DOKUMEN KONSILI VATIKAN II

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI KONSILI VATIKAN II : SIDANG III (4 Desember 1965) KONSTITUSI SACROSANCTUM CONCILIUM TENTANG LITURGI SUCI PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR Ketua Presidium KWI

DAFTAR ISI KONSILI VATIKAN II : SIDANG III (4 Desember 1965) KONSTITUSI SACROSANCTUM CONCILIUM TENTANG LITURGI SUCI PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

Pendidikan Agama. Katolik IMAN DAN GLOBALISASI ( PEMBAHARUAN KONSILI VATIKAN II ) Modul ke: 12Fakultas Psikologi

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA

KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN

KAMIS DALAM PEKAN SUCI. Misa Krisma

PASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN 2

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL

SPIRITUALITAS EKARISTI

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan

5. Pengantar : Imam mengarahkan umat kepada inti bacaan, liturgi yang akan dirayakan saat itu.

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

TANDA SALIB DAN SALAM Umat berdiri

Pendidikan Agama Katolik

BAB IV HIERARKI DAN AWAM

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB III HIERARKI DAN AWAM A. KOMPETENSI

TAHUN SUCI LUAR BIASA KERAHIMAN ALLAH

BAB I PENDAHULUAN. Tanda nyata dari cinta Tuhan kepada manusia dinyatakan melalui sakramen-sakramen

DEKRIT TENTANG PEMBAHARUAN DAN PENYESUAIAN HIDUP RELIGIUS

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi seorang murid Kristus memiliki jalan yang berbeda-beda. Panggilan itu ada dua

Spiritualitas Organis, Pengiring Lagu Liturgi dalam dokumen Gereja

Tahun C Hari Minggu Biasa III LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Neh. 8 : 3-5a

HOME. Written by Sr. Maria Rufina, P.Karm Published Date. A. Pembentukan Intelektual dan Spiritual Para Imam

ARAH DASAR PASTORAL KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat menghasilkan keindahan melalui kegiatan bernyanyi. Bernyanyi adalah

Pendidikan Agama Kristen Protestan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

Liturgi Anak yang Hidup

Suster-suster Notre Dame

MENDENGARKAN HATI NURANI

I N D E K S A N A L I T I S

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018 KELUARGA KATOLIK YANG BERKESADARAN HUKUM DAN MORAL, MENGHARGAI SESAMA ALAM CIPTAAN

B. RINGKASAN MATERI 1. Gereja yang satu 2. Gereja yang kudus 3. Gereja yang katolik 4. Gereja yang apostolic

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

Tugas Agama. Mengapa Ekarisi menjadi pusat dan sumber liturgi Gereja Katolik?

Suster-suster Notre Dame

TATA GEREJA PEMBUKAAN

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan

UNISITAS DAN UNIVERSALITAS KESELAMATAN YESUS DALAM KONTEKS PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA. Fabianus Selatang 1

Kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi (Luk 24:49)

RESEPSI GAUDIUM ET SPES OLEH GEREJA INDONESIA

BAB I MENGENAL GEREJA

Perayaan Ekaristi Hari Minggu Adven ke-1

IBADAT PEMBERKATAN PERTUNANGAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

BAB 3 LANDASAN TEORI

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

MUSIK LITURGI BERNUANSA ETNIS

KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO.

BAB V PENUTUP. Kristus. Sakramen-sakramen merupakan tahap paling konkret di mana

(Disampaikan sebagai pengganti Homili, pada Misa Sabtu/Minggu, 28/29 September 2013)

Tahun C Pesta Pembaptisan Tuhan LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Yes. 40 :

RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal Paul Suparno, S.J.

TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET

BAB I PENDAHULUAN. Keuskupan Surabaya. Menurut pernyataannya, jaman sekarang umat di

Sukacita kita dalam doa

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini

Kumpulan Soal Olimpiade Pengetahuan Iman Bidang Pembinaan Iman Keuskupan Bogor

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan

Pada waktu itu Musa berkata kepada bangsanya tentang hal-ikhwal persembahan katanya,

Th A Hari Minggu Biasa VIII 26 Februari 2017

BAB V PENUTUP. Di dalam Gereja Katolik, umat Allah dipahami sebagai persekutuan orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. SEKAMI adalah gerakan Internasional anak-anak yang tertua di seluruh dunia. Serikat

1/14/2018 RUANG SAKRA. Paroki St. Odilia Citra Raya 14 Januari 2018 M.F. Dinar Ari Wijayanti. Dasar Biblis

Surat Roma ini merupakan surat Paulus yang paling panjang, paling teologis, dan paling berpengaruh. Mungkin karena alasan-alasan itulah surat ini

Rencana Allah untuk Gereja Tuhan

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014)

(mempelai wanita) & (mempelai pria) MISA KUDUS SAKRAMEN PERKAWINAN. Dipimpin oleh

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

PERAYAAN HARI HIDUP BAKTI SEDUNIA Rohani, Maret 2012, hal Paul Suparno, S.J.

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND

STUDI PERBANDINGAN ALIRAN KRISTEN: "KATOLIK ROMA"

LATAR BELAKANG KEGIATAN

Daftar lsi. 1. GEREJA BERDIALOG HISTORISITAS h. Pidato Penutupan KV II oleh Paulus VI c. Deklarasi Akhir KV II...

dibacakan pada hari Sabtu-Minggu, 1-2 Maret 2014

BAB I PENDAHULUAN UKDW

Written by Tim carmelia.net Published Date

Biar Kanak-kanak datang kepada-ku : Evaluasi dan Refleksi Perayaan Ekaristi bersama Anak-anak (missis cum pueris)

UJIAN SEMESTER I SEKOLAH BINA NUSANTARA Tahun Ajaran

BAPA SURGAWI BERFIRMAN KEPADA SAUDARA

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

NOVENA PENTAKOSTA 2015 ROH KUDUS MEBANGKITKAN SIKAP SYUKUR DAN PEDULI

MENGORGANISASI, MENGGABUNGKAN, MEMBUBARKAN JEMAAT DAN PERKUMPULAN MENGORGANISASI JEMAAT PELAJARAN 10

LITURGI SABDA. Tahun C Minggu Paskah III. Bacaan Pertama Kis. 5:27b b-41. Kami adalah saksi dari segala sesuatu: kami dan Roh Kudus.

Pdt. Gerry CJ Takaria

BAB II PROSES LITURGI SAKRAMEN REKONSILIASI DI GEREJA KATOLIK KELAHIRAN SANTA PERAWAN MARIA

RANGKUMAN PELAJARAN AGAMA KATOLIK KELAS 3 SEMESTER

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

BAB I PENDAHULUAN. bangsa-bangsa lain di sekelilingnya. Bangsa-bangsa lain memuja banyak dewa, sedangkan Israel

KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI PERGURUAN TINGGI UMUM

Tahun C Hari Minggu Biasa XXVIII LITURGI SABDA. Bacaan Pertama 2 Raj. 5 : Naaman kembali kepada Elisa, abdi Allah, dan memuji Tuhan.

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Transkripsi:

DOKUMEN KONSILI VATIKAN II

KATA PENGANTAR Ketua Presidium KWI Ketika persediaan buku Tonggak Sejarah Pedoman Arah, dokumen Konsili Vatikan II terbitan Departemen Dokumentasi dan Penerangan MAWI tahun 1983 mulai menipis jumlahnya, telah dipikirkan masak-masak oleh KaDokPen KWI, apakah akan mencetak ulang ataukah justru mengusahakan sekaligus adanya suatu terjemahan baru. Mengingat buku tersebut disana-sini dirasa perlu disempurnakan terjemahannya, baik yang menyangkut judul, ungkapan maupun isi, maka dianggap mendesak adanya terjemahan baru. Semula dipikirkan oleh KaDokPen KWI, dokumen tersebut akan diterjemahkan oleh sebuah team yang terdiri dari beberapa teolog dosen STFT dan STFKAT dari berbagai daerah diseluruh Indonesia. Namun cita-cita tersebut ternyata sulit dilaksanakan, karena tidak mudah menemukan dikalangan mereka seseoarang yang mempunyai waktu dan bersedia menterjemahkan dokumen tersebut. Presidium bersyukur bahwa Pater R. Hardawiryana SJ yang semula diharapkan menjadi koordinator para penterjemah akhirnya bersedia menjadi penterjemah tunggal. Pada rapat tanggal 18 s/d 20 April 1990, Presidium menyetujui usulan KaDokPen agar Pater R. Hardawiryana SJ, akan menterjemahkan seluruh dokumen Vatikan II, sedikit demi sedikit. Untuk tahap pertama, setiap kali satu dokumen selesai diterjemahkan, langsung diterbitkan oleh DOKPEN KWI sebagai Seri Dokumen Gerejani, kemudian disebar, sambil mohon agar mereka yang telah membaca, dan memakai untuk sarana perkuliahan, seminar dls., berkenan menyampaikan koreksi dan usulan penyempurnaan. Setelah semua dokumen selesai diterjemahkan, sertakoreksi telah masuk pula, seluruh dokumen akan dicetak ulang menjadi satu kesatuan, setelah diperiksa ulang oleh para ahli yang berkompeten. Kami bergembira bahwa akhirnya dapat diterbitkan seluruh dokumen Konsili Vatikan II dalam satu buku. Semoga buku baru ini dapat melayani kebutuhan Gereja Indonesia, karena buku lama telah habis. Dengan semakin sempurna diterjemahkan, inspirasi semangat dan ajaran Konsili Vatikan II yang kita hargai bersama itu dapat semakin baik dibaca, ditangkap, direnungkan, dan diresapkan. Dalam kesempatan ini, tak lupa kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Pater R. Hardawiryana SJ yang telah begitu banyak menyisihkan waktu karena berkenan menjadi penerjemah tunggal. Demikian pula kepada DOKPEN KWI serta semua pihak yang turut serta dalam usaha penerbitan buku baru ini, kami ucapkan banyak terima kasih. Setiap saran, koreksi dan usulan perbaikan tidak hanya kami terima dengan senang hati, melainkan juga sangat kami harapkan. Jakarta, 2 Februari 1993 Mgr. J. Darmaatmadja. SJ Ketua Presidium KWI

