I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Kata tinjauan historis secara etimologi terdiri dari dua kata, yakni tinjauan dan

Ruang Lingkup Hukum Agraria

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu bagian dari pemenuhan kebutuhan manusia

No Perbedaan Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai atas Tanah Negara. perusahaan, pertanian, diperpanjang untuk. peternakan.

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu kebutuhan dalam penyelenggaraan hidup

POKOK-POKOK HUKUM AGRARIA DI INDONESIA. Dr. Muwahid, SH., M.Hum

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG

Konsep Hukum Agraria dan Hukum Tanah. Welhelmina Selfina Beli

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat investasi yang sangat menguntungkan. Keadaan seperti itu yang

Kebijakan Agraria Berbau Kolonial?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

HUKUM AGRARIA NASIONAL

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut :

"',.).' i-" / ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PATNA SUNU POLITIK HUKUM DALAM TRANSFORMASI HVKUM AGRARIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan mengenai Pelaksanaan Penetapan dan

BAB II AKTA. Kata akta berasal dari bahasa latin acta yang berarti geschrift atau. Menurut A. Pilto, mengatakan akta sebagai surat-surat yang

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan termasuk bagian dari sektor pertanian yang

*Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Tadulako.

STUDI TENTANG LAND REFORM DALAM PERSPEKTIF REFORMASI HUKUM AGRARIA

BAB I PENDAHULAN. penting untuk kepentingan pembangunan perekonomian di Indonesia, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

STATUS KEPEMILIKAN TANAH PADA KAWASAN PANTAI DI PESISIR KOTA BANDAR LAMPUNG. Sudirman Mechsan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Intan Baiduri Siregar 1 Haris Retno Susmiyati 2 Hairan 3

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

PBB DAN BPHTB. Pertemuan 1 Sejarah PBB

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

FOTO KEGIATAN SIKLUS I

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

Kata kunci : Tanah Pertanian, Hak Penguasaan, UU No 56/1960

A. Latar Belakang Masalah

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin


JAWABAN SOAL RESPONSI UTS HUKUM AGRARIA 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu

BAB III PEMILIKAN TANAH MENURUT KETENTUAN UUPA. Indonesia bukan suatu hal yang baru karena ide yang demikian telah muncul

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya

LANDREFORM: SEJARAH DARI MASA KE MASA 1. asset atau investasi, tetapi di sisi lain lebih banyak petani yang hanya mempunyai sebidang tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat

KONSEP DASAR PEREKONOMIAN GLOBAL

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

HUKUM AGRARIA. Pengertian Hukum Agraria dan Hukum Tanah. Dalam Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia

SILABUS. I. Mata Kuliah : HUKUM AGRARIA Kode : HTN 028 Fakultas : Syari ah Program Studi : Hukum Tata Negara Program : S.1

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama dan menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan antara jumlah luas tanah

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

RANCANGAN PROGRAM PEMBELAJARAN MATA KULIAH: POLITIK PERTANAHAN. Nama Dosen : TIM : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Fakultas : Program Studi :

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

BAB III SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN DALAM KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN PERATURAN LAINNYA YANG BERLAKU DI INDONESIA

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara mengenai perkebunan dan mengenai tenaga kerja pada masa Orde

BAB I PENDAHULUAN. Mochtar Kusumaatmadja, Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 2009, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Tanah di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting karena Indonesia

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik berupa sawah, ladang, hutan dan simbol-simbol berupa makam, patung, rumah adat dan bahasa daerah. (Supriadi, 2007: 10). Tanah adalah modal paling berharga bagi masyarakat agraris. Karena tanah adalah tempat mereka mengembangkan alat-alat reproduksi. Sehingga kepemilikan tanah menjadi suatu yang sangat penting artinya bagi masyarakat di nusantara. Sistem tanah adat merupakan sistem kepemilikan tanah yang sosialis, artinya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan anggota adat tersebut. Namun hegemoni kepemilikan tanah secara adat mulai runtuh sejak ekspedisi bangsa barat di Indonesia. Dimulai dengan hanya berdagang di Indonesia sampai dengan penjajahan yang di dalamnya termasuk penguasaan tanah demi kepentingan penjajah. Tahun 1811 Indonesia menjadi bagian dari pemerintah jajahan Inggris. Thomas Stanford Raffles menjadi Letnan Gubernur Jenderal yang memimpin pemerintah jajahan di Indonesia. Pada masa ini, Raffles mengeluarkan kebijakan bahwa

