BAB III METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
Universitas Sumatera Utara

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

BAB V METODOLOGI. Dalam pelaksanaan percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 6, No. 3 (September 2017) PEMBUATAN SABUN DENGAN MENGGUNAKAN KULIT BUAH KAPUK (Ceiba petandra) SEBAGAI SUMBER ALKALI

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

BAB V METODOLOGI. Tahap pelaksanaan percobaan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : memanaskannya pada oven berdasarkan suhu dan waktu sesuai variabel.

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Penelitian ini akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu : Tahap I: Tahap perlakuan awal (pretreatment step)

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

BAB 3 METODE PERCOBAAN. - Heating mantle - - Neraca Analitik Kern. - Erlenmeyer 250 ml pyrex. - Beaker glass 50 ml, 250 ml pyrex. - Statif dan klem -

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :

BAB 3 METODE PENELITIAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

BAB III METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Universitas Muhammadiyah Malang mulai bulan April 2014 sampai Januari 2015.

LAMPIRAN 1 DATA ANALISIS PRODUK SABUN PADAT TRANSPARAN. Tabel 9. Data Analisis Minyak Jelantah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia dan

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

Lampiran 1. Tatacara karakterisasi limbah tanaman jagung

BAB V METODOLOGI. Alat yang digunakan pada praktikum penelitian, meliputi alat autoklaf

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II

Bab III Metodologi Penelitian

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 BAHAN DAN METODE

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN SABUN PADAT DAN SABUN CAIR DARI MINYAK JARAK

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

LAMPIRAN 1 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

KETERAMPILAN LABORATORIUM DAFTAR ALAT LABORATORIUM

BAB III METODE PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Sampel. Sampel yang digunakan adalah tanaman nilam yang berasal dari Dusun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, laboratorium

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB V METODOLOGI Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat Pembuatan Lem Tembak. No. Nama Alat Jumlah. 1. Panci Alat Pengering 1. 3.

BAB V RANCANGAN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB 3 METODE PERCOBAAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif untuk mengetahui

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan. No. Alat Ukuran Jumlah. Sendok. 1 buah. Ember. 1 buah. Pipet.

Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan lebih kurang 6 bulan. 3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 BAHAN 1. Alkali dari Abu Kulit Buah Kapuk 2. Minyak goreng 3. Phenoftalein 4. Asam Klorida 5. Aquades 6. Kalium Hidroksida 7. Etanol 3.2.2 PERALATAN Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Neraca Elektrik 2. Peralatan kaca seperti Beaker glass, Erlenmeyer dan lain-lain. 3. Termometer 4. Oven 5. Cawan 6. Alumunium foil 7. Magnetic Stirrer 8. Gelas Ukur 9. Stopwatch 10. Spatula 22

23 11. Piknometer 12. Viskosimeter Oswalt 13. Pipet Tetes 14. Buret 15. Statif dan klem 16. ph meter 17. Kertas saring 3.3 RANCANGAN PERCOBAAN Penelitian ini menggunakan rancangan pola faktorial dengan variable sebagai berikut : Volume minyak = 30 ml Minyak : Soda Q = 1 : 2 (ml) Temperatur reaksi = 60 C, 70 C dan 80 o C Waktu pengadukan = 60 menit, 90 menit dan 120 menit Kecepatan pengaduk = 250 rpm Alanalisa yang dilakukan: 1. Densitas 2. Keasaman (ph) 3. Bilangan Penyabunan 4. Alkali Bebas

