I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu (Purwantini, dkk., 2002). Padi adalah sumber tanaman pangan penghasil beras yang merupakan salah satu bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Indonesia adalah negara terbesar ketiga yang memproduksi beras terbanyak di dunia, tetapi Indonesia masih tetap merupakan negara importir beras. Dari Tabel 1.1 menunjukkan bahwa impor beras melonjak tajam pada tahun 2011. Salah satu penyebabnya Indonesia sebagai negara Asia dengan konsumsi beras sangat tinggi yakni mencapai 139 kg per kapita per tahun. Padahal negara-negara Asia lainnya tidak lebih dari 100 kg per kapita per tahun. Dengan demikian, total permintaan beras Indonesia menjadi sangat besar mengingat jumlah penduduknya lebih dari 230 juta jiwa. Menurut Hanani (2012), tingginya tingkat konsumsi menyebabkan Indonesia belum bisa menjadi negara pengekspor beras meskipun Indonesia merupakan negara produsen beras setelah India dan Cina. Tabel 1.1. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Beras di Indonesia Tahun 2010-2014 Tahun Volume (Ton) Nilai 000 (US$) 2010 687.582,50 360.785,00 2011 2.750.476,20 1.513.163,50 2012 1.810.372,30 945.623,20 2013 472.664,70 246.002,10 2014 844.163,87 388.178,50 Sumber: BPS, 2015 (diolah) Dari Tabel 1.2 diketahui bahwa produktivitas padi di Indonesia mengalami fluktuasi. Pada tahun 2014 produktivitas mengalami penurunan yang disebabkan oleh penurunan luas panen sehingga produksi menurun. Penurunan ini juga disebabkan oleh faktor iklim seperti terjadinya bencana banjir yang cukup besar sehingga mengakibatkan puso atau gagal panen disejumlah wilayah (BPS, 2014). Selain itu, penurunan produksi juga disebabkan oleh adanya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian. Jika terjadi pengurangan luas lahan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas hasil pertanian pangan, maka produksi 1
cenderung akan mengalami penurunan. Sedangkan pada tahun 2015 produktivitas mengalami kenaikan, hal ini disebabkan oleh lima provinsi yang mengalami peningkatan produksi padi tertinggi. Kelima provinsi tersebut adalah Lampung, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (BPS, 2015). Tabel 1.2 Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Indonesia Tahun 2010-2015 Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas(Kw/Ha) Produksi(Ton) 2010 13.253.450 50,15 66.469.394 2011 13.203.643 49,80 65.756.904 2012 13.445.524 51,36 69.056.126 2013 13.835.252 51,52 71.279.709 2014 13.797.307 51,35 70.846.465 2015 14.178.720 52,89 74.991.788 Sumber: BPS, 2015 (diolah) Jawa Timur merupakan salah satu lumbung beras dan berperan sebagai penyangga pangan nasional. Jawa Timur mampu memasok lebih dari 17 persen beras nasional dan menyuplai kebutuhan beras di 15 provinsi lain melalui move nasional Bulog (Deptan Jatim, 2014). Dalam rangka memperkuat ketahanan pangan menuju kemandirian pangan nasional, salah satu fokus kebijaksanaan pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur adalah meningkatkan produksi sub sektor tanaman pangan diantaranya padi. Salah satu kegiatannya adalah pelestarian swasembada beras, untuk mendukung program pemerintah yaitu Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014. Dalam program ini Provinsi Jawa Timur mentargetkan dapat menyumbang sekitar 60%. Berbagai skenario pencapaian telah ditargetkan antara lain peningkatan areal tanam, areal panen, produktivitas dan penurunan konsumsi beras per kapita/tahun. (Garside dan hasyim, 2015). Tabel 1.3 Luas Areal Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Jawa Timur Tahun 2010-2015 Tahun Luas Panen(Ha) Produktivitas(Kw/Ha) Produksi(Ton) 2010 1.963.983 59,29 11.643.773 2011 1.926.796 54,89 10.576.543 2012 1.975.719 61,74 12.198.707 2013 2.037.021 59,15 12.049.342 2014 2.072.630 59,81 12.397.049 2015 2.136.872 61,09 13.054.511 Sumber: BPS Jawa Timur, 2015 (diolah) 2
