BAB I PENDAHULUAN. kebenaran atas bukti dan informasi yang diberikan oleh klien. SPAP (Standar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kantor akuntan publik merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. sebelum para pengambil kebijakan mengambil keputusan. Auditor menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Munculnya skandal-skandal keuangan yang terjadi di Indonesia akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan juga merupakan media penting dalam memberikan informasi kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perusahaan-perusahaan go public membuat

Pengaruh Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Ketepatan Pemberian Opini

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit terhadap laporan keuangan sebuah entitas dan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan berperan untuk mengurangi risiko informasi yang terkandung

BAB I PENDAHULUAN. dengan semakin berkembangnya pasar modal dan bertambahnya jumlah emiten

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Miller dan Bailey (2001), auditing adalah: An audit

BAB I PENDAHULUAN. masih ada pihak lain yang membutuhkan informasi laporan keuangan seperti

BAB I PENDAHULUAN. profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan kondisi dan fakta-fakta mengenai suatu perusahaan dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 2013). Kurangnya skeptisme profesional auditor dapat menyebabkan kegagalan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan ekspansi ke berbagai negara di Dunia. Dalam menjalankan usahanya

BAB I PENDAHULUAN. audit laporan keuangan memiliki peran penting untuk mengurangi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi persaingan tersebut terus dilakukan oleh para pengelola perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. sedangkan pengauditan biasanya tidak menghasilkan data akuntansi, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Informasi tersebut digunakan dalam upaya pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa audit. Hasil penelitian Association of Certified Fraud Examiners

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan organisasi formal yang beroperasi dengan menjual atau

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. maraknya dengan skandal-skandal di lingkup internasional. Meskipun tidak

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang belum atau tidak diaudit. keuangan yang terjadi akhir-akhir ini. Singgih dan Bawono (2010) menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat peneltian, serta sistematika penulisan

BAB I PENDAHULUAN. Selama dua dekade ini, kecurangan pelaporan keuangan menjadi isu yang

1. Sejarah Fungsi Audit Pengauditan telah dimulai sejak abad kelima belas. Tahun kelahiran pengauditan laporan keuangan secara pasti tidak diketahui,

BAB I PENDAHULUAN. seorang auditor adalah melakukan pemeriksaan atau audit dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi pada saat ini, persaingan antara para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia, jumlah perusahaanperusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan auditan lainnya maka auditor dituntut menjadi seorang ahli. Klien dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman dunia usaha dan industri semakin cepat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah jasa auditor. Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memerlukan seorang Pemeriksa Keuangan. Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002: 2). Kepercayaan yang besar dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengenai asersi tentang kegiatan-kegitan dan kejadian-kejadian ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dipertanggungjawabkan kepada pihak luar, dimana pihak luarpun memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat bebas (GATT, WTO, AFTA, dan APEC).

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan tentunya dapat mengurangi kualitas keputusan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan laporan keuangan, dan semakin kompleks suatu kegiatan bisnis maka. sebagai pedoman dalam mengambil suatu kebijakan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

KUESIONER Profil Responden KOMPETENSI Dimensi Pernyataan Alternatif Jawaban STS TS N S SS

BAB I PENDAHULUAN. Kota Malang merupakan salah satu kota yang jumlah penduduknya cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat memicu persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi dari pihak yang melakukan audit (Weningtyas et al., 2006).

BAB I PENDAHULUAN. kode etik profesi. Snoeyenbos et al. (1983) telah menggambarkan ini sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Perkembangan bisnis dan ekonomi Indonesia diera globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable).

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Diharapkan semakin banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. Derasnya arus globalisasi yang mengarah pada perdagangan bebas kini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengenai asersi tentang kegiatan-kegitan dan kejadian-kejadian ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Semakin pesatnya perkembangan bisnis di Indonesia mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan opini atau pendapat terhadap saldo akun dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Audit dalam bentuk umum yaitu pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan membutuhkan sumber dana yang akan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kecurangan walaupun dalam pelaksanaannya sangat memungkinkan. akuntansi yang berlaku di Indonesia (Agoes, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang bergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan

Abstrak. Kata Kunci: independensi, skeptisisme, gender, materialitas, opini.

BAB 1 PENDAHULUAN. diperdagangakan di bursa saham, mayoritas perusahaan besar lainnya, serta

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan perusahaan menyebabkan dibutuhkannya pihak ketiga yang independen

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi

BAB I PENDAHULUAN. tentang aktivitas perusahaan selama periode waktu tertentu. Pemakai internal

BAB I PENDAHULUAN. yang benar dan bisa dihandalkan oleh pihak internal maupun eksternal. mengalami kebangkrutan setelah opini terebut dikeluarkan.

