Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan menjadi kawasan industri, pusat pemerintahan, pusat pertokoan, perkantoran, kawasan perrnukiman, dan berbagai peruntukan lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan infrastruktur kota yang semakin pesat, kini menyebabkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan hidup. Salah satu perubahan kualitas lingkungan yaitu terjadinya peningkatan suhu atau pemanasan lingkungan (iklim mikro) kota. Menurut Irwan (2008), salah satu penyebab terjadinya peningkatan suhu perkotaan adalah padatnya bangunan dan gedung-gedung tinggi, sehingga cahaya matahari terpantul ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. Kota Pematangsiantar sebagai kota kedua terbesar di Provinsi Sumatera Utara memiliki perkembangan penduduk dan ekonomi yang cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah 79.971 km 2 dan jumlah penduduk 229.965 jiwa dengan kepadatan sebesar 2.882 jiwa/km 2 (BPS, 2011). Kota Pematangsiantar terdiri dari 8 kecamatan. Kecamatan yang diantaranya memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Siantar Barat yaitu 11.057 jiwa/km 2. Pusat kegiatan kota Pematangsiantar pada sektor perekonomian, sektor pemerintahan maupun jasa terkonsentrasi di kecamatan ini. Pesatnya pertumbuhan kota ini
memicu terjadinya peningkatan suhu, menyebabkan karakteristik iklim di kawasan kecamatan Siantar Barat berbeda dengan iklim kawasan di sekitarnya. Perubahan karakteristik iklim tersebut disebabkan oleh ketidakseimbangan antara ketersediaan luas ruang terbuka hijau terhadap padatnya penduduk dan aktivitas kota sehingga tercipta suasana tidak nyaman dan gersang di kawasan Kecamatan Siantar Barat. Menurut Adisasmita (2006), angka pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota yang cukup pesat mengakibatkan terjadinya penumpukan panas yang berpengaruh terhadap iklim mikro kota. Selanjutnya menurut Danoedjo (1990) iklim mikro adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi iklim setempat yang dapat memberikan pengaruh langsung terhadap kenikmatan (fisik) dan kenyamanan (rasa). Faktor fisik yang mempengaruhi kenyamanan dan keseimbangan kota diantaranya adalah suhu udara, kelembaban relatif dan kecepatan angin. Indriyanto (2005) menjelaskan iklim mikro kota sangat bergantung pada kondisi vegetasi yang ada pada suatu kawasan. Vegetasi sangat bermanfaat untuk merekayasa lingkungan di perkotaan, salah satunya adalah untuk mereduksi peningkatan suhu udara. Menurut Dahlan (1992) vegetasi juga berfungsi sebagai penahan dan penyaring partikel padat dari udara, mengontrol air tanah, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, peredam kebisingan, penahan angin, mengurangi pantulan cahaya, penyerap dan penapis bau
dan mengatasi penggenangan air. Berkaitan dengan fungsi ameliorasi iklim mikro, Dahlan (2004) menyebutkan bahwa tumbuhan yang mengitari sebuah gedung mampu memberikan efek kesejukan setara dengan 15 buah AC. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pembangunan ruang terbuka hijau yang dapat berperan dalam perbaikan iklim mikro kawasan perkotaan, baik dalam bentuk pengelolaan taman kota, hutan kota maupun jalur hijau baik yang berada di tengah-tengah kota, di pinggir kota, sepanjang jalan maupun tempat pemakaman dengan luas yang proporsional untuk menjaga dan memperbaiki iklim mikro. Dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan, dijelaskan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan atau vegetasi guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, luas ruang terbuka hijau minimal 30% dari seluruh wilayah kota. Apabila luas kota dan jumlah ruang terbuka hijau seimbang maka akan tercipta kota yang nyaman dan sejuk. Irwan (2008) menjelaskan hutan kota dapat menurunkan suhu kota sekitarnya sebesar 3,46% pada siang hari pada permulaan musim hujan dan menaikkan kelembaban sebesar 0,81% di siang hari pada permulaan musim hujan. Dengan demikian, keberadaan ruang terbuka hijau atau
vegetasi pohon mutlak dibutuhkan untuk menurunkan suhu di Kecamatan Siantar Barat Kota Pematangsiantar. 1. 2. Perumusan Masalah Perumusan masalah mengacu pada perubahan kondisi iklim mikro di Kecamatan Siantar Barat yang semakin panas akibat peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas kota yang tidak diimbangi dengan ketersediaan ruang terbuka hijau sehingga menjadikan suhu udara terasa gersang dan tidak nyaman. Penyediaan ruang terbuka hijau merupakan salah satu upaya dalam pengendalian iklim mikro di Kecamatan Siantar Barat. Fungsi vegetasi sebagai elemen pengendali suhu udara dapat dioptimalkan apabila luas ruang terbuka hijau proporsional. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1) Berapa jauhkah jarak jangkau dari efek vegetasi pohon terhadap perubahan suhu di kawasan Kecamatan Siantar Barat. 2) Berapakah jumlah pohon yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan iklim mikro Kecamatan Siantar Barat, sehingga dapat diketahui nilai efisiensi dari pembangunan hutan kota untuk menjaga keseimbangan iklim mikro di Kecamatan Siantar Barat. 3) Bagaimana penyebaran ruang terbuka hijau di Kecamatan Siantar Barat.
1.3.Tujuan Penelitian 1) Menganalisis jarak jangkau efek vegetasi ruang terbuka hijau terhadap suhu udara di Kawasan Siantar Barat. 2) Mengetahui luas ruang terbuka hijau yang ideal untuk menjaga keseimbangan iklim mikro di Kecamatan Siantar Barat. 3) Untuk mengetahui penyebaran ruang terbuka hijau di Kecamatan Siantar Barat. 1.4.Batasan Masalah Adapun batasan dalam penelitian ini adalah : 1) Penelitian hanya dilakukan di Kecamatan Siantar Barat yaitu Taman Hewan Pematangsiantar (THPS) dan Pekuburan Cina Jalan Ade Irma Suryani. 2) Ruang terbuka hijau sebagai pengendali iklim mikro dibatasi pada penghitungan kerapatan vegetasi. 3) Komponen iklim mikro kota yang diteliti yaitu perbedaan suhu udara, kelembaban dan kecepatan angin pada jarak yang berbeda.
1.5.Manfaat Penelitian 1) Memberikan informasi mengenai kemampuan pohon dalam memodifikasi iklim mikro kota sehingga tercipta suhu udara yang sejuk, nyaman dan sehat. 2) Memberikan informasi mengenai nilai dari ruang terbuka hijau sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut berpartisipasi menjaga dan mengembangkan ruang terbuka hijau. 3) Sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan bagi pihak pemerintah agar pembangunan kota berbasis lingkungan.