak memiliki pelindung yang dapat mencegah hama untuk menjangkau permukaan kolam. Serangan hama pemangsa ini kerap terjadi pada setiap periode produksi. Lingkungan sekitar kolam pemeliharaan yang menjadi habitat alami bagi hama pemangsa benih lele dumbo menjadikan potensi timbulnya risiko produksi akibat keberadaan hama tersebut semakin besar. Selain itu, serangan hama umumnya terjadi pada malam hari, sehingga menyulitkan untuk dilakukan proses pengawasan secara intensif. Oleh karena itu, strategi preventif yang diusulkan terutama terkait dengan upaya untuk mencegah hama untuk menjangkau permukaan kolam pemeliharaan dan menjangkau benih lele dumbo yang sedang dipelihara. 77

92 Strategi preventif utama yang diusulkan untuk mencegah serangan hama terhadap benih lele dumbo adalah dengan menutup bagian permukaan kolam dengan menggunakan jaring. Jaring yang dipasang selain berfungsi untuk menghalau hama untuk memangsa benih juga dapat berguna untuk menahan dedaunan kering yang jatuh di atas kolam. Bahan lain yang dapat digunakan untuk menutup permukaan kolam selain jaring adalah dengan menggunakan tali senar yang dibentangkan menyilang atau dibelit-belitkan pada bagian atas kolam pemeliharaan benih. Aplikasi pemakaian jaring untuk mencegah serangan hama telah diterapkan beberapa pembudidaya lele di daerah Depok dan berdasarkan keterangan mereka diperoleh keterangan bahwa pemasangan jaring tersebut efektif untuk mencegah serangan hama. Oleh karena itu, melalui aplikasi strategi preventif ini diharapkan serangan hama pemangsa benih lele dumbo dapat dicegah, sehingga probabilitas terjadinya risiko produksi yang diakibatkan sumber risiko produksi tersebut dapat dikurangi. Strategi preventif tambahan yang dapat dilakukan adalah dengan pengontrolan terhadap keberadaan dan perkembangbiakan hama tersebut di sekitar lingkungan kolam pemeliharaan benih. Berdasarkan jenis hama yang menyerang benih lele dumbo di Family Jaya 1, aplikasi strategi preventif ini lebih cocok diterapkan untuk mencegah serangan hama kodok, sedangkan untuk hama kelelawar dan burung akan sulit untuk dilakukan. Pengontrolan dapat dilakukan dengan memusnahkan telur-telur kodok yang ditemukan pada lingkungan sekitar sebelum menetas dan berkembang serta melakukan penangkapan kodok yang terdapat di sekitar kolam pemeliharaan benih untuk dimusnahkan atau disingkirkan dari areal kolam. Hasil dari kegiatan pengontrolan tersebut diharapkan dapat membantu mencegah berkembangnya hama pemangsa, khususnya kodok di sekitar kolam pemeliharaan. Strategi preventif yang diusulkan bertujuan untuk mencegah terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi yang ada pada usaha pembenihan lele dumbo di Family Jaya 1. Upaya pencegahan terjadinya risiko produksi tersebut diharapkan dapat menurunkan probabilitas terjadinya risiko produksi dari besar menjadi kecil. Usulan strategi preventif risiko produksi pada peta risiko dapat dilihat pada Gambar 9. 78

93 Probabilitas (%) Besar 20% - Membuat naungan pada kolam pemeliharaan benih - Penggunaan aerator untuk menjaga pasokan oksigen - Memasang jaring pada bagian permukaan kolam - Melakukan pengontrolan terhadap hama Kecil Dampak (Rp) Kecil Rp Besar Gambar 9. Usulan Strategi Preventif Risiko Produksi Pada Gambar 8 dapat dilihat usulan strategi preventif untuk menangani sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran 2. Hasil dari aplikasi strategi preventif ini bertujuan untuk memperkecil probabilitas terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko, sehingga diharapkan sumber-sumber risiko produksi yang sebelumnya berada pada kuadran 2 yang memiliki probabilitas besar dapat bergeser ke kuadran 1 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan probabilitas kecil. 2. Strategi Mitigasi Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran 2 dan 4. Pada kuadran 2 tidak terdapat sumber risiko produksi yang harus ditangani, sedangkan pada kuadran 4 sumber risiko produksi yang dapat ditangani dengan strategi mitigasi adalah musim kemarau. Oleh karena itu, strategi mitigasi yang akan diusulkan hanya akan ditujukan untuk mengatasi sumber risiko produksi yang terdapat kuadran 4, yaitu musim kemarau yang menyebabkan penurunan produksi telur yang dihasilkan oleh induk lele dumbo. 79