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang terjadi. Selain mempertahankan didunia usaha, perusahaan dapat

BAB II KUALITAS AUDIT, BATASAN WAKTU AUDIT DAN DUE PROFESSIONAL CARE. dikatakan berkualitas, jika memenuhi ketentuan atau standar

BAB I PENDAHULUAN. (Weningtyas dkk. 2006:2). Kasus Enron merupakan salah satu bukti kegagalan. pihak mengalami kerugian materi dalam jumlah besar.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat bersaing guna mempertahankan efisiensi dan kelangsungan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. Kantor Akuntan Publik (KAP) menurut Aturan Etika Kompartemen

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kantor akuntan publik (KAP) dari waktu ke waktu semakin

BAB I PENDAHULUAN. untuk memeriksa laporan keuangan dan menemukan kesalahan atau. adanya indikasi manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Dunia usaha yang semakin berkembang pada era globalisasi ini telah membuka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Teori Sikap dan Perilaku (Theory of Attitude and Behavior)

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan audit laporan keuangan dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan memberikan gambaran dan informasi posisi keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. keputusan pada perusahaan tersebut. Akuntan publik atau auditor berfungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan pesatnya perkembangan dunia bisnis banyak pengusaha

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seorang auditor profesional dituntut memiliki skeptisisme profesional (professional skepticism) untuk menentukan sejauh mana tingkat keakuratan dan kebenaran atas bukti dan informasi yang diberikan oleh klien. SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik, 2011), menyatakan skeptisisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Profesi auditor menjadi salah satu profesi yang perlu diperhitungkan di era globalisasi saat ini. Semakin banyak perusahaan yang membutuhkan jasa akuntan terutama akuntan publik. Tidak hanya klien yang membutuhkan jasa audit, namun ada pihak-pihak lain yang berkepentingan atas laporan keuangan auditan. Auditor dituntut secara profesional agar dapat menghasilkan laporan audit berkualitas yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. AICPA (American Institute of Certified Public Accountant, 2002) mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu bertanya-tanya dan penilaian kritis atas bukti audit. Begitu pula dengan IAASB (2009), dalam International Standards on Auditing 200, skeptisisme profesional sangat diutamakan dalam pelaksanaan audit. Dijelaskan bahwa auditor harus merencanakan dan melaksanakan proses audit berdasarkan skeptisisme

profesional guna mendeteksi kecurangan dan kemungkinan salah saji material yang ada pada laporan keuangan. Seorang auditor yang skeptis tidak akan menerima begitu saja informasi dari klien. Mereka akan meminta penjelasan dan konfirmasi lebih lanjut atas permasalahan yang ada. Kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan dapat dilihat dari banyaknya skandal keuangan yang melibatkan akuntan publik seperti kasus Enron, Worldcom, Xerox dan Tyco. Salah satu penyebab utama kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptisisme profesional auditor (Beasley et al. 2001; Louwers et al. 2008). Pernyataan tersebut didukung oleh Accounting dan Auditing Enforcement Releases (AAERs) dari Securities dan Exchange Commission (SEC) selama 11 periode (Januari 1987- Desember 1997). Untuk kasus di Indonesia sendiri dapat dilihat dari kegagalan auditor dalam mendeteksi mark up yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma Tbk. Tidak berhenti disitu, pada akhir tahun 2002 muncul 3(tiga) versi laporan keuangan PT. Bank Lippo, Tbk per 30 September 2002 yang menyeret KAP Prasetio, Sarwoko dan Sdanjaja yang berafiliasi dengan Ernst & Young (BAPEPAM, 2003). Partner KAP Prasetio, Sarwoko dan Sdanjaja dianggap terlambat menyampaikan informasi penting dan tidak dapat mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen. Hal ini menjadikan cerminan bahwa masih kurangnya skeptisisme profesional auditor di Indonesia. Pada kenyataannya skeptisisme merupakan keadaan sementara yang dapat dipengaruhi oleh aspek situasional sehingga perusahaan tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan skeptisisme profesional auditor melalui pelatihan maupun

