BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Tahun 1945. Untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, perlu dipertahankan hasil pembangunan yang sudah dicapai, mengatasi permasalahan dalam pembangunan dan menjawab tantangan di masa mendatang serta merumuskannya ke dalam suatu konsep pembangunan jangka panjang yang mencakup semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai kemajuan telah dicapai dalam pembangunan daerah. Penerapan desentralisasi, otonomi dan pemekaran kabupaten/kota telah memberikan ruang gerak kepada masyarakat di daerah untuk mempercepat pembangunan. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat juga telah mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut antara lain tercermin dari meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); berkurangnya pengangguran; meningkatnya akses masyarakat kepada jaringan infrastruktur (khususnya transportasi dan telekomunikasi) maupun fasilitas pendidikan dan kesehatan, namun peningkatan kondisi sosial dan ekonomi tersebut relatif tidak merata dan sangat bervariasi antara daerah yang satu dengan yang lain. Pembangunan nasional yang tidak merata akan menimbulkan dampak negatif terhadap pembangunan daerah, antara lain: menumpuknya kegiatan 1
2 ekonomi di daerah tertentu saja, melebarnya kesenjangan pembangunan antara daerah perkotaan dan perdesaan; meningkatnya kesenjangan pendapatan perkapita; masih banyaknya daerah-daerah miskin, tingginya pengangguran, serta rendah produktivitas; kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar wilayah; kurang adanya keterkaitan kegiatan pembangunan antara perkotaan dengan perdesaan; tingginya konversi lahan pertanian ke non pertanian di Pulau Jawa; serta terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan. Dampak negatif tersebut mengakibatkan tingginya kesenjangan pembangunan antar daerah. Pengurangan kesenjangan pembangunan antar daerah perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia juga untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Tujuan penting dan mendasar yang akan dicapai untuk mengurangi kesenjangan antar daerah adalah bukan untuk memeratakan pembangunan fisik di setiap daerah, tetapi yang paling utama adalah pengurangan kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat antar daerah. Pembangunan ekonomi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok, yaitu: Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh dimana pertanian (dalam arti luas) dan pertambangan menjadi basis aktivitas ekonomi yang menghasilkan produk-produk secara efisien dan modern, industri manufaktur yang berdaya saing global menjadi motor penggerak perekonomian, dan jasa menjadi perekat ketahanan ekonomi; Pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai sekitar US$ 6.000 dengan tingkat pemerataan yang relatif baik dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari
3 5 (lima) persen; Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang memadai serta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga. (RPJP 2005) Indonesia yang maju dan mandiri tercermin dari pembangunan yang semakin merata ke seluruh wilayah. Perekonomian dikembangkan berorientasi dan berdaya saing global melalui transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumber daya alam melimpah menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif dengan mengelola secara berkelanjutan sumber daya alam sesuai kompetensi dan keunggulan daerah melalui pengembangan produk unggulan daerah. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk memonitor dan mengevaluasi hasil pembangunan yang dilaksanakan, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan kinerja sektor ekonomi dalam menghasilkan nilai tambah atau pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun dapat dihitung dengan menggunakan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) atas dasar harga konstan secara berkala. Peningkatan kinerja perekonomian ditunjukkan oleh angka pertumbuhan yang positif, sebaliknya angka pertumbuhan negatif menunjukkan terjadinya penurunan kinerja perekonomian dibanding periode sebelumnya. Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi ke-9 terluas di Indonesia, dengan luas sekitar 3,7 persen wilayah Indonesia. Sumatera Utara memiliki sumber daya alam yang tersebar di 25 kabupaten dan 8 kota. Masing-masing kabupaten dan kota bekerja memanfaatkan sumber daya guna kemakmuran