2 semua tanah adalah milik pemerintah dan kerajaan. Setiap tanah dikenai pajak atas tanah. Kebijakan ini disebut Landrente. Maka dimulailah dualisme sistem hukum agraria yang berlaku di Indonesia yaitu sistem hukum adat dan hukum tanah buatan penjajah. Masalah pertanahan menjadi sebuah polemik besar bagi masyarakat pasca Landrente. Peraturan tersebut menimbulkan berbagai masalah sosial ekonomi. Di dalam masyarakat agraris, tanah merupakan simbol status dan membawa prestise sendiri bagi pemiliknya. Reaksi dari rakyat pun muncul dari berbagai daerah dan strata sosial. Sistem pemerintahan yang dibarengi dengan sistem perekonomian dari masa pemerintah kolonial hingga kemerdekaan senantiasa mengalami perubahan. Hal itu pun berdampak pada hukum pertanahan yang berlaku. Setelah landrente disusul dengan Cultuur Stelsel pada masa Van Den Bosch hingga diundangkannya Agrarische Wet tahun 1870, dualisme hukum agraria masih berlaku. Walaupun telah memproklamasikan kemerdekaanya Indonesia tidak serta merta bebas dari undang-undang warisan kolonial Belanda yang sudah mengakar sejak pemerintah kolonial menguasai Indonesia. Menurut Pasal 2 peraturan peralihan UUD 1945 yang berbunyi sepanjang badan kekuasaan dan peraturan-peraturan belum diganti dengan yang baru maka yang lama tetap berlaku. (Fauzi, 1999: 54). Pasca kemerdekaan salah satu undang-undang yang belum diperbaharui adalah undang-undang mengenai masalah agraria. Kondisi negara yang belum stabil serta

3 Indonesia masih dituntut untuk mempertahankan kemerdekaannya dari aksi-aksi kolonial yang ingin kembali berkuasa di Indonesia membuat pemerintah harus menunda penyelesaian masalah ini. Akibatnya rakyat Indonesia masih harus tunduk dengan Undang-Undang Agraria kolonial Belanda. Dalam hal ini tunduk dengan Agrarische Wet 1870 yang bersifat dualisme dan mengeksploitasi kekayaan agraria Indonesia serta azas Domein Verklaringnya yang menyatakan bahwa tanah yang tidak dapat dibuktikan oleh yang menguasainya, maka tanah yang bersangkutan dipunyai dengan hak Eigendom atau hak Agrarische Eigendom adalah domein negara. (Harsono, 1997: 45). Menindaklanjuti kondisi seperti ini pemerintah akhirnya membentuk panitia agraria yang bertujuan menciptakan Undang-Undang Agraria yang sesuai dengan semangat nasionalisme dan sesuai dengan UUD 1945 khususnya pasal 33 UUD 1945. Panitia pembentukan Undang-Undang Agraria yang baru ini dimulai tahun 1948 dengan nama Panitia Yogya. Panitia agraria Yogya dibentuk dengan penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 21 Mei 1948 No. 16 diketui oleh Sarimin Reksodiharjo (Kepala bagian agraria kementrian dalam negeri ) dan beranggotakan pejabat-pejabat dari berbagai kementrian dan jawatan, anggota badan pekerja KNIP yang mewakili organisasi tani dan daerah, ahli-ahli hukum adat dan wakil dari serikat buruh perkebunan (Harsono 1997 :125). Berturut-turut panitia agraria mengalami perubahan dan pergantian. Setelah panitia Yogya dibubarkan kemudian dibentuk panitia agraria Jakarta pada tahun 1951, lalu digantikan kembali oleh panitia Soewahjo tahun 1955. Panitia Soewahjo sudah dapat menciptakan rancangan Undang-Undang Agraria yang

4 baru. Seterusnya rancangan ini diperbaiki oleh Menteri Agraria Soenarjo. Hingga akhirnya rancangan ini diperbaiki oleh Sadjarwo hingga akhirnya undang-undang ini disahkan tanggal 24 September 1960. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Pokok Agraria yang baru maka pemerintah mempunyai pegangan dan rujukan yang jelas dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan masalah agraria yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia secara umum. Mengingat Undang- Undang Pokok Agraria hanyalah dasar bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan, maka setelah diberlakukannya Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 pemerintah mengambil langkah-langkah strategis mengenai permasalahan agraria di Indonesia yang bertujuan mengadakan pembaharuan dalam hal penataan tanah. Undang-undang pokok agraria mengandung azas yang berkenaan dengan perombakan struktur agraria. UUPA menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan pembaharuan agraria. Oleh sebab itu pasca pemberlakuan UUPA, pemerintah melakukan penataan ulang masalah agraria di Indonesia Dalam perombakan struktur agraria, pemerintah melakukan langkah-langkah revolusioner, yaitu: Pendaftaran ulang tanah, penentuan tanah berlebih, mengatur kembali mengenai masalah bagi hasil serta puncak dari kebijakan revolusioner tersebut adalah redistribusi tanah. Pasal 19 undang-undang pokok agraria membahas mengenai pendaftran tanah yang di dalamnya menjelaskan tentang pengukuran tanah, pendaftaran hak milik

