BAB 5 HASIL DAN ANALISA 5.1 Analisis Hasil Perhitungan ABC Dari nilai % Cumulative Value yang diperoleh dari kumulatif hasil perkalian antara pemakaian dengan harga/unit. dapat dilakukan pengklasifikasian bahan baku. Pengklasifikasian dilakukan seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Perhitungan dengan Metode ABC (Tahap II) No. Nama Bahan Baku % Pemakaian Kumulatif Kelompok Pemakaian ABC 1 Tepung Kompas 31% 31% A 2 Tepung Lonceng 27% 58% A 3 Gula Pasir 17% 74% A 4 Paloma White Fat 8% 83% A 5 Mantega BOS 1% 83% A 6 Fresh Yeast (Ragi) 3% 86% B 7 S-500 Improver 1% 87% B 8 Full Cream 2% 89% B 9 Calcium Propionate 1% 89% B 10 Dia Baguetta 0 90% B 11 Garam 1% 90% B 12 Wheat (Gandum) 1% 91% B 13 Aristo Butter 3% 94% B 14 Oregano 0 94% B 15 Wijen 1% 96% C 16 Minyak Goreng (l) 0 96% C 49
50 No. Nama Bahan Baku % Pemakaian Kumulatif Kelompok Pemakaian ABC 17 Pandan Pasta (60 ml) 1% 97% C 18 Pewarna Hitam (l) 3% 100% C Gol A : demand pemakaian % Cumulative Value 0%-70%. Jumlah item 28% (5 item) dari total item. Gol B : demand pemakaian % Cumulative Value 70%-90%. Jumlah item 50% (9 item) dari total item. Gol C : demand pemakaian % Cumulative Value 90%-10%. Jumlah item 22% (94 item) dari total item. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa bahan baku yang masuk dalam kategori A karena memiliki % demand pemakaian yang terbesar adalah Tepung Kompas dengan nilai investasi selama periode Okt 2015 Mar 2016 Rp. 107.071.590.00- dan % Cumulative Value 31 %. 5.2 Analisis Hasil Simulasi dan Moving Average Dalam rangka mendapatkan hasil yang lebih akurat lagi mengenai metode pengendalian persediaan yang paling baik. dapat ditelusuri lebih lanjut lagi dari hasil perbandingan simulasi. Pada penelitian ini penulis akan membandingkan hasil perhitungan metode simulasi dengan metode Moving Average per 3 bulan. Data demand pemakaian harian tepung hasil metode simulasi dan hasil metode moving average dapat dilihat pada Tabel 5.2. Dengan melihat data pada tabel 5.2 dapat diketahui bahwa selisih antara demand terkecil dan terbesar dari hasil metode simulasi dan metode moving average dapat dikatakan sedikit atau tidak berpengaruh secara signifikan. yaitu antara 6 % sampai 17 %. perbandingan pada demand minimum sebesar 17 % dikarenakan pada perhitungan demand
51 dengan metode moving average menggunakan data demand selama 1 bulan. sedangkan dengan metode simulasi menggunkaan data selama 1 minggu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model telah berperilaku sesuai dengan sistem nyatanya. Perhitungan selisih dapat dilihat pada tabel diberikut. Tabel 5.2 Selisih demand metode Simulasi dan Moving Average (MA) Demand Minimum Demand Maksimum Metode Simulasi 76 152 Metode Moving Average 107 135 Selisih 31 17 % Selisih 17 % 6 % 5.3 Analisis Metode Pengendalian Persediaan Dari hasil perhitungan kedua metode pengendalian persediaan. baik metode simulasi maupun moving average mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hasil perbandingan metode simulasi dan moving average terhadap bahan baku tepung Kompas yang terdapat pada PT. XYZ dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut : Tabel 5.3 Perbandingan metode Simulasi dan Moving Average (MA) No. Metode Nilai Q* (Kg) ROP (Kg) TIC (Rp) 1 Simulasi Monte Carlo (Nilai Modus) 34 20 170.293,9 2 Simulasi Monte Carlo (Nilai Min) 28 13 137.840,5 3 Simulasi Monte Carlo (Nilai Maks) 39 26 194.935,9 4 Moving Average (Dec-15) 33 18 163.554,3 5 Moving Average (Jan-16) 34 20 171.755,6 6 Moving Average (Feb-16) 36 22 180.969,6 7 Moving Average (Mar-16) 37 23 183.711,7
52 Perbandingan dari setiap nilai demand yang didapat akan dilakukan perhitungan lebih lanjut berdasarkan perhitungan Q*, Re-order Point dan total cost inventory, Perbandingan pertama dapat kita lihat dari jumlah pesanan yang dilakukan, bila kita hitung demand dari metode simulasi berdasarkan nilai modus, minimum dan maksimum, secara berturut-turut adalah 34 Kg, 28 Kg, dan 39 Kg setiap pesan, Sedangkan bila kita hitung demand dari metode moving average sejak bulan Desember 2015 sampai Maret 2016, secara berturut-turut adalah 33 Kg, 34 Kg, 36 Kg dan 37 Kg setiap pesan, Dapat disimpulkan jumlah pesanan optimal dari setiap demand hasil metode simulasi dan metode moving average tidak jauh berbeda nilainya, yaitu berada diantara demand 28 Kg sampai 39 Kg, Selanjutnya menentukan nilai ROP yaitu dengan mengalikan periode pemesanan dengan rata-rata pemakaian harian, Perhitungan ROP menggunakan waktu tunggu untuk pembelian tepung kompas yaitu selama 5 hari, Besarnya nilai ROP dapat dilihat pada tabel 5,3, seperti yang ditunjukkan pada tabel 5,3, titik pemesanan kembali dengan menghitung demand dari metode simulasi berdasarkan nilai modus, minimum dan maksimum, yaitu disaat jumlah persediaan di Gudang tinggal secara berturut-turut adalah 20 Kg, 13 Kg, dan 36 Kg, Sedangkan, titik pemesanan kembali dengan menghitung demand dari metode moving average berdasarkan nilai modus, minimum dan maksimum, yaitu disaat jumlah persediaan di Gudang tinggal secara berturut-turut adalah 18 Kg, 20 Kg, 22 Kg dan 23 Kg, Analisa terakhir adalah menghitung total biaya persediaan, seperti ditunjukkan pada tabel 5,3, besarnya nilai total persediaan antara metode simulasi dan moving average tidak jauh berbeda untuk setiap nilai demand, nilai total cost inventory terbesar berada pada nilai demand dari metode simulasi nilai maksimum yaitu sebesar Rp, 194.935,9 dan nilai total cost inventory terkecil berada pada nilai demand dari metode simulasi nilai minimum yaitu Rp, 137.840,5.
53 Setelah melihat hasil dari ketiga perhitungan dengan rumus EOQ untuk Menentukan kuantitas pemesanan, ROP untuk mengetahui titik pemesanan kembali jika persediaan tepung sduah mulai sedikit dan total inventory cost untuk mengetahui total biaya persediaan yang dikeluarkan, Maka hasil terbaik adalah dengan memilih demand yang mempunyai total inventory cost terkecil sebesar Rp, 137.840,5, Jika dilihat pada tabel 5,3, nilai demand didapat dari hasil perhitungan metode simulasi nilai minimum, sehingga kuantitas pemesanannya adalah 28 Kg dan titik pemesanan kembali dilakukan pada saat persediaan di gudang sebanyak 13 Kg,