STRATEGI PEMBERIAN PAKAN BERBAHAN BIOMASS LOKAL PADA PETERNAK SAPI POTONG KOMERSIAL: STUDI PERBAIKAN PAKAN PADA USAHA PENGGEMUKAN (Feeding Strategy Using Local-Based Feed on Commercial Cattle Industry: Study of Improved Feed on Cattle Fattening) YENNY NUR ANGGRAENY dan UUM UMIYASIH Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan 67184 ABSTRACT On commercial livestock industry, it is needed an efficient feeding strategy to meet nutrient requirement. The study of feeding strategies was carried out in collaboration with CV Japon Blora commercial feedlot that it was used rice straw and concentrate, which used local raw material, but it was less benefit (BC ratio 1 1,1). Efficiency effort was done by modification of feed used in CV Japon Blora. Twenty heads of feeder cattle, which had-250 300 kg of body weight. The four treatments were (A) Feeding pattern of CV Japon Blora consisted of ad libitum of fermented rice straw + 5 kg of concentrate I as control; (B) 3 3,5 kg fermented rice straw + 6 kg of concentrate I; (C) 3 3,5 kg unfermented rice straw + 6 kg of concentrate II and (D) 3 3,5 kg unfermented rice straw + 6 kg of concentrate II + supplement (vitamin and mineral). On treatments of B, C and D, the feed was given according to the requirement to meet Average Daily Gain (adg) 0,8 kg/heads/day. The ratio of roughage: concentrate was 40 : 60. The treatment research was arranged in Completely Randomised Design (RCD). Parameters observed were average daily gain (adg), intake, feed efficiency and economic value. Technical data was analysed by analysis covariant and economic data was analysed by BC ratio. The result showed that the treatments had no significant effect to dry matter (DM) intake, but they had significant effect on crude protein (CP) and energy intake (TDN). The lowest CP intake was A treatment obtained by (0,57 kg/head/day) and the highest was D treatment (0.68 kg/head/day). The lowest energy intake was C treatment (2.93 kg/head/day) and the highest A treatment (3.40 kg/head/day). The lowest adg was A treatment (0.72 kg/head/day) and the highest one on C treatment (1.04 kg/head/day). The highest feed conversion was on A treatment (7.34 kg DM/kg adg) and the lowest was achieving C treatment (2.71 kg DM/kg adg). The result of economic analysis showed that there was increasing of BC ratio on C treatment (2.71) and D treatment (2.66) than on a treatment (1.83). It was concluded that the use of local biomass as feed raw material in suitable combination could increase feed efficiency. Key words: Beef cattle, fattening, local feed raw material, feed efficiency ABSTRAK Pada usaha peternakan komersial, dibutuhkan strategi pemberian pakan yang efiisien; yang memenuhi target kebutuhan nutrient dan secara ekonomis menguntungkan. Pengujian effisiensi pakan dilaksanakan bekerja sama dengan usaha penggemukan komersial CV Japon Blora yang selama ini menggunakan jerami dan konsentrat berbahan baku lokal namun keuntungan yang diperoleh masih rendah (BC ratio 1 1,1). Upaya effisiensi dilakukan dengan memodifikasi pakan pola CV Japon Blora; diujikan terhadap 20 ekor sapi bakalan dengan berat badan rata rata 250 300 kg. Perlakuan dibedakan menjadi 4 macam yaitu (A) pakan pola CV Japon Blora terdiri atas jerami fermentasi ad libitum (7 8 kg) + 5 kg konsentrat I sebagai kontrol; (B) 3 3,5 kg jerami fermentasi + 6 konsentrat I; (C) 3 3,5 kg jerami biasa (non fermentasi) + 6 kg konsentrat II dan (D) 3 3,5 kg jerami biasa + 6 kg konsentrat II + suplemen (vitamin dan mineral). Pada perlakuan B, C dan D jumlah pakan disesuaikan dengan standar kebutuhan untuk target Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) 0,8 kg ekor -1 hari -1 dengan perbandingan jerami: konsentrat = 40 : 60. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Parameter yang diamati meliputi PBBH, konsumsi, effisiensi ransum dan nilai ekonomis. Data teknis dianalisis menggunakan anova dan data ekonomi dengan BC ratio. Hasil penelitian menunjukan perlakuan tidak berpengaruh terhadap konsumsi BK, akan tetapi berpengaruh nyata terhadap konsumsi PK dan TDN. Konsumsi PK terendah yakni sebesar 0,57 kg ekor 1 hari -1 terdapat pada perlakuan A dan konsumsi tertinggi pada perlakuan D sebesar 0,68 kg ekor -1 hari -1. 72
Adapun konsumsi TDN terendah pada perlakuan C sebesar 2,93 kg ekor -1 hari -1 dan tertinggi pada perlakuan A sebesar 3,40 kg ekor -1 hari -1. Hasil pengamatan terhadap nilai PBBH terendah pada perlakuan A (0,72 kg ekor -1 hari -1 ) dan tertinggi pada perlakuan C (1,04 kg ekor -1 hari -1 ). Hal ini sejalan dengan konversi pakan berbanding terbalik dengan nilai efisiensi ransum; nilai konversi pakan tertinggi adalah pada perlakuan A (7,34) dengan efisiensi ransum terendah (12,88) sedangkan nilai konversi pakan terendah adalah pada perlakuan C (4,22) dengan effisiensi ransum tertinggi (17,93). Hasil analisis ekonomis menunjukan bahwa terjadi peningkatan nilai BC ratio pada perlakuan C (2,71) dan D (2,66) dari BC ratio perlakuan A (kontrol) sebesar 1,83. Disimpulkan bahwa penggunaan bahan pakan biomass lokal dalam kombinasi yang tepat ternyata mampu mengefisienkan biaya pakan. Kata kunci: Sapi potong, penggemukan, bahan pakan lokal, effisiensi PENDAHULUAN Peningkatan pendapatan dan tarap hidup berdampak pada perubahan dari lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat menjadi lebih banyak mengkonsumsi protein (PUTU et al., 1997); namun di lain pihak produksi daging terutama daging sapi tidak mencukupi kebutuhan daging nasional yaitu sebesar 781,2 ribu ton (prediksi pada tahun 2003). Produksi daging nasional pada tahun 2003 adalah 434,3 ribu ton dan kekurangannya dipenuhi dengan mengimpor sapi bakalan (131,1 ribu ton), daging beku (38,6 ribu ton) dan Program INSAPP (177, 2 ribu ton). Pemenuhan kebutuhan daging dari impor sapi bakalan dan daging beku dapat menyebabkan ancaman bagi ketahanan pangan nasional, terlebih telah terjadinya pengurasan sapi potong lokal pasca krisis ekonomi tahun 1998 akibat menurunnya nilai tukar rupiah (HUSODO, 2000; SOETANTO, 2000). Dukungan terhadap Program Ketahanan Pangan Nasional khususnya Program Kecukupan Pangan Hewani Asal Ternak telah disikapi dengan pengadaan teknologi budidaya peternakan baik pengadaan bibit, teknologi reproduksi dan teknologi pakan ternak yang adaptif (PUTU et al., 1997). Khusus masalah pakan ternak telah banyak dilakukan pencarian sumber pakan lokal baru dan teknologi pengolahan yang sesuai untuk mengurangi bahan pakan impor, karena biaya pakan mencapai 70 80% dari total biaya usaha peternakan (HARDIANTO et al., 2002). Pakan lokal untuk ternak ruminansia di Indonesia masih didominasi oleh limbah pertanian. Secara umum, limbah pertanian mempunyai kualitas yang rendah (rendah kandungan energi, protein, vitamin dan mineral) sebaliknya mengandung serat kasar yang tinggi; sehingga salah satu cara untuk mengoptimalkan pemanfaatannya adalah dengan meningkatkan kapasitas saluran pencernaan yang meliputi rekayasa komposisi mikroorganisme dan serta optimalisasi fungsi saluran pencernaan (SOETANTO, 2000). Suplementasi pada limbah pertanian