HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

DALAM CABAI BOGOR 20111

TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

KAJIAN JENIS LIMBAH, SUHU, DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP DAYA TAHAN DAN POTENSI ANTAGONISME Pseudomonas fluorescens ANNISA KUSUMOWARDANI

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung

HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL BATCH II

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2. Cendawan pada Stek (a), Batang Kecoklatan pada Stek (b) pada Perlakuan Silica gel

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Tanaman Cabai Budidaya Tanaman Cabai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bunga anggrek yang unik menjadi alasan bagi para penyuka tanaman ini. Di

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi kedua setelah sereal. Di Indonesia kentang juga merupakan komoditas

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Eksplorasi dan Isolasi Agens Biokontrol pada Rhizosfer Kelapa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 BAHAN DAN METODE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendaman bunga potong pada hari ke 6 pengamatan disajikan pada Tabel 4.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

Media Kultur. Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

BAB I PENDAHULUAN. menjaga keseimbangan ekosistem perairan (Komarawidjaja, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. banyak dapat diubah menjadi pupuk organik yang bermanfaat untuk. pertanian yang dapat memberikan unsur hara dalam tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

47 Tabel 3. Rata-rata Persentase kecambah Benih Merbau yang di skarifikasi dengan air panas, larutan rebung dan ekstrak bawang merah Perlakuan Ulangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

I. PENDAHULUAN. kimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat membunuh atau

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak dimanfaatkan secara luas. Hasilnya 15,5 miliar butir kelapa per tahun

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi C. albicans

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Tomat Layu Bakteri pada Tomat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembiakan P. fluorescens pada Beberapa Formulasi Limbah Organik Populasi P. fluorescens pada beberapa limbah organik menunjukkan adanya peningkatan populasi. Pengaruh komposisi limbah organik pada setiap formulasi P. fluorescens menunjukkan hasil yang berbeda-beda terhadap kontrol (Gambar 1). Populasi formulasi kontrol berada diatas rata-rata formulasi hasil modifikasi. Pertumbuhan koloni P. fluorescens pada formulasi kontrol mengalami peningkatan yang signifikan pada waktu pengamatan 4 jam setelah inokulasi. Peningkatan formulasi kontrol berlangsung secara berkelanjutan hingga jam ke-10 setelah inokulasi. Pada jam ke-4 hingga jam ke-10 setelah inokulasi rata-rata populasi tertinggi pada formulasi kontrol dengan nilai log populasi 7,8 (F1), yang diikuti dengan F2 dan F3 dengan nilai log populasi 7,56 dan 7,43. Sedangkan ratarata populasi tertinggi pada formulasi hasil modifikasi dengan nilai 7,29 (F5). Formulasi F4 adalah formulasi P. fluorescens hasil modifikasi dengan nilai log populasi terendah, yaitu 6,32 cfu/ml. 8 log populasi (cfu/ml) 7 6 5 4 3 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 4 6 8 10 waktu pengamatan (jam setelah inokulasi) Gambar 1 Pertumbuhan koloni P. fluorescens pada masing-masing formulasi uji

Formulasi hasil modifikasi menunjukkan rata-rata populasi yang beragam pada jam ke-10 setelah inokulasi. Formulasi F5 merupakan salah satu formulasi dengan jumlah koloni yang mampu mendekati kontrol. Rata-rata koloni P. fluorescens formulasi F5 berbeda secara nyata terhadap formulasi hasil modifikasi lainnya dan formulasi kontrol (Tabel lampiran 1). Tabel 2 Rata-rata Jumlah Koloni P. fluorescens Pada Formulasi Uji Setelah 10 jam Inokulasi Rata-rata Koloni P. fluorescens Formulasi Uji (log cfu) a F1 7,80 ± 0,25a F2 7,56 ± 0,11ab F3 7,43 ± 0,02abc F4 6,32 ± 0,24e F5 7,29 ± 0,01bcd F6 6,60 ± 0,06e F7 6,73 ± 0,19e F8 6,45 ± 0,09e F9 6,41 ± 0,03e a Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 0,05. Formulasi F1 memiliki nilai rata-rata jumlah koloni tertinggi dibandingkan dengan formulasi lainnya (Tabel 2). Hal ini dikarenakan formulasi F1 merupakan formulasi kontrol yang terdiri dari 100% media LB, sehingga koloni P. fluorescens dapat tumbuh dengan sangat baik. Formulasi F5 memiliki nilai ratarata jumlah koloni yang paling mendekati kontrol jika dibandingkan dengan formulasi hasil modifikasi yaitu F4, F5, F6, F7, F8 dan F9. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa formulasi F5 merupakan formulasi hasil modifikasi yang paling baik untuk pertumbuhan koloni P. fluorescens jika dibandingkan dengan keenam formulasi hasil modifikasi lainnya. Formulasi F5 diharapkan mampu menjadi media alternatif bagi pertumbuhan P. fluorescens, meskipun nilai rata-rata log cfu formulasi F5 tidak mampu melebihi formulasi kontrol. 18

