BAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang
|
|
- Ade Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai sumber penghidupan dan mata pencaharian, bahkan tanah dan manusia tidak dapat dipisahkan semenjak manusia lahir hingga manusia meninggal dunia. Manusia hidup dan berkembang biak sera melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap manusia berhubungan dengan tanah. Tanah dan manusia merupakan dua hal yang saling terkait erat dalam suatu perjalanan kehidupan manusia sebagai individu, makhluk sosial maupun dalam suatu kehidupan sebagai Bangsa. Hubungan antara tanah dengan bangsa dan pada gilirannya antara manusia secara individu maupun kelompok dengan tanah, merupakan hubungan yang hakiki dan bersifat magis-religius. 1 Pentingnya tanah bagi manusia, menyebabkan tanah mempunyai nilai, terutama bagi mereka yang menjadikan tanah sebagai mata pencaharian melalui usaha pertanian dan perkebunan. Begitu pentingnya tanah dalam hubungannya dengan kehidupan manusia maka dijelaskan bahwa tanah merupakan tempat tinggal, tanah memberikan kehidupan dan penghidupan, tanah dimana manusia dimakamkan dan hubungannya bersifat magis-religius. 1 Risnarto, Dampak Sertifikasi Tanah Terhadap Pasar Tanah dan Kepemilikan Tanah Skala Kecil, Makalah. Juni 2007, hal 3.
2 2 Pengertian tanah terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang merupakan dasar dari peraturan pertanahan di Indonesia sampai saat ini. Dalam Pasal 1 ayat (4) UUPA disebutkan tanh itu adalah permukaan bumi. Dan bumi ini terdiri dari 3 komponen yaitu permukaan bumi, tubuh bumi,dan yang ada di bawah air. Pasal 1 ayat (4) UUPA : dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula di bawahnya serta yang berada di bawah air. Begitu pentingnya hubungan antara manusia dengan tanah sehingga diperlukan adanya suatu kekuatan hukum di dalamnya, yang mana dalam hal ini oleh Pasal 19 UUPA dengan tegas mengamanatkan kepada pemerintah agar di seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan pendaftaran tanah dengan tujuan untuk mencapai kepastian hukum. Dengan terdaftarnya hak-hak atas tanah atau diberikannya hak-hak atas tanah kepada subjek hak juga diberikan wewenang untuk memanfaatkan tanah tersebut sesuai dengan peruntukkannya. Dengan demikian akan terciptalah jaminan kepastian hukum bagi subjek hak tersebut. Artinya subjek hak dijamin oleh hukum menggunakan hak kepelikan tanah tersebut untuk apa saja asal penggunaan hak tersebut sesuai peruntukkannya menurut ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, apabila semua bidang tanah telah terdaftar dan dimanfaatkan oleh pemegang haknya, idealnya secara yuridis teknis telah ada jaminan kepastian hukum terhadap semua bidang tanah yang telah terdaftar dan dampak positifnya adalah dapat mencegah terjadinya permasalahan pertanahan khususnya yang menyangkut
3 3 penggunaan dan pemanfaatan serta mempertahankan hak termasuk hak kebendaan yang melekat padanya. BPHTB yang mulai diberlakukan sejak tahun BPHTB sebenarnya merupakan jenis pajak lama yang pernah dipungut pada masa pemerintahan penjajah tetapi dihapus seiring dengan berlakunya UUPA, dan diterapkan kembali karena dianggap sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia dewasa ini. BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dalam memori penjelasan UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB disebutkan bahwa tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki fungsi social, di samping memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak, dalam hal ini Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Apabila dikaitkan dengan salah satu fungsi pajak sebagai alat memasukkan penerimaan bagi Negara (fungsi budgeter pajak) pemberlakuan BPHTB dilatarbelakangi oleh pemikiran untuk meningkatkan penerimaan Negara, terutama penerimaan daerah, yang penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini mendasari pemikiran bahwa subjek pajak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan mendapat keuntungan ekonomis dari pemilikan suatu tanah dan bangunan sehingga dianggap wajar apabila
4 4 diwajibkan diwajibkan untuk menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran BPHTB. Dengan memperhatikan fungsi tanah yang demikian penting bagi penyelenggaraan kehidupan masyarakat ataupun bagi pembangunan, penggalian sumber penerimaan tersebut tentunya akan berarti sekali terutama sebagai sumber pembiayaan penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan daerah. Walaupun demikian pengenaan BPHTB haruslah tetap memperhatikan aspek keadilan bagi masyarakat terutama golongan ekonomi lemah dan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur perolehan hak atas tanah dan bangunan yang tidak dikenakan pajak. Untuk itu pemerintah menetapkan suatu besaran tertentu nilai perolehan objek pajak yang tidak dikenakan pajak, di mana apabila perolehan hak yang terjadi dengan nilai perolehan di bawah besaran tersebut maka perolehan