HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Pengumpulan data Gambar 4.1. Contoh Peng b untuk Mean imputation

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pembenihan Ikan. 2.2 Pengaruh Suhu Terhadap Ikan

III. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

lalu menghitung sinyal keluarannya menggunakan fungsi aktivasi,

BAB IV PERANCANGAN & IMPLEMENTASI SISTEM

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan

III. METODOLOGI PENELITIAN

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

DISTRIBUSI VERTIKAL KLOROFIL-A DI PERAIRAN LAUT BANDA BERDASARKAN NEURAL NETWORK ACH. FACHRUDDIN SYAH

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

KLASIFIKASI DATA MENGGUNAKAN JST BACKPROPAGATION MOMENTUM DENGAN ADAPTIVE LEARNING RATE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB II LANDASAN TEORI

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Lingkungan Mikro Lokasi Penelitian

Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

PENGENAL HURUF TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE LVQ (LEARNING VECTOR QUANTIZATION) By. Togu Sihombing. Tugas Ujian Sarjana

BAB III METODE EGARCH, JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN NEURO-EGARCH

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

MEMPREDIKSI KECERDASAN SISWA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS DI LP3I COURSE CENTER PADANG)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

PREDIKSI PRODUKSI KELAPA SAWIT BERDASARKAN KUALITAS LAHAN MENGGUNAKAN MODEL ARTIFICIAL NEURAL NETWORK (ANN)

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung. prediksi jumlah dalam hal ini diambil studi kasus data balita

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. METODE PENELITIAN

PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE LOMBOK MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

BAB 1 PENDAHULUAN. datang berdasarkan keadaan masa lalu dan sekarang yang diperlukan untuk

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

BAB III METODE PENELITIAN. Data-data historis beban harian yang akan diambil sebagai evaluasi yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PREDIKSI KELULUSAN TEPAT WAKTU MAHASISWA MENGGUNAKAN NEURO-FUZZY CLASSIFICATION

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

UJM 3 (1) (2014) UNNES Journal of Mathematics.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk pengenalan ekspresi wajah diantara metode Non Negative Matrix

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7

EVALUASI MODEL JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK PREDIKSI IKLIM EKSTRIM DENGAN KORELASI CURAH HUJAN DAN TINGGI MUKA LAUT DI SEMARANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

Gambar 2.1 Neuron biologi manusia (Medsker & Liebowitz, 1994)

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

Architecture Net, Simple Neural Net

PREDIKSI KELULUSAN MAHASISWA MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK DAN PARTICLE SWARM OPTIMIZATION

2.1. Dasar Teori Bandwidth Regression

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENERAPAN MODEL NEURAL NETWORK BACKPROPAGATION UNTUK PREDIKSI HARGA AYAM

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

PERMALAN HARGA GARAM KONSUMSI MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK FEEDFORWARD- BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PT. GARAM MAS, REMBANG, JAWA TENGAH)

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

Perbandingan Regresi Linear, Backpropagation Dan Fuzzy Mamdani Dalam Prediksi Harga Emas

ANALISIS PERBANDINGAN METODE BACKPROPAGATION DAN RADIAL BASIS FUNCTION UNTUK MEM PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI LAJU TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PADA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. Penelitian dengan jaringan syaraf tiruan propagasi balik. dalam bidang kesehatan sebelumnya pernah dilakukan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dalam kurung waktu setahun.

Prediksi Pergerakan Harga Harian Nilai Tukar Rupiah (IDR) Terhadap Dollar Amerika (USD) Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

Gabungan Kontrol Congestion, Perutean, Dan Alokasi Sumber Daya Kooperatif Untuk Daya Tradeoff Di Dalam Gedung.