19 Berdasarkan pertumbuhan koloni dan jumlah populasi P. fluorescens pada masing-masing formulasi uji menunjukkan bahwa P. fluorescens mampu beradaptasi dengan baik terhadap media alternatif yang terdiri dari beberapa komponen limbah organik. Perpaduan antara limbah air kelapa, air tahu dan limbah pengolahan ikan terbukti dapat mendukung pertumbuhan P. fluorescens. Tingginya jumlah koloni pada Formulasi F5 dengan komposisi limbah air kelapa, air tahu dan pengolahan ikan (32,5 : 65 : 2,5) diduga karena komposisi pada formulasi F5 merupakan komposisi yang sesuai bagi pertumbuhan P. fluorescens. Limbah tahu yang menjadi komposisi utama formulasi F5 mendapatkan nutrisi tambahan berupa sumber karbon dari limbah air kelapa yang banyak mengandung karbon dan tersedia dalam bentuk sederhana sehingga mudah dimanfaatkan oleh P. fluorescens. Sumber karbon yang tersedia pada air kelapa lebih banyak dalam bentuk senyawa gula sederhana seperti fruktosa, sukrosa dan glukosa yang dapat langsung digunakan untuk metabolisme sel sehingga pertumbuhan P. fluorescens cukup baik pada air kelapa. Selain itu, penambahan limbah pengolahan ikan juga turut berperan untuk mendukung pertumbuhan koloni P. fluorescens. Limbah pengolahan ikan diduga mengandung sejumlah mineral yang mampu dimanfaatkan oleh P. fluorescens sehingga dapat dikonfersi menjadi nutrisi yang mampu mendukung pertumbuhan koloni P.fluorescens. Menurut Pelczar dan Chan (2006) pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh nutrisi-nutrisi seperti karbon (C), nitrogen (N), fosfat (P) dan lainnya. Sumber karbon yang tersedia pada air kelapa lebih banyak dalam bentuk senyawa gula sederhana seperti fruktosa, sukrosa dan glukosa (Vigliar et al. 2006) yang dapat langsung digunakan untuk metabolisme sel sehingga pertumbuhan P. fluorescens cukup baik pada air kelapa. Menurut Vigliar et al. (2006), air kelapa memiliki kandungan nutrisi yang cukup lengkap. Bobot air kelapa sekitar 25% dari bobot keseluruhan buah kelapa dan komposisi yang terkandung didalamnya yaitu 4% karbohidrat, 0,1% lemak, 0,02% kalsium, 0,01% fosfor, 0,05% besi, total protein (9g/L), vitamin C, vitamin B kompleks dan garam-garam mineral.