hak tersebut tidak terutang pajak. Di sisi lain apabila nilai perolehan yang terjadi di atas besaran tertentu tersebut maka pajak terutang dihitung dari selisih antara nilai perolehan dengan besaran tertentu tersebut. Dengan demikian terpenuhi keadilan dalam pengenaan pajak dengan tetap memperhatikan masyarakat kecil. BPHTB merupakan jenis pajak yang dihidupkan kembali dalam hal nama balik nama atas pemilikan tanah dan bangunan. BPHTB merupakan pengganti nama Bea Balik Nama atas harta tetap berupa haka atas tanah yang pernah ada pada masa penjajahan Belanda dan tidak dipungut lagi sejak diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dengan melihat kondisi masyarakat dan perekonomian nasional maka pemerintah bersama memandang perlu
5 5 diadakan pungutan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Tarif yang ditetapkan menurut Undang-Undang BPHTB adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak. Dengan demikian semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan di luar ketentuan Undang-Undang BPHTB tidak diperkenankan. B. Permasalahan Kesenjangan antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang diperlukan atau apa yang tersedia, serta antara harapan dan kenyataan, maka penulis mengangkat beberapa permaslahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan? 2. Bagaimanakah peran Pejabat-pejabat Negara dalam peralihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta kendala-kendala yang paling sering dijumpai dalam pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tersebut? 3. Peralihan-peralihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan yang bagaimanakah yang menimbulkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan
6 6 Dalam penulisan skripsi ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh gambaran secara konkrit atas permasalahan yang telah diungkapkan dalam perumusan masalah tersebut di atas, yaitu : a. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. b. Untuk mengetahui sejauh mana peran Pejabat-pejabat Negara dalam peralihan Hak atas Tanah dan Bangunan yang mengakibatkan timbulnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan serta kendala-kendala yang paling sering dijumpai dalam pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan tersebut. c. Untuk mengetahui dengan jelas peralihan-peralihan hak atas tanah dan atau bangunan yang bagaimanakah yang menimbulkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Manfaat a. Manfaat teoritis Untuk mengetahui khasanah ilmu hukum, khususnya hukum agraria di Indonesia. Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat memberikan kajian baru dalam bidang hukum agraria di Indonesia, sehingga ilmu hukum agraria semakin berkembang di masa yang akan dating. b. Manfaat praktis Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
7 7 1. Hasil penulisan ini dapat bermanfaat terhadap pemegang hak atas suatu tanah. 2. Hasil penulisan ini dapat bermanfaat terhadap para pemegang hak atas tanah yang ingin mengalihkan hak nya tersebut, dan bagi seseorang atau badan hukum yang akan menerima hak itu. 3. Hasil penulisan ini dapat bermanfaat bagi praktisi hukum, mahasiswa ilmu hukum serta masyarakat luas di Indonesia sebagai suatu pertimbangan dalam menambah pengetahuan di bidang hukum agraria di Indonesia. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpustakaan program studi ilmu hukum Fakultas Hukum, diketahui bahwa penelitian yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN YANG MENGACU KEPADA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Jadi, penelitian ini adalah asli, karena sesuai dengan asas-asas keilmuan, yakni : jujur, rasional, objektif, dan terbuka/transparan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan tebuka atas masukan dan kritikan, serta saran-saran yang sifatnya membangun. E. Tinjauan Kepustakaan
8 8 Dimulai adanya ordonansi Bea Balik Nama Staatblad 1924 No. 291 yang berisikan bahwa pemungutan biaya balik nama yang diakibatkan atas pemindahan hak termasuk hibah wasiat dan harta tetap. Objek pajaknya adalah merupakan barang-barang tetap dan hak-hak kebendaan atas tannah yang pemindahan haknya dilakukan dengan akta. Ordonansi tersebut tidak diberlakukan untuk Hak Agraris Eigendom menurut Pasal 51 ayat Indische Staatsregeling yaitu objek-objek yang terbatas pada titel hukum barat. Sementara itu, UU No. 5 tahun 1960 yaitu UUPA tidak mengenal hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Ordonansi 1924/291 tersebut. Hal ini disebabkan dalam UUPA dikenal dengan istilah unifikasi hukum. Oleh karena itu diadakannya UU BPHTB diharapkan dapat menkompensasi penurunan penerimaan daerah karena diberlakukaknnya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU No. 34 Tahun 2000). Selain itu, apabila melihat konsep tanah yaitu sebagai kebutuhan dasar untuk papan, lahan usaha, juga alat investasi yang menguntungkan, maka sewajarnya bagi yang memperoleh hak atas tanah mendapatkan keuntungan atas tanah tersebut. Oleh karena itu, bagi seseorang atau badan hukum yang memperoleh hak atas tanah dapat memberikan kontribusi kepada negara dengan membayar pajak perolehan hak atas tanah (Bea PeBeaolehan Hak atas Tanah dan Bangunan / BPHTB). Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) merupakan pajak yang pertama diserahkan ke Pemkot/Pemkab. Mulai 1 Januari 2011, BPHTB menjadi pajak daerah dan dikelola oleh Pemerintah Kota (pemkot) atau Pemerintah Kabupatan (pemkab). Sebelumnya, BPHTB dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini DJP (Direktorat Jenderal Pajak).