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

NEURAL NETWORK BAB II

BAB 2 LANDASAN TEORI

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu kedalaman lapisan tercampur (mixed layer depth), suhu permukaan laut, [Chl-a] permukaan laut, lintang, bujur dan musim, sedangkan set data outputnya adalah parameter-parameter Gauss hasil perhitungan dengan LSM. Nilai rata-rata parameter-parameter Gauss dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 ( Nilai 4 parameter Gauss selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3). Tabel 1. Nilai Rata-rata Parameter Gauss pada Data Training No Parameter Rata-rata 1. B 0 0.0608 2. h (dalam log) 1.7094 3. 45.2674 4. Zm 51.3441 Tabel 2. Nilai Rata-rata Parameter Gauss pada Data Validasi No Parameter Rata-rata 1. B 0 0.0395 2. h (dalam log) 1.7083 3. 45.0778 4. Zm 51.1918 Dalam pengelompokan data yang dilakukan, data-data ekstrim baik maksimum dan minimum dikelompokkan ke dalam data training. Dari total 78 set data, proporsi untuk data training sebanyak 59 set data (75.64%), dan data validasi sebanyak 19 set data (24.36%). Data-data yang digunakan dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 4 dan 5.

Pendugaan Parameter Gauss dengan ANN Training Sebuah aplikasi ANN memerlukan proses pembelajaran terlebih dahulu terhadap suatu permasalahan yang akan dipecahkan. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan sekumpulan contoh pelatihan yang disebut set pelatihan. Inilah yang dinamakan proses training. Proses training dilakukan agar program ANN dapat mengenali dan beradaptasi terhadap karakteristik-karakteristik dari contohcontoh pada set pelatihan dengan cara melakukan pengubahan atau peng-updatean nilai-nilai pembobot yang ada dalam jaringan, sehingga tujuan utama dari proses ini adalah untuk menentukan nilai pembobot yang sesuai. Dalam penelitian ini, program ANN yang digunakan menggunakan software BackPro2N. Program ini menggunakan algoritma pembelajaran backpropagation dan merupakan pengembangan yang dilakukan oleh Rudiyanto et al. (2003). Proses training diawali dengan memasukkan data training ke dalam program ANN. Tahapan selanjutnya adalah dengan melakukan setting parameter-parameter training yang akan digunakan seperti jumlah lapisan (layer) baik lapisan input, tersembunyi (hidden) dan output. Setting yang dilakukan meliputi jumlah node pada tiap lapisan, konstanta laju pembelajaran, momentum, gain dan target iterasi. Langkah berikutnya adalah melakukan run-training sampai mencapai optimum. Kondisi optimum terindikasi dengan jumlah iterasi atau nilai error yang diinginkan. Nilai parameter training yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Parameter Training ANN Parameter Nilai Jumlah lapisan 3 Jumlah node pada lapisan input 6 Jumlah node pada lapisan tersembunyi 12 Jumlah node pada lapisan output 4 Konstanta laju pembelajaran 0.3 Konstanta momentum 0.3 Konstanta gain 0.9 Target iterasi 50000

Parameter standar dalam proses training yang dilakukan adalah nilai error yang diperoleh setelah tercapainya kondisi optimum. Nilai error itu sendiri timbul karena adanya perbedaan antara output aktual dengan output prediksi. Nilai error yang telah diperoleh berfungsi untuk meng-update bobot-bobot yang relevan dengan jalan mempropagasikan kembali error. Nilai yang biasa digunakan adalah RMSE. Nilai error tiap-tiap parameter Gauss disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai error setelah Pengulangan ke-50000 No Parameter RMSE 1. B 0 0.0198 2. h (skala log) 0.0889 3. 0.9863 4. Zm 0.4695 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa standar deviasi yang muncul pada saat membandingkan data hasil perhitungan LSM dan pendugaan ANN pada tiap-tiap parameter Gauss mempunyai nilai yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai yang signifikan antara nilai yang diperoleh dengan menggunakan perhitungan LSM dan pendugaan ANN (hasil training selengkapnya lihat Lampiran 6). Hal lain yang menunjukan bahwa proses training berjalan dengan cukup baik atau tidak, dapat dilihat berdasarkan nilai koefisien korelasinya (r). Berikut ditampilkan grafik hubungan yang menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) hasil perhitungan menggunakan LSM dengan hasil pendugaan ANN untuk parameter (B 0 ), (h), ( ) dan (Zm). a Gambar 8a. Grafik Hubungan Nilai (a) B 0 dan (b) h (skala log) Hasil Pendugaan ANN dan Perhitungan LSM b