23 3.4 PROSEDUR UTAMA PERCOBAAN 3.4.1 Prosedur Penelitian 3.4.1.1 Prosedur Reaksi Saponifikasi 1. Minyak dimasukkan ke dalam beaker glass dan dipanaskan diatas hot plate dengan suhu 60, 70, dan 80 o C 2. Larutan basa juga dipanaskan dengan suhu (60, 70, dan 80 o C) lalu ditambahkan dengan perbandingan (1:2) terhadap volume minyak ke dalam beaker glass sambil diaduk selama 60 menit, 90 menit dan 120 menit). 3. Suhu dijaga pada (60, 70, dan 80 o C) selama reaksi saponifikasi. 4. Dilakukan proses pemisahan pada sabun yang dihasilkan. 3.4.2 Prosedur Analisa 3.4.2.1 Analisa Densitas 1. Ditimbang piknometer kosong yang kering dan dicatat massanya. 2. Diisi piknometer 10 ml dengan air hingga penuh. 3. Ditimbang piknometer yang berisi air dan dicatat massanya. Selisih antara massa piknometer kosong dan piknometer yang berisi air merupakan massa air yang diisi ke dalam piknometer. 4. Dihitung volume air dengan rumus: 5. Diisi piknometer dengan sampel sebanyak volume air. 6. Ditimbang piknometer yang berisi sampel dan dicatat massanya. Selisih antara piknometer kosong dan piknometer yang berisi sampel merupakan massa sampel. 7. Dihitung densitas sampel dengan persamaan: x ρ air

23 3.4.2.2 Analisa Keasaman (ph) Adapun prosedur analisa keasaman, sebagai berikut: 1. Disiapkan 5 gram sampel yang akan dianalisa ph nya 2. Dilarutkan sampel dalam 10 ml aquadest 3. Dicuci ph meter dengan aquadest dan dilakukan kalibrasi dengan larutan buffer 4. Dimasukkan ph meter dalam sampel 5. Dicatat ph yang tampil 3.4.2.3 Analisa Bilangan Penyabunan 1. Ditimbang 2 gram sampel sabun dan dicampurkan dengan 25 ml potassium Hydroxide Etanol 0,,5 mol/l 2. Campuran direfluks selama 30 menit 3. Didinginkan dan ditambahkan Phenolptalein 4. Dititrasi dengan HCl 0,1 mol/l dan dicatat volume HCl yang terpakai 5. Dilakukan titrasi blangko 6. Dihitung bilangan penyabunan dengan rumus : Bilangan penyabunan = V 2 = volume titrasi blanko (ml) V 1 = volume titrasi (ml) Cl = konsentrasi konversi koefisien (28,05) (potassium hydroxide ex. 56,11 x 0,5) TF = factor reagen (1,006) W = berat

23 3.4.2.4 Analisa Alkali Bebas 1. Siapkan alcohol netral dengan mendidihkan 100 ml alcohol, tambahkan 0,5 ml indicator Phenolphetalein. 2. Ditimbang 5 gram sampel dan masukkan kedalam alkohol netral, pasang refluks kondensor dan didihkan selama 30 menit. Larutan bersifat alkali (penunjuk Phenolphtalein berwarna merah) 3. Lakukan uji alkali bebas dengan meniternya menggunakan HCL 0,1 N dalam alkohol dari buret, sampai warna merah teepat hilang 4. Dihitung kadar alkali bebas dengan rumus: V = volume HCl yang digunakan (ml) N = normalitas HCl yang digunakan (N) W = berat sampel

23 3.5 FLOWCHART 3.5.1 Flowchart Penelitian 3.5.1.1 Percobaan Reaksi Safonifikasi Mulai Dimasukkan 30 ml minyak goreng kedalam beaker glass Dipanaskan hingga suhu 60, 70 dan 80 o C Ditambahkan 60, 70 dan 80 ml larutan alkali Diaduk selama 60, 90 dan 120 menit Dilakukan proses pemisahan pada sabun Selesai Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Reaksi Saponifikasi

23 3.5.2 Flowchart Analisa 3.5.2.1 Analisa Densitas Mulai Ditimbang piknometer kosong yang kering dan dicatat masssanya Piknometer diisi dengan air hingga penuh Piknometer yang berisi air ditimbang dan dicatat massanya Dihitung volume air Piknometer diisi dengan sampel sabun sebanyak volume air Piknometer yang berisi sampel ditimbang dan dicatat massanya Dihitung densitas sampel Selesai Gambar 3.2 Flowchart Analisa Densitas

23 3.5.2.2 Analisa Keasaman ph Mulai Dimasukkan 5 gram sampel dan dilarutkan dalam 10 ml aquadst Dicuci ph meter dengan aquadest dan dilakukan kalibrasi menggunakan larutan buffer Dimasukkan ph meter kedalam sampel Dicatat ph ang tampil Selesai Gambar 3.4 Flowchart Analisa Keasaman ph