9 9 BPHTB "lahir" berdasarkan dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan, kita sebut saja UU BPHTB. Tahun 2000, UU BPHTB direvisi ke dalam Undang-undang No. 20 Tahun Kedua undang-undang ini memberikan kewenangan kepada DJP untuk memungut BPHTB dari rakyat Indonesia. Pada tahun 2009, telah diundangkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kita sebut saja UU PDRD. Berdasarkan UU PDRD ini, sejak 1 Januari 2011, DJP mengalihkan pengelolaan BPHTB kepada Pemerintah Kota atau Pemerintah Kabupaten. Secara substansi, tidak ada perubahan aturan yang signifikan antara UU BPHTB dengan UU PDRD 2. F. Metode Penelitian 1. Sifat dan jenis penelitian Sesuai dengan karakteristik perumusan masalah yang ditujukan untuk menganalisa tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam perspektif Undang-Undang Pokok Agraria (Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria) dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bagian Ketujuh Belas tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, maka penelitian inin bersifat deskriptif analisis. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normative, karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang 2
10 10 dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain, mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam tinjauan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Teknik pengumpulan data Teknik pegumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah penelusuran kepustakaan yang berupa literature dan dokumen-dokumen yang ada, yang berkaitan dengan objek penelitian. Oleh karena itu, sumber data penelitian ini adalah data sekunder, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sukender dan bahan hukum tertier. a. Bahan hukum premier, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni : 1) Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD ) Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu : Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan peraturan pelaksana terkait lainnya. b. Bahan hukum sukender, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum yang berkaitan dengan hukum agrarian di Indonesia dan tentang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. c. Bahan tertier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah atau surat kabar atau jurnal yang berkaitan dengan hukum
11 11 agrarian di Indonesia, hukum tanah di Indonesia, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan di Indonesia. G. Sistematika Penulisan Berikut uraian sistematika penulisan yang merupakan gambaran isi skripsi ini : BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Bab ini akan membahas tentang dasar-dasar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pengertian BPHTB, dasar hukumnya, prinsip dan dasar pemikiran pemungutan BPHTB, serta perkembangan BPHTB di Indonesia. BAB III : Bab ini akan membahas tentang saat dan kapan BPHTB menjadi pajak terutang, lalu tentang kewenangan dan kewajiban Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris dan Pejabat-Pejabat Negara di bidang pertanahan lainnya serta Pejabat Lelang Negara dalam pengaruhnya terhadap BPHTB dan akta peralihan hak atas tanah yang ada. BAB IV : Bab ini akan dibahas tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan lebih kepada subjek dan objek peralihan hak atas tanah dan atau bangunan yang menimbulkan pajak terutang berupa BPHTB serta bagaimana apabila adanya
12 12 keberatan, banding, dan pembetulan dalam perhitungan pajak terutang BPHTB. BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BPHTB
13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BPHTB Untuk memberikan kepastian dan kekuatan hukum pemilikan tanah dan bangunan maka setiap peralihan hak harus dilakukan sesuai dengan hukum yang mengatur setiap peralihan
Lebih terperincialam, retribusi, sumbangan, Bea dan Cukai, laba dari BUMN dan sumber golongan yang terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung; (2) pajak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan iuran masyarakat yang diberikan kepada negara secara sukarela namun dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan 1. Pajak yang dipungut dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah adalah benda yang diciptakan Tuhan sebagai tempat hidup dan berpijak bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber penerimaan terbesar bagi negara adalah pendapatan dari sektor pajak. Pajak merupakan salah satu pungutan oleh negara yang pembayarannya bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga manusia akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa suatu apapun juga. Dia lahir ke dunia dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai
Lebih terperinciKritikan terhadap Bunyi Beberapa Pasal Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Kritikan terhadap Bunyi Beberapa Pasal Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Darwin Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak Jl. Sakti Raya No.1 Kemanggisan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam struktur pendapatan negara, Indonesia menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan terbesar yang mencakup pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara. Banyak negara, termasuk Indonesia mengandalkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara utama. 1 Pajak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TINJAUAN YURIDIS BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN (Tinjauan Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Karanganyar) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi
Lebih terperinciUndang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang PERUBAHAN UNDANG-UNDANG BPHTB
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang PERUBAHAN UNDANG-UNDANG BPHTB dan berubah menjadi Pajak Daerah Berdasarkan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah LOGO BEA PEROLEHAN HAK
Lebih terperinciUU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Copyright (C) 2000 BPHN UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN *9928 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 1997 (21/1997) TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan Otonomi Daerah, segala macam pembangunan diserahkan langsung kepada tiap-tiap daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi adalah hak, wewenang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan barang dan jasa yang kita konsumsi sehari-haripun dikenai pajak. Hal tersebut dikarenakan Indonesia
Lebih terperinciBUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
1 BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Undang-Undang
Lebih terperinciPAJAK HOTEL PERDA NO. 1 TAHUN PERDA TENTANG PAJAK HOTEL ABSTRAK
PAJAK HOTEL PERDA NO. 1 TAHUN PERDA TENTANG PAJAK HOTEL : Perlu diatur kembali pajak dan retribusi untuk mendorong kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat dalam menghadapi tantangan local, nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk tempat tinggal dan berlindung. Namun seiring dengan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan pokok (primer) manusia adalah sandang, pangan dan papan. Ketiga hal tersebut memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pada awalnya kebutuhan akan
Lebih terperinciPENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH
PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH I. PENDAHULUAN Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang, menyebabkan peningkatan pula kebutuhan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan penting bagi negara untuk terus
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan penting bagi negara untuk terus melaksanakan pembangunan nasional dalam rangka mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus
12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Sistem otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang diterapkan Indonesia sejak tahun 2004 mengharuskan pemerintah untuk menyerahkan beberapa urusan untuk diselesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Lebih terperinciMEI SUBROTO NIM. R
PERANAN CAMAT SELAKU PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PENETAPAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DI KAB. KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG
1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia hidup dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia hidup dan melakukan aktifitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia
14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup, berkembang biak,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Dan Dasar Hukum Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan ( BPHTB) 1. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan ( BPHTB) Menurut Udang-undang Nomor 28 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983, yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat
12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai suatu benda yang keberadaannya merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Hal ini dapat dilihat hampir semua aktivitas manusia berhubungan
Lebih terperinci5. waris. 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain. 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. 8. penunjukkan pembeli dalam lelang. 9.