94 Pengaruh musim kemarau terhadap penurunan produktivitas telur yang dihasilkan oleh induk lele dumbo memang relatif tidak dapat dicegah karena berkaitan dengan faktor alam, tetapi dapat dilakukan upaya atau strategi tertentu untuk mengurangi dampak kerugian yang disebabkan oleh pengaruh musim kemarau tersebut. Usulan strategi mitigasi yang diajukan untuk menangani risiko penurunan produksi akibat pengaruh musim kemarau adalah dengan melakukan pemeliharaan induk lele dumbo secara intensif, khususnya dalam hal pemberian pakan. Kualitas dan kecukupan pakan yang diberikan pada induk lele dumbo akan mempengaruhi kemampuan indukan dalam menghasilkan telur. Berdasarkan hasil wawancara dengan penyuluh di BBPBAT Sukabumi diketahui bahwa kandungan dari pakan yang paling penting untuk diperhatikan agar penurunan produksi telur tidak semakin drastis selama musim kemarau adalah protein. Oleh karena itu, pada masa pemeliharaan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi penting untuk diperhatikan. Protein adalah senyawa organik kompleks yang tersusun atas banyak asama amino yang diperlukan untuk penyusunan tubuh dan pertumbuhan ikan. Kebutuhan lele dumbo terhadap protein lebih besar dibandingkan dengan jenis ikan omnivora dan herbivora. Umumnya kebutuhan ikan terhadap protein berkisar antara persen, sedangkan kadar yang optimal berkisar antara persen. Pakan lele yang baik harus mengandung protein minimal 30 persen. Menurut Mahyuddin (2009), secara garis besar fungsi protein dalam tubuh ikan adalah untuk: (a) sebagai sumber energi bagi ikan; (b) berperan dalam pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh; (c) mengganti jaringan tubuh yang rusak; (d) berperan dalam pembentukan gonad; (f) komponen utama pembentukan enzim dan hormon; (g) berperan dalam proses metabolisme dalam tubuh ikan. Pakan yang mengandung protein tinggi yang diusulkan untuk diberikan terdiri atas dua jenis, yaitu pakan buatan pabrik dan pakan tambahan. Pakan buatan atau pelet merupakan pakan utama bagi induk lele dumbo. Pelet yang baik untuk diberikan adalah pelet apung yang umumnya memiliki kandungan protein minimal 30 persen, seperti pelet dengan kode PL 3 dan vitality. Sementara itu, terdapat beberapa pilihan pakan berprotein tinggi yang dapat diberikan sebagai 80

95 pakan tambahan bagi induk lele dumbo, seperti keong mas dan cumi-cumi. Keong mas yang akan diberikan sebagai pakan terlebih dahulu direbus dalam air yang mendidih, lalu kemudian dipisahkan dari cangkangnya, dicacah baru kemudian diberikan kepada induk lele dumbo. Hal yang hampir sama juga dilakukan pada cumi-cumi yang harus direbus terlebih dahulu sebelum diberikan kepada induk lele dumbo. Pemberian pakan dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang ditetapkan. Pada periode musim kemarau sebaiknya ukuran pakan pelet yang diberikan adalah sebanyak tiga persen dari bobot induk lele dumbo dengan frekuensi pemberian pakan minimal tiga kali dalam satu hari. Sementara itu, pakan tambahan dapat diberikan untuk melengkapi pemberian pelet dengan takaran untuk pakan keong mas adalah sebanyak tiga kilogram untuk sekitar 120 ekor induk, sedangkan untuk cumi-cumi adalah sebanyak dua kilogram juga untuk sekitar 120 ekor induk. Pemberian pakan tambahan ini dapat dilakukan sebanyak 1-2 kali setiap dua minggu. Selain perhatian khusus terhadap pemberian pakan, aspek-aspek lainnya seperti kondisi dan kualitas serta kebersihan kolam tetap harus dijaga untuk menunjang aplikasi strategi mitigasi yang dilakukan. Hasil dari aplikasi usulan strategi mitigasi diharapkan dapat mengurangi atau meminimalisir terjadinya penurunan produksi telur yang diakibatkan pengaruh musim kemarau, sehingga dampak kerugian yang diderita akibat terjadinya penurunan produksi tersebut dapat dikurangi. Usulan strategi mitigasi risiko pada peta risiko dapat dilihat pada Gambar 10. Probabilitas (%) Besar Kecil 20% - Melakukan pemberian pakan induk lele dumbo secara intensif Dampak (Rp) Kecil Rp Besar Gambar 10. Usulan Strategi Mitigasi Risiko Produksi 81