selain bertujuan untuk memperbaiki kondisi pertumbuhan mikroorganisme rumen juga untuk memenuhi nutrisi kritis bagi induk semang karena defisiensi pada limbah pertanian. Pada limbah pertanian jumlah provitamin A rendah (CHRISTENSEN, 1983), sehingga pemberian suplemen yang bersifat kritis sangat diperlukan. Dilaporkan bahwa penggunaan jerami padi hanya mampu dikonsumsi oleh ternak maksimal 2% bobot badan (RANGKUTI, 1987). Penggunaan jerami padi secara tunggal dapat menyebabkan penurunan bobot badan (BATUBARA et al., 1981; SITORUS, 1986 dalam RANGKUTI, 1987). Untuk meningkatkan manfaat jerami padi dapat dilakukan dengan amoniasi (BATUBARA et al., 1981 dalam RANGKUTI, 1987; RANGKUTI dan BASYA, 1984), fermentasi maupun suplementasi menggunakan konsentrat (ZULBARDI et al., 1983) maupun leguminosa (RANGKUTI dan BASYA, 1984). Penelitian ini bertujuan mengetahui penggunaan konsentrat berbahan baku pakan local pada pakan basal jerami terhadap efisiensi usaha peternakan pembesaran pejantan. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di CV Japon di Blora. Penelitian diawali dengan penentuan strategi pemecahan masalah berupa pengujian beberapa alternatif pakan atau modifikasi formula ransum peternak yang sudah ada sebagai upaya menemukan tatalaksana pakan 73
yang lebih efisien, lebih bisa diterapkan serta menguntungkan peternak. Terhadap usaha pembesaran, diujikan 3 (tiga) pakan alternatif untuk dibandingkan dengan pola peternak. Pakan kontrol berupa jerami padi fermentasi ditambah dengan konsentrat. Pakan alternatif berupa jerami padi tanpa fermentasi dan konsentrat yang diberikan dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan. Secara rinci adalah sebagai berikut perlakuan A terdiri atas jerami padi fermentasi ad libitum (7 8 kg) + konsentrat peternak 4 5 kg ekor -1 hari -1 ; B terdiri atas 3 3,5 kg jerami padi fermentasi + 6 kg konsentrat peternak; C terdiri atas 3 3,5 kg jerami padi (biasa) + 6 kg konsentrat alternatif; D terdiri atas 3 3,5 jerami padi (biasa) + 3 3,5 konsentrat alternatif + suplemen (vitamin + mineral). Jumlah pemberian pakan untuk perlakuan B, C dan D adalah sesuai dengan kebutuhan ternak menurut pedoman NRC (1984) untuk target PBBH minimal 0,8 kg ekor -1 hari -1 menggunakan perbandingan antara pakan hijauan dan konsentrat sebesar 40 : 60. Suplemen yang digunakan adalah campuran vitamin dan bahan sumber mineral. Vitamin berupa vitamin A dan sumber mineral berupa garam dapur (sumber Na dan Cl) serta CaCO3 (sumber Ca). Perlakuan pakan diuji menggunakan 16 ekor sapi PO jantan muda umur ± 1,5 tahun pada usaha pembesaran (Blora). Penelitian dilaksanakan selama 10 minggu terdiri atas 2 minggu masa adaptasi dan 8 minggu masa pengumpulan data; menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan berat badan awal sebagai satu covariate. Data teknis dianalisis menggunakan ANOVA dan data ekonomi dengan B/C. Parameter yang diamati meliputi: konsumsi zat-zat nutrien ransum yang terdiri dari konsumsi bahan kering (BK), konsumsi protein kasar (PK) dan konsumsi total digestible nutrient (TDN); pertambahan bobot badan harian (PBBH), efisiensi penggunaan ransum dan analisis ekonomi. HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor internal/ekternal yang mempengaruhi usaha Efisiensi usaha pembesaran pejantan sangat dipengaruhi oleh faktor sapi bakalan dan tatalaksana pemeliharaan terutama pakan. Sapi bakalan yang dipilih adalah sapi jantan, kondisi sehat, kurus dengan kisaran bobot badan antara 250 350 kg. Lama pembesaran pejantan minimal 60 hari dan maksimal 90 