20 Umur buah kelapa mempengaruhi kadar gula yang terdapat dalam air kelapa. Semakin tua umur buah kelapa maka kadar fruktosa dan glukosa akan meningkat, sedangkan kadar sukrosa akan menurun. Kalori yang terdapat dalam air kelapa sebesar 17,4 kal/100mg (Thirupati et al. 2007). Hariyadi et al. (2002) mengemukakan bahwa limbah cair tahu mengandung kadar air 99,28%, kadar abu 0,06%, total padatan 0,67%, protein 0,17% dan karbohidrat 0,35%. Analisis tersebut menunjukkan bahwa limbah cair tahu merupakan sumber media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, termasuk bakteri antagonis. Keefektifan P. fluorescens pada Formulasi Limbah Organik dalam Menekan Perkembangan S. rolfsii dan Penekanan Penyakit Rebah Kecambah Cabai Pengaruh Antagonisme P. fluorescens Terhadap S. rolfsii Secara In-vitro Formulasi P. fluorescens menunjukkan penghambatan S. rolfsii dengan baik pada skala laboratorium. Salah satu mekanisme yang dilakukan oleh P. flourescens untuk menghambat perkembangan S. rolfsii adalah antibiosis. P. fluorescens akan menghasilkan antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan S. rolfsii. Antibiosis ditunjukkan dengan minimnya miselium cendawan patogen yang tumbuh pada erlenmeyer pengujian yang diinokulasi P. fluorescens dan adanya perubahan warna menjadi kehijauan jika dibandingkan dengan erlenmeyer pengujian tanpa inokulasi P. fluorescens (Gambar 2). Warna kehijauan tersebut diduga sebagai aktivitas bakteri dalam menghasilkan senyawa-senyawa metabolit sekunder khususnya siderofor. Selain antibiosis, mekanisme lain yang terjadi adalah persaingan nutrisi. Organisme yang memiliki kemampuan dalam memanfaatkan nutrisi akan mampu bertahan hidup. Menurut Anjaiah dalam Cook (2002) menerangkan bahwa kelompok Pseudomonands menunjukkan mekanisme yang berbeda seperti kompetisi nutrisi, produksi siderofor (pyoverdin), antibiotik (hydrogen cyanide, oomycin A, pyoluteorin, pyrrolnitrin, 2,4-diacetyl phloroglucinol, phenazine 1-carboxylic acid dan pyocyanin) dan menginduksi ketahanan tanaman. Persentase penghambatan S. rolfsii oleh P. fluorescens yang ditumbuhkan pada beberapa formulasi limbah organik tidak berbeda nyata (Tabel lampiran 3) antara masing-masing formulasi karena setiap formulasi uji memiliki

penghambatan S. rolfsii sebesar 100% kecuali formulasi F6 yang mencapai 97,3%. 21 Gambar 2. Uji antagonisme P. fluorescens terhadap S. rolfsii pada media cair. Keterangan gambar dari kiri ke kanan: Formulasi Uji + E. coli, Formulasi Uji + S. rolfsii dan Formulasi Uji + P. fluorescens + S. rolfsii. Hal ini menunjukkan bahwa formulasi kontrol maupun formulasi hasil modifikasi mampu menekan pertumbuhan S. rolfsii dengan baik dalam skala laboratorium. Rata-rata persentase penghambatan antar formulasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Persentase Penghambatan S. rolfsii oleh P. fluorescens secara in-vitro Formulasi Uji Rata-rata Penghambatan (%) a F1 F2 F3 F4 F5 F6 97,3 ± 4,67a F7 F8 F9 100,0 ± 0,a a Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 0,05. Mineral dan karbon merupakan sumber penting yang mempengaruhi produksi antibiotik pada P. fluorescens (Duffy & Defago 1998). Kandungan mineral dan karbon yang tinggi pada limbah air kelapa diduga memicu senyawa

22 antibiotik yang dihasilkan P. fluorescens. Selain itu, faktor yang mempengaruhi produksi antibiotik pada P. fluorescens adalah populasinya (Nielsen et al. 1998). Jumlah populasi bakteri berbanding lurus dengan produksi antibiotik yang dihasilkan. Penekanan Rebah Kecambah oleh P. fluorescens Secara In-vivo P. fluorescens dapat menekan penyakit rebah kecambah secara in-vivo. Mekanisme yang dilakukan oleh P. fluorescens dalam menekan perkembangan penyakit rebah kecambah adalah dengan mengolonisasi akar atau permukaan benih yang menjadi pintu utama masuknya patogen menuju sistem pembuluh. Parke et al. (1991) menyatakan bahwa P. fluorescens dapat diaplikasikan sebagai perlakuan benih untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah. Tabel 4 Persentase Penghambatan S. rolfsii oleh P. fluorescens secara in-vivo Formulasi Uji Rata-rata Penghambatan(%) a F1 67,59 ± 8,38a F2 68,68 ± 4,22a F3 67,79 ± 8,54a F4 70,45 ± 7,26a F5 70,52 ± 8,30a F6 70,35 ± 7,77a F7 66,67 ± 12,37a F8 71,46 ± 8,33a F9 67,04 ± 0,39a a Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 0,05. Kemampuan P. fluorescens dalam menghambat perkembangan penyakit rebah kecambah dapat dilihat dari nilai persentase penghambatan S. rolfsii. Pengujian kemampuan P. fluorescens secara in-vivo menunjukkan bahwa P. fluorescens mampu menghambat pertumbuhan S. rolfsii hingga 70%. Berdasarkan Tabel 4, formulasi F8 merupakan formulasi uji yang memiliki nilai persentase penghambatan sebesar 71,46%. Nilai tersebut merupakan nilai tertinggi jika dibandingkan dengan formulasi uji lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa formulasi F8 dapat digunakan oleh P. fluorescens sebagai media alternatif yang