c d Gambar 8b. Grafik Hubungan Nilai (c) dan (d) Zm Hasil Pendugaan ANN dan Perhitungan LSM Berdasarkan Gambar 8a dan 8b, secara umum plot data perbandingan nilai antara yang diperoleh dengan menggunakan ANN dan LSM mempunyai hubungan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh untuk tiap-tiap parameter Gauss yang memperoleh nilai cukup tinggi yaitu lebih dari 0.85. Nilai rata-rata selisih antara nilai yang diperoleh dengan LSM dan pendugaan ANN dari tiap parameter, bisa juga digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan training yang dilakukan. Pada Tabel 5 ditampilkan nilai ratarata selisih untuk parameter (B 0 ), (h), ( ) dan (Zm). Tabel 5. Nilai Rata-rata Selisih pada Proses Training No Parameter Rata-rata Selisih 1. B 0 0.0002 2. h (skala log) 0.0003 3. 0.0065 4. Zm 0.0161 Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata selisih pada proses training untuk tiap parameter Gauss kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai yang signifikan antara nilai yang diperoleh dengan menggunakan perhitungan LSM dan pendugaan ANN. Berdasarkan nilai RMSE, nilai koefisien korelasi (r) dan rata-rata selisih tiap-tiap parameter Gauss, maka dapat dikatakan bahwa proses training berhasil dilakukan dengan cukup baik.

Validasi Model Proses validasi dilakukan dengan tujuan untuk menguji performansi model ANN yang telah mampu mengenal karakteristik-karakteristik set data pelatihan selama proses training. Pada proses validasi, model ANN yang telah diperoleh diujicobakan dengan pola data-data lain yang tidak digunakan pada proses training. Layaknya proses training, standar error yang digunakan untuk melihat baik tidaknya proses validasi yang telah dilakukan adalah RMSE (Tabel 6). Tabel 6. Nilai error pada Proses Validasi No Parameter RMSE 1. B 0 0.0254 2. h (skala log) 0.1195 3. 0.8430 4. Zm 0.4153 Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa standar deviasi yang muncul pada saat membandingkan data hasil perhitungan LSM dan pendugaan ANN pada tiap-tiap parameter Gauss mempunyai nilai yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai yang signifikan antara nilai yang diperoleh dengan menggunakan perhitungan LSM dan pendugaan ANN (hasil Validasi Model selengkapya lihat Lampiran 7). Pada proses validasi nilai koefisien korelasi (r) juga digunakan untuk menguji performansi model ANN yang dibangun selama proses training. Pada Gambar 9a dan 9b ditampilkan grafik hubungan yang menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) setelah proses validasi. a Gambar 9a. Grafik Hubungan Nilai (a) B 0 dan (b) h (skala log) Hasil Pendugaan ANN dan Perhitungan LSM b

c Gambar 9b. Grafik Hubungan Nilai (c) dan (d) Zm Hasil Pendugaan ANN dan Perhitungan LSM Secara umum plot data perbandingan antara nilai yang diperoleh menggunakan LSM dan ANN mempunyai hubungan yang cukup baik untuk parameter B 0, dan Zm dengan nilai koefisien korelasi (r) lebih dari 0.85. Akan tetapi hal ini tidak terjadi bagi parameter h yang hanya mempunyai nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.522. Hal ini diduga disebabkan karena adanya perbedaan nilai maksimum konsentrasi klorofil-a antara musim yang satu dengan musim yang lain, terutama pada Musim Timur dan Peralihan 2 (lihat Gambar 10a dan 10b). d a Gambar 10a. Konsentrasi Klorofil-a di Laut Banda pada Musim (a) Barat dan (b) Peralihan 1 b

c Gambar 10b. Konsentrasi Klorofil-a di Laut Banda pada Musim (c) Timur dan (d) Peralihan 2 Berdasarkan Gambar 10a dan 10b terlihat bahwa ada perbedaan kedalaman dan nilai [Chl-a] maksimum antara musim yang satu dengan musim yang lain. Hal ini menyebabkan terjadinya nilai parameter h yang lebih beragam. Pada saat Musim Barat, [Chl-a] maksimum berada pada kedalaman sekitar 60 m dengan nilai [Chl-a] maksimum sekitar 0.3 mg/m 3. Hal ini cukup berbeda dengan musim yang lainnya, misalnya dengan Musim Timur. Pada Musim Timur, [Chl-a] maksimum berada pada kedalaman yang lebih dangkal yaitu sekitar 40 m dengan nilai [Chl-a] maksimum bisa mencapai 0.8 mg/m 3. Nilai rata-rata selisih antara nilai yang diperoleh dengan LSM dan pendugaan ANN dari tiap parameter pada proses validasi dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 ditampilkan nilai rata-rata selisih untuk parameter (B 0 ), (h), ( ) dan (Zm) hasil proses validasi. Tabel 7. Nilai Rata-rata Selisih pada Proses Validasi No Parameter Rata-rata selisih 1. B 0 0.010 2. h (skala log) 0.074 3. 0.474 4. Zm 0.192 d