23 3.5.2.3 Analisa Bilagan Penyabunan Mulai Ditimbang 2 gram sampel dan dicampurkan dengan 25 ml potassium Etanol 0,5 ml/l Campuran di refluks selama 30 menit Didinginkan larutan, ditambah indikator PP dan dititrasi dengan HCl 0,5 mol/l Tidak Apakah larutan sudah berwarna bening? Ya Dilakukan titrasi blanko Dihitung bilangan penyabunannya Selesai Gambar 3.5 Flowchart Bilangan Penyabunan

23 3.5.2.4 Analisa Kadar Alkali Bebas Mulai Didihkan 100 ml alcohol, tambahkan 0,5 ml indicator Phenolphetalein Dinginkan larutan sampai 70 o C Dimasukkan 5 gr sampel kedalam alkohol netral Ditetesi dengan indikator phenolpthalein Dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N Apakah larutan sudah berwarna bening? Tidak Ya Dicatat volume titran yang digunakan Selesai Gambar 3.6 Flowchart Analisa Kadar Alkali Bebas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL KARAKTERISASI ALKALI DARI ABU KULIT BUAH KAPUK (CEIBA PETANDRA) Kulit buah kapuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah kapuk yang diperoleh dari daerah Bagan Batu, Riau. Abu dari buah kulit kapuk kapuk banyak mengandung senyawa Kalium Karbonat (78,95 %) [6]. Kulit buah kapuk di keringkan dengan oven sampai kadar air nya berkurang, kemudian dipotong menjadi ukuran yang kecil-kecil, selanjutnya diabukan menggunakan tanur dengan suhu 500 o C selama 3 jam. Hasil ekstraksi kulit buah kapuk Kapuk disebut Soda qiu. Pelarut soda qiu akan membuat Kalium Karbonat menjadi Kalium Hidroksida yang dapat digunakan sebagai sumber alkali (basa) alami dalam pembuatan sabun [6]. Berikut gambar kulit buah kapuk sebelum dan sesudah pentanuran: (a) (b) Gambar 4.1 Gambar Kulit Buah Kapuk (a) Sebelum Ditanur (b) Setelah Ditanur Hasil dari proses pengabuan kulit buah kapuk diperoleh abu berwarna putih keabu-abuan. Selanjutnya abu kulit buah kapuk ini dilarutkan dengan menggunakan pelarut aquadest dengan perbandingan 1: 3 (w/v) dan di diamkan 32

33 selama 3 hari. Kemudian dipanaskan di atas Hot Plate smbil di aduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam. Hasil ekstraksi disaring menggunakan kertas saring. Hasil ekstraksi ini yang akan digunakan sebagai soda Q pada pembuatan sabun. Hasil ekstraksi proses pembuatan sabun dapat dilihat pada lampiran C. 4.1.1 Hasil Uji Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) Alkali dari Kulit Buah Kapuk Karakteristik AAS alkali dari kulit buah kapuk (Ceiba Petandra) dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan kalium yang ada pada kulit buah kapuk. Dari hasil analisa AAS yang dilakukan diperoleh persentase kalium yang ada pada kulit buah kapuk sebesar 29,8 % pada suhu pembakaan 500 o C dan waktu 3 jam. Dibawah ini merupakan gambar sabun yang terbentuk, untuk gambar proses pembuatan sabun dan anlisa dapat dilihat pada lampiran C. Gambar 4.2 Gambar Hasil Sabun

34 4.2 DATA HASIL PENELITIAN Data hasil penelitian pembuatan sabun dari kulit buah kapuk dan minyak goreng dapat di lihat pada Table 4.1 Data Hasil Penelitian Pembuatan Sabun dari Kulit Buah Kapuk dan Minyak goreng Table 4.1 Data Hasil Penelitian Pembuatan Sabun dari Kulit Buah Kapuk dan Minyak Goreng Suhu Waktu Keasama Densitas Bilangan Kadar Alkali ( o C) Pengadukan n (ph) (gr/ml) Penyabunan Bebas 60 60 10.8 1.080 248.321 0.140 60 90 10.3 1.105 242.677 0.126 60 120 10 1.150 215.869 0.112 70 60 10.4 1.100 231.390 0.112 70 90 9.9 1.160 220.102 0.098 70 120 9.5 1.200 203.171 0.084 80 60 9.8 1.180 210.226 0.112 80 90 9.4 1.220 204.582 0.084 80 120 9.1 1.340 200.349 0.070

35 4.3 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP ph SABUN CAIR Berikut grafik yang menunjukkan pengaruh variasi suhu dan waktu pengadukan terhadap ph sabun cair yang dihasilkan: Gambar 4.3 GrafikPengaruh Suhu Reaksi dan Waktu Pengadukan terhadap ph Sabun Cair. Dari gambar 4.3 diatas dapat dilihat bahwa nilai ph tertinggi adalah pada suhu 60 o C, waktu pengadukan 60, 90 dan 120 menit yaitu berturut-turut 10,8; 10,3; dan 10. Sedangkan nilai ph terendah adalah pada variasi suhu 80 o C, waktu pengadukan 60, 90 dan 120 menit yaitu berturut-turut 9,8; 9,4 dan 9,1. Dari gambar 4.3 dapat dilihat adanya pengaruh waktu pengadukan terhadap ph sabun yang dihasilkan. Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya ph sabun yang dihasilkan. Sedangkan dengan semakin besarnya suhu reaksi penyabunan menyebabkan ph sabun menurun sampai titik optimumnya. Hal ini disebabkan oleh semakin lama waktu pengadukan menyebabkan waktu interaksi antara minyak dan alkali semakin besar, maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga residu alkali akan semakin

36 rendah yang menyebabkan sabun tidak terlalu basa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijana, dkk., (2009), nilai ph memiliki kecenderungan yang semakin menurun dengan semakin lamanya pengadukan[28]. Dan pengaruh suhu reaksi terhadap nilai ph sabun akan semakin turun seiring dengan semakin besar suhu reaksi.. Pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimum, akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga kesetimbangan konstanta reaksi K akan turun yang berarti reaksi akan bergeser kearah pereaksi atau dengan kata lain produk akan berkurang[29][30]. Reaksi yang jauh dari kesetimbangan akan menghasilkan sabun dengan residu alkali yang besar dan berakibat pada ph sabun yang tinggi. Pada penelitian ini ph terbaik yang diperoleh adalah pada suhu 80 o C dan waktu pengadukan 120 menit yaitu 9,1Nilai ph merupakan salah satu parameter hang penting dalam penentuan mutu sabun cair, karena nilai ph menentukan kelayakan sabun untuk digunakan sebagai sabun mandi. Sabun cair yang diperoleh pada penelitian ini memiliki ph antara 9,1 10,8 dan menurut SNI ph sabun cair berkisar antara 8 11 [10]. Jadi sabun yang diperoleh pada penelitian telah sesuai dan layak untuk digunakan.

Densitas (gr/ml) 37 4.4 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP DENSITAS SABUN CAIR Berikut grafik yang menunjukkan variasi suhu dan waktu pengadukan terhadap densitas sabun cair yang dihasilkan: 1.4 1.35 1.3 1.25 1.2 1.15 1.1 1.05 1 60 90 120 Waktu Pengadukan (menit) Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Densitas Sabun Cair Gambar 4.4 menunjukkan hubungan antara suhu reaksi dan waktu pengadukan terhadap densitas sabun cair yang dihasilkan. Dari gambar diatas dapat dilihat densitas sabun yang tertinggi adalah pada suhu 80 o C dan waktu pengadukan 120 menit yaitu 1,34 (gr/ml), sedangkan densitas terendah adalah pada suhu 60 o C dan waktu pengadukan 60 menit yaitu 1,08 (gr/ml). Dari gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa suhu dan waktu pengadukan berpengaruh terhadap densitas sabun yang dihasilkan. Densitas sabun cenderung naik seiring dengan bertambahnya waktu pengadukan dalam reaksi penyabunan. Pengaruh suhu reaksi terhadap densitas sabun akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya suhu reaksi penyabunan. Hal ini disebabkan oleh adanya partikel H 2 O yang mulai menguap, yang menyebabkan kandungan air pada sabun

38 akan berkurang sehingga sabun menjadi mengental. Penurunan viskositas akibat peningkatan rasiio air/sabun dikarenakan viskositas dipengaruhi oleh kadar air dalam sabun tersebut [28]. Viskositas merupakan densitas perwaktu, jika viskositas sabun meningkat dengan turunnya rasio air/sabun, maka densitas sabun akan meningkat dengan semakin sedikitnya kandungan air didalam sabun yang ditandai dengan mengental nya sabun yang dihasilkan. Sabun cair yang dihasilkan pada penelitian memiliki densitas antara 1,08 1,34 (gr/ml) menurut SNI densitas sabun cair berkisar 1,01 1,1 (Indonesia dan Nasional 1994). Dapat dilihat bahwa ada beberapa sabun cair yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yaitu pada suhu suhu 60 o C waktu pengadukan 60 menit sebesar 1,08 dan pada suhu 70 o C waktu pengadukan 60 menit sebesar 1,1 (gr/ml)

Bilangan Penyabunan 39 4.5 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP BILANGAN PENYABUNAN SABUN CAIR Berikut grafik yang menunjukkan variasi suhu dan waktu pengadukan terhadap bilangan penyabunan sabun cair yang dihasilkan: 250 230 210 190 170 150 60 90 120 Waktu Pengadukan (menit) Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Bilangan Penyabunan Sabun Cair Grafik 4.6 menunjukkan hubungan suhu reaksi dan waktu pengadukan terhadap bilangan penyabunan sabun cair yang dihasilkan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai bilangan penyabunan tertinggi adalah pada suhu 60 o C waktu pengadukan 60 menit yaitu sebesar 248,231 Sedangkan nilai bilangan penyabunan terendah adalah pada suhu 80 o C waktu pengadukan 120 menit yaiitu sebesar 200,349. Bilangan penyabunan adalah banyaknya alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah minyak. Semakin tinggi bilangan penyabunan menunjukkan semakin tinggi pula kadar asam lemak bebas pada minyak

40 sehingga alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan minyak tersebut juga akan semakin banyak [31]. Dari gambar 4.6 diatas dapat dilihat bahwa adanya pengaruh suhu dan waktu pengadukan terhadap nilai bilangan penyabunan. Dengan semakin bertambahnya suhu reaksi menyebabkan nilai bilangan penyabunan pada sabun akan semakin menurun. Sedangkan dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan menyebabkan nilai bilangan penyabunan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya waktu pengadukan akan menyebabkan waktu reaksi antara minyak dan alkali akan semakin besar, maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga minyak yang belum bereaksi dengan alkali akan semakin kecil dan kadar asam lemak bebasnya pun semakin kecil. Dan pengaruh suhu reaksi terhadap bilangan penyabunan akan semakin turun seiring dengan semakin besarnya suhu reaksi. Pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebbih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimum, akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga kesetimbangan konstanta reaksi K akan turun yang berarti reaksi akan bergeser kearah pereaksi atau dengan kata lain produk akan berkurang[29][30]. Reaksi yang jauh dari kesetimbangan akan menghasilkan sabun dengan nilai bilangan penyabunan yang besar. Sabun cair hasil penelitian memiliki bilangan penyabunan antara 248,231 200,349 dan menurut SNI nilai bilangan penyabunan adalah antara 196 206 (Indonesia dan Nasional 1994). Dari hasil penelitian yang sesuai dengan SNI adalah pada suhu 70 o C waktu pengadukan 120 menit dan suhu 80 o C waktu pengadukan 90 dan 120 menit yaitu berturut-turut sebesar 203,171; 204,582 dan 200,349.

Kadar Alkali Bebas (%) 41 4.6 PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGADUKAN TERHADAP KADAR ALKALI BEBAS SABUN CAIR Berikut grafik yang menunjukkan variasi suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas sabun cair yang dihasilkan: 0.2 0.15 0.1 0.05 0 60 90 120 Waktu Pengadukan (menit) Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Suhu dan Waktu Pengadukan Terhadap Kadar Alkali Bebas Sabun Cair Grafik 4.5 menunjukkan hubungan suhu reaksi dan waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas sabun cair yang dihasilkan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai alkali bebas tertinggi adalah pada suhu 60 o C waktu pengadukan 60 menit yaitu sebesar 0,14% Sedangkan nilai alkali bebas terendah adalah pada suhu 80 o C waktu pengadukan 120 menit yaitu sebesar 0,070%. Dari gambar 4.5 tersebut dapat dilihat adanya pengaruh suhu dan waktu pengadukan terhadap kadar alkali bebas. Dengan semakin bertambahnya waktu pengadukan dapat menyebabkan turunnya kadar kadar alkali bebaspada sabun yang dihasilkan. Sedangkan dengan semakin besarnya suhu reaksi penyabunan menyebabkan kadar alkali bebas pada sabun cair menurun sampai pada titik optimum. Hal ini disebabkan oleh semakin lamanya pengadukan maka waktu

42 interaksi antara minyak dengan alkali akan semakin besar, maka reaksi akan mendekati kesetimbangan sehingga kadar alkali bebas pada sabun cair akan berkurang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wijana, dkk., (2009), kadar alkali bebas memiliki kecenderungan akan semakin menurun akibat semakin besar nya suhu reaksi dan waktu pengadukan pada proses pembuatan sabun [28]. Pada kisaran suhu tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi penyabunan, yang artinya menaikkan hasil dalam waktu yang lebbih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimum, akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga kesetimbangan konstanta reaksi K akan turun yang berarti reaksi akan bergeser kearah pereaksi atau dengan kata lain produk akan berkurang[29][30]. Reaksi yang jauh dari kesetimbangan akan menghasilkan sabun dengan kadar alkali yang besar. Adanya peningkatan kadar alkali bebas ini juga disebabkan banyaknya air yang menguap pada larutan, karena air dapat menurunkan menurunkan konsentrasi alkali bebas pada sabun [28]. Kadar alkali bebas merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam penentuan mutu suatu sabun cair, Karena nila kadar alkali bebas menentukan kelayakan sabun cair untuk digunakan sebagai sabun mandi. Jika kadar alkali bebas pada sabun cair melebihi standar yang telah ditetapkan dapat menyebabkan iritasi pada kulit, seperti kulit luka dan mengelupas [32]. Sabun cair hasil penelitian memiliki kadar alkali bebas antara 0,140 0,070 % dan standar kadar alkali bebas menurut SNI adalah 0,14% [10]. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ningrum dan Kusuma (2011), di peroleh kondisi saponifikasi terbaik pada susu 90 o C dengan perbandingan reaktan 3:1 dengan kandungan ALB 0,8 % dan alkali bebas 0,08 %. Sedangkan data dari hasil penelitian diperoleh kondisi terbaik dalam proses saponifikasi pada suhu 80 o C dan waktu pengadukan 120 menit dengan ph 9,1; densitas 1,34 gr/ml; bilangan penyabunan 200,349 dan kadar alkali bebas 0,07 %. Hasil ini telah mendekati standar mutu sabun cair SNI.

43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Nilai kadar keasaman (ph) yang terbaik pada penelitian ini diperoleh pada suhu 80 o C dan waktu pengadukan 120 menit yaitu sebesar 9,1 dan telah sesuai dengan SNI. 2. Densitas sabun yang sesuai dengan SNI adalah pada suhu 60 o C waktu pengadukan 60 menit dan suhu 70 o C waktu pengadukan 60 menit yaitu berturuturut sebesar 1,08 gr/ml dan 1,10 gr/ml. 3. Nilai bilangan penyabunan yang terbaik pada penelitian ini diperoleh pada suhu 80 o C waktu pengadukan 120 menit yaitu sebesar 200,349. 4. Nilai kadar alkali bebas pada sabun yang terbaik adalah pada suhu 80 o C waktu pengadukan 120 menit yaitu sebesar 0,07 %. 5. Ditinjau dari nilai ekonomisnya, limbah kulit buah randu (Ceiba Petandra) dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun natural. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah: 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan variasi pada perbandingan antara minyak dan larutan alkalinya agar diperoleh hasil yang lebih baik. 2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan pembersihan dan pengeringan terhadap alat sebelum digunakan. Karena pada saat titrasi akan mempengaruhi hasil titrasi. 3. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan perendaman lebih lama terhadap abu yang telah dilarutkan dengan aquadest dan pada saat proses ekstraksinya sebaiknya dilakukan dengan pemanasan. 43