23 dapat mendukung pertumbuhannya, meskipun secara statistik tidak berbeda nyata antara satu formulasi dengan formulasi lainnya (Tabel lampiran 2). Cole dan Zvenyika (1988) mengatakan bahwa aplikasi agens hayati pada tanah lebih efektif dan efisien dalam menghambat pertumbuhan patogen sehingga menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif bagi perkembangan agens hayati. Kondisi ini akan semakin baik jika benih diberi perlakuan dengan menggunakan agens hayati dalam bentuk cair atau serbuk. Pengaruh Formulasi P. fluorescens dalam Limbah Organik Terhadap Pertumbuhan Cabai Pengaruh Formulasi P. fluorescens Terhadap Kemunculan Bibit (seed emergence) Cabai. Perlakuan benih (seed treatment) merupakan teknik yang cukup potensial untuk menginduksi agens hayati dalam jumlah, tempat dan waktu yang tepat. Perlakuan benih cabai dengan formulasi P. fluorescens pada limbah organik dapat melindungi tumbuhan dari serangan patogen akar. Agrios (1996) menyatakan bahwa kelompok rhizobakteri, terutama P. fluorescens yang digunakan terhadap benih dan akar tanaman telah berhasil mengurangi beberapa penyakit seperti busuk lunak dan rebah kecambah serta dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Benih cabai mulai berkecambah pada 6 HST dengan persentase kemunculan benih tertinggi pada formulasi F8, meskipun secara statistik nilai persentase kemunculan benih dari setiap formulasi uji tidak berbeda nyata (Tabel lampiran 4). Rata-rata kemunculan benih cabai menunjukkan bahwa perlakuan dengan formulasi F8 memiliki persentase kemunculan benih dengan nilai tertinggi yaitu 95,83%. Hal ini mengindikasikan bahwa formulasi F8 mampu meningkatkan persentase perkecambahan benih cabai, sedangkan formulasi F3 adalah formulasi hasil modifikasi dengan persentase kemunculan benih paling rendah (Tabel 5).

Tabel 5 Persentase Pengaruh Formulasi Limbah Organik Terhadap Kemunculan Benih (Seed Emergence) Cabai Pada 14 HST Formulasi Uji Rata-rata Kemunculan Benih (%) a F1 83,86 ± 8,60a F2 89,06 ± 12,20a F3 82,30 ± 10,05a F4 91,15 ± 7,38a F5 81,25 ± 12,78a F6 82,81 ± 18,02a F7 91,66 ± 3,24a F8 95,83 ± 0,91a F9 85,93 ± 10,24a a Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 0,05. Tingginya persentase perkecambahan benih cabai terutama pada formulasi F8 diduga karena adanya aktivitas P. fluorescens yang memiliki kemampuan memicu pertumbuhan tanaman (PGPR). Kloepper dan Schroth dalam Hasanuddin (2003) mengatakan bahwa kemampuan PGPR sebagai agens pengendalian hayati adalah karena memiliki kemampuan bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit sekunder seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis melawan patogen. Perlakuan benih dengan isolat rhizobakteri (P. fluorescens) memberikan dampak positif terhadap perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit cabai (Widodo et al. 2006). Pengaruh Formulasi Terpilih P. fluorescens dalam Limbah Organik Terhadap Vigor Bibit Cabai Berdasarkan data-data pengamatan sebelumnya didapatkan bahwa formulasi F8 (AK: TH: LI = 15 : 84 : 1) memberikan hasil yang baik bagi perkecambahan benih cabai dan menekan perkembangan S. rolfsii serta mengurangi intensitas penyakit rebah kecambah. Formulasi F8 adalah formulasi dengan potensi terbaik yang dapat digunakan pada uji lanjut yaitu pengujian terhadap vigor tanaman. Formulasi dengan potensi terbaik memiliki arti bahwa formulasi uji tersebut mampu menunjukkan hasil mendekati, menyamai atau melebihi formulasi kontrol 24