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa rata-rata selisih pada proses training untuk tiap parameter kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai yang signifikan antara nilai yang diperoleh dengan menggunakan perhitungan LSM dan pendugaan ANN. Berbeda dengan hasil validasi pada penelitian ini, pada penelitian Osawa et al. (2005) mampu menduga semua parameter dengan cukup baik, seperti yang tertera pada Gambar 11. a b c d Gambar 11. Hubungan antara Data Validasi dan Pendugaan ANN pada Parameter (a) B 0, (b) h, (c) dan (d) Zm (Osawa et al. 2005) Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui bahwa, nilai koefisien korelasi (r) parameter (B 0 ), (h), ( ) dan (Zm) berturut-turut adalah 0.94, 0.72, 0.73 dan 0.81. Hal ini mungkin disebabkan karena pada penelitian Osawa et al. (2005), selain data yang digunakan pada proses training dan data validasi jauh lebih banyak.

Data yang lebih banyak dan lebih seragam memungkinkan bagi ANN untuk lebih banyak dan mudah mempelajari data yang diberikan dengan baik sehingga mampu memvalidasi data dengan baik pula. Perbandingan nilai [Chl-a] in situ, [Chl-a] LSM dan [Chl-a] ANN Setelah diketahui nilai semua parameter Gauss, baik melalui perhitungan LSM maupun dengan menggunakan ANN, maka dapat diketahui pula nilai [Chla] secara vertikal melalui nilai parameter-parameter Gauss tersebut. Pada Tabel 8 ditampilkan nilai rata-rata tiap parameter Gauss yang diperoleh dengan perhitungan LSM dan hasil pendugaan ANN pada proses validasi. Tabel 8. Nilai Rata-rata Parameter Gauss No Parameter Rata-rata LSM ANN 1. B 0 0.0395 0.0494 2. h (skala log) 1.9598 1.8860 3. 45.0777 45.5516 4. Zm 51.1918 51.3841 Dari Tabel 8 terlihat bahwa tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara nilai parameter Gauss yang diperoleh dengan perhitungan LSM dan hasil pendugaan ANN. Berdasarkan nilai-nilai parameter tersebut dan menggunakan persamaan 1, maka diperoleh nilai [Chl-a] LSM dan [Chl-a] ANN. Pada Gambar 12 ditampilkan hubungan antara nilai [Chl-a] LSM dengan nilai [Chl-a] in situ dan antara nilai [Chl-a] ANN dengan nilai [Chl-a] in situ. a Gambar 12. Gafik Hubungan Nilai [Chl-a] in situ dengan Nilai (a) [Chla] LSM dan (b) [Chl-a] ANN b

Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui nilai koefisien korelasi (r) antara nilai [Chl-a] LSM dengan nilai [Chl-a] in situ adalah sebesar 0.636 dan nilai koefisien korelasi (r) antara nilai [Chl-a] ANN dengan nilai [Chl-a] in situ adalah sebesar 0.631. Uji F antara [Chl-a] LSM dengan [Chl-a] in-situ dan [Chl-a] ANN dengan [Chl-a] in-situ memberikan nilai berturut-turut 383.92 dan 380.03 yang lebih besar dari F tabel (3.86) pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai [Chl-a] LSM dan nilai [Chl-a] ANN mempunyai pengaruh yang sama terhadap nilai [Chl-a] in-situ. Pada Gambar 13 ditampilkan hubungan antara nilai [Chl-a] ANN dan [Chl-a] LSM. Gambar 13. Grafik Hubungan Nilai [Chl-a] ANN dan [Chl-a] LSM Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa nilai [Chl-a] ANN dan [Chla] LSM mempunyai hubungan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari persamaan yang diperoleh dan nilai koefisien korelasi (r) yang cukup tinggi yaitu sebesar 0.995. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa model ANN yang dikembangkan secara umum cukup mampu menduga nilai [Chl-a] yang diperoleh dari hasil perhitungan LSM. Pada Tabel 14 ditampilkan contoh perbandingan nilai [Ch-a] in situ, [Chl-a] LSM dan [Chl-a] ANN pada musim yang berbeda.

a b c Gambar 14. Perbandingan Nilai [Chl-a] in situ, [Chl-a] LSM dan [Chl-a] ANN pada Musim (a) Barat, (b) Peralihan 1, (c) Timur dan (d) Peralihan 2 Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa pada Musim Barat dan Peralihan 1, nilai [Chl-a] in situ, [Chl-a] LSM dan [Chl-a] ANN mempunyai hubungan yang cukup baik diantara ketiganya. Hal ini terlihat dari nilai koefisien korelasi terkecil yang diperoleh yaitu sebesar 0.8922 pada Musim Barat dan 0.8579 pada Musim Peralihan 1. Pada Musim Timur dan Peralihan 2, antara nilai [Chl-a] LSM dan [Chl-a] ANN mempunyai hubungan yang cukup baik dengan nilai koefisien korelasi (r) pada masing-masing musim adalah sama yaitu sebesar 0.995. Akan tetapi hal ini tidak terjadi antara nilai [Chl-a] LSM dengan [Chl-a] in situ dan antara [Chl-a] ANN dengan [Chl-a] in situ. Pada Musim Timur, [Chl-a] LSM dan [Chl-a] ANN d

dengan [Chl-a] in situ hanya memperoleh nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0.8118 dan 0.8075. Pada Musim Peralihan 2, [Chl-a] LSM dan [Chl-a] ANN dengan [Chl-a] in situ hanya memperoleh nilai koefisien korelasi masingmasing sebesar 0.6527 dan 0.6434. Rendahnya nilai koefisien korelasi pada Musim Timur dan Peralihan 2 disebabkan karena adanya perbedaan kedalaman dan nilai konsentrasi klorofil-a maksimum dibandingkan dengan musim lainnya. Perbedaan ini berpengaruh terhadap keragaman nilai parameter h yang diperoleh, sehingga parameter h kurang mampu diduga dengan baik. Tingginya nilai konsentrasi klorofil-a pada musim Timur dan Musim Peralihan 2, diduga karena pada Musim Timur dan Musim Pancaroba 2 masih dipengaruhi oleh peristiwa proses penaikan massa air dari bawah menuju ke atas atau lebih dikenal dengan sebutan upwelling. Adanya upwelling menyebabkan nilai [Chl-a] maksimum mencapai nilai yang cukup tinggi dan berada pada kedalaman yang lebih rendah. Hasil pemodelan dengan ANN adalah nilai pembobot (weight) yang menghubungkan lapisan input dengan lapisan tersembunyi dan lapisan tersembunyi dengan lapisan output. Pada Tabel 9 ditampilkan sebagian data pembobot yang dihasilkan dalam proses training (data-data pembobot hasil ANN selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8). Tabel 9. Data-data Pembobot No Pembobot 1 3.21E-01 2-3.72E-01 3-4.65E-01 4 3.33E-01 5-1.54E+00 6 3.48E-02 7 2.78E+00 8 2.36E+00 9 2.86E+00 10 1.95E+00 Nilai pembobot memiliki fungsi yang sama seperti dendrit atau akson pada jaringan syaraf biologis yang berfungsi menghubungkan serta menyampaikan informasi atau respon dari satu node ke node yang lain. Informasi yang

merupakan input akan diproses oleh suatu fungsi perambatan yang akan menjumlahkan nilai-nilai semua bobot dan akan dibandingkan dengan suatu nilai ambang (threshold) tertentu melalui fungsi aktivasi setiap node. Apabila input tersebut melewati threshold maka node tersebut akan diaktifkan dan akan mengirimkan output ke semua node yang berhubungan dengannya. Berdasarkan nilai pembobot-pembobot tersebut, maka model ANN dapat menduga nilai parameter-parameter Gauss dari suatu set data input-output baru yang belum digunakan dalam proses training.