4 masyarakat. Sumber daya yang potensial dapat dimaksimalkan untuk menciptakan berbagai kegiatan produksi agar daerah tersebut dapat merasakan manfaat yang lebih besar. Kinerja perekonomian Sumatera Utara terus mengalami peningkatan, terlihat dari PDRB Provinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tahun 2009 sebesar Rp 236,35 trilyun, meningkat menjadi Rp 275,06 trilyun pada tahun 2010 dan pada tahun 2012 sebesar Rp 351,12 trilyun (lampiran 1). Masyarakat Sumatera Utara sebagian besar berdomisili di pedesaan dan bergantung pada sektor pertanian. Pada periode tahun 2000 hingga tahun 2002, sektor pertanian mendominasi pembentukan PDRB Sumatera Utara, namun tahun 2003 hingga tahun 2012 tergeser oleh sektor industri pengolahan. Tahun 2012 sektor industri pengolahan menyumbang 22,07 persen terhadap total PDRB Sumatera Utara, sedangkan sektor pertanian sebesar 21,88 persen terhadap total PDRB Sumatera Utara (Gambar 1.1). Gambar 1.1. Grafik distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2012
5 Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga memegang peranan yang cukup penting di Sumatera Utara dengan kontribusi mencapai 19,09 persen, diikuti sektor jasa-jasa sebesar 11,12 persen dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9,36 persen. PDRB Atas Dasar Harga Konstan (dengan mengabaikan inflasi) digunakan untuk melihat produktivitas ekonomi PDRB Sumatera Utara pada tahun 2012 berdasarkan harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 134,46 triliun. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan tertinggi dari tahun sebelumnya, diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (lampiran 2) Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2012 yang digambarkan oleh pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan mengalami peningkatan sebesar 6,22 persen. Laju pertumbuhan ekonomi ini lebih rendah dibanding pencapaian laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,23 persen pada periode yang sama. Seluruh kabupaten/kota pada tahun 2012 mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang positif yaitu pada kisaran 4,37 persen hingga 7,63 persen. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah kota lebih tinggi dibandingkan kabupaten. Laju pertumbuhan tertinggi pada tahun ini dicapai oleh Kota Medan sebesar 7,63 persen diikuti oleh Kota Tebing Tinggi sebesar 6,75 persen. Kabupaten Nias Barat, Batubara dan Kota Tanjungbalai merupakan kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan ekonomi terendah masing-masing sebesar 4,93 persen, 4,37 persen dan 4,99 persen (Gambar 1.2). Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi provinsi dan kabupaten/kota periode tahun 2009-2012 dapat dilihat pada lampiran 3.
6 Gambar 1.2. Grafik laju pertumbuhan PDRB kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2012 atas dasar harga konstan tahun 2000 (persen) Struktur ekonomi suatu wilayah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi dari masing-masing sektor. Pada tahun 2012 berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, ada 12 kabupaten yang sektor pertaniannya memiliki peranan di atas 50 persen terhadap masing-masing total PDRB-nya. Di daerah kota, peranan sektor pertanian paling tinggi disumbang Kota Sibolga dan Kota Tanjungbalai masingmasing sebesar 22,6 persen dan 19,2 persen yang berasal dari kontribusi sub sektor perikanan khususnya perikanan laut (lampiran 4).