Produktivitas padi dari 2009-2015 mengalami fluktuasi, dapat dilihat di Tabel 1.3 Produktivitas tertinggi terjadi pada Tahun 2012 karena adanya intensifikasi khususnya pada periode Mei hingga Desember 2012. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui penggunaan benih varietas unggul bermutu termasuk benih padi hibrida, pemupukan berimbang dan pemakaian pupuk organik serta pupuk biohayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan budidaya disertai pengawalan, pemantauan, dan pendampingan yang intensif. Seperti di daerah lain, peningkatan produksi melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) di Provinsi Jawa Timur terus dimantapkan. SLPTT merupakan bentuk sekolah yang seluruh proses belajar-mengajarnya dilakukan di lapangan, yang dilaksanakan di lahan petani peserta PTT dalam upaya peningkatan produksi padi nasional (Kementan, 2012). Pada tahun 2015 produktivitas padi mengalami peningkatan yang diiringi dengan peningkatan luas panen dan produksinya. Kenaikan produktivitas pada 2015 ini cukup tinggi dan tak lepas dari adanya beberapa kegiatan yang dilakukan pemerintah. Kegiatan itu di antaranya upaya khusus (upsus) dalam peningkatan pertanian khususnya beras dan tanaman pangan, serta ketepatan waktu dalam penyediaan bibit, ada juga perluasan, optimasi, dan pengawalan masa tanam (Kompas, 2015). Kabupaten Kediri merupakan salah satu lumbung tanaman pangan khususnya padi di Jawa Timur. Hal ini didukung dengan Jumlah lahan sawah yang mencapai sepertiga luas wilayah merupakan potensi tersendiri yang harus terus diupayakan untuk dilestarikan, serta mayoritas penduduk masih mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencahariannya (BPS, 2015). Posisi Kabupaten Kediri sebagai lumbung padi tersebut nampaknya mulai terancam karena produktivitas yang berfluktuasi yang cenderung tidak mengalami peningkatan. Selain itu luas lahan panen dari tahun 2010 sampai tahun 2013 terus mengalami penurunan begitu pula dengan produksinya. Tabel 1.4 menunjukkan bahwa tahun 2010-2013 harga gabah khususnya padi kering giling terus mengalami kenaikan. Penurunan luas areal panen terjadi salah satunya karena alih fungsi lahan menjadi perumahan karena jumlah penduduk di kabupaten kediri yang terus mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir penduduk kabupaten kediri meningkat sebesar 16,99% (BPS, 2015). Tahun 2014 luas areal dan produksi mengalami kenaikan meskipun produktivitas menurun dari tahun sebelumnya. Padahal pada tahun 2014 harga gabah mengalami penurunan. 3
Tabel 1.4 Luas Areal Panen, Produktivitas, Produksi, Padi dan Harga GKG di Kabupaten Kediri Tahun 2010-2015 Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton) GKG (Rp) 2010 56.277 58,99 332.034 3.239 2011 53.602 59,01 316.330 4.106 2012 51.278 59,58 305.549 4.438 2013 51.083 59,77 305.342 4.668 2014 51.278 59,59 305.549 4.556 2015 56.082 59,81 335.425 5.179 Sumber: BPS, 2015 (diolah) Dalam penelitian sebelumnya oleh Hutaharuk (1996), menunjukkan respon luas areal terhadap harga padi di luar jawa lebih besar dari di Jawa yang mengindikasikan keterbatasan dalam perluasan areal di Jawa. Respon luas areal di Pulau Jawa tetap responsif terhadap harga padi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kenaikan harga diiringi oleh kenaikan luas areal merupakan salah satu alasan petani untuk menanam komoditi tersebut. Faktor harga menjadi sangat penting untuk menjadi pertimbangan petani dalam menanam suatu komoditi tertentu. Peningkatan serta keberlanjutan produksi beras sangat ditentukan oleh partisipasi petani dalam program yang dicanangkan pemerintah. Upaya peningkatan produksi tidak akan tercapai apabila tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari petani, karena para petani merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan program peningkatan produksi pertanian, oleh karena itu perlu diciptakan keadaan yang memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produksi. Keputusan petani dalam mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya, baik lahan, tenaga kerja, maupun dana bagi berbagai pilihan usahatani ditentukan oleh respon petani terhadap harga, kebijakan pemerintah dan faktor-faktor lainnya yang terjadi. Dari uraian di atas, pentingnya dilakukan penelitian respon penawaran petani terhadap harga menentukan keberhasilan peningkatan produksi di Kabupaten Kediri, karena pada akhirnya petani yang akan mengambil keputusan terhadap produksi dan jenis kegiatan usaha yang dilakukan serta dapat dirumuskan implikasi manajerial pertanian di Kabupaten Kediri. 