96 Pada Gambar 9 dapat dilihat usulan strategi mitigasi yang dapat dilakukan untuk menangani sumber risiko produksi musim kemarau adalah dengan melakukan pemberian pakan pada induk lele dumbo secara intensif. Hasil dari aplikasi strategi mitigasi ini bertujuan untuk memperkecil dampak dari terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh sumber risiko produksi, sehingga diharapkan sumber-sumber risiko produksi yang sebelumnya berada pada kuadran 4 yang memiliki dampak besar dapat bergeser ke kuadran 1 yang merupakan tempat untuk sumber risiko produksi dengan dampak kecil. Usulan strategi penanganan risiko produksi berdasarkan peta risiko memang lebih mengutamakan penanganan terhadap risiko yang berada pada kuadran 1, 2, dan 4 karena pada kuadran-kuadran tersebut terdapat risiko dengan probabilitas dan dampak yang besar. Akan tetapi, keadaan tersebut tentu tidak lantas menjadikan sumber risiko produksi yang berada pada kuadran 3 yang memiliki probabilitas dan dampak yang kecil menjadi terabaikan, karena pada hakikatnya dengan melakukan penanganan terhadap sumber-sumber risiko tersebut, Family Jaya 1 dapat mencegah terjadinya kerugian yang diakibatkan terjadinya risiko produksi tersebut. Oleh karena itu, usulan strategi penanganan terhadap risiko produksi yang terdapat pada kuadran 3 juga akan dirumuskan. Strategi yang dirumuskan akan mengutamakan aspek preventif atau pencegahan terjadinya risiko tersebut. Sumber risiko produksi yang berada pada kuadran 3 terdiri atas dua faktor, yaitu kesalahan dalam melakukan seleksi induk dan penyakit yang menyerang benih. Pencegahan terjadinya risiko yang disebabkan sumber-sumber risiko tersebut tentu akan menjadi hal yang diutamakan dari strategi yang akan diajukan. Kesalahan dalam melakukan seleksi induk lebih banyak disebabkan faktor kelalaian pembudidaya yang tidak mengikuti setiap urutan prosedur yang selayaknya harus dilalui dalam melakukan kegiatan penyeleksian induk yang akan dipijahkan. Oleh karena itu, strategi yang diusulkan untuk mencegah terjadinya hal tersebut adalah dengan menganjurkan pembudidaya untuk mengikuti setiap prosedur yang telah ditentukan dalam melakukan seleksi indukan yang meliputi pemeriksaan umur, ukuran tubuh, kondisi kelamin, kandungan telur, kesimetrisan serta kondisi tubuh dari calon indukan yang akan dipijahkan. 82