hari. Sapi bakalan pada umumnya berasal dari usaha peternakan rakyat sehingga kualitasnya sangat bervariasi. Kondisi yang bervariasi ini tentunya memerlukan penanganan tatalaksana pakan yang lebih rumit. Pemilihan sapi jantan untuk dibesarkan adalah pilihan yang tepat karena secara general sex mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan (ROOK dan THOMAS; 1983). Berat badan awal sapi bakalan diatas 300 kg terutama untuk sapi bakalan impor adalah merupakan pilihan yang tepat dikaitkan dengan lama pemeliharaan yang berkisar antara 40 60 hari. Sapi dengan berat badan awal yang lebih tinggi akan membutuhkan waktu pembesaran pejantan yang lebih singkat dan sebaliknya memerlukan waktu yang lama untuk sapi bakalan yang lebih kecil; dengan berat <300 kg memerlukan waktu 4 bulan; 300 400 kg perlu 3 4 bulan dan >400 kg/perlu waktu 3 bulan (WIJONO et al., 2001). Pakan yang diberikan berupa jerami padi yang memang potensial di lokasi penelitian sebanyak 6 7 kg ekor -1 hari -1 ditambah dengan konsentrat komersial sebanyak 4-5 kg ekor -1 hari -1. Jerami padi yang diberikan adalah jerami padi yang telah difermentasi sedang obat cacing diberikan 1 (satu) kali pada awal pembesaran. Dengan harga jerami padi fermentasi sebesar Rp 125/kg, konsentrat sebesar Rp 750 dan harga jual sapi siap potong Rp 10.500 Rp 11.500/kg berat hidup, peternak merasa bahwa keuntungan yang diperoleh belum optimal; terlebih dengan lesunya perdagangan sapi yang dirasakan selama tahun 2003. Bagi usaha pembesaran pejantan komersial seperti halnya feedlot atau usaha yang dilaksanakan secara intensif maka kualitas pakan diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan (PBBH) yang optimal. Teknologi pakan yang diterapkan masih jauh dari yang disarankan oleh teknologi pembesaran pejantan yang dikenal dengan istilah Grain Fed yaitu pemberian pakan berupa konsentrat sebesar 80-85% dari rumput 15 20% (PUTU et al., 1997). 74
Konsumsi zat nutrien ransum Hasil pengamatan terhadap konsumsi zatzat nutrien ransum yang meliputi konsumsi BK, PK dan TDN dan status pemenuhan kebutuhan zat nutrien pada masing-masing perlakuan pakan tertera pada Tabel 1. Perlakuan pakan tidak berpengaruh terhadap konsumsi BK yang berkisar antara 6,50 6,58 kg ekor -1 hari -1 ; akan tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi PK (terendah pada perlakuan pakan pola peternak yakni sebesar 0,57 kg ekor -1 hari -1 dan tertinggi pada perlakuan D sebesar 0,68 kg ekor -1 hari -1 ). Seperti halnya konsumsi PK, konsumsi TDN juga dipengaruhi oleh pakan yang berbeda; konsumsi TDN terendah pada perlakuan C (2,93 kg ekor -1 hari -1 ) dan tertinggi pada perlakuan A (sebesar 3,40 kg ekor -1 hari -1 ). Penambahan suplemen pada perlakuan D tidak berdampak terhadap konsumsi, namun demikian seperti halnya perlakuan pakan C perlakuan D mampu memenuhi kebutuhan 2 komponen nutrien yaitu BK dan PK tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan TDN sedangkan pada perlakuan A dan B konsumsi pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan. Hal ini mengakibatkan pencapaian nilai PBBH yang lebih rendah (BONDI, 1983) Untuk menghasilkan PBBH yang lebih tinggi berarti komposisi ransum masih dapat disempurnakan sehingga mampu mencukupi kebutuhan. Dengan kisaran bobot badan sekitar 265 270 kg; maka konsumsi BK antara 5,59 5,80 kg ekor -1 hari -1 atau rata-rata sekitar 2,00% 2,10%; jauh lebih rendah dari yang disarankan untuk diberikan yakni sekitar 2,5% 3,0% dari bobot badan (SIREGAR, 1996). PBBH, konversi dan nilai efisiensi penggunaan ransum Untuk