BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dalam menciptakan brand identity, position, dan image yang kuat melalui iklan banyak dilakukan oleh perusahaan untuk membedakan produk yang dipasarkan dari para pesaingnya yang bertujuan agar khalayak memaknai produk dan brand mereka sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Tony Meenaghan (1995:23), dua fungsi utama iklan dalam membangun brand image ialah menyajikan sebagian besar informasi mengenai brand dan menambahkan nilai simbolis yang sesuai dengan konteks gaya hidup yang menjadi sasaran brand sehingga membedakannya dengan brand lain dan membuat keterkaitan emosional antara masyarakat dengan brand. Di sisi lain Moriarty, Mitchell, Wells (2012) menyatakan bahwa brand positions dan brand image diciptakan melalui strategi pesan yang dikomunikasikan dalam sebuah pesan yang menarik perhatian, secara konsisten dalam eksekusi, dan menggunakan media yang berbeda-beda. Sebuah komunikasi oleh brand menciptakan simbol dan isyarat yang menjadikan sebuah brand berbeda, mulai dari karakter, warna, slogan, hingga tagline yang menjadi sebuah personalitas dari sebuah brand. Penggunaan figur manusia dalam penyajian sebuah iklan banyak dilakukan oleh para pemasar untuk memasarkan produk atau brand. Menurut Roderic White 1
(2000), penggunaan figur manusia menjadikan pesan dari sebuah iklan dapat lebih mudah tersampaikan kepada khalayak secara langsung ke intinya dan cepat diterima. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti jenis kelamin, ras, dan pekerjaan, sehingga selain penggunaan strategi penyampaian pesan yang tepat, banyak pengiklan yang menggunakan endorser terutama penggunaan sosok selebriti dalam iklannya. Dalam website Koalisi Perempuan (http://www.koalisiperempuan.or.id/ diakses pada 13 September 2015) dijelaskan bahwa stereotip gender adalah citra baku mengenai individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan empirik yang ada. Pemikiran stereotip tentang ciri-ciri laki-laki dan perempuan biasanya dikaitkan dengan peran gender mereka. Citra baku yang ada pada lakilaki adalah kecakapan, keberanian, pantang menangis, agresif, dan sebagainya yang berkaitan dengan peran gender mereka yaitu sebagai pencari nafkah utama dan pemimpin keluarga. Citra baku yang ada pada perempuan adalah memiliki rasa kasih sayang, kemampuan mengasuh, kehangatan, lembut, pemalu, dan cengeng. Dalam kenyataan empirik, citra tersebut tidak sesuai. Perempuan juga memiliki kecakapan, keberanian, pantang menangis, agresif, dan sebagainya. Sebaliknya laki-laki juga cengeng, lembut, kasih sayang, pemalu, mampu melakukan pengasuhan dan sebagainya. Menurut Yanggo (1997), kaum perempuan selalu berada di bawah kezaliman kaum lelaki, tidak memperoleh hak-hak menurut undang-undang, dan 2
tidak dapat kedudukan dalam masyarakat sebagaimana yang sewajarnya diberikan kepada mereka dan seharusnya diakui oleh masyarakat. Perempuan sama sekali tidak mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan, perempuan harus tinggal di rumah dan tidak mempunyai andil dalam kehidupan masyarakat, dipaksa kawin, diwarisi dan tidak mewarisi, serta dikuasai dan tidak pemah menguasai. Batasanbatasan tersebut yang menyebabkan perempuan tidak dapat menonjolkan dirinya. Namun seiring dengan arus globalisasi dan modernisasi, kini citra perempuan pun mengalami banyak perkembangan. Fenomena pengembangan stereotip perempuan kini memungkinkan wanita untuk mengembangkan dirinya di berbagai bidang. Dalam website Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (http://www.bkkbn.go.id/ diakses pada 14 September 2015), peran perempuan kini tidak berarti menghilangkan peranan laki-laki, namun perempuan juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Bahkan, perempuan hendaknya mampu memposisikan dirinya pada sektor-sektor tertentu yang kurang diperhatikan oleh pria, sehingga perannya sangat dihargai oleh semua pihak. Sehingga jaman sekarang tidaklah heran bila sebagian perempuan memiliki jenjang karir yang melebihi kaum laki-laki atau suaminya sendiri. Kini sosok perempuan selalu ditampilkan di media dalam berbagai macam bentuk, pencitraan, dan komersialisasi pada khalayak. Menurut Burhan Bungin (2011), perempuan ditampilkan untuk mengeksploitasi keindahan perempuan dengan mengembangkan stereotip perempuan, seperti perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga, pandai memasak, terampil dan dapat 3