97 Penyakit yang menyerang benih yang sedang dipelihara secara umum berasal dari bakteri Aeromonas. Bakteri ini terutama bersumber dari pakan cacing sutera yang diberikan pada benih sebagai pakan utama. Pakan cacing sutera yang sudah tidak segar, tercemar, dan tidak dibersihkan dengan benar dapat memicu penyebaran bakteri Aeromonas dengan cepat. Cacing sutera yang diperoleh dari pembudidaya atau toko di sekitar Family Jaya 1 memang tidak dapat dipastikan selalu berada dalam kondisi yang baik dan tidak tercemar, sehingga sebaiknya dilakukan upaya pencegahan penyebaran penyakit yang berasal dari cacing tersebut. Strategi yang diusulkan untuk mencegah penyebaran bakteri yang berasal dari cacing sutera diantaranya adalah dengan tidak memberikan cacing sutera sebagai pakan apabila terdeteksi bahwa cacing tersebut sudah dalam keadaan yang tidak segar apalagi jika cacing tersebut sudah dalam keadaan mati karena justru akan menjadi racun bagi benih. Cacing sutera idealnya direndam dengan air bersih selama satu malam sebelum diberikan kepada benih. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan polutan yang mungkin masih menempel pada cacing. Jumlah pakan yang diberikan juga harus diperhatikan, karena sisa pakan yang tidak termakan akan membusuk dan mencemari air pada kolam pemeliharaan. Strategi pencegahan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengontrolan terhadap kualitas air pada kolam pemeliharaan benih serta selalu melakukan pembersihan kolam sebelum digunakan untuk memelihara benih dengan tujuan untuk memutus siklus penyakit. Hasil yang diharapkan dari aplikasi strategi yang diusulkan untuk menangani sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran 3 adalah probabilitas terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh kesalahan dalam melakukan seleksi induk serta penyakit yang sebelumnya memang sudah kecil dapat semakin diperkecil lagi. 83

98 VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Family Jaya 1, Kecamatan Sawangan, Kota Depok mengenai risiko produksi pada kegiatan pembenihan lele dumbo, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan terhadap kegiatan pembenihan lele dumbo yang dijalankan di Family Jaya 1, diperoleh hasil bahwa terdapat lima faktor atau hal yang menjadi sumber risiko produksi, yaitu kesalahan dalam melakukan seleksi induk, musim kemarau yang mempengaruhi produksi telur induk betina, perubahan suhu air yang bersifat ekstrim yang dapat memicu kematian benih, serangan hama pemangsa pada kolam pemeliharaan benih, serta penyakit yang menjangkiti benih. 2. Berdasarkan analisis probabilitas yang dilakukan pada masing-masing sumber risiko produksi, maka diperoleh nilai probabilitas terjadinya risiko produksi yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi yang telah diidentifikasi. Sumber risiko produksi kesalahan dalam melakukan seleksi memiliki nilai probabilitas risiko sebesar 9,5 persen, musim kemarau sebesar 11,3 persen, perubahan suhu air sebesar 22,1 persen, hama sebesar 34,1 persen, dan penyakit sebesar 10,6 persen. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa serangan hama pemangsa pada benih lele dumbo merupakan sumber risiko dengan nilai probabilitas risiko terbesar. Sementara itu, hasil dari analisis dampak risiko memperlihatkan bahwa musim kemarau merupakan sumber risiko produksi yang memberikan dampak kerugian terbesar, yaitu sebesar rupiah, kemudian selanjutnya secara berurutan yaitu perubahan suhu air dengan dampak kerugian sebesar rupiah, penyakit yang menjangkiti benih dengan dampak kerugian sebesar rupiah, kesalahan dalam melakukan seleksi induk dengan dampak kerugian sebesar rupiah, serta serangan hama dengan dampak kerugian sebesar rupiah 3. Strategi penanganan risiko dirumuskan berdasarkan posisi dari masing-masing sumber risiko produksi pada peta risiko. Sumber risiko produksi yang berada pada kuadran 1 atau 2 akan ditangani dengan strategi preventif, sedangkan sumber risiko produksi yang terdapat pada kuadran 2 atau 4 ditangani dengan strategi 84