KATA PENGANTAR DOKPEN KWI Dokumen-dokumen Konsili Vatikan II telah diterjemahkan secara lengkap atas mandat dari MAWI (KWI) oleh Bapak Dr. J. Riberu yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Dokpen MAWI. Terjemahan ini terbit menjadi satu buku pada permulaan tahun 1984 dan sampai dengan tahun 1992 telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Dalam cetakan ulang judul buku diubah dengan judul yang lebih tepat : DOKUMEN KONSILI VATIKAN II. Tonggak Sejarah, Pedoman Arah. Tak dapat disangkal bahwa buku ini dipakai secara luas diseluruh Indonesia, tidak hanya dikalangan umat Katolik tetapi juga yang bukan Katolik. Sementara itu, dirasakan oleh para pemakai bahwa dalam terjemahan ini terdapat pelbagai kelemahan dan ketidaktepatan: judul buku, bahasa, kosakata dan sebagainya. Presidium KWI akhirnya dalam rapatnya tanggal 18 s/d 20 April 1990 memutuskan supaya seluruh dokumen itu diterjemahkan sekali lagi dengan melibatkan sebanyak mungkin ahli, sehingga terjemahan baru tersebut dapat lebih sempurna dan diterima oleh seluas mungkin pemakai. Tugas ini diserahkan kepada Departemen Dokumentasi dan Penerangan (DOKPEN) KWI. Setelah semua teolog dari STFT dan STF yang ada di Indonesia di Hubungi, ternyata hampir tak ada yang sanggup untuk membantu menterjemahkannya. Syukur kepada Tuhan, bahwa Rama R. Hardawiryana, SJ menyanggupkan diri untuk melakukannya sedikit demi sedikit. Sekarang pekerjaan besar dan berat itu sudah selesai dan sementara itu sudah diterbitkan secara periodik dalam Dokumen Gerejawi yang diterbitkan oleh DOKPEN KWI. Dan sekarang buku yang ada di tangan Anda ini menjadi bukti kerja keras tadi. Kita patut berterimakasih yang sebesar-besarnya kepadanya. Bahaya dari penerjemahan tunggal ini ialah bahwa kemungkinan untuk berbuat salah menjadi cukup besar. Hal ini kami coba imbangi dengan mengundang para pemakai, khususnya para ahli, untuk menyampaikan penyempurnaannya kepada penerjemah atau kepada kami selaku koordinator. Keuntungan dari penerjemahan tunggal ialah bahwa mutu dan gaya bahasa serta kadar ketelitian dapat dipertanggungjawabkan dalam seluruh dokumen; sesuatu yang agak sulit dipertahankan bila dokumen yang sama diterjemahkan oleh banyak orang. Akhirnya kami berharap bahwa para pemakai dapat merasakan bahwa terjemahan baru ini sungguh lebih baik dari yang lama dan buku ini dapat lebih berguna bagi keberadaan Gereja Katolik di Indonesia dalam, bersama dengan umat lain, bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tercinta ini. Jakarta, 17 Februari 1993 Alfons S. Suhardi, OFM KADOKPEN KWI

KONSILI VATIKAN II : 1962 1965 Konsili Vatikan II merupakan Konsili Ekumenis ke-21 dalam sejarah Gereja. Antara tgl. 11 Oktober 1962 dan tgl. 8 Desember 1965 diadakan empat periode sidang. Jumlah Uskup yang hadir lebih banyak dan berasal dari lebih banyak negara daripada yang menghadiri Konsili-Konsili sebelumnya( 1 ). Jumlah dokumen yang dihasilkannyapun lebih banyak, dan dampak-pengaruhnya atas kehidupan Gereja katolik lebih besar dari peristiwa manapun sesudah jaman reformasi pada abad XVI. PERSIAPAN Baik Paus Pis XI (1922-1939) maupun Paus Pius XII (1939-1958) pernah berfikir tentang membuka kembali Konsili Vatikan I (1869-1870), yang karena pecahnya perang antara Perancis dan Prusia (Jerman) terpaksa dihentikan secara mendadak ( 2 ). Tetapi Paus Yohanes XXIII-lah yang mengejutkan umat katolik sedunia dengan maklumat beliau yang penuh optimisme pada tgl. 25 Januari 1959, bahwa beliau bermaksud mengundang suatu Konsili ( 3 ). Yang beliau maksudkan bukan sekedar melanjutkan Konsili Vatikan I, melainkan menyelenggarakan Konsili yang baru sama sekali ( 4 ). Beliau mengharapkan Konsili akan mengajak Gereja semesta mengevaluasi kehidupan serta pelaksanaan misinya. Ada tiga sasaran yang mau dicapai, yakni : pembaharuan rohani dalam terang injil, penyesuaian dengan masa sekarang ( aggiornamento ) untuk menanggapi tantangantantangan zaman modern( 5 ), dan pemulihan persekutuan penuh antara segenap umat kristen ( 6 ). Persiapan Konsili dimulai dengan undangan yang ditujukan kepada semua Uskup diseluruh dunia, para pemimpin tarekat-tarekat imam religius, universitas-universitas serta fakultas-fakultas katolik, dan para anggota Kuria Romawi, untuk mengemukakan saransaran mereka bagi permusyawarahan dan penyusuanan acar Konsili. Disepanjang sejarah Gereja belumpernah diadakan konsultasi seluas itu ( 7 ). Hasilnya ialah lebih dari 9300 saran. Seluruh bahan itu dipilah-pilah, didaftar, dan dibagi-bagikan kepada sepuluh komisi persiapan, yang oleh Paus Yohanes diangkat pada tgl. 5 Juni 1960 untuk menyiapkan konsep-konsep naskah ( schemata ) untuk dibahas dalam Konsili. Komisi-komisi mengadakan rapat-rapat kerja antara bulan November 1960 dan bulan Juni 1962, dan menghasilkan lebih dari 70 naskah yang kemudian dirangkum menjadi sekitar 20 naskah. Setiap naskah diperiksa oleh Komisi Persiapan Pusat, 1 Pada Pembukaan Konsili hadirlah 2540 Bapa Konsili. Baiklah dikenangkan pula dampak relatif cukup besar 29 pengamat dari 17 Gereja lain dan undangan yang bukan katolik, para pendengar pria maupun wanita, perhatian besar media cetak, dan makin banyak tersedianya informasi tentang Konsili. 2 Tentang Konsili Vatikan I, lihat : H. Jedin, Sejarah Konsili, Yogyakarta: Kanisius 1973, hlm.111-138; T. Jacobs, Latar Belakang dekat Konsili Vatikan II, khususnya hlm.60-63 3 Paus Yohanes XXIII, Konstitusi apostolik Humanae Salutis, tgl. 25 Desember 1961, memandang sebagai suatu motivasi untuk mengundang Konsili; membuka kemungkinan bagi Gereja untuk memberi sumbangan efektif demi pemecahan soal-soal zaman modern. 4 Dalam konstitusi apostolik Humanae Salutis, tgl. 25 Desember 1961Paus Yohanes XXIII mencetuskan harapan beliau: semoga Konsili Vatikan II merupakan ulangan Pentekosta bagi umat kristen. Juga dogmadogma Tradisi Gereja ditempatkan dalam konteks baru dan ditafsirkan secara baru. 5 Paus Paulus VI pada sidang terakhir Konsili mengartikan aggiornamento sebagai usaha untuk makin mendalami semangat Konsili dan penerapan setia norma-norma yang digariskan. 6 Amanat Paus Yohanes XXIII pada pembukaan Konsili, tgl. 11 Oktober 1962, antara lain menekankan perlunya meningkatkan persatuan kristen, bahkan seluruh keluarga manusia. Maksud itu terungkap dengan jelas misalnya ketika pada tgl.5 Januari 1964 Paus Paulus VI dalam kunjungan beliau ke Tanah Suci merangkul Atenagoras, Patriark Ortodoks utama dari Gereja Timur. Peristiwa lain: pernyataan bersama, yang diumumkan di Istanbul dan di Vatikan pada tgl. 7 Desember 1965, tentang peristiwa-peristiwa pada tahun 1054, yang menimbulkan perpecahan antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks di Istanbul. Pernyataan Katolik-Ortodoks itu mengungkapkan kerinduan akan persekutuan makin penuh antara Gereja di Istanbul dan Gereja katolik. 7 Konstitusi apostolik Paus Yohanes XXIII Humanae Salutis, tgl. 25 Desember 1961, menampilkan pentingnya konsultasi seluas itu dalam proses persiapan Konsili.

diperbaiki dengan memperhatikan catatan-catatan yang dilampirkan, dan akhirnya dimohonkan persetujuan Paus. Pada musim panas tahun 1962 sejumlah naskah diedarkan diantara para Uskup sedunia sebagai bahan untuk periode Sidang yang akan dimulai pada musim gugur. SIDANG PERTAMA Konsili Vatikan II menyelenggarakan empat periode sidang, yakni: 11 Oktober 8 Desember 1962, 29 September 4 Desember 1963, 14 September 21 November 1964, dan 14 September 8 Desember 1965. Dalam uraian pengantar ini tidak mungkin memaparkan ikhtisar sejarah Konsili( 8 ). Tetapi baiklah disajikan catatan tentang periode Sidang Pertama, yang paling dramatis dan paling penting. Suasana dan keputusan-keputusan yang diambil ketika itu menggariskan haluan dasar seluruh Konsili. Ada empat moment yang mempunyai relevansi khas. Momen relevan yang pertama ialah Amanat Pembukaan yang disampaikan oleh Paus Yohanes XXIII pada tgl.11 Oktober 1962. Beliau mendesak supaya Konsili menempuh arah pastoral ( 9 ). Menghadapi dunia yang memerlukan uluran belaskasihan( 10 ). Bukan maksud utamanya untuk mengulang-ulangi saja apa yang jelas sudah merupakan ajaran katolik, atau melontarkan kecaman-kecaman ( anathema ) terhadap kesesatan-kesesatan. Kendati mendesaknya tantangan-tantangan zaman, para Uskup diundang untuk menjauhkan sikap murung terhadap dunia modern, dan untuk merenungkan : mungkinkah Allah justru hendak memulai suatu era baru dalam sejarah manusia? Mereka diharapkan membedakan antara pokok-pokok iman disatu pihak, dan dipihak lain cara-cara mengungkapkannya yang tergantung juga dari situasi dan kondisi yang silih berganti, serta bagaimanapun juga harus menanggapinya. Jadi soal utama ialah : bagaimana pusaka iman diungkapkan dalam konteks situasi masa kini, untuk sungguh menyentuh hati manusia zaman sekarang dan memecahkan masalah-masalahnya yang aktual. Momen kedua yang relevan ialah : ketika pada sidang kerja pertama para Uskup menyatakan tidak bersedia untuk begitu saja menerima para anggota komisi-komisi Konsili, yang disodorkan dalam daftar yang sudah siap, melainkan memutuskan untuk memilih sendiripara anggota komisi-komisi. Ketika itu peristiwa itu dianggap mengungkapkan, bahwa cukup banyak Uskup tidak setuju dengan nada dan isi pokok banyak naskah yang telah disiapkan. Mereka menginginkan waktu secukupnya untuk saling mengenal, dan memilih para anggota komisi-komisi, sehingga tidak begitu saja diulangi tekanan-tekanan naskah-naskah persiapan. Momen ketiga yang sinyifikatif ialah perdebatan Konsili tentang Skema mengenai Liturgi. Diskusi itu mencerminkan, bahwa mayoritas para Uskup mendukung ajakan Paus untuk membaharui kehidupan Gereja. Maksud mereka makin jelas, ketika dimulai perdebatan tentang Skema Tentang Sumber-Sumber Pewahyuan. Teks itu oleh banyak Uskup dikritik dengan tajam sekali, dan pada pemungutan suara menjelang akhir diskusi lebih dari 60% menghendaki agar Skema dibatalkan. Meskipun jumlah suara itu tidak mencukupi untuk mengembalikan Skema, Paus Yohanes memerintahkan perombakannya sama sekali. Momen keempat yang dramatis itu menampilkan maksud mayoritas para Uskup untuk menempuh haluan, yang dalam berbagai aspek menyimpang dari sikap-sikap dan strategi-strategi, yang menandai Katolisisme Romawi selama 150 tahun sebelumnya. Paus Yohanes XXIII meninggal pada bulan Juli 1963, dan digantikan oleh Paus Paulus VI. Salah satu tindakan Paus baru yakni : mengumumnkan bahwa Konsili akan dilanjutkan, dan harus tetap mengikuti haluan yang telah digariskan oleh Paus Yohanes dan dikukukhkan selama periode Sidang I. Selama tiga periode Sidang berikut yang diketuai oleh Paus Paulus VI terlaksanalah karya pokok Konsili. 8 Lihat : Daftar Beberapa Peristiwa Penting Selama Konsili Vatikan II. 9 Menurut Presbyterorum Ordinis 12, tujuan pastoral Konsili ialah : 1) Pembaharuan Gereja, 2) pewartaan Injil diseluruh dunia, dan 3) dialog dengan dunia modern. 10 Amanat Paus Paulus VI pada hari raya Natal 1965 menggarisbawahi, bahwa suasana dominan selama Konsili diilhami oleh gambaran Injili tentang Gembala Baik, yang tidak berhenti mencari sebelum menemukan domba yang sesat.

DOKUMEN-DOKUMEN KONSILI Konsili Vatikan II menghasilkan enam belas dokumen, yakni empat Konstitusi (tentanag Liturgi, tenteng Gereja, tentang Wahyu Ilahi, dan tentang Gereja dalam Dunia Modern), sembilan Dekrit (tentang Upaya-Upaya komunikasi sosial, tentang Gereja-Gereja Timur Katolik, tentang Ekumenisme, tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja, tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius, tentang Pembinaan Imam, tentang Kerasulan Awam, tentang Kegiatan Misioner Gereja, dan tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam), dan tiga Pernyataan (tentang Pendidikan Kristen, tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Bukan Kristen, dan tentang Kebebasan Beragama). Judul-judul itu sudah menampakkan, betapa luaslah jangkauan Konsili. Dokumen utama Konsili ialah Konstitusi dogmatis tentang Gereja ( Lumen Gentium ) ( 11 ). Titik tolaknya ialah Eklesiologi resmi yang dominan menjelang Konsili, dan ditandai dengan tekanan pada dimensi-dimensi kelembagaan Gereja ( 12 ). Konstitusi mulai dengan pandangan tentang Gereja sebagai Misteri, sebagai persekutuan beriman, yang dipanggil untuk ikut menghayati hidup Tritunggal maha kudus. Persekutuan dalam Allah itu memperbuahkan persekutuan antara para anggota Gereja, yang menjadikan mereka umat Allah, Tubuh Kristus dan Kenisah Roh Kudus. Dalam satu Gereja dimensi Ilahi dan manusiawi menciptakan suatu gejala sosial tersendiri, Gereja Kristus yang berada dalam Gereja Katolik Romawi, kendati banyak unsur-unsurnya yang baku terdapat juga diluar batas-batasnya yang kelihatan ( 13 ). Selanjutnya Lumen Gentium menguraikan, bahwa dalam Gereja sebagai umat Allah terwujudlah Misteri dalam kurun sejarah antara Kenaikan Kristus ke Sorga dan Kedatangan-Nya pada akhir zaman ( 14 ). Ditekankan kesejahteraan fundamental martabat para anggota, yang mendasari pembedaan-pembedaan antara hirarki, kaum awam dan para religius. Orang menjadi warga penuh dalam Gereja, bila ia memiliki Roh Kristus, dan berada dalam persekutuan iman, Sakramen Sakramen, dan tata-laksana serta struktur Gerejawi. Gereja itu bersifat katolik, artinya : menjangkau semua bangsa dan kebudayaan, dipanggil untuk menghimpunnya dibawah Kristus Tuhan, dan untuk memperkaya Gereja semesta melalui pertukaran timbal balik sumber-sumber budaya pelbagai bangsa. Dalam Konstitusi ini dan dalam dokumen-dokumen Konsili kuat-kuat menekankan teologi Gereja setempat; dengan kata lain : prinsip, bahwa misteri Gereja selalu diwujudkan dalam jemaat-jemaat setempat, paroki-paroki, keuskupan-keuskupan, wilayah-wilayah geografis dan budaya yang lebih luas. Perspektif itu khususnya nampak dengan jelas dalam Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja ( Ad Gentes ). Perspektif teologis dan rohani dua bab pertama Lumen Gentium dijabarkan dalam Konstitusi dogmatis tentang Wahyu Ilahi ( Dei Verbum ) dan Konstitusi tentang Liturgi ( Sacrosanctum Consilium ) ( 15 ). Dei Verbum memandang perwahyuan sebagai komunikasi diri Allah melalui sabda dan karya-nya, yang mencapai kesempurnaannya dalam Yesus Kristus. Perwahyuan pembawa penebusan itu disalurkan melalui Kitab Suci dan Tradisi. Dalam uraiannya tentang kedua pengantara perwahyuan itu Konsili menekankan peranan sentral Kitab suci, dan mendukung sahnya penelitian modern secara kritis ilmiah. Digarisbawahi pula peranan Tradisi, yang dimengerti sebagai proses hidup menerima serta menafsirkan Kitab suci dalam kenyataan hidup Gereja sehari-hari. 11 Lih. T. Jacobs, Gagasan-gagasan pokok, hlm.25-38. Suatu Skematisasi dokumen-dokumen Konsili Vatikan II dalam tiga bagian (pemahaman diri Gereja, pendalaman tentang hidup Gereja sendiri, dan pendalaman tentang misi Gereja): lih. Martadiatmaja, Gagasan-gagasan Dogmatik, hlm.10-11. 12 Lumen Gentium, dan karena itu seluruh Eklesiologi Vatikan II, dikembangkan berpangkal pada pandangan Mystici Corporis, seperti dirumuskan dalam skema I tentang Gereja. Vatikan II memang membuka pandangan baru terhadap Gereja, tetapi tidak menolak yang lama, bdk. T. Jacobs, Gagasan-gagasan Pokok, hlm.44. 13 Lih. LG.8; bdk. UR.3. 14 Seperti terungkap dalam Bab I dan II, pandangan baru tentang Gereja berarti, Suatu sentralisasi vertikal pada Kristus dan suatu desentralisasi horisontal pada umat Allah, Y. Congar, L Eglise : De saint Augustin a I epoque modernr:, Paris : Cerf 1970, hlm.473. 15 Tentang bagaimana Sacrosanctum Concilium melengkapi Lumen Gentium, lihat T. Jacobs, Gagasangagasan Pokok, hlm. 28.

Sesudah pengantar teologis tentang peranan Liturgi dan khususnya Ekaristi suci yang bagi Gereja penting sekali, Konstitusi Sacrosanctum Concilium menggariskan prinsip-prinsip pembaharuan hidup liturgis Gereja secara mendalam. Upacara-upacar perlu diperbaharui sedemikian rupa, sehingga lebih jelas melambangkan misteri penyelamatan dan memungkinkan partisipasi aktif yang lebih penuh oleh semua warga Gereja. Seusai pembahasan Gereja sebagai Misteri dan Umat Allah, Lumen Gentium mengarahkan perhatian kepada penggolongan anggota Gereja. Bab III menguraikan peranan hirarki ( 16 ), khususnya episkopat, dengan maksud mengimbangi tekanan Konsili Vatikan I pada wewenang dan tidak dapat sesatnya ( infallibilitas ) Paus, dengan menempatkan pelayanan kesatuan dalam konteks lebih luas Dewan para Uskup. Diajarkan sifat sakramental episkopat, begitu pula tanggung jawab Uskup atas Gereja setempat dan atas kesejahteraan Gereja semesta. Ajaran Konsili Vatikan I tentang Wewenang Mengajar ( Magisterium ) diulangi, tetapi sekaligus ditafsirkan secara lebih penuh dari yang mungkin tercapai pada tahun 1870. Dua artikel terakhir menguraikan imamat, dan mencantumkan keputusan untuki memulihkan diakonat sebagai pelayanan tetap. Bahan Bab III itu dilengkapi dengan Dekrit-Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup ( Christus Dominus ), tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam ( Presbyterorum Ordinis ), dan tentang Pembinaan Imam ( Optatam Totius ). Bab IV Lumen Gentium menguraikan peranan kaum awam ( 17 ). Disajikan gambaran tipologis awam sebagai orang kristen, yang berhak penuh untuk ikut menghayati hidup dan menunaikan misi Gereja, dengan hidup secara kristen dalam dunia sekular. Awam menghadirkan Gereja didunia, dan dipanggil untuk menghadapi masalahpersoalan sehari-hari dengan sabda serta rahmat Kristus. Sekaligus ia menyumbangkan pandangan maupun pengalamannya tentang hidup sekular demi pembangunan Gereja. Prinsip-prinsip yang digariskan dalam Bab ini secara lebih penuh dijabarkan dalam Dekrit tentang Kerasulan Awam ( Apostolicam Actuositatem ). Bab VI tentang para religius dalam Gereja menjelaskan makna tiga kaul, yang diikrarkan oleh para religius untuk menerima tangtangan nasehat-nasehat Injili. Bab ini mendorong mereka untuk menunaikan tanggung jawab mereka sendiri demi kehidupan dan misi Gereja. Dekrit Perfectae Caritatis menyajikan prinsip-prinsip tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius ( 18 ), yang sekaligus mencerminkan cita-cita aggiornamento untuk seluruh Gereja. 1) kembali kepada Injil sebagai pedoman hidup yang utama; 2) kembali kepada sumber-sumber karisma dan spiritualitas masing-masing tarekat; 3) integrasi dalam Gereja seluruhnya; 4) menanggapi kebutuhan jaman dalam perihidup maupun kerasulan; 5) penghapusan deskriminasi antara para anggota ( 19 ). Dalam Bab V dan VII Lumen Gentium kembali memandang Gereja semesta, sambil menekankan panggilan semua orang untuk kesucian dan persekutuan Gereja di dunia dengan Gereja yang jaya dalam Kerajaan Allah. Bab terakhir Konstitusi dipersembahkan kepada Santa Perawan Maria, dan menjadikan peranannya sebagai anggota maupun lambang Gereja kunci untuk menafsirkan teologi tentang Maria. Eklesiologi Lumen Gentium yang lebih mendalam dan lebih kaya besar sekali dampaknya atas hubungan-hubungan ekumenis antara Gereja katolik dengan Gereja- Gereja serta jemaat-jemaat kristen lainnya. Hubungan-hubungan itu oleh Konsili dijajagi baik dalam Lumen Gentium maupun dalam Dekrit tentang Ekumenisme ( Unitaris redintegratio ), Dekrit tentang Gereja-Gereja Timur Katolik ( Orientalium Redintegratio ), dan Dekrit tentang hubungan Gereja dengan Agama-agama bukan kristen ( Nostra Aetate ). Dokumen-dokumen itu mencetuskan kesanggupan Gereja yang antusias untuk menggantikan sikap curiga dan bermusuhan antar Gereja dan antar Agama dengan sikap dialog dan kerjasama ( 20 ). 16 Lih. T. Jacobs, Gagasan-gagasan Pokok, hlm.31-32. 17 Lih. T. Jacobs, Gagasan-gagasan Pokok, hlm.33-35. 18 J. A. Komonchak membuat kesalahan dengan menukarkan bab V (tentang panggilan untuk kesempurnaan) dengan bab VI (para religius), cf. hlm.1075. 19 Bdk. T. Jacobs, Gagasan-gagasan Pokok, hlm.37. 20 Sebelas hari sesudah Konstitusi tentang Gereja resmi diumumkan pada tgl.21 November 1964, Paus Paulus VI untuk pertama kalinya mengunjungi India, sesudah pada awal tahun itu juga beliau mengunjungi Yordania dan Israel.

Konsili juga menyajikan dua dokumen untuk menanggapi situasi Gereja dalam dunia modern. Gaudim Et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Gereja Dalam Dunia Modern, menyajikan citra Gereja yang berbagi kegembiraan dan harapan, penderitaan dan kegelisahan dengan sesama sezaman ( 21 ).Konstitusi GS mengandaikan semua yang telah ditetapkan oleh Konsili tentang Gereja, tetapi juga melengkapinya, sejauh menekankan bahwa anggota Gereja ialah anggota masyarakat (bdk. GS 1). Dan bahwa Gereja wajib bekerja sama dengan masyarakat (bdk. GS 40) ( 22 ). Bersama mereka semua Gereja ikut merasa bertanggung jawab untuk mengisi sejarah dunia. Bagian I dokumen menyajikan refleksi teologis tentang hubungan Gereja dan Dunia, serta secara istimewa menekankan, bahwa pihak yang satu mempunyai sumbangannyakepada pihak lain. Asas-asas itu diterapkan dalam bagian II pada masalah-masalah aktual tentang perkawinan dan keluarga, kebudayaan, kehidupan ekonomi, sosial dan politik, serta tentang damai dan perang ( 23 ). Deklarasi tentang Kebebasan Beragama ( Dignitatis Humanae ) mencantumkan pandangan Konsili tentang soal Gereja dan negara. Konsili membela hak pribadi manusiaatas kebebasan beragama, dan menentang camput tangan pemerintah dalam pelaksanaan hak itu. Dalam dokumen itu dan dalam Konstitusi Gaudium et Spes Konsili menganjurkan sikap yang jauh lebih terbuka terhadap dunia modern daripada yang terdapat dalam gereja katolik Roma selama 150 tahun sebelumnya. Konsili ditutup pada tgl. 8 Desember 1965 dengan amanat Paus Paulus VI ( 24 ), dan pembacaan Pesan- Pesan Konsili, yang atas nama para Bapa Konsili dibawakan oleh beberapa Kardinal, dan ditujukan kepada pelbagai kelompok: para pemimpin negara, kaum intelektual, para seniman, kaum wanita, kaum miskin, mereka yang sakit dan menderita, kaum buruh dan generasi muda. DAMPAK PENGARUH KONSILI Sebagai peristiwa Konsili mempunyai pengaruh yang besar sekali. Dalam kenangan Gereja Konsili merupakan pengalaman pertama pelaksanaan kolegial Kewibawaan tertinggi gerejawi ( 25 ). Gereja, yamh samapai saat itu sering membanggakan sifatnya tetap tak berubah, menjalani evaluasi diri yang mendalam dan bersikap kritis terhadap dirinya. Banyak sikap-sikap dan strategi-strateginya ditinjau kembali dan ditantang dalam terang Injil dan dalam Konfrontasi dengan kebutuhan-kebutuhan zaman sekarang. Gejala itu berkelanjutan dimasa pasca Konsili. Perubahan-perubahan yang paling menonjol terjadi dalam Liturgi. Sebab Paus Paulus VI tidak hanya menghendaki supaya seruan Konsili untuk membaharui diri dilaksanakan sepenuhnya, tetapi bahkan supaya pembaharuan itu lebih jauh lagi dari apa yang diharapkan Konsili. Dipelbagai bidang kehidupan Gereja disetujuai usaha-usaha pembaharuan : hubungan-hubungan antara klerus dan awam, antara Uskup dan para imam, antara Roma dan Gereja-Gereja setempat, 21 Amanat Para Bapa Konsili pada awal Periode Sidang I, tgl.20 Oktober 1962, memandang sebagai isyu yang mendesak secara khas; disamping perdamaian, masalah keadilan sosial, mengacu kepada Ensiklik Paus Yohanes XXIII Mater et Magistra. Juga Pesan-Pesan Akhir Konsili, Yang disampaikan oleh Paus Paulus VI dan para Bapa Konsili pada tgl.8 Desmber 1965, menggarisbawahi makin perlunya umat kristen melibatkan diri dalam kehidupan masyarakat modern. Tentang GS lihat T. Jacobs, Gagasan-Gagasan Pokok, hlm.39-42. 22 Boleh dikatakan juga, bahwa Lumen Gentium harus dibaca kearah Gaudium et Spes, bdk. T. Jacobs, Gagasan-Gagasan Pokok, hlm.23. 23 Amanat para Bapa Konsili pada awal Periode Sidang I, tgl.20 Oktober 1962, mengacu kepada amanat radio Paus Yohanes XXIII, tgl. 11 September 1962, yang menekankan kerinduan umat manusia akan perdamaian. 24 Dibacakan Breve (amanat tertulis singkat) Paus pada hari itu juga, yang menyatakan Konsili ditutup secara resmi, dan bahwa semua Dekrit harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap umat beriman. 25 Dengan diselenggarakannya Konsili Vatikan II ternyata prinsip kolegial dan sinodal dalam kepemimpinan Gereja bukan hanya tidak dihapus, melainkan bahkan dilaksanakan. Sementara Paus diakui primatnya (Vatikan I dan II), Paus tidak dapat diidentikkan begitu saja dengan Dewan para Uskup (Vatikan II).

antara umat katolik dan umat beragama lain, dan sebagainya. Usaha-usaha pembahruan yang secara resmi di restui dan didukung sering pula diirngi dengan gerakan-gerakan dikalangan umat yang penuh semangat. Diantara gerakan-gerakan itu ada yang menanggapi serua Konsili dan serasi dengan usaha-usaha pembaruan yang resmi. Ada pula yang bersifat lebih radikal dari apa yang digambarkan atau diperintahkan oleh Konsili. Konsili disambut secara berlain-lainan dipelbagai kawasan dunia dan oleh bermacam-macam lingkungan buday. Tetapi kiranya tidak berlebihan mengatakan, bahwa tiada Gereja di dunia yang sama sekali tidak terkena dampak dari pembaharuan yang diamanatkan oleh Konsili. Itu sendiri sudah membenarkan tekanan Konsili dalam Gereja setempat dan pada peran serta dan tanggung jawab semua orang kristen dalam kehidupan Gereja. Di beberapa bidang perubahan-perubahan itu begitu pesat dan cukup mendalam, sehingga boleh dipandang sebagai suatu krisis dalam Gereja. Dua puluh tahun sesudah Konsili masih berlangsunglah suatu diskusi yang hangat baik tentang makna Konsili maupun tentang nilai apa yang terjadi sejak saat itu. Pada garis besarnya terdapat tiga tafsiran. Pandangan yang progresif menganggap Konsili moment yang sudah sangat terlambat bagi Gereja yang terlanjur sudah tidak relevan lagi, yang akhirnya mau menatap tantangan-tantangan zaman modern. Pandangan yang tradisional menyepakati, bahwa Konsili mengakibatkan perubahan-perubahan yang cukup besar, tetapi apa yang oleh kelompok yang progresif tadi disambut baik, oleh kelompok tradisional dianggap sebagai suatu kapitulasi Gereja yang patut disayangkan terhadap prinsip-prinsip dan gerakan-gerakan yang sebelum itu dengan tepat ditentangnya sejak Revolusi Perancis. Kedua pandangan itu sepakat melihat makna Konsili yang cukup berbobot, sungguhpun keduanya sama sekali tidak setuju dalam cara mereka menilai perkembangan itu. Diantara kedua posisi yang sama-sama ekstrim itu terdapat pandangan jalan tengah yang masih penuh ketegangan juga. Ada yang menganggap Konsili melulu sebagai usaha pembahruan, sebenarnya tanpa memaksudkan banyak perkembangan yang de facto menyusulnya. Atas perkembangan-perkembangan itu yang mereka anggap bertanggungjawab ialah kaum progresif, yang mengabaikan cara Konsili merumuskan amanatnya ( huruf Konsili) untuk membela apa yang mereka anggap semangat Konsili. Menurut kelompok jalan tengah yang pertama itu, kekeruhan-kekeruhan pasca Vatikan II hanya dapat dijernihkan dengan kembali baik kepada huruf maupun kepada semangat Konsili yang sejati. Kelompok jalan tengah lainnya mempertahankan, bahwa - entah apa yang dimaksudkan oleh para Bapa Konsili sendiri- banyak usaha pembaharuan yang dulu mereka dukung de facto mempunyai dampak cukup revolusioner bagi sikap-sikap, strategi-strategi dan adat kebiasaan umat katolik sehari-hari. Secara khas mereka menunjuk kepada sikap Konsili yang lebih terbuka terhadap dunia modern, kepada seruannya untuk mawas diri, dan kepada dukungannya terhadap perwujudan Gereja secara konkrit ditingkat lokal. Menurut tafsiran mereka, Konsili sendirilah yang bertanggungjawab atas banyaknya perubahan-perubahan yang cukup besar dalam Gereja sejak Konsili. Dokumen-dokumen Konsili perlu ditekankan makna historis-sosiologisnya dalam konteks dunia katolik modern. Sinode para Uskup di Roma pada tahun 1985, yang bersidang untuk merayakan ulang tahun ke-20 penutupan Vatikan II, membuka forum diskusi tentang makna Konsili. Perdebatan tidak menampakkan tanda-tanda mereda, Apakah sebenarnya Konsili itu, betapa relevan dan berjasanya Konsili bagi Gereja, hanya dapat ditentukan dalam rangka penerimaannya oleh Gereja semesta. Agaknya dua dasawarsa masih terlampau singkat untuk mengadakan evaluasi final tentang Konsili Vatikan II. Banyak unsur ajaran Konsili telah dipraktekkan dan diterima penuh syukur dikalangan luas Gereja. Unsurunsur lain sekarangpun masih perlu dilaksanakan. Tetapi sudah jelaslah, bahwa Konsili Vatikan II merupakan titik balik dalam sejarah dunia modern Gereja katolik, suatu momen dalam proses Gereja mewujudkan diri secara nyata, proses yang baru mulai menampilkan kesungguhan dan kekuatannya.