menyenangkan suami, cerdas, dan dapat dibawa dalam berbagai kegiatan. Perempuan juga diharuskan tampil cantik secara fisik dan tetap awet muda bila ingin sukses, serta dapat mengurus rumah tangga dan anggota keluarga dengan baik. Menurut Kurniawati (2004:162), wanita kini telah mengubah dirinya menjadi wanita yang penuh dengan pesona, lincah, tahu akan mode, cantik, percaya diri, cerdas berwawasan luas, seru untuk diajak bergaul, enerjik, dan dapat dijadikan mitra kerja yang sejajar dengan pria. Menurut Haryanto (2012), fenomena tersebut dikategorikan sebagai feminisme liberal. Merujuk pada pergeseran penggambaran perempuan, kini TRESemmé hadir di Indonesia sebagai solusi baru produk perawatan tubuh wanita untuk memenuhi kebutuhan wanita Indonesia yang percaya diri, selalu ingin tampil cantik, dan ingin menjadi pusat perhatian. Berdasarkan hasil wawancara dengan Adisty Nilasari, Media Relation Manager PT Unilever Indonesia Tbk., TRESemmé merupakan brand perawatan rambut dengan reputasi internasional asal Amerika Serikat yang ditujukan kepada savvy style seekers, yaitu wanita Indonesia dengan segmen pasar menengah ke atas, berada di rentang usia 21-29 tahun, smart shopper, dan pencari style fashion. Diluncurkan pertama kali di Indonesia pada tahun 2012, TRESemmé hadir sebagai produk perawatan rambut di Indonesia, yang semakin menunjukkan tren dalam industri perawatan rambut dan kecantikan bagi wanita Indonesia. Sebagai bagian dari strategi branding, savvy style seekers atau para wanita pencari gaya merupakan wanita yang tidak hanya mengutamakan penampilan rambut, tetapi juga yang mementingkan kualitas dari produk perawatan rambut tersebut. Lahir 4
dan besar di salon, TRESemmé telah digunakan oleh para penata rambut profesional untuk mendapatkan hasil tatanan rambut dengan kualitas salon. Secara konsisten, TRESemmé yang dekat dengan dunia mode, digunakan oleh para penata rambut profesional dalam New York Fashion Week, yang merupakan kiblat mode dunia. Selain digunakan dalam peragaan mode dunia, TRESemmé juga digunakan reality show terkenal yang digemari savvy style seekers seperti Project Runway dan Asia s Next Top Model. Pada tahun ini, TRESemmé berkolaborasi dengan Asia s Next Top Model menggelar kembali The Runway 2015 dan menampilkan Ayu Gani, pemenang Asia s Next Top Model musim ketiga yang secara otomatis menjadi The Face of TRESemmé (endorser). The Runway merupakan sebuah fashion runway yang menghadirkan ribuan model amatir yang merupakan konsumen atau savvy style seekers untuk memperagakan busana dan kreasi rambut setelah mendapatkan hair styling class, fashion styling class, dan catwalk workshop langsung dari para mentor profesional agar mereka dapat tampil menawan layaknya top model. The Runway 2015 memberikan kesempatan bagi para savvy style seekers berjalan di catwalk bersama pemenang dan para finalis Asia's Next Top Model musim ketiga. Tahun ini The Runway 2015 mengusung tema Now, The Spotlight is Yours. Studi ini dibuat penulis untuk mengkaji visualisasi yang merepresentasikan perempuan pada iklan media cetak TRESemmé versi The Runway 2015 menggunakan studi semiotika. Kajian isi pesan melalui telaah tanda-tanda visual tersebut dilakukan untuk memperoleh suatu gambaran mengenai makna tanda- 5
tanda yang ada pada iklan, yaitu tanda-tanda yang merepresentasikan feminisme liberal dan citra perempuan dalam iklan media cetak TRESemmé versi The Runway 2015. 1.2 Rumusan Masalah Merujuk pada latar belakang di atas, rumusan masalah untuk skripsi ini ialah bagaimana iklan cetak TRESemmé versi The Runway 2015 menampilkan representasi perempuan secara visual bila dikaitkan dengan feminisme liberal dan citra perempuan dalam iklan? 1.3 Pembatasan Masalah Penulis akan membatasi penelitian atau pembahasan pada visualisasi iklan cetak TRESemmé versi The Runway 2015 berupa: 1. Teks 2. Foto 3. Tagline 4. Layout 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui visualisasi iklan media cetak TRESemmé versi The Runway 2015 bila dikaitkan dengan feminisme liberal dan citra perempuan dalam iklan. 6
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian yang penulis buat adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui tanda-tanda atau simbol-simbol visual tertentu untuk mengutarakan makna yang terkandung dalam suatu iklan cetak. 2. Memberi informasi dan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa mengenai pendekatan kajian visual pada suatu iklan cetak. 3. Menambah kontribusi Universitas Multimedia Nusantara untuk masyarakat berupa analisis kajian visual pada iklan produk perawatan tubuh bagi perempuan. 1.6 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara peneliti terhadap narasumber atau sumber data. 2. Studi Pustaka Studi pustaka digunakan sebagai literatur pemahaman mengenai perancangan komunikasi visual tentang permasalahan yang diangkat ke suatu penelitian. 7
1.7 Metode Penelitian Metode perancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Primer dan Sekunder Penulis akan mengumpulkan keseluruhan data, baik primer maupun sekunder, dan mulai mengolah berdasarkan fakta-fakta tersebut. 2. Analisis Data Penulis akan mulai menganalisis data primer dan sekunder yang sudah terkumpul dan mengaitkannya dengan studi pustaka. 3. Kesimpulan dan Evaluasi Penulis akan menarik kesimpulan mengenai hasil analisis dan memberikan evaluasi berupa masukan dan saran berdasarkan kesimpulan yang ditarik. 1.8 Kerangka Penelitian Skematika perancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Wawancara Tinjauan Pustaka Analisis Data Kesimpulan dan Evaluasi Gambar 1.1 Skema Perancangan 8