99 mitigasi. Kuadran 1 diisi oleh sumber risiko produksi perubahan suhu air dan hama. Strategi preventif yang diusulkan untuk menangani perubahan suhu air adalah dengan membuat naungan pada kolam pemeliharaan benih dan menggunakan aerator untuk menjaga kecukupan oksigen, sedangkan untuk menangani hama dapat dilakukan dengan memasang jaring pada permukaan kolam pemeliharaan benih serta melakukan pengontrolan terhadap hama yang terdapat di lingkungan sekitar. Kuadran 4 diisi oleh sumber risiko produksi musim kemarau. Strategi mitigasi yang diusulkan untuk menangani sumber risiko tersebut adalah dengan melakukan pemberian pakan induk lele dumbo secara intensif. Sementara itu, untuk sumber risiko yang terdapat pada kuadran 3, yaitu kesalahan dalam melakukan seleksi induk dan penyakit tetap diusulkan strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Kesalahan dalam melakukan seleksi induk dapat dihindari dengan mengikuti setiap prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan penyeleksian induk, sedangkan untuk mencegah penyakit akibat bakteri Aeromonas yang berasal dari cacing sutera dapat dilakukan dengan mengendapkan cacing yang akan diberikan sebagai pakan, tidak menjadikan cacing yang tidak segar sebagai pakan, melakukan pengontrolan terhadap kualitas air, serta melakukan pembersihan kolam pemeliharaan sebelum digunakan untuk memutus siklus penyakit Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa saran yang dapat disampaikan antara lain: 1. Penanganan risiko produksi hendaknya dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan tingkatan risiko, sehingga sumber risiko produksi yang memiliki potensi risiko terbesar diutamakan untuk terlebih dahulu ditangani. Urutan tingkatan risiko berdasarkan perhitungan status risiko dari yang terbesar adalah pengaruh musim kemarau, perubahan suhu air, penyakit, hama, serta kesalahan dalam melakukan seleksi induk. 2. Family Jaya 1 sebaiknya membuat skema yang menggambarkan standar urutan proses produksi benih yang dimulai dari proses penyeleksian induk hingga pemanenan benih untuk kemudian disosialisasikan dan ditempatkan pada lokasi usaha agar dapat diingat dan dipraktikkan oleh para pembudidaya, sehingga 85

100 diharapkan proses produksi benih yang dilaksanakan memiliki standar tertentu dan sekaligus untuk menghindari adanya proses yang terlewatkan. 3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai kemungkinan perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk menangani sumber risiko produksi musim kemarau yang merupakan sumber risiko yang paling krusial dan memberikan dampak kerugian yang besar. 86

101 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Indonesia. Jakarta: BPS. Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok Potensi dan Produksi Perikanan Kota Depok. Depok: Dinas Pertanian dan Perikanan. Darmawi H Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara. Ginting LE Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor.[Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Gunawan S Kiat Sukses Budidaya Lele di Lahan Sempit. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Hartini Produksi Benih Lele Dumbo melalui Sistem Pendederan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Harwood et al Managing Risk in Farming : Concepts, Research and Analysis, Agricultural Economics Report No.774. US Department of Agriculture. Kaharudin Pembenihan Ikan Lele Dumbo di Desa Suranenggala Lor, Kecamatan Kapetakan, Kecamatan Corebon. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Kountur R Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta: PPM. Lam J Enterprise Risk Management. Jakarta Pusat: PT Ray Indonesia. Lestari A Manajemen Risiko dalam Usaha Pembenihan Udang Vannamei Studi Kasus di PT Suri Tani Pemuka Kabupaten Serang Provinsi Banten. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mahyuddin K Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya. Nasrudin Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Jakarta: PT Agromedia Pustaka Prihartono RE, Rasidik J, Arie U Mengatasi Pemasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya: Jakarta. Robison LJ, Barry PJ The Competitive Firm s Response to Risk. Macmillan Publisher: London. Saragih B Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Bogor: IPB Press. 87

102 Saragih B Suara Dari Bogor. Bogor: IPB Press. Solihin M Risiko Produksi dan Harga serta Pengaruhnya terhadap Pendapatan Peternakan Ayam Broiler CV AB Farm Kecamatan Bojonggenteng-Sukabumi. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Umar H Manajemen Risiko Bisnis: Pendekatan Finansial dan Non Finansial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wisdya S Analisis Risiko Produksi Anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Yuniarti RC Produktivitas Pembenihan Lele Dumbo dengan Cara Penahanan di Dusun Bokesan Yogyakarta. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 88

103 LAMPIRAN 89

104 Lampiran 1. Produksi Benih Lele Dumbo Family Jaya 1 Periode Januari 2009 sampai dengan April 2010 No. Bulan Tahun Produksi Benih (ekor) 1 Januari Februari Maret April Mei Jun Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Sumber: Family Jaya 1 (2010) 90