1.2 Permasalahan Permasalahan yang dihadapi Indonesia khususnya dalam komoditi padi adalah impor beras yang mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh belum terpenuhinya konsumsi beras di Indonesia karena jumlah penduduk yang terus 4
meningkat. Hal ini juga terjadi di Kabupaten Kediri, harga gabah yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun tidak diiringi dengan peningkatan luas areal dan produksi padi. Pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Kediri memberikan konsekuensi tuntutan ketersediaan beras dalam skala lokal. Pemerintah Kabupaten Kediri berharap dapat mencapai ketahanan pangan dan kemandirian pangan. Hal ini dilakukan dengan menjadikan sektor pertanian menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan. Ketahanan pangan dapat dilakukan dengan program intensifikasi seperti bibit unggul, pemupukan berimbang, pengendalian hama dan penyakit tanaman serta memanfaatkan lahan marginal. Perluasan lahan tidak serta-merta bisa dilakukan karena salah satu karakteristik utama produk pertanian adalah adanya tenggang waktu antara menanam dan memanen yang disebut dengan gestation period atau beda kala (lag). Hasil yang diperoleh petani didasarkan pada perkiraan perkiraan periode mendatang dan pengalamannya di masa lalu. Apabila terjadi peningkatan harga output suatu komoditas pertanian pada saat tertentu maka peningkatan itu tidak akan segera diikuti oleh peningkatan areal dan produktivitas karena keputusan alokasi sumber daya telah ditetapkan petani pada saat sebelumnya. Respon petani terjadi setelah beda kala (lag) sebagai dampak perubahan harga input, output, dan kebijakan pemerintah. Jika peningkatan harga ini diperkirakan petani akan bertahan terus pada periode berikutnya barulah petani merubah komposisi sumberdaya pada masa mendatang, sehingga dalam jangka pendek elastisitas harga sangatlah inelastis. Dari penjelasan tersebut, peningkatan produksi tergantung oleh keputusan petani dalam menanam suatu komoditi tertentu. Melihat faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan tingkat produksinya. Keputusan petani dalam merespon perubahan harga komoditi padi, luas areal tahun sebelumnya, produktivitas tahun sebelumnya, dan faktor lain dapat dilihat melalui pendekatan respon luas areal panen dan produktivitas. Rumusan masalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi respon penawaran padi melalui respon luas areal dan produktivitas di Kabupaten kediri? 2. Bagaimana respon penawaran padi terhadap harga dalam jangka pendek dan jangka panjang di Kabupaten Kediri? 5
3. Bagaimana implikasi manajerial dari respon penawaran padi di Kabupaten Kediri? 1.3 Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi respon penawaran padi melalui respon luas areal dan produktivitas padi di Kabupaten Kediri. 2. Mengetahui respon penawaran padi terhadap harga dalam jangka pendek dan jangka panjang di Kabupaten Kediri. 3. Mengetahui implikasi manajerial respon penawaran padi di Kabupaten Kediri. 1.4 Manfaat 1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas padi dalam negeri khususnya Kabupaten Kediri sehingga dapat mengurangi impor dan meningkatkan pendapatan petani. 2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi dan motivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 3. Bagi masyarakat, menjadi pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya dan menjadi motivasi bagi petani untuk meningkatkan produksinya. 6