I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. sehingga tidak hanya menginginkan makanan yang enak dengan mouthfeel yang

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pati ubi kayu (tapioka)

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah umbi-umbian. Umbi-umbian dapat tumbuh dengan baik

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

I PENDAHULUAN. Pasta sebagai salah satu sumber karbohidrat merupakan jenis produk pangan

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Dilihat dari karakter fisiknya, murbei merupakan buah yang berasa segar manis

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

TUGAS AKHIR RISKA FITRIAWATI PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BAKRIE JAKARTA 2016

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PEMANFAATAN TEPUNG UMBI GARUT (Maranta arundinaceae L.) DALAM PEMBUATAN BUBUR INSTAN DENGAN PENCAMPURAN TEPUNG TEMPE SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

Pengaruh Lama Modifikasi Heat-Moisture Treatment (HMT) Terhadap Sifat Fungsional dan Sifat Amilografi Pati Talas Banten (Xanthosoma undipes K.

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1. Kurva standar glukosa untuk pengujian total gula, gula reduksi dan kadar pati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada konsumen (Silalahi, 2006). Salah satu produk yang. makanan ringan, jajanan atau cemilan. Makanan ringan, jajanan atau

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. baik di daerah tropis salah satunya yaitu tanaman munggur. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan nutrisi selektif bagi bakteri menguntungkan di dalam usus besar.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. (Canavalia ensiformis L.). Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan bahwa belum makan kalau belum mengkonsumsi nasi. Adanya kebiasaan ini

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, setiap orang. membutuhkan panganuntuk memenuhi kebutuhannya.masyarakat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

Transkripsi:

I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Potensi ketersediaan pangan lokal di Indonesia sangat melimpah, diantaranya adalah umbi-umbian. Pemanfaatan umbi-umbian di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal, salah satunya umbi ganyong. Umbi ganyong sangat baik digunakan sebagai sumber karbohidrat untuk penyediaan energi. Ganyong merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat. Umbi tua dimanfaatkan sebagai sumber pati, umbi muda dibuat sayur atau dikukus, dan bagian tajuknya untuk pakan ternak (Indastri dkk, 2001). Menurut Rukmana (2000), daerah budidaya ganyong di Indonesia terdapat di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung, Karawang, Subang, Ciamis, Cianjur, Majalengka, Sumedang, dan Provinsi Jawa Tengah, yaitu di daerah Purworejo, Klaten, dan Wonosobo. Produktivitas per hektar dari tanaman ganyong mampu menghasilkan sekitar 30 ton/ha. Hasil atau produksi ini sangat tergantung pada perawatan tanaman, jenis tanah, dan faktor produksi yang lainnya (Koswara, 2009). Sentra produksi ganyong di Jawa Barat terdapat di Kabupaten Ciamis. Menurut (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Ciamis, 2009 dalam 1

2 Septian, 2010), luas lahan ganyong di Kabupaten Ciamis yaitu 204 Ha dengan produktivitas mencapai 2.847 ton pertahunnya. Umbi ganyong segar memiliki nilai ekonomi yang rendah, sehingga perlu suatu upaya untuk meningkatkan nilai tambah (added value) dari umbi ganyong tersebut, salah satu cara yaitu diolah menjadi beranekaragam produk. Alternatif pengolahan umbi ganyong agar dapat meningkatkan nilai jual yaitu mengolah umbi ganyong menjadi tepung. Tepung ganyong memiliki karakteristik yang cukup baik untuk dikembangkan dalam industri bakery. Ganyong memiliki kelemahan yaitu jika dikonsumsi langsung adalah banyaknya kandungan serat di dalamnya, sedang bentuk patinya akan membentuk gel ketika dimasak. Tepung ganyong dapat diandalkan sebagai pengganti tepung terigu hingga 100% pada pembuatan cookies. Pembuatan kue dapat digunakan 100% tepung ganyong, misalnya pada kue ganyong pandan dan kue ulat sutera. Sedangkan dalam pembuatan biskuit dapat digunakan dengan mencampur 50% tepung ganyong dan 50% tepung terigu (Hidayat, 2013). Tepung ganyong dalam bentuk alaminya memiliki sifat - sifat yang membatasi dalam penggunaannya. Menurut Jyothi, et al., (2009) sifat - sifat tersebut antara lain viskositas yang tinggi, water absorptionn index dan kelarutan tepung yang rendah. Sifat ini dipengaruhi oleh kandungan pati yang terdapat pada tepung ganyong. Pati alami tidak tahan terhadap perlakuan asam dan suhu tinggi. Menurut Kusnandar (2010) untuk mengatasi masalah sifat pati alami yang sulit diaplikasikan dalam pengolahan pangan, maka pati alami sering dimodifikasi

3 agar menghasilkan pati yang memiliki sifat-sifat reologi berbeda dari pati alami sehingga dapat memperluas penggunaannya dalam pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik produk yang diinginkan. Metode modifikasi dapat dilakukan secara fisik, kimia dan enzimatis. Ketiga modifikasi ini, yang paling efisien untuk diterapkan adalah modifikasi secara fisik dengan menggunakan panas lembab atau Heat Moisture Treatment (HMT). Proses modifikasi pati dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) menggunakan batasan kadar air yang rendah, yaitu lebih kecil 35% dengan suhu pemanasan yang lebih tinggi nilainya dari suhu gelatinisasi pati (Collado et al., 2001). Karakteristik fisiko-kimia dan fungsional pati yang dimodifikasi dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) sangat beragam dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis (sumber) pati, kadar amilosa dan tipe kristalisasi pati. Karakteristik pati modifikasi metode Heat Moisture Treatment (HMT) juga dipengaruhi oleh kondisi proses seperti suhu, kadar air, ph dan lama waktu pemanasan (Syamsir, 2012). Pengaruh interaksi suhu dan waktu modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) terhadap karakteristik pati termodifikasi dilaporkan oleh Ahmad (2009). Modifikasi yang dilakukan pada suhu pemanasan 110ºC selama 16 jam dapat menghasilkan pati termodifikasi dengan karakteristik gelatinisasi tipe C yaitu pati yang cenderung dapat mempertahankan viskositasnya selama pemanasan dan pengadukan. Selain mempunyai profil gelatinisasi tipe C, pati tersebut juga mempunyai kelarutan yang lebih rendah dan kekuatan gel yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pati dimodifikasi pada kombinasi waktu dan suhu yang

4 berbeda. Menurut Ahmad (2009), meningkatnya waktu dan suhu modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) tidak menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan stabilitas pati. Stabilitas panas pasta pati meningkat dengan meningkatnya waktu modifikasi dari 12 jam menjadi 16 jam, namun stabilitas panas tersebut menurun ketika waktu modifikasi ditingkatkan menjadi 20 jam. Stabilitas pasta panas pati meningkat dengan meningkatnya suhu modifikasi dari 100ºC menjadi 110ºC, namun stabilitas panas tersebut menurun dengan meningkatnya suhu modifikasi dari 110ºC menjadi 120ºC. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi untuk penelitian yaitu : 1. Apakah suhu pemanasan pada modifikasi tepung ganyong dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik tepung ganyong yang dihasilkan? 2. Apakah waktu pemanasan pada modifikasi tepung ganyong dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik tepung ganyong yang dihasilkan? 3. Apakah interaksi antara suhu dan waktu pemanasan pada modifikasi tepung ganyong dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik tepung ganyong yang dihasilkan?

5 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan adalah : 1. Maksud dari penelitian adalah untuk menentukan kondisi proses modifikasi tepung ganyong yang tepat agar dihasilkan tepung ganyong termodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) dengan karakteristik yang diharapkan. 2. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh modifikasi tepung ganyong dengan variasi suhu dan waktu pemanasan dapat memperbaiki karakteristik tepung ganyong dan meningkatkan penggunaannya dalam pengolahan pangan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memanfaatkan bahan baku lokal yang belum terangkat menjadi bahan baku yang memiliki nilai tambah. 2. Mengetahui kondisi proses modifikasi metode Heat Moisture Treatment (HMT) optimum yang dapat menghasilkan tepung ganyong dengan karakteristik terbaik. 3. Meningkatkan penggunaan tepung ganyong dalam pengolahan pangan. 1.5. Kerangka Pemikiran Widowati (2009) menyatakan ganyong dapat diolah menjadi produk antara yaitu tepung dan pati ganyong. Tepung ganyong memilik kadar amilosa 28%, air 7,42%, abu 1,33%, karbohidrat 84,34%, lemak 6,43%, protein 0.44% dan serat kasar 0,040%.

6 Adebowale et al., (2005) menyatakan bahwa modifikasi dengan teknik Heat Moisture Treatment (HMT) dapat mengubah profil gelatinisasi pati sorgum merah yaitu dapat meningkatkan suhu gelatinisasi, meningkatkan viskositas puncak, meningkatkan viskositas akhir, dan meningkatkan kecenderungan pati untuk teretrogradasi atau meningkatkan setback viscosity. Menurut Pangesti, dkk (2014) variasi suhu modifikasi metode Heat Moisture Treatment (HMT) yaitu 80 C, 90 C, 100 C dan 110 C berpengaruh dalam menurunkan derajat putih tepung bengkuang, kadar air, swelling power dan kelarutan tepung bengkuang. Selain itu modifikasi dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) dapat meningkatkan suhu gelatinisasi namun juga menurunkan viskositas balik. Lestari (2009) menyatakan bahwa tepung jagung yang dimodifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) pada berbagai modifikasi suhu dan waktu yang berbeda menghasilkan tepung jagung dengan karakteristik gelatinisasi yang berbeda. Tepung jagung termodifikasi dengan tipe C yaitu tepung yang mempunyai stabilitas panas dan pengadukan tinggi diperoleh dengan kombinasi suhu 110 o C dan waktu 6 jam. Selain itu, tepung tersebut juga mempunyai swelling volume dan amylose leaching yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tepung yang dimodifikasi pada perlakuan lainnya. Fetriyuna (2016) menyatakan variasi waktu modifikasi pati talas banten metode Heat Moisture Treatment (HMT) yaitu 4 jam, 8 jam, 12 jam, 16 jam dan 20 jam berpengaruh dalam meningkatkan nilai kapasitas penyerapan air, penurunan nilai swelling volume, kelarutan, suhu awal gelatinisasi, viskositas

7 puncak, viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin, dan viskositas setback serta kecenderungan penurunan derajat putih. Menurut Tanak (2016), modifikasi secara Heat Moisture Treatment (HMT) dengan perlakuan temperatur dan lama pemanasan yang berbeda pada pati ubi jalar ungu menghasilkan karakteristik sifat fisikokimia yang berbeda, dimana memberikan pengaruh nyata terhadap Oil Holding Capacity, kadar air, kadar pati, kadar serat dan aktivitas antioksidan. Sunyoto dkk., (2016) menjelaskan modifikasi pemanasan metode Heat Moisture Treatment (HMT) pada berbagai suhu dan lama waktu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap swelling volume, solubility, freeze thaw stability, kekuatan gel, derajat putih, suhu awal gelatinisasi dan viskositas setback, tetapi tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap viskositas puncak. Pati ubi jalar dengan modifikasi Heat Moisture Treatment (HMT) pada suhu 110 o C selama 8 jam merupakan perlakuan terpilih dengan swelling volume 4,205 ml/g, solubility 2,117%, freeze thaw stability 48,655%, kekuatan gel 4,684 gf, derajat putih 76,717%, suhu awal gelatinisasi 83,388 o C, viskositas puncak 5063,833 cp, dan viskositas setback 3596,833 cp. Menurut Kuswandari (2013), modifikasi secara Heat Moisture Treatment (HMT) dengan perlakuan temperatur (100 C, 110 C) dan lama pemanasan (2,4 dan 6 jam) pada pati ganyong dapat merubah karakteristik sifat fisikokimia yang terdapat dalam pati. Perlakuan dengan suhu 100 C dan waktu pemanasan 2 jam dapat meningkatkan densitas kamba dan densitas padatan, juga menghasilkan bentuk granula pati yang lebih stabil dan teratur.

8 Gustiar (2009) menjelaskan daya cerna cookies Pati Garut Termodifikasi (PGT) lebih rendah, yaitu sebesar 7.27% dibandingkan dengan daya cerna cookies terigu, yaitu sebesar 15.53%. Perubahan bahan baku, yaitu terigu yang diganti dengan Pati Garut Termodifikasi (PGT) dalam pembuatan cookies berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis. Hasil uji organoleptik, menunjukkan bahwa cookies Pati Garut Termodifikasi (PGT) tidak disukai pada atribut warna dan tekstur sehingga berpengaruh pada penerimaan cookies Pati Garut Termodifikasi (PGT). 1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, diduga bahwa : 1. Suhu pemanasan modifikasi tepung ganyong metode Heat Moisture Treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik tepung ganyong yang dihasilkan. 2. Waktu pemanasan modifikasi tepung ganyong metode Heat Moisture Treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik tepung ganyong yang dihasilkan. 3. Interaksi antara suhu dan waktu pemanasan modifikasi tepung ganyong metode Heat Moisture Treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik tepung ganyong yang dihasilkan. 1.7. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2017, bertempat di Laboratorium Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan, Jl. Setiabudi No.193 Bandung.