105 Lampiran 2. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Kesalahan Seleksi Induk Bulan Potensi Produksi yang Hilang Januari Februari 0 Maret April 0 Mei Juni 0 Juli 0 Agustus 0 September 0 Oktober November 0 Desember 0 Januari 0 Februari 0 Maret 0 April 0 Total Rata-Rata Standar Deviasi x z 1.31 Nilai pada Tabel z 0,095 Probabilitas Risiko 9,5% 91

106 Lampiran 3. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Musim Kemarau Bulan Kekurangan Produksi Akibat Musim Kemarau (ekor) Januari 0 Februari 0 Maret 0 April 0 Mei 0 Juni Juli Agustus September Oktober 0 November 0 Desember 0 Januari 0 Februari 0 Maret 0 April 0 Total Rata-Rata Standar Deviasi x z 1.21 Nilai pada Tabel z Probabilitas Risiko 11,3% 92

107 Lampiran 4. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Perubahan Suhu Air Bulan Kematian Akibat Perubahan Suhu Air (ekor) Januari 0 Februari Maret April Mei 0 Juni 0 Juli 0 Agustus 0 September 0 Oktober November Desember 0 Januari Februari Maret 0 April 0 Total Rata-Rata Standar Deviasi x z 0.77 Nilai pada Tabel z 0,221 Probabilitas Risiko 22,1% 93

108 Lampiran 5. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Hama Bulan Kematian Akibat Serangan Hama (ekor) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Total Rata-Rata Standar Deviasi x z Nilai pada Tabel z 0,341 Probabilitas Risiko 34,1% 94

109 Lampiran 6. Perhitungan Analisis Probabilitas Sumber Risiko Penyakit Bulan Kematian Akibat Penyakit (ekor) Januari Februari 0 Maret 0 April 0 Mei 0 Juni 0 Juli 0 Agustus 0 September 0 Oktober November 0 Desember Januari 0 Februari 0 Maret April Total Rata-Rata Standar Deviasi x z 1.25 Nilai pada Tabel z 0,106 Probabilitas Risiko 10,6% 95

110 Lampiran 7. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Kesalahan dalam Seleksi Induk Bulan Potensi Produksi yang Hilang (ekor) Harga (Rp/ekor) Kerugian (Rp) Januari ,200,000 Maret ,000 Mei ,000 Oktober ,275,000 Jumlah 3,675,000 Rata-rata 918,750 s 397,960 z 1,645 VaR 1,246,072 96

111 Lampiran 8. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Musim Kemarau Bulan Kekurangan Produksi (ekor) Harga (Rp/ekor) Kerugian (Rp) Juni ,370,000 Juli ,870,000 Agustus ,975,000 Sep ,470,000 Jumlah 104,685,000 Rata-rata 26,171,250 s 7,791,487 z 1,645 VaR 32,579,748 97

112 Lampiran 9. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Perubahan Suhu Air Bulan Jumlah Benih Mati (ekor) Harga (Rp/ekor) Kerugian (Rp) Februari ,200,000 Maret ,400,000 Apr ,600,000 Oktober ,800,000 Nov ,950,000 Januari ,100,000 Februari ,250,000 Jumlah 41,300,000 Rata-rata 5,900,000 s 1,016,940 z 1,645 VaR 6,532,284 98

113 Lampiran 10. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Hama Bulan Jumlah Benih Mati (ekor) Harga (Rp/ekor) Kerugian (Rp) Januari ,000 Februari ,000 Maret ,000 Apr ,000 Mei ,000 Juni ,000 Juli ,000 Agustus ,000 Sep ,000 Oktober ,000 Nov ,000 Desember ,000 Januari ,000 Februari ,000 Maret ,000 Apr ,000 Jumlah 9,850,000 Rata-rata 615,625 s 222,245 z 1,645 VaR 707,023 99

114 Lampiran 11. Perhitungan Analisis Dampak Sumber Risiko Penyakit Bulan Jumlah Benih Mati (ekor) Harga (Rp/ekor) Kerugian (Rp) Januari ,000,000 Oktober ,250,000 Desember ,100,000 Maret ,400,000 Apr ,950,000 Jumlah 22,700,000 Rata-rata 4,540,000 s 997,121 z 1,645 VaR 5,273,