BPHTB HIBAH WASIAT Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2011 penarikan pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh pemerintah kota/kabupaten. Pengalihan ini merupakan implementasi dari
Lebih terperinciSKRIPSI. Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
TINJAUAN YURIDIS TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN YANG MENGACU KEPADA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi
Lebih terperinciPeraturan Perundang-undangan mengenai Perpajakan juga telah dikeluarkan. oleh Pemerintah Indonesia sebagai Payung Hukum bagi pihak-pihak yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber-sumber penerimaan negara dapat dikelompokkan menjadi penerimaan yang berasal dari sektor Pajak, kekayaan alam, bea & cukai, retribusi, iuran, sumbangan, laba
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG
PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satunya adalah tuntutan pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang penduduknya
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang penduduknya sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian baik sebagai petani pemilik tanah, petani penggarap
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5916 EKONOMI. Pajak Penghasilan. Perjanjian Pengikatan. Pengalihan Hak. Tanah. Bangunan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciPOSBAKUMADIN CIREBON
UNDANG-UNDANG (UU) Nomor: 21 TAHUN 1997 (21/1997) Tanggal: 29 MEI 1997(JAKARTA) Sumber: LN NO. 1997/44; TLN NO.3688 Tentang BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pelaksanaan praktek kerja lapangan mandiri ( PKLM ) merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pelaksanaan praktek kerja lapangan mandiri ( PKLM ) merupakan salah satu syarat dalam rangka penyusunan Tugas Akhir dan metode untuk mempraktikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan
1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan maupun sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan. dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bagi Rakyat, Bangsa dan Negara Indonesia Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus diusahakan, dimanfaatkan dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia
Lebih terperinciWALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kedudukan akan tanah dalam kehidupan manusia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak-hak atas tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, makin padat penduduknya akan menambah lagi pentingnya kedudukan akan tanah dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Definisi Pajak Secara Umum Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
Lebih terperinciPasal 26 UU No.6/1983 s.t.d.t.d. UU No. 16/2009. Pasal 36 ayat (1) huruf a, UU No.6/1983 s.t.d.t.d. UU No. 16/2009.
LAMPIRAN I NOMOR WEWENANG YANG DILIMPAHKAN LINGKUNGAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JAKARTA KHUSUS DAN KANTOR WILAYAH DIREKTORAT WAJIB PAJAK BESAR WEWENANG JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA 1.
Lebih terperinciDisusun Oleh : Amalia Majid ( ) Dwi Fatehatul Ula ( ) Aulia Amrina Rosada ( ) Silvia Kusumawati ( ) Kelas B
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Perpajakan Dosen Pengampu : Agus Arwani, M.Ag Disusun Oleh : Amalia Majid (2013114316) Dwi Fatehatul
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI
LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 3 JANUARI 2011 NOMOR : 1 TAHUN 2011 TENTANG : BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Sekretariat Daerah Kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu, memajukan kesejahteraan umum. Agar tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional dari negara Republik Indonesia dapat dilihat di dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu, memajukan kesejahteraan umum. Agar tujuan tersebut
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN
PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Lebih terperinciMODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN
MODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN PENDAHULUAN Dengan berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), maka mulai tahun 2011, Bea Perolehan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi, air dan ruang angkasa demikian pula segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Salah satunya adalah tuntutan pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.168, 2015 EKONOMI. Pajak Penghasilan. Perjanjian Pengikatan. Pengalihan Hak. Tanah. Bangunan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Manusia sebagai makhluk sosial,
Lebih terperinciPerpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi
Perpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi 1 BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) Istilah Penting dalam UU BPHTB ( Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000) 1. Bea perolehan
Lebih terperinciTENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya masih bercorak agraria, maka bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 23 TAHUN 2016
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAPORAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH/NOTARIS DAN KEPALA KANTOR YANG MEMBIDANGI PELAYANAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang Mengingat : : a. bahwa pajak daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana
Lebih terperinciRGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci