BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode kehamilan dan 2 tahun pertama kehidupan anak setelah dilahirkan (1000 hari pertama kehidupan) merupakan periode emas untuk memperoleh pertumbuhan, kesehatan, dan perkembangan perilaku yang optimal (World Health Organization (WHO), 2001; Pan American Health Organization- World Health Organization (PAHO-WHO), 2003; Black et al. 2008; Victora et al. 2010). Perkembangan dan pembagian sel dengan cepat terjadi pada periode tersebut (Whitney & Rofles, 2008). Pada masa pranatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan) dan masa postnatal atau masa setelah lahir (0-2 tahun) terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat (Tanuwidjaya, 2008). Kebutuhan zat gizi sangat tinggi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang cepat selama kehidupan janin dan 2 tahun pertama kehidupan setelah lahir (Dewey & Begum, 2011). Gizi kurang dan kesehatan yang buruk pada ibu dan anak selama periode tersebut memberikan dampak buruk bagi kehidupan bayi di masa dewasa yang bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi (PAHO-WHO, 2003; Barker, 2008; Black et al. 2008). Gizi kurang bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung bagi sebagian besar kematian yang terjadi pada masa anak-anak (WHO, 2001). Di negara berkembang, gizi kurang pada ibu hamil dan anak-anak merupakan penyebab dari 1/3 (3,5 juta) kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun (balita). Gizi kurang mencakup Intrauterine Growth Retardation (IUGR) atau perlambatan pertumbuhan di dalam kandungan yang berpengaruh pada berat badan bayi lahir rendah (BBLR); underweight; stunting; wasting; dan defisiensi zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Underweight menggambaran berat badan menurut umur (BB/U) yang rendah, stunting menggambarkan gagal tumbuh dalam tinggi badan yang kronis dan diindikasikan oleh tinggi badan menurut umur (TB/U) yang rendah; wasting menggambarkan penurunan berat badan akut yang diindikasikan oleh berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang rendah (Black et al. 2008) 1
2 Masalah gizi kurang yang paling banyak diderita anak balita saat ini adalah masalah stunting (tubuh yang pendek). Stunting menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang dibandingkan underweight dan wasting (UNICEF, 2009; de Onis et al. 2011). Stunting merupakan proses kumulatif yang berawal dari dalam kandungan dan berlanjut sampai usia 3 tahun setelah lahir (Frongillo, 1999). Stunting menunjukkan tanda adanya kondisi gizi kurang dalam jangka waktu yang lama (Allen & Gillespie, 2001). Stunting adalah kondisi yang menggambarkan seorang anak yang lebih pendek dibandingkan anak lain pada umur dan jenis kelamin yang sama. Stunting merefleksikan kegagalan proses mencapai potensi pertumbuhan linear sebagai akibat dari kondisi kesehatan dan gizi yang tidak optimal (Alive&Thrive, 2010; Badham & Sweet, 2010). Stunting pada masa anak-anak mempunyai konsekuensi jangka panjang yang buruk terhadap kehidupan mereka di masa mendatang dan generasi mereka berikutnya. Bayi yang lahir dari ibu yang pendek berisiko lebih besar untuk meninggal atau stunting dibandingkan anak-anak yang lahir dari ibu yang tinggi badannya normal (Ozaltin et al. 2010). Stunting memberikan dampak yang buruk bagi perkembangan fungsi kognitif anak sehingga mengakibatkan rendahnya produktifitas dan pendapatan di masa dewasa serta lebih rentan mengalami penyakit degeneratif (WHO, 2001; Alive&Thrive, 2010; Badham & Sweet, 2010, Dewey & Begum, 2011). Stunting menjadi prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktifitas suatu bangsa di masa yang akan datang (Unicef, 2012). Praktik pemberian makan kepada anak menjadi salah satu penyebab stunting (Shrimpton & Kachondham, 2001; Dewey & Adu-Afarwuah, 2008). Praktik pemberian makan yang tidak optimal selama periode emas dapat meningkatkan risiko gagal tumbuh (wasting dan stunting) dan defisiensi zat gizi (misalnya defisiensi zat besi) serta mempunyai efek jangka panjang yang merugikan pada kesehatan dan perkembangan mental (Northern Territory Government, 2005). WHO merekomendasikan pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (ASI Eksklusif) selama 6 bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan pemberian Makanan Pendamping-ASI (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan serta tetap
3 meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun atau lebih. Pemberian MP-ASI sebaiknya tepat waktu, cukup, aman, dan sesuai (PAHO-WHO, 2003). Akan tetapi, anak-anak bisa saja tidak mendapatkan MP-ASI pada usia yang tepat (terlalu cepat atau terlalu lambat) dan frekuensi pemberian makanan serta kualitas makanan yang tidak cukup dalam sehari (Unicef, 2009). Periode pengenalan MP-ASI yang bertepatan dengan berkurangnya konsumsi ASI merupakan periode puncak kegagalan pertumbuhan, defisiensi zat gizi mikro, dan penyakit infeksi pada anak-anak di negara berkembang (Dewey & Adu-Afarwuah 2008; Victora et al. 2010) dan memberikan kontribusi terhadap meningkatnya prevalensi gizi kurang pada anak balita di seluruh dunia (WHO, 2001; Black et al, 2008). Pada usia 6-24 bulan, saat ASI saja tidak cukup lagi memenuhi semua kebutuhan gizi, bayi atau anak memasuki periode yang sangat rentan yaitu ketika anak mulai mengalami transisi secara bertahap dari pemberian ASI-Eksklusif ke MP-ASI dan makanan keluarga (WHO, 2001). ASI menyediakan zat gizi esensial bagi anak usia 6 sampai 24 bulan, terutama protein dan banyak vitamin (PAHO-WHO, 2003) tetapi energi, zat besi, dan seng di dalam ASI relatif rendah (PAHO-WHO, 2003; European Network for Public Health Nutrition (EUNUTNET), 2005; WHO, 2006; Barker, 2008). Zat besi dan seng sangat dibutuhkan selama proses pertumbuhan (Barker, 2008; Ahmed et al, 2012). Kualitas dan kuantitas MP-ASI mempengaruhi pertumbuhan linear (Arimond & Ruel, 2004; Dewey & Adu-Arawuah, 2008). Penelitian Reyes et al (2004) menemukan bahwa anak-anak yang diberi MP-ASI setelah usia 6 bulan berisiko 2,2 kali untuk mengalami stunting dibandingkan anak-anak yang diberi MP-ASI pada atau sebelum usia 6 bulan. Berbeda dengan hasil penelitian Reyes et al (2004), Yulidasari (2013) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara waktu memulai pemberian MP-ASI pada usia kurang dari 6 bulan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kota Yogyakarta. Anak-anak yang diberikan MP-ASI pada usia kurang dari 6 bulan berisiko 1,71 kali untuk mengalami stunting dibandingkan anak-anak yang diberi MP-ASI pada atau lebih dari usia 6 bulan meskipun hubungan ini tidak signifikan setelah dilakukan
4 analisis multivariat. Studi kasus-kontrol yang dilakukan Paudel et al (2012) menemukan bahwa minimum keragaman dan frekuensi pemberian MP-ASI merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-59 bulan. Senarath et al (2011) menyatakan bahwa derajat stunting yang tinggi di berbagai negara di Asia Selatan mengindikasikan luasnya permasalahan praktik pemberian MP-ASI yang tidak adekuat. Afrika dan Asia merupakan wilayah yang memiliki prevalensi stunting tertinggi (Victora et al. 2010; de Onis et al. 2011; Lutter et al. 2011; Stevens et al. 2012). Lebih dari 90% anak-anak pendek (stunted) di dunia berada di kedua wilayah tersebut (Black et al, 2008). Dari 10 negara yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap kejadian stunting pada anak-anak balita, 6 negara berada di Asia, diantaranya adalah Bangladesh, Cina, India, Indonesia, Pakistan, dan Filipina (Unicef, 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa prevalensi stunting secara nasional tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Provinsi Yogyakarta memiliki prevalensi stunting pada tahun 2010 sebesar 22,5% (Kementerian Kesehatan (Kemenkes), 2013). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul (Dinkes Bantul) Tahun 2012 menunjukkan bahwa prevelensi stunting pada anak-anak balita di Kabupaten Bantul sebesar 18,08% dan di Kecamatan Sedayu sebesar 30,51% (17,86% di Puskesmas Sedayu 1 dan 12,65% di Puskesmas Sedayu II). Cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sedayu hanya sebesar 63,51% (Dinkes Bantul, 2012). Hal tersebut mengindikasikan masih banyak bayi yang diperkenalkan dengan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan. Selain itu, penelitian tentang hubungan praktik pengenalan MP-ASI dan kejadian stunting pada anak baduta belum pernah dilakukan di Kecamatan Sedayu. Luasnya permasalahan stunting pada anak-anak balita membutuhkan pengkajian terhadap satu atau beberapa penyebab stunting terutama pada periode emas pertumbuhan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan praktik pemberian MP-ASI dan kejadian stunting dengan mengangkat judul penelitian yaitu Praktik Pemberian Makanan Pendamping ASI
5 (MP-ASI) sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 6-23 Bulan di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini mengangkat kondisi praktik pemberian MP-ASI dalam hal usia pengenalan MP-ASI, keragaman MP-ASI, dan frekuensi pemberian MP-ASI. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah usia pengenalan MP- ASI, keragaman MP-ASI, dan frekuensi pemberian MP-ASI merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Menganalisis risiko praktik pemberian MP-ASI terhadap kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Tujuan khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Menganalisis risiko usia pengenalan MP-ASI terhadap kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Menganalisis risiko keragaman MP-ASI terhadap kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. c. Menganalisis risiko frekuensi pemberian MP-ASI terhadap kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
6 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi ilmiah dalam bidang gizi kesehatan masyarakat terkait hubungan praktik pemberian MP-ASI dan stunting pada anak usia di bawah 2 tahun serta menjadi referensi bagi pengembangan penelitian serupa berikutnya. 2. Manfaat praktis a. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dan Masyarakat Setempat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar perumusan kebijakan ataupun intervensi gizi terkait upaya-upaya pencegahan stunting pada anak-anak usia di bawah 2 tahun. Hasil penelitian ini dapat juga menjadi salah satu sumber informasi ilmiah yang dapat disampaikan kepada masyarakat sehingga masyarakat diharapkan dapat mempraktikan pemberian MP-ASI yang benar. b. Bagi Penulis Penyusunan karya ilmiah ini memberikan kesempatan bagi penulis untuk meningkatkan keterampilan dalam bidang penelitian dan meningkatkan kemampuan analisis terhadap permasalah gizi yang terjadi di masyarakat terutama masalah stunting pada anak-anak usia di bawah 2 tahun. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah mengangkat topik terkait stunting ataupun praktik pemberian MP-ASI. Penelitian-penelitian tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian ini. Berikut ini disajikan keaslian penelitian berdasarkan perbedaan-perbedaan antara penelitian-penelitian terdahulu dengan penelitian ini. 1. Analysing The Causes of Child Stunting in DPRK (Shrimpton & Kachondham, 2003). Perbedaan: variabel bebas terdiri dari LILA, kunjungan antenatal, pemberian kapsul vitamin A, penyakit infeksi, dan imunisasi anak; disain penelitian adalah cross-sectional. 2. Factors Associated with Stunting in Infants Aged 5 11 Months in the Dodota-Sire District, Rural Ethiopia (Umeta et al. 2003). Perbedaan: variabel
7 terikat adalah status gizi anak berdasarkan z-skor PB/U; disain penelitian adalah cross-sectional; subjek penelitian adalah anak usia 5 11 bulan, teknik analisis data menggunakan uji-t dan regresi linear. 3. Dietary Diversity Is Associated with Child Nutritional Status: Evidence from 11 Demographic and Health Survey (Arimond & Ruel, 2004). Perbedaan: variabel terikat adalah status gizi anak berdasarkan z-skor TB/U; disain penelitian adalah cross-sectional; variabel bebas hanya keragaman MP-ASI; teknik analisis data menggunakan analisis bivariabel dan multivariabel pada skala data numerik. 4. The Family as A Determianant of Stunting in Children Living in Conditions of Extreme Poverty: A Case-Control Study (Reyes et al. 2004). Perbedaan: variabel bebas adalah karakteristik keluarga, pendapatan keluarga, hubungan sosial, dan pelayanan kesehatan anak; usia pengenalan MP-ASI (pengkategorian variabel berbeda dengan penelitian ini); subjek penelitian adalah anak usia 6-59 bulan; hanya menggunakan metode kuantitatif. 5. Chronic Growth Faltering Amongst a Birth Cohort of Indian Children Begins Prior to Weaning and is Highly Prevalent at Three Years of Age (Rehman et al. 2009). Perbedaan: variabel bebas adalah sosio-demografi, usia pengenalan MP-ASI (pengkategorian variabel berbeda dengan penelitian ini), dan penyakit infeksi; disain penelitian adalah kohort; subjek penelitian adalah anak usia 0-36 bulan. 6. Low Dietary Diversity Is A Predictor of Child Stunting in Rural Bangladesh (Rah et al. 2010). Perbedaan: variabel bebas hanya keragaman MP-ASI; disain penelitian adalah cross-sectinal; subjek penelitian adalah anak usia 6-59 bulan. 7. World Health Organization (WHO) Infant and Young Child Feeding Indicators: Association with Growth Measures in 14 Low-Income Countries (Marriott et al. 2011). Perbedaan: variabel terikat adalah stunting dan underweight; subjek penelitian adalah bayi dan anak usia 0-23 bulan; disain penelitian adalah cross-sectional; hanya menggunakan metode kuantitatif.
8 8. Relatioship Between Child Feeding Practices and Malnutrition in 7 Remote and Poor Countries, PR China (Hong et al. 2012). Perbedaan: variabel bebas adalah durasi ASI, pemberian ASI eksklusif, pemberian ASI sampai usia 1 tahun, proporsi anak yang menerima makanan semi padat dan padat; rancangan penelitian adalah cross-sectional; subjek penelitian adalah anak usia 0-59 bulan. 9. Risk Factors for Stunting Among Children: A Community Based Case Control Study in Nepal (Paudel et al. 2012). Perbedaan: variabel frekuensi pemberian MP-ASI tidak disesuaikan dengan usia bayi dan anak; subjek penelitian adalah bayi dan anak usia 6-59 bulan; hanya menggunakan metode kuantitatif. 10. MP-ASI sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta (Yulidasari, 2013). Perbedaan: variabel bebas adalah waktu memulai pemberian MP-ASI (pengkategorian variabel waktu memulai pemberian MP-ASI berbeda dengan penelitian ini); asupan energi dan protein MP-ASI; instrumen penggumpulan data konsumsi makanan adalah Formulir Recall 1x24 jam; hanya menggunakan metode kuantitatif. 11. Feeding Patterns and Stunting during Early Chilhood in Rural Communities of Sidama South Ethiopia (Tessema et al. 2013). Perbedaan: disain penelitian adalah cross-sectional; subjek penelitian adalah bayi dan anak usia 0-23 bulan; instrumen penggumpulan data konsumsi makanan adalah Formulir Recall 1x24 jam; hanya menggunakan metode kuantitatif. Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini memiliki kelebihan dalam hal: 1. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kasus-kontrol yang memberikan kekuatan hubungan yang lebih kuat antara variabel bebas dan variabel terikat dibandingkan rancangan cross-sectional yang digunakan pada banyak penelitian terdahulu. 2. Metode pendekatan penelitian
9 Metode pendekatan kombinasi (kuantitatif dan kualitatif) yang digunakan pada penelitian ini tidak yang memberikan data yang lebih lengkap tidak digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya. 3. Instrumen penggumpulan data variabel keragaman makanan Intrumen penggumpulan data keragaman makanan yang digunakan pada penelitian ini adalah Formulir Semi Quantitative Food Frequency Questionaire (SQ-FFQ) yang mampu menggambarkan kebiasaan makan pada kurun waktu tertentu di masa lalu. Intrumen penggumpulan data keragaman makanan yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya adalah Formulir Recall 1x24 jam yang tidak mampu menunjukkan kebiasaan makan pada kurun waktu tertentu di masa lalu. Hal tersebut terkait dengan variabel terikat stunting yang merupakan kondisi gizi kurang yang terjadi dalam kurun waktu lama di masa lampau. 4. Pengkategorian variabel bebas usia pengenalan MP-ASI Pengkategorian variabel bebas usia pengenalan MP-ASI dalam penelitian ini bebeda dengan penelitian-penelitian-penelitian terdahulu. Pada penelitian ini, kategori variabel tersebut dibedakan menjadi usia pengenalan MP-ASI sesuai (pada usia 6 bulan) dan tidak sesuai (pada usia kurang atau lebih dari 6 bulan dan tidak meneruskan pemberian MP-ASI). Pengkategorian tersebut bertujuan untuk membedakan antara kelompok yang dinyatakan berisiko dan tidak berisiko sesuai teori.