serta bersifat konsisten. Formulasi F8 memiliki nilai penghambatan penyakit rebah kecambah dan kemunculan benih paling tinggi diantara semua formulasi uji. Oleh karena itu, formulasi F8 diduga sebagai formulasi yang memiliki komposisi terbaik sehingga aplikasi P. fluorescens dapat optimal. Penambahan filtrat orokorok pada formulasi F8 bertujuan untuk meningkatkan kandungan nutrisi yang dimiliki F8 sehingga kinerja formulasi F8 di lapangan diharapkan mampu menunjukkan performa yang lebih baik. Penambahan filtrat orok-orok digunakan untuk meningkatkan nutrisi formulasi F8 yang dapat dimanfaatkan oleh P. fluorescens sehingga keefektifannya sebagai agens hayati dan pemicu pertumbuhan tanaman meningkat. Akan tetapi, jumlah konsentrasi filtrat orok-orok sangat mempengaruhi kemampuan P. fluorescens, hal ini dapat terlihat dari pendaran (fluoresensi) yang dihasilkan P. fluorescens. Diantara konsentrasi 0%, 1%, 2,5% dan 5% terlihat bahwa formulasi F8 yang telah ditambahkan 1% filtrat orok-orok memiliki pendaran yang paling terang diantara konsentrasi lainnya (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak orok-orok dengan konsentrasi tersebut dapat meningkatkan kemampuan P. fluorescens dalam meningkatkan senyawa antibiotik dan siderofor. Tabel 6 Pengaruh Formulasi F8 dengan Penambahan 1% Filtrat Orok-orok Terhadap Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman Cabai Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) a Jumlah Daun (helai) a Kontrol 12,05b 8,57b S 12,53b 9,07b S1 15,08a 10,57a a Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf α 0,05. Pengujian keefektifan formulasi F8 termodifikasi (penambahan 1% filtrat orok-orok) yang dilakukan terhadap pembibitan cabai dapat mempengaruhi vigor tanaman meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun. Tinggi tanaman dan jumlah daun yang diaplikasi P. fluorescens pada perlakuan S1 berbeda nyata dengan kontrol dan S (Tabel lampiran 5 dan 6). Pengaruh formulasi F8 termodifikasi 25

menunjukkan bahwa perlakuan S1 mampu menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah daun yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan (Tabel 6). 26 Gambar 3. Perbandingan formulasi F8 termodifikasi dengan penambahan filtrat orok-orok 0% (kiri) dan 1% (kanan) Modifikasi formulasi F8 dengan penambahan 1% filtrat orok-orok diduga mampu menambah nutrisi pada formulasi P. fluorescens sehingga dapat mengaktivasi hormon pemicu pertumbuhan tanaman (IAA). Selain itu, komposisi limbah organik formulasi F8 mengindikasikan bahwa nutrisi yang terkandung dalam limbah organik dapat meningkatkan kemampuan P. fluorescens dalam menginduksi ketahanan terhadap tanaman cabai. Hal ini dapat dilihat dari tingginya persentase kemunculan benih dan penghambatan S. rolfsii secara in-vivo pada formulasi F8. Aplikasi formulasi F8 dengan penambahan 1% filtrat orok-orok pada perlakuan S1 dapat memicu pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun sebesar 25,15% dan 23,34% pada 6 MST. Selain menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti antibiotik, P. fluorescens juga menghasilkan siderofor yang dapat mengkelat zat besi sehingga patogen dalam tanah tidak memperoleh zat besi untuk pertumbuhannya. Zat besi sangat penting sebagai mikronutrisi yang digunakan bakteri untuk melakukan metabolisme. Siderofor adalah senyawa organik selain antibiotik yang dapat berperan dalam pengendalian hayati penyakit tumbuhan. Siderofor diproduksi secara ekstrasel, senyawa dengan berat molekul rendah dan affinitas yang sangat kuat terhadap besi (III). Kemampuan siderofor mengikat besi (III) merupakan pesaing terhadap mikroorganisme lain, dengan kata lain siderofor

27 berperan aktif dalam menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen (Fravel 1988). Selain berperan sebagai agen pengkelat zat besi, siderofor juga aktif sebagai faktor pertumbuhan dan beberapa diantaranya berpotensi sebagai antibiotik (Neilands dalam Hasanuddin 2003). Wong dan Baker (1984) menyatakan bahwa salah satu mekanisme P. fluorescens dalam menekan pertumbuhan cendawan patogen adalah dengan persaingan zat besi. Cendawan patogen tidak menunjukkan kemampuan menghasilkan siderofor jenis yang sama dengan yang dihasilkan P. fluorescens sehingga cendawan patogen mengalami defisit unsur besi yang menyebabkan pertumbuhan patogen menjadi terhambat (Neilands dan Leong dalam Hasanuddin 2003).