mengetahui perkembangan bobot badan, dilakukan penimbangan setiap 2 (dua) minggu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai PBBH yang dicapai oleh kelompok sapi perlakuan A adalah sebesar 0,72 kg ekor -1 hari -1 ; B sebesar 0,81 kg ekor -1 hari -1 ; C sebesar 1,04 kg ekor -1 hari -1 dan D sebesar 1,01 kg ekor -1 hari -1 (Tabel 3). Tabel 1. Perbandingan antara standar kebutuhan dan konsumsi zat-zat nutrisi Perlakuan Uraian A B C D BK (kg ekor -1 hari -1 ) Standar 5,70 5,72 5,80 5,72 Konsumsi 5,59 5,60 5,80 5,83 Selisih -0,11-0,12 0,0 +0,11 PK (kg ekor -1 hari -1 ) Standar 0,63 0,64 0,63 0,63 Konsumsi 0,57 a 0,61 b 0,67 c 0,68 cd Selisih -0,06-0,03 +0,04 +0,05 TDN (kg ekor -1 hari -1 ) Standar 3,95 3,96 4,00 3,96 Konsumsi 3,40 3,35 2,93 2,95 Selisih -0,55 bc -0,61 b -1,07 a -1,01 a - a,b,c,d Notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (P<0,05) - Standar kebutuhan menurut NRC (1984) untuk PBBH 0,8 kg/hari Tabel 2. PBBH, konversi dan nilai efisiensi ransum Perlakuan Uraian A B C D PBBH (kg ekor -1 hari -1 ) 0,72 0,81 1,04 1,01 Konversi pakan 7,34 4,30 4,22 5,65 Efisiensi ransum (%) 12,88 14,46 17,93 17,32 75
Tabel 3. Nilai input-output usaha pada masing-masing perlakuan Uraian Input (kg ekor -1 hari -1 ) Perlakuan A B C D Jerami padi (biasa) 0 0 312,50 306,25 Jerami padi fermentasi 937,50 406,250 0 0 Konsentrat peternak 3375,00 4546,875 0 0 Konsentrat alternatif 0 0 3903,75 3825 Suplemen 0 0 0 50,00 Total 4312,50 4953,12 4216,25 4181,25 Out put Harga dari PBBH 7920,00 8910,00 11440,00 11110,00 B/C 1,83 1,79 2,71 2,66 - Harga jerami padi = Rp 100/kg - Harga jerami padi fermentasi = Rp 25/kg - Harga konsentrat peternak = Rp 750/kg - Harga konsentrat alternatif = Rp 600/kg - Harga suplemen = Rp 1.750/kg - Harga PBBH = Rp 11.000/kg Hasil perhitungan terhadap konversi dan nilai efisiensi penggunaan ransum menunjukkan bahwa pakan alternatif (perlakuan B, C dan D) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap nilai PBBH dibandingkan dengan pakan pola peternak (perlakuan A). Data konversi dan nilai efisiensi pakan secara rinci tertera pada Tabel 2. Nilai PBBH yang dicapai sejalan dengan nilai konversi dan efisiensi ransum. Data pada Tabel 6 terlihat bahwa pakan alternatif B, C dan D lebih efisien dibandingkan dengan pakan pola peternak (perlakuan A). Pakan C dan D lebih efisien dengan tingkat efisiensi 17,93% dan 17,32% dengan pencapaian PBBH 1,04 dan 1,01. Dengan demikian penggantian jerami padi fermentasi (pada perlakuan A dan B) dengan jerami padi biasa tanpa fermentasi namun disertai dengan pemberian konsentrat yang cukup pada perlakuan C dan D dapat meningkatkan efisiensi. Suplementasi konsentrat dapat memperbaiki hijauan berkualitas rendah seperti jerami padi, hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan nisbah protein dan energi dari zat gizi terserap yang dapat menurunkan produk panas metabolic sehingga nafsu makan menjadi tidak tertekan (SOETANTO, 2002). Analisis ekonomi Perhitungan terhadap nilai ekonomis usaha didasarkan pada nilai/harga dari penambahan bobot badan yang dicapai. Hasil perhitungan nilai input-output secara rinci adalah sebagai berikut: Dari perhitungan total input diketahui bahwa harga pakan/ransum tertinggi adalah pada perlakuan B, (Rp 4953,12/ekor/hari) hal ini sejalan dengan nilai B/C yang terendah (sebesar 1,79). Hasil perhitungan nilai B/C menunjukkan >1 untuk semua perlakuan; ini memperlihatkan bahwa semua perlakuan pakan secara ekonomis menguntungkan. Namun sejalan dengan nilai efisiensi pakan, perlakuan pakan C dan D memberikan keuntungan yang lebih besar daripada A dan B dengan nilai B/C masing-masing sebesar 2,71 dan 2,66. KESIMPULAN DAN SARAN Usaha pembesaran yang dilakukan oleh CV Japon dapat dilakukan menjadi lebih efisien dengan mengganti jerami fermentasi dengan jerami biasa dikombinasikan dengan pakan alternatif dari biomas lokal (perlakuan C dan 76