metode pembelajaran lainnya (Robinson, 2011). Dengan kata lain skeptisisme profesional dapat dipengaruhi oleh faktor pribadi, tugas, dan keadaan. Skeptisisme profesional yang dimiliki setiap auditor berbeda-beda. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar skeptisisme yang ada dalam diri masing-masing auditor (trait skepticism). Sifat-sifat skeptisisme tersebut menjelaskan mengapa auditor tidak secara konsisten berperilaku skeptis, atau mereka bervariasi secara substansial dalam menunjukkan skeptisisme profesionalnya (Hurtt et al., 2008). Hal ini menjadikan isu skeptisisme profesional menarik untuk diperhatikan lebih lanjut. Pemahaman dasar akuntansi dan audit diduga juga memiliki pengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor. Seorang auditor dituntut untuk dapat melaksanakan skeptisisme profesional dengan memahami implikasi direksional bukti terhadap resiko audit, dan juga harus mampu menerapkan pengetahuan mereka tentang pola bukti dan frekuensi kecurangan atau non kecurangan (Nelson, 2009). Auditor dengan jam terbang tinggi memiliki kemampuan lebih dalam mendeteksi kesalahan dan kecurangan selama proses audit. Auditor sering menghadapi tekanan waktu dalam melaksanakan audit suatu perusahaan. Kontrak kerja yang terlalu ketat dapat mempengaruhi kinerja auditor. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik pun tidak dapat terelakkan, mereka harus pandai-pandai mengatur waktu pengerjaan audit dengan waktu yang singkat namun dapat menghasilkan laporan audit yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Meskipun skeptisisme dipengaruhi oleh sifat-sifat individu, faktor-faktor situasional seperti insentif, cukup berpengaruh dalam

menentukan penilaian auditor (Beeler dan Hunton 2002; Gramblin 1999; Houston 1999; Hackenbrack dan Nelson 1996; Trompeter 1994 dalam Robinson 2011). Akibatnya hal tersebut melibatkan penilaian skeptisisme profesional auditor (Nelson 2009). Oleh karena itu, auditor dengan tingkat skeptisisme yang sama dapat menunjukkan penilaian dan perilaku yang berbeda dalam konteks yang berbeda. Salah satu faktor kontekstual tersebut adalah tekanan waktu. Adanya anggaran waktu yang terbatas seharusnya tidak menghalangi prosedur audit yang akan dilakukan. Auditor harus tetap kompeten dalam mengaudit laporan keuangan yang disajikan, memiliki sikap skeptisisme yang tinggi, mempertanyakan, dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. SPAP 2011; SA seksi 230, standar umum ketiga berbunyi: Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Auditor dituntut untuk menggunakan kecermatan dan keseksamaan dalam proses audit dilapangan. Sementara auditor menganggap pengumpulan bukti tambahan yang diperlukan untuk efektivitas pemeriksaan, mereka dapat mengorbankan pengujian lebih lanjut untuk memenuhi target anggaran, sehingga berperilaku lebih efisien daripada efektif (Robinson, 2010). Standar auditing menunjukkan bahwa salah satu aspek dari skeptisisme profesional adalah "penilaian kritis bukti audit" (AICPA 2002), dengan demikian dapat dikatakan perilaku skeptis berkurang pada saat penekanan efisiensi lebih besar daripada efektivitas. Seringnya kendala waktu yang hadir dalam pengaturan audit (Cook dan Kelley 1988; Waggoner dan Cashell 1991), memunculkan pertanyaan apakah ada