5 dan pemberian surat tanda bukti. Selain itu untuk petunjuk pelaksanaan pendaftaran tanah, pemerintah kembali mengeluarkan peraturan melalui PP No 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. (Supriadi, 2007: 164). Setelah didapat data-data tentang kepemilikan data program selanjutnya adalah penentuan tanah berlebih yang tercantum dalam pasal 7 UUPA yang berbunyi, untuk tidak merugikan kepentingan umum maka kepemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. Selanjutnya, pasca pemberlakuan UUPA pemerintah melakukan penataan kembali mengenai pengaturan bagi hasil pertanian peraturan bagi hasil diundangkan dalam UU No 2 tahun 1960. Bagi hasil menjadi salah satu program Landreform. Mengingat banyaknya tanah yang digarap bukan oleh sang pemilik lahan, dengan istilah maro dan sebagainya. Menurut Kuntowijoyo pada tahun 1960an ada 1.5 juta hektar tanah dipulau jawa yang dikerjakan oleh penggarap (Kuntowijoyo, 1994; 42). Berdasarkan kondisi tersebut maka sangat diperlukan reformasi peraturan bagi hasil, dengan tujuan: 1) Untuk menegakkan keadilan dalam hubungan antara pemilik lahan dan penggarap. 2) Untuk melindungi penggarap yang kedudukannya biasanya lemah terhadap pemilik tanah yang ekonomis yang lebih kuat. 3) Untuk merangsang penggarap agar berusaha lebih keras menambah produksi ( Selo Soemardjan, dalam dua abad penguasaan tanah,1984:110). Dengan dikeluarkannya kebijakan bagi hasil ini, pemerintah melalui menteri agraria mengeluarkan intruksi, bahwa bagian untuk penggarap tidak boleh kurang dari setengah hasil sawah dan 2/3 dari produksi tanah kering.

6 Sedangkan untuk tujuan pengawasan pemilik tanah diminta untuk mendaftarkan tiap perjanjian bagi hasil atas tanahnya di kantor administrasi desa. Kalalaian dalam memenuhi persyarakat bagi hasil dikenakan denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,00. ( Selo Soemardjan, 1984:110). Puncak dari perombakan penataan masalah agraria di Indonesia adalah redistribusi tanah. Redistribusi tanah dilatarbelakangi oleh keadaan dimana terdapat sebagian besar tanah pertanian yang luas dimiliki oleh beberapa orang saja. Di lain pihak adanya bagian-bagian tanah pertanian yang kecil (tidak luas) yang dimiliki oleh sebagian besar rakyat, khususnya para petani yang sangat menggantungkan kehidupannya dari usaha pertanian yang dikelolanya dan dengan sungguhsungguh memanfaatkannya. B. Analisis Masalah B.1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960 pemerintah mengadakan pendaftaran ulang kepemilikan tanah. 2. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960 membuat ketentuan tentang tanah berlebih. 3. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960 pemerintah mengadakan penataan ulang tentang ketentuan bagi hasil. 4. Pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960 pemerintah melaksanakan program redistribusi tanah.

7 B.2. Batasan Masalah Agar masalah yang akan dikaji tidak terlalu luas, maka penulis membatasi masalah pada pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria. B.3. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu bagaimanakah pelaksanaan redistribusi tanah di Indonesia pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960? C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian C.1. Tujuan Penelitian Secara teoritis tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960.. C.2. Kegunaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Dapat menambah wawasan bagi para pembaca mengenai Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) Tahun 1960. 2. Dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan undang-undang pokok agraria tahun 1960.

8 3. Sebagai bahan tambahan materi Sejarah Indonesia Kontemporer, khususnya yang membahas tentang kebijakan pemerintah dalam bidang agraria pada masa demokrasi terpimpin. C.3. Ruang Lingkup Penelitian Mengingat masalah di atas cukup umum dalam penelitian untuk menghindari kesalahpahaman, maka dalam hal ini peneliti memberikan kejelasan tentang sasaran dan tujuan peneliti mencakup : 1. Objek Penelitian : Pelaksanaan redistribusi tanah pasca pemberlakuan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 2. Subjek Penelitian : Pemerintah Orde Lama 3. Tempat Penelitian : Perpustakaan Unila dan Perpustakaan Daerah Lampung 4. Waktu Penelitian : Tahun 2013 5. Bidang Ilmu : Sejarah

9 REFERENSI Supriadi. 2007. Hukum Agraria. Sinar Grafika: Jakarta. Halaman 10. Noer Fauzi. 1999. Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. Insist Press, KPA, dan Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Halaman 54. Boedi Harsono. 1997. Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian; Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan : Jakarta. Halaman 45. Ibid. Halaman125. Supriadi. 2007. Op Cit. Halaman 164 Sediono M. P Tjondronegoro, dan Gunawan Wiradi. 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah, Pola Penguasaan Tanah di Jawa Dari Masa ke Masa. PT. Gramedia: Jakarta. Halaman 110 Ibid.