115 Lampiran 12. Urutan Proses Produksi Benih Lele Dumbo Family Jaya 1 Penangkapan Induk Lele Dumbo yang Akan diseleksi Pengumpulan Induk Lele Dumbo yang Akan diseleksi Salah Satu Tahapan dalam Penyeleksian Induk Lele Duumbo 101

116 Induk Lele Dumbo Hasil Seleksi yang akan diberokkan Mempersiapkan Kolam Pemijahan Kolam Pemijahan yang Siap untuk digunakan 102

117 Pengambilan Bagian Hipofisa dari Donor Ikan Mas dan Lele Dumbo Proses Penyuntikkan Induk Lele Dumbo Pelepasan Induk Lele Dumbo di Kolam Pemijahan dan Telur Lele Dumbo yang dihasilkan dari Proses Pemijahan 103

118 \ Proses Penghitungan dan Pengemasan Benih Lele Dumbo Hasil Pemanenan 104

119 Lampiran 13. Keadaan Kolam Pemeliharaan Benih dan Sumber Air Kolam Terpal Tempat Pemeliharaan Benih Lele Dumbo Pompa Air Listrik sebagai Sarana untuk Memperoleh Pasokan Air Tanah 105

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional mengingat potensi perairan Indonesia yang sangat besar, terutama dalam penyediaan bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan penggerak utama (prime mover)

I PENDAHULUAN. terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan penggerak utama (prime mover) I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 95.181 km 1. Luas wilayah perairan Indonesia mencapai 5,8 juta km 2 dan mendominasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kaya akan sumberdaya alam yang dapat di gali untuk kesejahteraan umat manusia. Salah satu sumberdaya alam yang berpotensi yaitu sektor perikanan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia diperkirakan mencapai 6,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR SKRIPSI OOM ROHMAWATI H34076115 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN Disusun Oleh : Nama : Galih Manunggal Putra NIM : 11.12.5794 Kelas : 11-S1SI-06 Kelompok : H ABSTRAK Bisnis budidaya ikan konsumsi memang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi negara terutama negara yang bercorak agraris seperti Indonesia. Salah satu subsektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang mempunyai potensi dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan merupakan bagian integral dari

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Oleh : AYU LESTARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Oleh : AYU LESTARI A14102659 PROGRAM STUDI EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO PELUANG BISNIS YANG MENJANJIKAN

BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO PELUANG BISNIS YANG MENJANJIKAN BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO PELUANG BISNIS YANG MENJANJIKAN TUGAS LINGKUNGAN BISNIS NAMA :MARIUS KORBIANO NERUM KELAS : SI.S1.2J NIM : 10.12.5055 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA II.PELUANG BISNIS TAMBAK IKAN LELE

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lele salah satunya adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

BAB I PENDAHULUAN. lele salah satunya adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang memiliki potensi budidaya yang menjanjikan di Indonesia. Berbagai macam ikan dapat dibudidayakan, terutama ikan air tawar yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian dan kelautan yang memiliki peran penting sebagai penggerak kemajuan perekonomian nasional di Indonesia. Selain menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih

BAB 1 PENDAHULUAN. global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha perikanan budidaya dinilai tetap prospektif di tengah krisis keuangan global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih berpotensi

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR SKRIPSI INTAN AISYAH NASUTION H34066065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya buah masih diberi nama. Indonesia memiliki panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. hanya buah masih diberi nama. Indonesia memiliki panjang garis pantai BAB I PENDAHULUAN 1.6 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki 13.466 buah namun hanya 5.707 buah masih diberi nama. Indonesia memiliki panjang garis pantai sepanjang 99.093 km dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar 227.779.100 orang dan akan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO Oleh : R. muhammad Taufiq Sujatmikanto 11.01.2893 11/D3TI/02 SEKOLAH TINGGI MANAJEMENT INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Jl. Ring Road

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF Pemijahan ikan lele semi intensif yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km (Putra,

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP),

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN PEMIJAHAN LELE SANGKURIANG DI KELURAHAN BUGEL KECAMATAN SIDOREJO KOTA SALATIGA