7 Dalam sembilan tahun terakhir (2003-2012), sektor industri pengolahan menjadi leading sector dalam pembentukan PDRB Sumatera Utara, menggeser sektor pertanian yang sebelumnya memberikan kontribusi terbesar. Sebaran sektor industri pengolahan lebih heterogen bila dibandingkan sektor pertanian yang lebih merata/homogen antar kabupaten/kota. Sektor industri pengolahan yang menjadi penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB umumnya terjadi pada daerahdaerah yang memiliki potensi perkebunan sekaligus terdapat kegiatan industri khususnya agroindustri yang mengolah hasil-hasil perkebunan seperti kelapa sawit dan karet. (PDRB Sumatera Utara, BPS 2012) Besarnya nilai PDRB yang dihasilkan setiap kabupaten/kota selain tergantung dari investasi yang ditanamkan di masing-masing daerah, juga sangat dipengaruhi sumber daya alam dan sumber daya manusia daerah yang bersangkutan. Gambar 1.3. Perbandingan persentase PDRB kabupaten/kota atas dasar harga berlaku terhadap total PDRB kabupaten/kota tahun 2012 (persen) Kabupaten/kota yang memberikan peranan relatif besar dalam pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 secara berurutan adalah:
8 Kota Medan sebesar 30,84 persen diikuti Kabupaten Deli Serdang sebesar 14,83 persen, Kabupaten Langkat sebesar 6,49 persen dan Kabupaten Batubara sebesar 6,15 persen yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku. Sementara untuk kabupaten/kota lainnya hanya mampu memberikan sumbangan di bawah empat persen. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten yang paling kecil peranannya (sumbangannya) terhadap total PDRB di Sumatera Utara, yaitu hanya 0,12 persen disusul oleh Kabupaten Nias Barat dan Kabupaten Nias Utara masingmasing sebesar 0,22 persen dan 0,42 persen (Gambar 1.3). PDRB perkapita kabupaten/kota pada tahun 2012 mencapai Rp 26,56 juta. Kabupaten/kota yang memiliki PDRB perkapita di atas rata-rata berasal dari daerah yang memiliki lahan perkebunan besar dan juga daerah konsentrasi industri. Kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Batubara sebesar Rp 55,13 juta; diikuti Kota Medan sebesar Rp 49,88 juta; Kabupaten Labuhanbatu Selatan sebesar Rp 28,03 juta; dan Kabupaten Deli Serdang sebesar Rp 27,45 juta. Kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB perkapita terendah yaitu Kabupaten Nias Barat sebesar Rp 9,03 juta. Gambar 1.4. PDRB perkapita kabupaten/kota atas dasar harga berlaku di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012
9 Kondisi di atas menggambarkan bahwa ada perbedaan kemakmuran antar daerah yang ditunjukkan melalui perbandingan persentase PDRB kabupaten/kota atas dasar harga berlaku terhadap total PDRB kabupaten/kota tahun 2012 dan perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota atas dasar harga berlaku di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Purba (2007) mengenai Tipologi Pertumbuhan dan Spesialisasi Regional Kabupaten-kabupaten di Pantai Timur Sumatera Utara, bahwa terdapat perbedaan tipologi antar kabupaten di daerah Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara. Pengamatan tahun 2005, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Asahan dan Kabupaten Karo dalam posisi maju tetapi tertekan, Kabupaten Serdang Bedagai dalam posisi sedang bertumbuh sedangkan Kabupaten Simalungun, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat dalam posisi relatif tertinggal. Menurut Kuncoro (2004) bahwa salah satu realitas pembangunan yaitu terciptanya kesenjangan pembangunan antar daerah dan antar kawasan. Perbedaan laju pembangunan antar daerah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah, terutama antara Jawa dengan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Menyadari akan hal tersebut, pemerintah mencoba untuk melakukan perubahan konsep pembangunan dari pendekatan sektoral ke pendekatan regional. Pendekatan pengembangan wilayah di Indonesia dilakukan melalui penataan ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah N0. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang bertujuan untuk mengembangkan pola dan struktur ruang nasional melalui pendekatan kawasan
10 dan diimplementasikan melalui kawasan andalan. Kebijakan yang diambil pemerintah untuk mempersempit ketimpangan regional melalui konsep kawasan andalan, yang ditetapkan berdasarkan potensi yang dimiliki daerah. Melalui kebijakan tersebut, diharapkan akan terjadi keseimbangan tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita antar wilayah, sehingga dapat menutup atau paling tidak mempersempit perbedaan perkembangan ekonomi. Potensi sektor unggulan menjadi penggerak utama dalam pembangunan daerah. Dengan adanya spesialisasi komoditas sesuai sektor/subsektor unggulan memungkinkan dilakukannya pemusatan industri yang akan mempercepat pertumbuhan perekonomian. Keterkaitan ekonomi (spesialisasi) antar daerah yang mendorong proses pertukaran sesuai kebutuhan masing-masing, akan memungkinkan bergeraknya perekonomian masing-masing daerah secara bersama-sama menuju proses pertumbuhan. Untuk itu perlu dianalisis wilayah mana di Provinsi Sumatera Utara yang berpotensi kuat dalam pengembangannya dan potensi apa yang memungkinkan untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut mengingat potensi sumber daya yang ada di masing-masing daerah tidak sama. Selanjutnya dengan teori ekonomi regional perlu penetapan kabupaten/kota yang dapat berperan sebagai penggerak bagi daerah sekitarnya atau dapat disebut sebagai kawasan andalan untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Nasional ditetapkan kawasan Andalan Provinsi Sumatera Utara yaitu : Kawasan Medan-Binjai-Deli Serdang-Karo (Mebidangro),
11 Kawasan Pematang Siantar dan sekitarnya, Kawasan Rantau Prapat Kisaran, Kawasan Tapanuli dan sekitarnya dan Kawasan Nias dan sekitarnya. Penentuan kawasan ini perlu dianalisis kembali mengingat syarat penetapan kawasan andalan adalah seperti yang tertuang dalam Bab IV pasal 74, yaitu dengan memperhatikan kriteria kontribusi terhadap PDRB Provinsi, jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi, prasarana penunjang kegiatan ekonomi dan sektor unggulan. Seiring dengan itu setelah tahun 2008 terjadi pemekaran wilayah di Kabupaten Labuhanbatu dan Kabupaten Nias. Penambahan Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Barat dan Kota Gunungsitoli. Dengan adanya pembagian wilayah ini, tipologi pertumbuhannya juga akan berbeda. Berdasarkan hal di atas maka penelitian ini akan menganalisis tentang prediksi kawasan andalan yang sesuai dengan persyaratan pada Pasal 74 Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), menggambarkan posisi perekonomian antar kabupaten/kota, menentukan sektor ekonomi unggulan (sektor basis) yang berpotensi untuk dikembangkan pada masing-masing kabupaten/kota, mengetahui spesialisasi antar daerah dan ketepatan prediksi penetapan kawasan andalan di Provinsi Sumatera Utara. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan ditelusuri dalam penelitian, yaitu : 1. Bagaimana karakteristik perekonomian masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara?
12 2. Sektor ekonomi unggulan (sektor basis) apa yang berpotensi untuk dikembangkan pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara? 3. Apakah ada kegiatan ekonomi yang terspesialisasi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara? 4. Kabupaten/kota mana saja yang dapat ditetapkan sebagai kawasan andalan di Provinsi Sumatera Utara? 5. Variabel apakah yang mempengaruhi kawasan andalan di Provinsi Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis karakteristik perekonomian masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. 2. Menganalisis sektor ekonomi unggulan (sektor basis) yang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian pada tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. 3. Menganalisis kegiatan ekonomi terspesialisasi antar kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. 4. Menganalisis kabupaten/kota yang dapat ditetapkan sebagai kawasan andalan di Provinsi Sumatera Utara. 5. Menganalisis variabel yang mempengaruhi penetapan kawasan andalan di Provinsi Sumatera Utara
13 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk: 1. Bagi Penulis Diharapkan dapat lebih mendalami kajian dan wawasan tentang pengembangan kawasan andalan dan perencanaan daerah. 2. Bagi Pemerintah Daerah a. Sebagai tolok ukur bagi pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara dalam menilai karakteristik, struktur dan potensi ekonomi di masing-masing kabupaten/kota. b. Sebagai bahan masukan bagi para perencana pembangunan di Provinsi Sumatera Utara mengenai pengembangan kawasan andalan. c. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah. 3. Bagi Dunia Pendidikan a. Sebagai bahan informasi bagi instansi-instansi terkait. b. Sebagai referensi untuk penelitian yang terkait dengan pembangunan dan perencanaan ekonomi daerah