BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama lebih dari 50 tahun terakhir, the iron triangle digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen proyek (Atkinson, 1999). Selain itu, Ervianto (2005: 11) juga menyebutkan bahwa proses penyelesaian proyek konstruksi harus berpegang pada tiga kendala/triple constraint, yakni sesuai biaya yang direncanakan, sesuai waktu yang dijadwalkan, dan sesuai spesifikasi yang ditetapkan. Triple constraint atau the iron triangle tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.1. Gambar 1.1 The Iron Triangle/Triple Constraint Sumber: Atkinson (1999) Kualitas menyatakan seberapa baik hasil proyek yang dicapai, waktu menyatakan seberapa cepat proyek dikerjakan, sedangkan biaya 1
menyatakan seberapa murah dana yang dihabiskan dalam penyelesaian proyek (Warner, 2015). Dalam proyek konstruksi, secara fisik pelaksanaan suatu proyek melibatkan pihak-pihak yang saling berhubungan yang ditunjukkan oleh Gambar 1.2. Gambar 1.2 Hubungan Kerja Stakeholder Proyek Konstruksi Sumber: Husen (2011: 19) Seluruh pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi tersebut memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Menurut Husen (2011: 18), pemilik proyek adalah seseorang atau perusahaan yang mempunyai dana, memberikan tugas kepada seseorang atau perusahaan yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam pelaksanaan pekerjaan agar hasil proyek sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ditetapkan. Berdasarkan Gambar 1.2, pemilik proyek menunjuk konsultan perencana untuk merencanakan proyek serta konsultan pengawas untuk mengawasi pelaksanaan proyek yang dikerjakan oleh kontraktor yang ditunjuk melalui proses lelang atau 2
penunjukan langsung. Kontraktor sendiri akan menunjuk pemasok untuk memasok material serta subkontraktor apabila terdapat item pekerjaan yang membutuhkan keahlian khusus. Industri jasa konstruksi di Indonesia mulai tumbuh sejak pemerintah mempunyai program pembangunan yang terarah dan berkesinambungan yang dikenal dengan istilah Repelita I pada tahun 1969 (Yasin, 2004: 8). Sektor konstruksi ini memiliki dampak terhadap perekonomian Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sektor konstruksi memberikan kontribusi terhadap Gross Domestic Bruto (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2014, sektor konstruksi memberikan kontribusi sebesar 9,88 persen terhadap GDP Nasional dan menempati urutan ke-4 dari 9 sektor utama penyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia (Mudzakir, 2015). Selain itu, Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi) memperkirakan kontribusi sektor industri bisa mencapai hingga 16 persen terhadap PDB pada 2016 (Tempo, 2015). Kontribusi sektor konstruksi terhadap GDP Nasional dapat dilihat pada tabel 1.1. 3
Tabel 1.1 Distribusi Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (persen), 2011-2015 Sumber: Badan Pusat Statistik (2016: 599) Secara tidak langsung, sektor konstruksi memiliki peranan penting dalam perekonomian negara karena merupakan penyokong utama bagi proses penyediaan infrastruktur dan sarana fisik warga negara dalam melaksanakan aktifitas sosial dan ekonomi (Toyib dalam Mudzakir, 2015). Selama ini, pelaksanaan proyek konstruksi telah diatur dalam Undang- Undang nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi yang secara 4
lengkap mengatur mengenai ketentuan umum, usaha jasa konstruksi, pengikatan pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegagalan bangunan, peran masyarakat, pembinaan, penyelesaian sengketa, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan aturan-aturan terkait jasa konstruksi, antara lain: 1) Peraturan Pemerintah nomor 30 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. 2) Peraturan Pemerintah nomor 4 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 28 Tahun 2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. 3) Peraturan Pemerintah nomor 59 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. 4) Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mencakup hal-hal teknis seperti pembebanan, perencanaan struktur (baja/beton), perencanaan gempa, spesifikasi material, serta metode uji teknis. Peraturan dan standar yang ada merupakan pedoman pembangunan agar proyek konstruksi dapat memiliki kualitas yang baik dan mampu bertahan sampai batas umur maksimal bangunan. Beberapa infrastruktur yang berumur cukup lama dan masih beroperasi diuraikan pada Tabel 1.2. 5
Tabel 1.2 Contoh Keberhasilan Proyek Infrastruktur Nama Proyek Jembatan Ampera, Palembang Jembatan Mahakam, Samarinda Jembatan Banjarmasin Barito, Deskripsi Diresmikan pada tahun 1965. Menggunakan tenaga ahli dari Jepang. Pada awalnya, bagian tengah badan jembatan dapat diangkat. Akan tetapi sejak tahun 1970 pengangkatan tidak lagi dilakukan. Diresmikan pada tahun 1987. Tercatat telah enam kali ditrabrak oleh ponton batubara, tetapi masih kuat dan aman dilalui oleh kendaraan. Diresmikan pada tahun 1997. Tercatat dalam rekor MURI sebagai jembatan gantung terpanjang di Indonesia. Sumber: Hasil kompilasi berbagai sumber Di samping proyek-proyek yang terbukti berhasil dengan bertahannya struktur dalam waktu yang lama tersebut, terdapat pula proyek-proyek konstruksi yang dinilai gagal. Kegagalan tersebut dilihat dari adanya proyek yang belum selesai pada tanggal yang disepakati dalam kontrak, adanya bagian proyek yang runtuh pada tahap pelaksanaan, bahkan adanya proyek yang runtuh saat sudah beroperasi dan dipakai oleh publik. Beberapa kasus kegagalan proyek yang terjadi ditunjukkan pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Contoh Kegagalan Proyek Infrastruktur Nama Proyek Jembatan Tello, Makassar Jembatan Bamba, Pinrang Jembatan Kutai Kartanegara, Tenggarong Deskripsi Dikerjakan sejak Mei 2015 dan dijadwalkan selesai pada Desember 2015. Pada Desember 2015, anggaran proyek sudah dicairkan 85 persen, tetapi progress konstruksinya tidak sampai 50 persen. BBJN VI Makassar memberikan denda Rp 14 juta/hari kepada kontraktor dan memberikan target penyelesaian selama 50 hari sejak 1 Januari 2016. Runtuh pada Oktober 2011. Rekanan pelaksana terbukti melakukan pengurangan volume pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan proyek, serta pelaksanaan proyek menyalahi ketentuan konstruksi. Konsultan pengawas dinilai lalai dalam melaksanakan tugasnya. Runtuh pada 26 November 2011 saat dilakukan perawatan. Korban tewas 24 orang, luka 39 orang, hilang 12 orang. Hasil investigasi menunjukkan minimnya pengetahuan tentang konstruksi jembatan gantung. Sumber: Hasil kompilasi berbagai sumber 6
Adanya contoh kegagalan proyek-proyek tersebut menunjukkan bahwa suatu proyek konstruksi yang besar mempunyai tingkat risiko yang besar pula. Munculnya kasus hukum pada proyek konstruksi juga mungkin terjadi karena adanya penyimpangan terhadap kontrak, baik penyimpangan terhadap volume, kualitas, maupun waktu proyek (Sutjahjo dan Setiyadi, 2016). Hal ini dapat memberikan dampak berupa sanksi pidana maupun perdata terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan dan pengelolaan proyek tersebut. 1.2. Rumusan Masalah Keberadaan konsultan pengawas dalam pelaksanaan proyek konstruksi seharusnya dapat meminimalisir risiko kegagalan proyek, akan tetapi masih ditemukan proyek-proyek yang tidak sesuai dengan perencanaan, baik dari segi waktu, biaya, maupun kualitas. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang menyebabkan konsultan pengawas tidak maksimal dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, perlu kajian lebih lanjut pada perspektif konsultan pengawas untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi kendala utama dalam mencapai kesuksesan proyek konstruksi. 1.3. Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, peneliti membuat pertanyaan berikut : a. Bagaimanakah konsultan pengawas melihat waktu, biaya, dan kualitas sebagai prioritas dalam penyelesaian proyek konstruksi? 7
b. Apa sajakah faktor yang menyebabkan proyek berjalan tidak sesuai waktu, biaya, dan kualitas yang telah ditetapkan dilihat dari perspektif konsultan pengawas? c. Siapa sajakah pihak yang paling sering berhubungan dengan konsultan pengawas dalam penyelesaian proyek konstruksi? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah : a. Menganalisis prioritas aspek waktu, biaya, dan kualitas dalam penyelesaian proyek konstruksi berdasarkan perspektif konsultan pengawas. b. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan proyek berjalan tidak sesuai waktu, biaya, dan kualitas yang telah ditetapkan dilihat dari masing-masing aspek maupun secara keseluruhan. c. Menganalisis pihak yang paling sering berhubungan dengan konsultan pengawas dalam pelaksanaan proyek konstruksi. 1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi akademisi: Memberikan literatur terkait pelaksanaan pengawasan proyek konstruksi, khususnya indikator kesuksesan proyek dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. b. Bagi praktisi: Memberikan masukan terkait hal-hal yang mungkin dapat dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan proyek, khususnya 8
konsultan pengawas untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan proyek terutama yang berasal dari diri masing-masing pihak sehingga dapat meminimalisir faktor-faktor yang menyebabkan proyek tidak berjalan sesuai waktu, biaya, dan kualitas yang telah ditetapkan. 1.6. Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi, khususnya jasa konsultan pengawas. Batasan penelitian mengambil faktor kesuksesan proyek terkait tiga kendala yang ada pada proyek konstruksi, yakni waktu, biaya, dan kualitas. 1.7. Sistematika Penulisan Bab I. Pendahuluan Bagian ini akan memaparkan latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II. Landasan Teori Bagian ini akan memaparkan dasar teori yang mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini. Dasar teori yang digunakan terkait keberadaan konsultan pengawas dalam proyek konstruksi, konsep the iron triangle/triple constraint sebagai sebuah trade-off, dan faktor-faktor penyebab kegagalan proyek konstruksi. Selain itu, bagian ini juga 9
membahas kajian singkat pada penelitian terdahulu dan memberikan gambaran kerangka penelitian. Bab III. Metoda Penelitian Bagian ini mencakup desain penelitian, metoda pengumpulan data, instrumen penelitian, dan metoda analisis data yang digunakan. Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan Bagian ini menguraikan data yang telah diperoleh dan disajikan dalam deskripsi, gambar, maupun tabel serta pembahasan lebih lanjut atas data-data tersebut. Data dan pembahasan dibagi menjadi tiga bagian yang masingmasing menjawab satu dari tiga pertanyaan penelitian. Bab V. Simpulan Bagian ini memberikan simpulan atas hasil penelitian dan pembahasan, memaparkan keterbatasan penelitian, serta merumuskan saran terkait simpulan yang diambil. 10