langkah-langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan skeptisisme profesional auditor, ketika tingkat skeptisisme yang tinggi dibenarkan. Penelitian sebelumnya dalam psikologi sosial telah menemukan bahwa kesediaan individu untuk terlibat dalam perilaku tertentu sangat dipengaruhi oleh jenis pembingkaian (framing) yang mereka terima (Robinson 2011). Frame yang diadopsi oleh pembuat keputusan tergantung pada formulasi masalah yang dihadapi, norma, kebiasaan, dan karakteristik pembuat keputusan itu sendiri (Kahneman dan Tversky, 1981). Frame tertentu yang disebutkan di atas paling erat terkait dengan "goal framing" (Levin, Schneider dan Gaeth 1998). Berdasarkan penelitian dalam psikologi sosial, kesehatan, dan komunikasi, Robinson (2011) memprediksi bahwa auditor mungkin menunjukkan tingkat yang berbeda-beda dari perilaku profesional skeptis tergantung pada jenis frame yang diberikan. Auditor yang disajikan dengan frame negatif akan menunjukkan skeptisisme profesional lebih besar dari auditor yang disajikan dengan frame positif. Memotivasi perilaku profesional skeptis ini sangat penting mengingat besarnya konsekuensi potensial yang dapat timbul dari kegagalan auditor untuk menerapkan tingkat yang tepat dari skeptisisme profesional. Beberapa konsekuensi tersebut adalah kegagalan audit, litigasi KAP, hilangnya reputasi perusahaan, dan kerugian finansial bagi pemangku kepentingan perusahaan. Pada penelitian kali ini akan diuji keadaan skeptis sebagai mediator antara sifat skeptis dan perilaku skeptis, selanjutnya akan dicermati mengenai goal framing dan tekanan waktu yang dapat mempengaruhi keadaan skeptis.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka topik pengaruh goal framing dan tekanan waktu dalam skeptisisme profesional auditor menarik untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor, sehingga dapat diketahui apakah hasil yang diperoleh dari penelitian sebelumnya konsisten dan dapat dilakukan di Indonesia. Beberapa acuan yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu, working paper Hurtt et al. (2008) yang berjudul An Experimental Examination of Professional Skepticism, disertasi Robinson (2011) yang berjudul An Experimental Examination of The Effects of Goal Framing and Time Pressure on Auditor s Professional Skepticism, dan A Person-Situation Approach to the Examination of Professional Skepticism: Consideration of Time Pressure and Goal Framing (Robinson et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Robinson et al., 2013, memiliki kelemahan pada responden yang digunakan. Pemilihan auditor senior pada Kantor Akuntan Big4 dirasa kurang tepat, karena semakin tinggi jam terbang seorang auditor maka semakin tinggi level skeptisisme profesional yang dimiliki dan bersifat homogen. Berbeda pula dengan pengujian yang dilakukan oleh Robinson (2011), responden menggunakan sampel mahasiswa yang baru saja memperoleh mata kuliah pengauditan. Pengujian eksperimen ini menggunakan sampel mahasiswa Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB, UGM) di Yogyakarta yang dianalogikan sebagai novice auditor (auditor pemula) yang memiliki level sifat skepisisme profesional tinggi dan rendah. Perbedaan lainnya adalah 4(empat) kriteria khusus yang harus dipenuhi sebelum

partisipan dapat mengikuti eksperimen. Pengujian pemahaman dasar akuntansi dan audit diberikan untuk menyeleksi partisipan yang benar-benar sesuai dan diharapkan mampu berpartisipasi pada eksperimen ini. Jenjang yang lebih tinggi dan pemilihan yang selektif terhadap calon responden dirasa mampu memberikan kontribusi pada penelitian kali ini. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Rancangan eksperimen akan menggunakan 2x2 factorial design. 1.2. Pertanyaan Riset Berdasarkan masalah banyaknya kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan dalam proses audit laporan keuangan yang telah diuraikan pada latar belakang, dapat dilihat perlunya meneliti mengenai pengaruh goal framing dan tekanan waktu dalam skeptisisme profesional auditor. Penelitian terdahulu mengungkapkan goal framing dan tekanan waktu memberikan pengaruh yang cukup besar dalam skeptisisme profesional auditor. Masalah yang akan diteliti selanjutnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan riset sebagai berikut: 1. Apakah individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang rendah? 2. Apakah individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang rendah? 3. Apakah keadaan skeptisisme profesional bertindak sebagai perantara hubungan antara sifat skeptisisme profesional dan perilaku skeptis?

4. Apakah individu di bawah tekanan waktu tinggi akan menujukkan level keadaan skeptisisme profesional yang rendah daripada di bawah tekanan waktu sedang? 5. Apakah individu yang diberikan dengan frame negatif dalam skeptisisme profesional akan menunjukkan level yang lebih tinggi pada keadaan skeptisisme profesional daripada individu yang diberikan dengan frame positif? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai: 1. Individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level sifat skeptisisme profesional yang rendah. 2. Individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang tinggi akan menunjukkan perilaku lebih skeptis daripada individu dengan level keadaan skeptisisme profesional yang rendah. 3. Keadaan skeptisisme profesional bertindak sebagai perantara hubungan antara sifat skeptisisme profesional dan perilaku skeptis. 4. Individu di bawah tekanan waktu tinggi akan menujukkan level keadaan skeptisisme profesional yang rendah daripada di bawah tekanan waktu sedang.

5. Individu yang diberikan frame negatif akan menunjukkan keadaan skeptisisme profesional yang lebih tinggi daripada individu yang diberikan frame positif. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yaitu: 1. Memberikan masukan pada Kantor Akuntan Publik (KAP) mengenai pemahaman karakteristik tipe kepribadian dan skeptisisme profesional auditor. Mendorong KAP untuk meberikan supervisi maupun pelatihan kepada stafnya dalam rangka meningkatkan skeptisisme profesional auditor. 2. Bagi auditor, menjadikan bahan evaluasi kemahiran profesional auditor dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan audit. 3. Bermanfaat bagi pengembangan literatur dan memberi masukan untuk penelitian berikutnya yang berkaitan dengan skeptisisme profesional auditor.