BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

dokumen-dokumen yang mirip
Adat Bersandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah (Konstruksi Adat dan Agama Dalam Hak Waris Masyarakat Matrilineal)

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB I PENDAHULUAN. ALAM SAKTI KERINCI menjadi jargon utama dataran tinggi. Kabupaten Kerinci Jambi. Di mana-mana kita akan melihat jargon tersebut

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LOKASI UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

Kebudayaan (2) Pengantar Antropologi. Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB 5 PENUTUP. sebagai lembaga swadaya masyarakat yang ada di wilayah Grobogan mampu

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelompok ini menyatukan perempuan-perempuan menjadi satu organisasi dari

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada

Tanya Jawab Edisi 3: Warisan Anak Perempuan: Syari'at "Satu Banding Satu"?

BAB III PERCERAIAN DI KALANGAN EKS TKI DI DESA GENUK WATU KECAMATAN NGORO KABUPATEN JOMBANG

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

Bab I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional.kondisi ini

BAB V STRUKTUR PENGUASAAN TANAH LOKAL

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ETNIS MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ).

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

Laki-laki, Perempuan, dan Kelompok Masyarakat Rentan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

BAB I PENDAHULUAN. satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad 1.Setiap

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Siswoyo (2007) mahasiswi adalah individu yang sedang

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan selama orde baru yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sangat bernuansa top-down karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

2015 PENGUATAN MANAJEMEN WIRAUSAHA OLEH KADER PKK DALAM MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi antarpersonalnya menjadi berbeda satu dengan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut membuat orang lebih berpikir maju dan berwawasan tinggi. Pendidikan. majunya teknologi informasi dalam dunia pendidikan.

BAB V KESIMPULAN. bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LAMPIRAN. Draf wawancara (interview guide) untuk buruh tani perempuan:

BAB I PENDAHULUAN. ( kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

LATAR BELAKANG. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

A. LATAR BELAKANG MASALAH

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT *

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

PENDAHULUAN Latar Belakang

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan, juga dalam kepemilikan properti hak waris, karena matrilineal memiliki sistem pewarisan yang berada pada garis keturunan perempuan. Berkaca pada realitas masyarakat matrilineal di Minangkabau, perempuan sekalipun memiliki hak waris yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki tetap tidak memiliki akses atas tanah warisnya sendiri. Hal tersebut dikarenakan mamak atau saudara laki-laki dari garis keturunan ibu yang memiliki wewenang untuk mengatur seluruh harta waris tersebut, sedangkan perempuan secara adat dituntut untuk menjaga harta dan dapat juga menggunakannya. Begitu juga pada masyarakat Kerinci Desa Lempur yang telah mengalami perubahan dalam pembagian hak waris. Dahulu, pembagian waris dikatakan lebih besar kepada perempuan karena lahan basah (sawah) dan rumah diperuntukan bagi perempuan, sedangkan laki-laki hanya mendapatkan lahan kering (kebun). Sawah dan rumah lebih diprioritaskan untuk perempuan karena perempuan secara fisik dianggap lemah dan harus dekat dengan rumah karena rumah merupakan tempat yang aman untuk perempuan. Berlandaskan pada adat bersandi syarak, syarak bersandikan kitabullah, saat ini aturan adat mengalami perubahan dalam mengatur pembagian waris.

Dalam persebarannya, memang masyarakat Desa Lempur merupakan percampuran masyakarat Minangkabau dan Jawa. Namun tidak dapat juga dikatakan bahwa mereka merupakan masyarakat matrilineal dikarenakan sudah hilangnya nama suku dalam sistem kekerabatan mereka. Selain itu dalam hal pembagian waris sudah tidak lagi mengikuti garis keturunan ibu, karena ayah dengan hak warisnya dapat mewariskan kepada anak-anak juga. Bukan lagi dikendalikan oleh mamak atau anak laki-laki dari garis keturunan Ibu. Agama Islam mengajarkan untuk memberikan warisan lebih besar kepada laki-laki dibandingkan perempuan, sedangkan secara turun temurun perempuan sudah memiliki waris yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Pertemuan adat dan agama ini mengkonstruksi aturan adat baru dengan membagi harta waris menjadi sama rata antara laki-laki dan perempuan. Masing-masing mendapatkan sawah dan ladang dengan sama besarnya. Jika perempuan mendapatkan rumah, maka anak laki-laki mendapatkan lahan tanah untuk membangun rumah. Mereka tidak lagi membicarakan siapa yang lemah dan siapa yang harus diprioritaskan dalam kepemilikan hak waris. Tuntutan ekonomi dan sulitnya mencari pekerjaan menuntut laki-laki di desa untuk memiliki hak waris yang sama dengan perempuan. Perubahan ini tidak membawa pengaruh kepada perempuan untuk mendapatkan akses yang lebih baik dibandingkan sebelumnya, karena laki-laki tetap memiliki akses yang lebih besar dalam mengakses tanah milik istrinya. Perempuan bisa saja memiliki akses, namun mereka tidak memiliki wewenang dalam mengontrol tanahnya ketika dihadapkan dengan adat istiadat yang

mengatur mereka untuk patuh kepada laki-laki. Terutama karena laki-laki lebih memiliki peluang untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan dari luar desa. Warisan berupa tanah (rumah), sawah dan ladang ini sangat bermanfaat bagi masyarakat desa yang mayoritas adalah petani, dan bertempat tinggal langsung berbatasan dengan hutan. REDD+ di Jambi dengan salah satu programnya pemberdayaan perempuan, melihat sistem kekerabatan matrilineal di Kerinci dapat memudahkan para LSM untuk melakukan sosialisasi terkait dengan pemberdayaan perempuan tersebut. Hal itu karena anggapan mereka akan kesetaraan hak perempuan di desa sama besar dengan laki-laki. Perempuan dianggap mempunyai wewenang dalam memberikan aspirasinya dalam rapat desa, mereka dianggap mempunyai hak kelola sawah dan ladang karena mereka memiliki hak properti waris, juga memiliki hak dalam mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan tanah warisnya tersebut. Sedangkan pada kenyataannya, adat dan agama yang mendominasi kebudayaan masyarakat desa telah membawa perempuan dalam posisi yang tidak seberuntung laki-laki. Yang terjadi ialah, hak waris properti yang dimiliki oleh perempuan berada dalam kontrol laki-laki sebagai suami. Sumber informasi dan pengetahuan yang lebih mudah didapatkan oleh laki-laki karena peluangnya yang lebih besar dalam sektor formal memudahkan mereka dalam memutuskan segala sesuatu, baik yang berkaitan dengan tanah, kebun dan sawah, maupun keputusan pengelolaan lahan yang tentunya dapat menguntungkan mereka. Dalam adat dan Islam, laki-laki dianggap sebagai kepala keluarga yang harus menafkahi anak istri, sedangkan perempuan harus menjaga keharmonisan

keluarga dengan tugas mengelola rumah tangga dengan baik. Termasuk anak, suami, ladang dan sawah. Perempuan tidak mempunyai otoritas pekerjaan dalam sektor formal, seperti dalam pemerintahan desa dan lembaga adat, di mana seluruh informasi yang masuk ke dalam desa dapat dipastikan melewati lembaga formal tersebut. Perempuan di tuntut dapat melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki ketika bekerja di sawah dan ladang, namun tidak sebaliknya. Sekalipun masuk dalam kategori pekerjaan berat, seperti mencangkul, membuat pagar dari bambu dan membawa hasil panen. Namun, ketika pekerjaan tersebut memberikan penghasilan yang besar seperti membajak sawah dengan menggunakan traktor, perempuan tidak diberikan beban tanggung jawab yang sama. Hanya laki-laki yang mendapatkan akses sebagai buruh tani yang dapat membajak sawah dengan penghasilan yang besar. Dalam hal ini, perempuan tereksploitasi akibat relasi kuasa patriarki yang berada dalam sistem matrilineal. Adat istiadat telah mendomestifikasi perempuan sehingga mereka kehilangan hak akses pada tanahnya sendiri. Peran dominan perempuan dalam area domestik, telah membawa kedekatan perempuan dengan kehidupan dan penghidupan, seperti kebutuhan mereka akan kayu bakar, mencari sayur mayur, memasak dan membersihkan rumah di setiap hari. Selain itu, perempuan juga dituntut untuk mengelola keuangan demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, hingga menjalin hubungan kekerabatan yang baik dengan tetangganya. Semua aktifitas tersebut dilakukan oleh perempuan agar tercipta hubungan saling tolong menolong ketika mereka sedang mengalami kesulitan.

Fenomena itu merupakan bentuk adaptif perempuan umtuk dapat memberikan kehidupan yang aman dan nyaman bagi keluarganya. Hal tersebut yang menjadi poin utama dalam tesis ini, bahwa para LSM yang sedang bergerak dalam melakukan sosialisasi pemberdayaan perempuan, tidak dapat menganggap masyarakat Kerinci dengan kesetaraan dalam pembagian warisnya serta merta dapat memberikan kemudahan dalam memberdayakan perempuan. Pada kenyataannya, perempuan memang butuh peluang untuk dapat mengakses informasi yang sama dengan laki-laki maupun peluang untuk mengisi kursi jabatan dalam lembaga adat maupun pemerintahan desa. Dengan demikian mereka dapat mengambil keputusan untuk tanah warisnya, setidaknya pada sawah dan ladang milik mereka sendiri. Selain itu bentuk dikotomi perempuan atas alam dan laki-laki atas kebudayaan seharusnya melebur menjadi satu. Laki-laki sudah seharusnya dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dalam area domestik dan begitu juga sebaliknya.