KEWIRAUSAHAAN PEMIJAHAN LELE SANGKURIANG DI KELURAHAN BUGEL KECAMATAN SIDOREJO KOTA SALATIGA KEWIRAUSAHAAN PEMIJAHAN LELE SANGKURIANG DI KELURAHAN BUGEL KECAMATAN SIDOREJO KOTA SALATIGA Sulistyowati, Tata Wedha Hutama STIP Farming Semarang Email: sulistyowati@yahoo.com Abstrak. Mayoritas mata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

Pematangan Gonad di kolam tanah

Pematangan Gonad di kolam tanah Budidaya ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mulai berkemang pada tahun 1985. Tidak seperti ikan mas dan ikan nila, pembenihan Patin Siam agak sulit. Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

PROSIDING ISSN: E-ISSN:

PROSIDING ISSN: E-ISSN: PRODUKSI IKAN PATIN SUPER Dwi Puji Hartono* 1, Nur Indariyanti 2, Dian Febriani 3 1,2,3 Program Studi Budidaya Perikanan Politeknik Negeri Lampung Unit IbIKK Produksi Ikan Patin Super Politeknik Negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

I. PENDAHULUAN.  (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015),

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan komoditas bahan pangan yang bergizi tinggi dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015), konsumsi produk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI. Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN KERAPU KECAMATAN GEROKGAK, KABUPATEN BULELENG, BALI Oleh: NI WAYAN NARITA SUGAMA A14104079 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var) Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah sebagai berikut : Phylum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia hal ini bisa dilihat dari besarnya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia hal ini bisa dilihat dari besarnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian Indonesia hal ini bisa dilihat dari besarnya sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas keseluruhan sekitar ± 5,18 juta km 2, dari luasan tersebut dimana luas daratannya sekitar ± 1,9 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan perikanan tangkap Indonesia yang sebagian besar saat ini telah mengalami overfishing menuntut pemerintah untuk beralih mengembangkan perikanan budidaya. Perikanan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBENIHAN LARVA IKAN BAWAL AIR TAWAR BEN S FISH FARM CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR SKRIPSI SURAHMAT H34066119 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan yang salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman biota laut (perikanan dan kelautan). Dengan luas wilayah perairan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele. Periode 1 Periode 2 Periode 3. Periode 4.

Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele. Periode 1 Periode 2 Periode 3. Periode 4. LAMPIRAN Lampiran 1. Pola Tanam Pengusahaan Pembenihan Ikan Lele Phyton Pada Usaha Gudang Lele Periode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4 Periode 5 Kolam Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan

I. PENDAHULUAN. meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia menjadi titik berat dalam pembangunan bidang ekonomi. Konsep pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditas primadona di sub sektor perikanan yang di harapkan dapat meningkatkan devisa negara. Permintaan pasar di luar negeri yang cenderung

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09 KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM :11.12.5999 KELAS : S1-SI-09 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karya ilmiah ini berjudul BISNIS DAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km 2 atau meliputi sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT SOLUSI MODAL (SM) DI BANK DANAMON SIMPAN PINJAM UNIT CIBINONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI ROBBI FEBRIO H34076133 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai 50 ribu mil kedua

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai 50 ribu mil kedua 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Dengan luas perairan 5,8 juta kilometer persegi dan garis pantai 50 ribu mil kedua terpanjang di dunia, Indonesia merupakan lahan subur bagi rumput laut. Di perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian ditujukan untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengembangkan agribisnis dan meningkatkan kesejahteraan petani, mengisyaratkan bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL ANALISIS DAYA SAING RUMPUT LAUT INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL SKRIPSI MARK MAJUS RAJAGUKGUK H34066078 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari negara yang menjadi produsen utama akuakultur dunia. Sampai tahun 2009, Indonesia menempati urutan keempat terbesar sebagai produsen

Lebih terperinci

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT UNDERSTANDING POND AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT Soil Profile Soil Triangle Clear plastic liner tube & sediment removal tool Sediment Sampler Soil acidity tester Food web in Aquaculture

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. INTRODUKSI DAN PERSENTASE IKAN YANG MEMBAWA GEN GH Growth Hormone IKAN NILA Oreochromis niloticus PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. GENERASI F0 BAMBANG KUSMAYADI GUNAWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci