Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang pesat dikarenakan adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan berbekal ilmu pengetahuan yang tinggi. Bahkan teknologi yang berasal dari Jepang sudah dikenal dan diakui oleh masyarakat dunia. Teknologi tidak dapat dipisahkan lagi dalam masyarakat Jepang baik dalam hal ekonomi dan kehidupan mereka (Lucinda : 2005 : 44). Selain teknologi, Jepang memiliki matsuri yang diadakan setiap tahunnya. Matsuri diadakan di banyak tempat di Jepang dan pada umumnya diselenggarakan di jinja atau kuil. Matsuri di setiap daerahnya memiliki ciri khasnya masing-masing meskipun pada dasarnya memiliki konsep dan tujuan yang tidak jauh berbeda. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya. Terdapat beberapa macam tipe matsuri yang ada di Jepang, yaitu matsuri untuk melakukan permohonan kepada dewa (untuk keberhasilan panen), untuk menyatakan rasa syukur atau terima kasih dan yang lainnya untuk menghalau wabah dan bencana alam. Dalam Kyoto The Heart of Japan dikatakan, Jepang terdiri dari 47 perfektur. Setiap kawasan tersebut mempunyai dialek dan adat istiadat tersendiri, serta budaya yang unik. Salah satu kota yang kaya akan peninggalan bersejarah dan sekarang menjadi salah satu kota besar di Jepang adalah Kyoto. Kyoto ( 京都 ) adalah kota yang terletak di pulau 1
Honshu, Jepang. Kyoto memiliki banyak situs bersejarah dan merupakan ibu kota prefektur Kyoto. Ibu kota istana (tojō) bernama Heian-kyō ditetapkan sebagai ibu kota pada tahun 974. Sebagai ibu kota (miyako), Heian-kyō menjadi pusat pemerintahan dan budaya Jepang. Pada masa itu, ibu kota disebut kyō no miyako yang selanjutnya berubah menjadi Kyoto. Kota ini merupakan daerah metropolitan Osaka-Kobe-Kyoto. Ibu kota utama Heian-Kyou ( 平安京 ) ditetapkan sebagai ibu kota pada tahun 974. Sebagai ibu kota, Heian-Kyou menjadi pusat pemerintahan dan budaya. Pada masa itu, ibu kota disebut Kyou no Miyako yang selanjutnya berubah menjadi Kyoto. Di zaman dulu, Kyoto juga disebut Kyōraku, Rakuchū, atau Rakuyō. Penamaan seperti ini mengikuti kebiasaan di Tiongkok yang memiliki ibu kota di Rakuyō (Luoyang). Kyoto dulu pernah menjadi ibu kota Jepang, yaitu pada akhir abad ke-8. Sejarah Kyoto dimulai sejak Kaisar Kammu (kaisar Jepang ke-50) memindahkan ibu kota dari Nagaokakyō ke Heian-kyō, akibat Fujiwara Tanetsugu yang menjadi penanggung jawab pembangunan Nagaoka-kyō tewas dibunuh. Ada penjelasan yang mengatakan ibu kota harus dipindahkan ke Kyoto untuk mengatasi pengaruh agama Buddha di Nara yang kekuatannya terpusat di sejumlah kuil-kuil. Meskipun mengalami banyak perang, kebakaran, dan gempa bumi, Kyoto selamat dari pemboman pada Perang Dunia II pada saat menjadi ibu kota di abad ke-11. Kyoto mempunyai sejarah lebih dari 1.200 tahun dan dikenal dengan banyak kuil tua itu juga memiliki sekitar 2000 kuil Shinto dan Budha, ditambah lagi dengan istana, taman, dan peninggalan arsitektur lainnya. Kyoto dikenal sebagai salah satu kota paling terjaga budayanya di Jepang. Beberapa kuil di Kyoto yang terkenal di seluruh Jepang antara lain Kiyomizu-dera, Kinkaku-ji, Ginkaku-ji, dan Heian- Jingu. Heian Jingu (kuil Heian) adalah sebuah kuil Shinto, didirikan pada tahun 1895 2
untuk merayakan keluarga kerajaan yang untuk pertama dan terakhir kalinya tinggal di Kyoto. Di Heian-jingu ini diselenggarakan Jidai matsuri setiap bulan Oktober. Matsuri ( 祭 ) dalam bahasa Jepang yang menurut pengertian agama Shinto berarti ritual yang dipersembahkan untuk kami. Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam seusai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Menurut Shinto dalam Religious Tolerance (1995), Shinto berasal dari gabungan dua huruf bahasa China, yakni 神 (shen) dan 道 (dao), dibaca shen dao menurut bacaan Cina modern. Kanji pertama ( 神 ) berarti "Ke-Tuhanan" atau "Tuhan", dan boleh juga dibaca sebagai "kami" dalam bahasa Jepang. Kanji kedua ( 道 ) berarti "jalan" atau "arah". Shinto ( 神道 ) adalah sebuah kepercayaan yang berasal dari Jepang. Shinto merupakan salah satu budaya Jepang. Shinto tidak diketahui siapa pendirinya dan kapan berdirinya namun telah menyatu dengan penduduk Jepang sejak zaman dulu dan akhirnya menjadi ciri khas masyarakat Jepang (Pye, 1996). Sepanjang sejarah Shinto, matsuri merupakan hal yang penting. Di Jepang terdapat berbagai macam matsuri yang 3
perayaannya diselenggarakan sesuai dengan Shinto. Diantaranya adalah Jidai matsuri ( 時代祭 ) merupakan salah satu festival keagamaan terbesar yang ada di Jepang. Menurut Kyoto Celebrates History dalam Japundit (2005), dijelaskan bahwa Jidai matsuri yang diadakan setiap tahun pada tanggal 22 Oktober, termasuk salah satu dari tiga matsuri terbesar di Kyoto. Matsuri ini mulai diselenggarakan pada tahun 1895 untuk menandai 1100 tahun kelahiran Kyoto sebagai ibukota kekaisaran Jepang. Pada tanggal 22 Oktober tahun 794, Kaisar Kammu memindahkan ibukota Jepang dari kota Nara ke daerah yg sekarang dikenal sebagai kota Kyoto. Pada akhir abad ke-19 (tahun 1867), Kaisar Kammu memindahkan ibu kota sekali lagi, dan kali ini ke Tokyo. Sebagai hasilnya, populasi di Kyoto berkurang, dan kota tersebut menjadi sepi. Dengan membangun sebuah kuil yang baru dan mengesankan, diharapkan orang-orang Kyoto yang tersisa dapat memajukan citra Kyoto dan menyegarkan suasana kehidupan kota. Lalu pada tahun 1895, Heian Jingu dibangun, yang merupakan repelika berskala 2:3 dari istana Kekaisaran yang asli. Sebagai pembukaan dan peresmian Heian Jingu, maka diadakan Jidai matsuri yang pertama. Jidai matsuri pertama kali diselenggarakan pada 25 Oktober 1895, peserta melakukan prosesi untuk mengunjungi Heian Jingū yang baru saja didirikan. Sejak penyelenggaraan yang kedua, Jidai matsuri ini berubah artinya menjadi acara yang mempertunjukkan kemajuan kota Kyoto kepada Kaisar Kammu dan Kaisar Kōmei yang didewakan di Heian Jingū. Prosesi dimulai dari bekas kediaman Kaisar Kammu dan Kaisar Kōmei di Istana Kekaisaran Kyoto (Kyōto Gosho). Hari penyelenggaraan Jidai matsuri juga diubah menjadi tanggal 22 Oktober, bertepatan dengan peristiwa Kaisar Kammu memindahkan ibu kota Jepang dari Nagaoka-kyō (kota Nara) ke kota Kyoto. Heian Jingu dan Jidai matusri mengutamakan 4
penghormatan kepada Kaisar Kammu (memerintah dari tahun 781-806) sebagai kaisar pertama dan Kaisar Komei (memerintah dari tahun 1847-1866) sebagai kaisar terakhir yang memerintah di ibukota Kyoto. Para peserta di prosesi acara tersebut mempersembahkan berbagai peristiwa bersejarah, seperti orang-orang yang pernah terkenal di Kyoto, sejarah dan budaya Jepang. Jidai matsuri dimulai dari Kyoto Gosho (Istana kekaisaran Kyoto) dan berjalan menuju Heian Jingu. Para peserta berjalan selama 2,5 jam sampai tujuan di Heian Jingu. Jidai matsuri diselenggarakan oleh Heian Kōsha yang merupakan gabungan dari 10 organisasi yang bergerak dalam bidang pemeliharaan dan pelestarian Heian Jingū. Ketika pertama kali diselenggarakan, matsuri ini hanya terdiri dari 6 kelompok iring-iringan dengan jumlah peserta sebanyak 500 orang. Di masa sekarang, prosesi terdiri dari 18 kelompok iring-iringan yang melambangkan tujuh periode historis sewaktu Kyoto menjadi ibu kota Jepang. Peserta menggunakan kostum dan perlengkapan yang disesuaikan dengan sejarah menurut zamannya. Prosesi diawali kelompok peserta berkostum zaman Restorasi Meiji, diikuti kelompok peserta berkostum zaman Edo, dan terus mundur ke belakang ke zaman Azuchi-Momoyama, zaman Yoshino, zaman Kamakura, dan diakhiri dengan kelompok zaman Enryaku. Prosesi juga diikuti iring-iringan peserta yang memerankan bangsawan klan Fujiwara. Barisan pertama yang melintas dinamakan Jidai Gyoretsu ini adalah inti dari Jidai matsuri. Kostum yang digunakan pada Jidai Gyoretsu ini menggambarkan sejarah kota Kyoto, dimana kostum tersebut menggambarkan periode mulai dari berakhirnya ibukota Kyoto yang pindah ke Tokyo di tahun 1868 (Restorasi Meiji) berjalan mundur hingga awal berfungsinya Kyoto sebagai ibukota di tahun 794 (periode 5
Heian). Barisan ini diwakili oleh sekelompok orang dengan gaya pakaian pada periode tersebut. Gambar 1.1 : Jidai Gyoretsu Sumber : http://www.flickr.com/photos/ericlty/512125601/ Dari barisan pertama yaitu dari barisan Jidai Gyoretsu dilanjutkan lagi pada barisan kedua yaitu peserta yang terdiri dari satu kelompok ibu-ibu berkimono biru-putih membawakan tarian pembuka untuk menyambut iring-iringan parade berikutnya sekaligus mengawali perjalanan parade ini memasuki Heian Jingu. Lalu parade ini dilanjutkan lagi dari zaman Meiji sampai ke zaman Kamakura yang menampilkan Tentara kerajaan dan wanita-wanita yang hidup saat itu sesuai dengan kostum dan barang-barang yang disesuaikan pada zamannya. Parade ini juga menampilkan beberapa anak-anak yang memakai kostum warna-warni dengan sayap kupu-kupu di belakangnya yang menandakan kedatangan Mikoshi dari Kaisar Kammu dan Kaisar Komei. Prosesi ini lebih dikenal dengan nama Zen-Retsu. 6
Gambar 1.2 : Zen-Retsu Sumber : http://images.search.yahoo.com/images/jidaimatsuri Kemudian prosesi dilanjutkan kembali dengan menampilkan Shinko Retsu (prosesi kereta suci) yang mendekatkan pada penutupan Jidai matsuri. Shinko Retsu adalah prosesi memanggil roh Kaisar Kammu dan Kaisar Komei ke Heian Jingu. Kemudian parade atau barisan panjang ini diakhiri dengan peserta yang menampilkan zaman Enryaku. Gambar 1.3 : Shinko-Retsu Sumber : http://www.flickr.com/photos/baker_nurse/ 7
1.2 Rumusan Permasalahan Rumusan permasalahan yang akan saya analisis dalam skripsi ini adalah pengaruh Shinto pada Jidai matsuri. 1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Saya akan memfokuskan penelitian pada pengaruh dan unsur-unsur Shinto yang terdapat dalam Jidai matsuri di Kyoto, yaitu monoimi, shinsen, norito, dan naorai. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih dalam pengaruh Shinto yang terdapat di dalam Jidai matsuri di Kyoto. Manfaat penelitian ini adalah agar pembaca lebih memahami tentang budaya Jepang dan pengaruh Shinto yang terdapat dalam Jidai matsuri di Kyoto. 1.5 Metode Penelitian Metode yang diambil oleh saya dalam penelitian skripsi ini adalah metode deskriptif analitis yaitu mengadakan penelitian terhadap data-data yang diperoleh dari buku-buku yang ada di perpustakaan, serta sumber lain yang berasal dari website. 1.6 Sistematika Penulisan Pada Bab 1 akan diuraikan mengenai latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan mafaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian. 8
Pada Bab 2 akan diuraikan mengenai teori-teori yang akan digunakan untuk menganalisis permasalahan. Diantaranya adalah konsep Shinto, matsuri, dan Jidai matsuri. Pada Bab 3 merupakan analisis data yang akan saya hubungkan dengan teoriteori yangs sesuai dengan pengaruh Shinto terhadap Jidai matsuri. Pada Bab 4 merupakan simpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Pada bab ini juga berisi saran untuk peneliti selanjutnya agar dapat meneliti lebih dalam tentang matsuri. Pada Bab 5 berisikan ringkasan keseluruhan isi skripsi, yang terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, serta tujuan penelitian dan simpulan yang ditulis secara singkat dan jelas. 9