CATATAN : 1. Uraian pengantar tentang konsili Vatikan II ini sebagian merupakan saduran karangan Joseph A. Komonchak, Vatikan Council II dalam The New Dictionary of Theology, diterbitkan oleh Joseph A. Komonchak, Mary Collins, Dermot A. Lane, Dublin: Gill and Mac-milland Ltd, edisi 1, 1987, hlm.1072-1077. Kecuali itu digunakan sebagai nara sumber antara lain : 2. Konstitusi Paus Yohanes XXIII, Humanae Salutis, tgal.25 Desember 1961 untuk mengundang Konsili Vatikan II. 3. Amanat Paus Yohanes XXIII pada pembukaan Konsili, tgl.11 Oktober 1962. 4. Amanat para Bapa Konsili kepada umat manusia pada awal periode Sidang I Konsili, tgl. 20 Oktober 1962 5. Dr. B. S. Mardiatmaja SJ, Gagasan Gagasan Dogmatik Seputar Konsili Vatikan Kedua, Spektrum XIV:1-2 (1986) hlm.1-22 (termasuk Daftar Kepustakaan). 6. Tom Jacobs, Gagasan-Gagasan Pokok Konsili Vatikan II. Spektrum XIV:1-2 (1986) hlm. 23-53 (termasuk Daftar Kepustakaan). 7. Tom Jacobs, Latar Belakang Dekat Konsili Vatikan II, Spektrum XIV:1-2 (1986) hlm. 54-71 (termasuk Daftar Kepustakaan). 8. Dr. C.Groenen OFM, Gereja Yesus Kristus dari awal (th. ±30) samapai Konsili Vatikan I (1870), Spektrum XIV:1-2 (1986) hlm. 72-104 (termasuk Daftar Kepustakaan). 9. Dr. P.Go O.Carm, Beberapa Aspek Moral Hasil Konsili Vatikan II, Spektrum XIV:1-2 (1986) hlm. 105-150. 10. Dr. P. Go O.Carm, Beberapa Aspek Hukum Kanonik Hasil Konsili Vatikan II, Spektrum XIV:1-2 (1986) hlm. 151-165 11. Adolf heuken SJ, Katekismus Konsili Vatikan II, Jakarta: Cipta Loka Caraka 1987, 224 hlm. Robert Hardawiryana SJ.

DAFTAR ISI KONSILI VATIKAN II : 1662-1965 SIDANG III (4 Desember 1965) KONSTITUSI SACROSANCTUM CONCILIUM TENTANG LITURGI SUCI PENDAHULUAN BAB I : ASAS-ASAS UMUM UNTUK MEMBAHARUI DAN MENGEMBANGKAN LITURGI I. Hakekat dan Makna Liturgi Suci Dalam Kehidupan Gereja 5. Karya keselamatan dilaksanakan oleh Kristus 6. Karya keselamatan, yang dilestarikan oleh Gereja, terlaksana dalam liturgi 7. Kehadiran Kristus dalam Liturgi 8. Liturgi di dunia ini dan Liturgi di sorga 9. Liturgi bukan satu-satunya kegiatan Gereja 10. Liturgi puncak dan sumber kehidupan Gereja 11. Perlunya persiapan pribadi 12-13 Liturgi dan ulah kesalehan II. Pendidikan Liturgi dan Keikut-sertaan aktif 14. Pendahuluan 15. Pembinaan para dosen Liturgi 16-18 Pendidikan Liturgi kaum Rohaniwan 19. Pembinaan Liturgis kaum beriman 20. Sarana-sarana audio-visual dan perayaan Liturgi III. Pembaharuan Liturgi 21. Pendahuluan A. Kaidah-kaidah umum 22. Pengaturan Liturgi 23. Tradisi dan perkembangan 24. Kitab suci dan Liturgi 25. Peninjauan kembali buku-buku Liturgi B. Kaidah-kaidah berdasarkan hakekat Liturgi sebagai tindakan Hirarki dan jemaat 26. Liturgi sebagai perayaan Gereja 27. Perayaan bersama 28-29 Martabat perayaan 30-31 Keikut-sertaan aktif umat beriman 32. Liturgi dan kelompok-kelompok sosial C. Kaidah-kaidah berdasarkan sifat pembinaan dan pastoral Liturgi 33. Pendahuluan 34. Keserasian upacara-upacara 35. Kitab suci, pewartaan dan katekese dalam Liturgi 36. Bahasa Liturgi D. Kaidah-kaidah untuk menyesuaikan Liturgi dengan tabiat perangai dan tradisi bangsa-bangsa 37. Gereja memelihara kekayaan bangsa-bangsa 38. Penyesuaian dan tuntutan masa dan tempat 39. Batas-batas penyesuaian 40. Penyesuaian Liturgi, terutama di daerah misi IV. Pembinaan kehidupan Liturgi dalam keuskupan dan paroki 41. Kehidupan Liturgi dalam keuskupan

42. Kehidupan Liturgi dalam paroki V. Pengembangan pastoral Liturgi 43. Pembaharuan Liturgi, rahmat Roh Kudus 44. Komisi Liturgi nasional 45. Komisi Liturgi keuskupan 46. Komisi-komisi musik dan kesenian Liturgi BAB II : MISTERI EKARISTI SUCI 47. Ekaristi suci dan misteri Paska 48-49 Keikut-sertaan aktif kaum beriman 50. Peninjauan kembali Tata Perayaan Ekaristi 51. Supaya Ekaristi diperkaya dengan sabda Kitab suci 52. Homili 53. Doa umat 54. Bahasa Latin dan bahasa pribumi dalam perayaan Ekaristi 55. Komuni suci, puncak keikut-sertaan dalam Misa suci, Komuni dua rupa 56. Kesatuan Misa 57-58 Konselebrasi BAB III : SAKRAMEN-SAKRAMEN LAINNYA DAN SAKRAMENTALI 59. Hakekat sakramen 60. Sakramentali 61. Nilai pastoral Liturgi, hubungannya dengan misteri Paska 62. Perlunya meninjau kembali upacara Sakramen-Sakramen 63. Bahasa; rituale Romawi dan rituale khusus 64. Katekumenat 65. Inkulturasi inisiasi 66. Peninjauan kembali upacara babtis 67. Peninjauan kembali upacara pembabtisan kanak-kanak 68. Upacara pembabtisan yang singkat 69. Upacara pelengkap 70. Pemberkatan air babtis 71. Peninjauan kembali Sakramen Krisma 72. Peninjauan kembali upacara tobat 73. Peninjauan kembali upacara Pengurapan Orang Sakit 74. Upacara berkesinambungan untuk orang sakit 75. Upacara pengurapan Orang Sakit 76. Peninjauan kembali Sakramen Tahbisan 77. Peninjauan kembali Sakramen Perkawinan 78. Perayaan perkawinan 79. Peninjauan kembali sakramentali 80. Pengikraran kaul religius 81. Peninjauan kembali upacara pemakaman 82. Upacara penguburan anak-anak BAB IV : IBADAT HARIAN 83-85 Ibadat harian, karya Kristus dan Gereja 86-87 Nilai pastoral Ibadat Harian 88-89 Peninjauan kembali pembagian waktu Ibadat menurut tradisi 90. Ibadat harian, sumber kesalehan 91. Pembagian mazmur-mazmur 92. Penyusunan bacaan-bacaan 93. Peninjauan kembali madah-madah 94. Saat mendoakan Ibadat Harian 95-97 Kewajiban mendoakan Ibadat harian

98. Pujian kepada Allah dalam tarekat-tarekat religius 99. Ibadat Harian bersama 100. Keikut-sertaan umat beriman 101. Bahasa BAB V : TAHUN LITURGI 102-105 Makna tahun Liturgi 106. Makna hari Minggu ditekankan lagi 107-108 Peninajauan kembali tahun Liturgi 109-110 Masa Prapaska 111. Pesta para kudus BAB VI : MUSIK LITURGI 112. Matabat musik Liturgi 113. Liturgi meriah 114. Umat beriman diharapkan berperan serta 115. Pendidikan musik 116. Nyanyian Gregorian dan Polifoni 117. Penerbitan buku-buku nyanyian Gregorian 118. Nyanyian rohani umat 119. Musik Liturgi di daerah-daerah Misi 120. Orgel dan alat-alat musik lainnya 121. Panggilan para pengarang musik BAB VII : KESENIAN RELIGIUS DAN PERLENGKAPAN IBADAT 122. Martabat kesenian religius 123. Corak-corak artistik 124. Karya-karya seni yang menyinggung cita rasa keagamaan 125. Gambar-gambar dan patung-patung 126. Panitia keuskupan untuk Kesenian Liturgi 127. Pembinaan para seniman 128. Peninjauan kembali peraturan tentang kesenian ibadat 129. Pembinaan kesenian bagi kaum rohaniwan 130. Penggunaan lambang-lambang jabatan Uskup LAMPIRAN : Pernyataan Konsili Ekumenis Vatikan II tentang Peninjauan Kembali Penanggalan Liturgi DEKRIT INTER MIRIFICA TENTANG UPAYA-UPAYA KOMUNIKASI SOSIAL PENDAHULUAN 1. Makna suatu ungkapan 2. Mengapa Konsili membahas masalah komunikasi sosial BAB I: AJARAN GEREJA 3. Tugas-kewajiban Gereja 4. Hukum moral 5. Hak dan informasi 6. Kesenian dan moral 7. Pemberitaan kejahatan moral 8. Pendapat umum 9. Kewajiban-kewajiban para pemakai media komunikasi sosial