D). Feed efisiensi meningkat dari 12,88% (perlakuan A) menjadi 17,32% serta meningkatkan keuntungan dengan meningkatnya nilai B/C dari 1,83 menjadi >2,66. DAFTAR PUSTAKA BONDI, A.A. 1983. Animal Nutrition. John Willey and Sons. New York. CHRISTENSEN, K. 1983. Vitamin. In: Dynamic Biochemistry of Animal Science. Edited by RIIS. P.M. ELSEVIER (Ed.). HARDIANTO, R., D.E. WAHYONO, C. ANAM, SURYANTO, G. KARTONO dan S.R. SOEMARSONO. 2002. Kajian teknologi pakan lengkap (complete feed) sebagai peluang angribisnis bernilai komersial di pedesaan. Makalah Seminar dan Ekspose Teknologi Spesifik lokasi, Badan Litbang Pertanian. Jakarta. HUSODO, S.H. 2000. Upaya HKTI dalam mendukung program ketahanan pangan nasional dan agribisnis peternakan. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, Badan Litbang Pertanian. Bogor. NRC. 1984. Nutrient Requirement of Beef Cattle. National Academy of Science. Washington, D.C. PUTU, I-G., K. DIWYANTO, P. SITEPU dan T.D. SOEDJANA. 1997. Ketersediaan dan kebutuhan teknologi produksi sapi potong. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, Badan Litbang Pertanian. Bogor. RANGKUTI, M. 1987. Meningkatkan pemakaian jerami padi sebagai pakan ternak ruminasia dengan suplementasi. Dalam: Limbah pertanian sebagai pakan dan manfaat lainnya. Proc. Bioconversion Project Second Workshop on Crop Residue for Feed and Other Purposes. Grati. RANGKUTI, M. dan S. BASYA. 1984. Supplementation of untreated and urea treated rice straw with Gliricidia maculata for beef cattle. In: proc. of the First LIPI ILOB Workshop on Biological, Chemical and Physical Evaluation of Lignocelulocis residue, Yogyakarta. ROOK, J.A.F. and P.C. THOMAS. 1983. Nutritional Physiology of Farm Animal. First Edition. Longman. London. SIREGAR, S.B. 1996. Penggemukan Sapi. Cetakan ke-7. Penebar Swadaya. Jakarta. SOETANTO, H. 2000. Masalah gizi dan produktivitas ternak ruminansia di Indonesia Peluang dan Kendala Mewujudkan Swasembada Daging 2005". Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Gizi Ruminasia pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Universitas Brawijaya. Malang. WIJONO, D.B., ARYOGI dan A. RASYID. Pengaruh berat badan awal terhadap pencapaian hasil pada penggemukan sapi potong di peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan daan Veteriner. Puslitbangnak. Badan Litbang Pertanian. Bogor. ZULBARDI, M. A.R. SIREGAR dan W. MATHIUS. 1983. Jerami padi dengan jagung dan dedak padi sebagai makanan kerbau. Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Cisarua. Bogor. 77
DISKUSI Pertanyaan: 1. Bagaimana cara mengurangi lignin? 2. Mengapa perlakuan C dan D bagus dan menguntungkan (digunakan jerami padi)? 3. Kenapa jerami padi ferementasi menghasilkan PBBH yang lebih rendah? 4. Bagaimana komposisi konsentratnya? Jawaban: 1. Dengan cara: Amoniasi, perlakuan alkali, biologi dengan teknologi fermentasi. 2. Dapat terjadi karena efek asosiatif bahan konsentrat B lebih baik dari A. Jerami fermentasi lebih mahal sehingga kurang menguntungkan. 3. Karena jerami padi fermentasi kurang palatable, sedangkan jerami padi tanpa treatment lebih palatable, disamping itu konsentrat dikonsumsi habis. 4. Jawaban sudah ada di makalah. 78