10. Kewajiban-kewajiban kaum muda dan para orang tua 11. Kewajiban-kewajiban para penyelenggara 12. Kewajiban-kewajiban pemerintah BAB II: KEGIATAN PASTORAL GEREJA 13. Kegiatan para gembala dan umat beriman 14. Prakarsa-prakarsa umat katolik 15. Pembinaan para produsen 16. Pembinaan para pemakai jasa 17. Upaya-upaya teknis dan ekonomis 18. Sekali setahun : hari komunikasi nasional 19. Sekretariat pada Takhta suci 20. Wewenang para Uskup 21. Biro Nasional 22. Organisasi-organisasi internasional PENUTUP 23. Instruksi pastoral 24. Anjuran akhir S I D A N G V (21 November 1964) KONSTITUSI DOGMATIS LUMEN GENTIUM TENTANG GEREJA BAB I: MISTERI GEREJA 1. Pendahuluan 2. Rencana Bapa yang bermaksud menyelamatkan semua orang 3. Perutusan Putera 3. Roh Kudus yang menguduskan Gereja 4. Kerajaan Allah 5. Aneka gambaran Gereja 6. Gereja, Tubuh mistik Kristus 7. Gereja yang kelihatan dan sekaligus rohani BAB II: UMAT ALLAH 9. Perjanjian Baru dan Umat Baru 10. Imamat umum 11. Pelaksanaan imamat umum dalam Sakramen-Sakramen 12. Perasaan iman dan karisma-karisma umat kristiani 13. Sifat umum dan katolik Umat Allah yang Satu 14. Umat beriman katolik 15. Hubungan Gereja dengan orang kristen bukan katolik 16. Umat bukan kristen 17. Sifat misioner Gereja BAB III: SUSUNAN HIRARKIS GEREJA, KHUSUSNYA EPISKOPAT 18. Pendahuluan 19. Dewan para Rasul didirikan oleh Kristus 20. Para Uskup pengganti para Rasul 21. Sakramentalitas episkopat 22. Dewan para Uskup dan Ketuanya 23. Uskup setempat dan Gereja universal 24. Tugas para Uskup pada umumnya 25. Tugas mengajar

26. Tugas menguduskan 27. Tugas menggembalakan 28. Para imam biasa 29. Para diakon BAB IV: PARA AWAM 30. Prakata 31. Apa yang dimaksud dengan istilah awam 32. Martabat kaum awam sebagai anggota umat Allah 33. Hidup kaum awam berhubungan dengan keselamatan dan kerasulan 34. Keikut-sertaan kaum awam dalam imamat umum dan ibadat 35. Keikut-sertaan kaum awam dalam tugas kenabian Kristus 36. Keikut-sertaan kaum awam dalam pengabdian rajawi Kristus 37. Hubungan kaum awam dengan Hirarki 38. Penutup BAB V : PANGGILAN UMUM UNTUK KESUCIAN DALAM GEREJA 39. Prakata 40. Panggilan umum untuk kesucian 41. Bentuk pelaksanaan kesucian 42. Jalan dan upaya kesucian BAB VI : PARA RELIGIUS 43. Pengikraran nasehat-nasehat Injil dalam Gereja 44. Makna dan arti hidup religius 45. Hubungan para religius dengan Hirarki 46. Penghargaan terhadap hidup religius 47. Penutup BAB VII : SIFAT ESKATOLOGIS GEREJA MUSAFIR DAN PERSATUANNYA DENGAN GEREJA DI SORGA 48. Pendahuluan 49. Persekutuan antara Gereja di sorga dan Gereja di dunia 50. Hubungan antara Gereja didunia dan Gereja di sorga 51. Beberapa pedoman pastoral BAB VIII : SANTA PERAWAN MARIA BUNDA ALLAH DALAM MISTERI KRISTUS DAN GEREJA I. Pendahuluan 52. Santa Perawan dalam misteri Kristus 53. Santa Perawan dan Gereja 54. Maksud Konsili II. Peran Santa Perawan dalam tata keselamatan 55. Bunda Almasih dalam Perjanjian Lama 56. Maria menerima warta gembira 57. Santa Perawan dan kanak-kanak Yesus 58. Santa Perawan dan hidup Yesus dimuka umum 59. Santa Perawan sesudah Yesus naik ke sorga III. Santa Perawan dan Gereja 60-62 Maria hamba Tuhan 63-64 Maria pola Gereja 65. Keutamaan-keutamaan Maria, pola bagi Gereja

IV. Kebaktian kepada Santa Perawan dalam Gereja 66. Makna dan dasar bakti kepada Santa Perawan 67. Semangat mewartakan sabda dan kebaktian kepada Santa Perawan V. Maria, tanda harapan yang pasti dan penghiburan bagi umat Allah 68-69.. PENGUMUMAN OLEH SEKRETARIS JENDRAL KONSILI 1. Kadar teologis Konstitusi De Ecclesia 2. Arti kolegialitas CATATAN PENJELASAN PENDAHULUAN DEKRIT ORIENTALIUM ECCLESIARUM TENTANG GEREJA-GEREJA KATOLIK 1. Pendahuluan Gereja-gereja khusus atau ritus-ritus 2. Kemacam-ragaman dalam persekutuan Gereja katolik 3. Kesamaan martabat, hak-hak dan kewajiban-kewajiban 4. Kelestarian Ritus-Ritus dalam suatu persekutuan Melestarikan pusaka rohani Gereja-Gereja Timur 5. Hak serta kewajiban Gereja-Gereja untuk melestarikan tata-laksana masing-masing 6. Melestarikan upacara-upacara Liturgis Ritus Timur Para Patriark Timur 7. Siapa Patriark Timur itu? 8. Semua Patriark sederajat martabatnya 9. Wewenang Patriark dan sinode 10. Uskup Agung Utama 11. Didirikan patriarkat-patriarkat baru sejauh perlu Tata-laksana Sakramen-Sakramen 12. Konsili mengukuhkan tata-laksana Sakramen-Sakramen 13. Pelayanan Sakramen Krisma 14. Penerimaan Sakramen Krisma 15. Ekaristi suci 16. Pelayanan Sakramen Tobat 17. Diakonat dan tahbian-tahbisan tingkat rendah 18. Pernikahan campur Liturgi 19. Hari-hari raya 20. Hari raya Paska 21. Penyesuaian diri dengan Ritus setempat

22. Pujian Ilahi (ibadat harian) 23. Penggunaan bahasa daerah Pergaulan dengan para anggota Gereja-Gereja yang terpisah 24. Memelihara persekutuan menurut Dekrit tentang Ekumenisme 25. Syarat untuk kesatuan; kewenangan menjalankan kuasa Tahbisan 26-28 Communicatio in sacris 29. Bimbingan para Hirark setempat 30. Penutup DEKRIT UNITATIS REDINTEGRATIO TENTANG EKUMENISME PENDAHULUAN BAB I : PRINSIP-PRINSIP KATOLIK UNTUK EKUMENISME. 2. Gereja yang satu dan tunggal 3. Hubungan antara saudara-saudari yang terpisah dan Gereja katolik 4. Ekumenisme BAB II : PELAKSANAAN EKUMENISME 5. Ekumenisme : tanggung jawab segenap umat beriman 6. Pembaharuan Gereja 7. Pertobatan hati 8. Doa bersama 9. Saling mengenal sebagai saudara 10. Pembinaan ekumenis 11. Cara mengungkapkan dan menguraikan ajaran iman 12. Kerja sama dengan saudara-saudari yang terpisah BAB II : GEREJA-GEREJA DAN JEMAAT GEREJAWI YANG TERPISAHKAN DARI TAKHTA APOSTOLIK DI ROMA 13. Pendahuluan I. Tinjauan khusus tentang Gereja-Gereja Timur 14. Semangat dan sejarah Gereja-Gereja Timur 15. Tradisi Liturgi dan hidup rohani dalam Gereja-Gereja Timur 16. Ciri khas Gereja-Gereja Timur berkenaan dengan soal-soal ajaran 17. Penutup II. Gereja-Gereja dan jemaat-jemaat gerejawi yang terpisah di dunia Barat 19. Situasi khusus Gereja-Gereja dan jemaat-jemaat 20. Iman akan Kristus 21. Pendalaman Kitab suci 22. Hidup sakramental 23. Kehidupan dalam Kristus 24. Penutup

S I D A N G VII ( 28 Oktober 1965) DEKRIT CHRISTUS DOMINUS TENTANG TUGAS PASTORAL PARA USKUP DALAM GEREJA PENDAHULUAN BAB I : PARA USKUP DAN GEREJA SEMESTA I. Peranan para Uskup terhadap Gereja semesta 4. Pelaksanaan kekuasaan oleh Dewan para Uskup 5. Majelis atau sinode para Uskup 6. Para Uskup ikut serta memperhatikan semua Gereja-Gereja 7. Cinta kasih yang nyata terhadap para Uskup yang dianiaya II. Para Uskup dan Takhta suci 8. Kuasa para Uskup dalam keuskupan mereka sendiri 9. Konggregasi-konggregasi dalam Kuria Romawi 10. Para anggota dan para pejabat konggregasi-konggregasi BAB II : PARA USKUP DAN GEREJA-GEREJA KHUSUS ATAU KEUSKUPAN- KEUSKUPAN I. Para Uskup diosesan 11. Faham diosis atau keuskupan, dan peranan para Uskup dalam keuskupan mereka 12. Tugas mengajar 13. Cara menyajikan ajaran Kristen 14. Pendidikan kateketis 15. Tugas para Uskup untuk menguduskan 16. Tugas penggembalaan Uskup 17. Bentuk-bentuk khusus kerasulan 18. Keprihatinan khusus terhadap kelompok-kelompok umat tertentu 19. Kebebasan para Uskup, hubungan mereka dengan Pemerintah 20. Kebebasan dalam pengangkatan para Uskup 21. Pengunduran diri Uskup dari jabatannya II. Penentuan batas-batas keuskupan 22. Perlunya meninjau kemabali batas-batas keuskupan 23. Peraturan-peraturan yang harus dipatuhi 24. Diperlukan pendapat Konferensi Uskup III. Para rekan sekerja Uskup diosesan dalam reksa pastoral 1. Para Uskup Koajutor dan Auksilier 25. Peraturan-peraturan untuk mengangkat Uskup koajutor dan Auksilier 26. Wewenang Uskup Auksilier dan Koajutor 2. Kuria dan Panitia-Panitia Keuskupan 27. Organisasi Kuria Keuskupan dan pembentukan Panitia Pastoral 3. Klerus Diosesan 28. Para imam disesan 29. Para imam yang menjalankan karya antar paroki 30. Para pastor paroki

31. Penunjukan, pemindahan, pemberhentian dan pengunduran diri pastor paroki 32. Pembubaran dan pengubahan paroki 4. Para Religius 33. Para religius dan karya-karya kerasulan 34. Para religius rekan sekerja Uskup dalam karya kerasulan 35. Asas-asas kerasulan para religius dalam keuskupan BAB III : KERJASAMA PARA USKUP DEMI KESEJAHTERAAN UMUM BERBAGAI GEREJA I. Sinode, Konsili, dan Khususnya Konferensi Uskup 36. Sinode dan Konsili khusus 37. Pentingnya Konferensi Uskup 38. Hakekat, wewenang dan kerjasama Konferensi-Konferensi II. Penentuan batas-batas Provinsi-Provinsi gerejawi dan penetapan kawasan-kawasan gerejawi 39. Prinsip untuki meninjau kembali batas-batas yang telah ditetapkan 40. Beberapa pedoman yang harus yang harus dipatuhi 41. Perlu dimintakan pandangan Konferensi-Konferensi Uskup III. Para Uskup yang menjalankan tugas antar keuskupan 42. Pembentukan biro-biro khusus dan kerjasama dengan para Uskup 43. Vikariat Angkatan Bersenjata 44. KETETAPAN UMUM DEKRIT PERFECTAE CARITATIS TENTANG PEMBAHARUAN DAN PENYESUAIAN HIDUP RELIGIUS 1. Pendahuluan 2. Asas-asas umum untuk mengadakan pembaharuan yang sesuai 3. Norma-norma praktis pembaharuan yang disesuaikan 4. Mereka yang harus melaksanakan pembaharuan 5. Unsur-unsur yang umum pada pelbagai bentuk hidup religius 6. Hidup rohani harus diutamakan 7. Tarekat-tarekat yang seutuhnya terarah kepada kontemplasi 8. Tarekat-tarekat yang bertujuan kerasulan 9. Kelestarian hidup monastik konventual 10. Hidup religius kaum awam 11. Serikat-serikat sekular 12. Kemurnian 13. Kemiskinan 14. Ketaatan 15. Hidup bersama 16. Pingitan / klausura para rubiah 17. Busana religius 18. Pembinaan para anggota 19. Pendirian tarekat-tarekat baru 20. Bagaimana melestarikan, menyesuaiakan atau meninggalkan karya khusus tarekat

21. Tarekat-tarekat dan biara-biara yang mengalami kemerosotan 22. Perserikatan antara tarekat-tarekat religius 23. Konferensi para Pemimpin tinggi 24. Panggilan religius 25. Penutup DEKRIT OPTATAM TOTIUS TENTANG PEMBINAAN IMAN PENDAHULUAN 1. I. Penyusunan metode pembinaan imam disetiap negara II. Pengembangan panggilan imam secara lebih intensif III. Tata-laksana Seminari-seminari tinggi 4. Seluruh pembinaan harus berhubungan erat dengan tujuan pastoral 5. Para pembimbing seminari hendaknya dipilih dengan saksama dan dibina secara efektif 6. Penyaringan dan pengujian para seminaris 7. Seminari hendaknya diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan para seminaris IV. Pembinaan rohani yang lebih intensif 8. Belajar hidup dalam persekutuan dengan Allah Tritunggal 9. Belajar membaktikan diri dalam Gereja 10. Belajar menghayati selibat imam 11. Menuju kedewasaan kepribadian 12. Waktu untuk pembinaan rohani yang lebih intensif; masa pembinaan pastoral V. Peninjauan kembali studi gerejawi 13. Studi persiapan untuk studi gerejawi 14. Studi gerejawi hendaknya lebih diserasikan 15. Peninjauan kembali studi filsafat 16. Peningkatan studi teologi 17. Metode pendidikan yang cocok dalam pelbagai vak 18. Studi khusus bagi mereka yang berbakat tinggi VI. Pembinaan pastoral 19. Pembinaan dalam pelbagai bentuk reksa pastoral 20. Pembinaan untuk pengembangan kerasulan 21. Melatih diri melalui praktek pastoral 22. VII. Pembinaan seusai studi PENUTUP

PERNYATAAN GRAVISSIMUM EDUCATIONIS TENTANG PENDIDIKAN KRISTEN Pendahuluan 1. Hak semua orang atas pendidikan 2. Pendidikan kristen 3. Mereka yang bertanggung jawab atas pendidikan 4. Aneka upaya untuk melayani pendidikan kristen 5. Pentingnya sekolah 6. Kewajiban dan hak-hak orang tua 7. Pendidikan moral dan keagamaan disekolah 8. Sekolah-sekolah katolik 9. Berbagai macam sekolah katolik 10. Fakultas dan universitas katolik 11. Fakultas teologi 12. Koordinasi di bidang persekolahan Penutup PERNYATAAN NOSTRA AETATE TENTANG HUBUNGAN GEREJA DENGAN AGAMA-AGAMA BUKAN KRISTEN 1. Pendahuluan 2. Berbagai agama bukan kristen 3. Agama Islam 4. Agama Yahudi 5. Persaudaraan semesta tanpa diskriminasi S I D A N G VIII (18 November 1965) KONSTITUSI DOGMATIS DEI VERBUM TENTANG WAHYU ILAHI PENDAHULUAN BAB I : TENTANG WAHYU SENDIRI 2. Hakekat wahyu 3. Persiapan wahyu Injili 4. Kristus kepenuhan wahyu 5. Menerima wahyu dalam iman 6. Kebenaran-kebenaran yang diwahyukan BAB II : MENERUSKAN WAHYU ILAHI 7. Para Rasul dan pengganti mereka sebagai pewarta Injil 8. Tradisi suci 9. Hubungan antara Tradisi dan Kitab suci 10. Hubungan keduanya dengan seluruh Gereja dan Magisterium

BAB III : ILHAM ILAHI KITAB SUCI DAN PENAFSIRAN 11. Fakta ilham dan kebenaran Kitab suci 12. Bagaimana Kitab suci harus ditafsirkan 13. Turunnya Allah BAB IV : PERJANJIAN LAMA 14. Sejarah keselamatan dalam kitab-kitab Perjanjian Lama 15. Arti Perjanjian Lama untuk umat kristen 16. Kesatuan antara kedua perjanjian BAB V : PERJANJIAN BARU 17. Keluhuran Perjanjian Baru 18. Asal-usul Injil dari para Rasul 19. Sifat historis Injil 20. Kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya BAB VI : KITAB SUCI DALAM KEHIDUPAN GEREJA 21. Gereja menghormati kitab-kitab suci 22. Dianjurkan terjemahan-terjemahan yang tepat 23. Tugas kerasulan para ahli katolik 24. Pentingnya Kitab suci bagi teologi 25. Dianjurkan pembacaan Kitab suci 26. Akhir kata DEKRIT APOSTOLICAM ACTUOSITATEM TENTANG KERASULAN AWAM PENDAHULUAN BAB I : PANGGILAN KAUM AWAM UNTUK MERASUL 2. Keikut-sertaan awam dalam perutusan Gereja 3. Asas-asas kerasulan awam 4. Spiritualitas awam dalam tata kerasulan BAB II : TUJUAN-TUJUAN YANG HARUS DICAPAI 5. Pendahuluan 6. Kerasulan dimaksudkan untuk mewartakan Injil dan menyucikan umat manusia 7. Pembaharuan tata dunia secara kristen 8. Amal kasih, meterai kerasulan kristen BAB III : PELBAGAI BIDANG KERASULAN 9. Pendahuluan 10. Jemaat-jemaat gerejawi 11. Keluarga 12. Kaum muda 13. Lingkungan sosial 14. Bidang-bidang nasional dan internasional BAB IV : BERBAGAI CARA MERASUL