SISTEM SIRKULASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN MANDIRI CITRALAND SURABAYA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

BAB III METODE PERANCANGAN. daksa yang dapat menerima segala umur dan kelas sosial, memudahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Perancangan Fasilitas Pejalan Kaki Pada Ruas Jalan Cihampelas Sta Sta Kota Bandung Untuk Masa Pelayanan Tahun 2017 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN TUGAS AKHIR I - 1. D4 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Pemeliharaan dan regenerasi lingkungan KEBERLANJUTAN MENYELURUH. Perkembangan ekonomi dan kinerja sistem transportasi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 DATA DAN ANALISA

Peranan Green Transportation untuk Mewujudkan Green Urban Area pada Kawasan Pusat Kota Simpanglima Semarang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT


BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

Rancangan Sirkulasi Pada Terminal Intermoda Bekasi Timur

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

BAB II KAJIAN TEORI. dari berbagai pustaka. Adapun topik yang akan dibahas adalah fasilitas pedestrian

Capacity Building Workshop on Supporting Employability of Persons with Disability

Studi Demand Kereta Api Komuter Lawang-Kepanjen

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Penyediaan fasilitas parkir untuk sepeda

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/16/2016

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

KETENTUAN PRASARANA DAN SARANA MINIMAL

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...

KRITERIA PERANCANGAN RUANG PUBLIK YANG AMAN BAGI ANAK-ANAK DI KAWASAN SIMPANG LIMA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI

Bab 1. Pendahuluan. pejalan kaki ini sebenarnya telah diatur pada paasal 131 dan pasal 132 UU

IDENTIFIKASI KENYAMANAN PEJALAN KAKI DI CITY WALK JALAN SLAMET RIYADI SURAKARTA

UNIVERSITAS ESA UNGGUL Fakultas Teknik Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

STUDI PERENCANAAN TROTOAR DI DALAM LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB III TINJAUAN TEORI SUSTAINABLE ARCHITECTURE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45

LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TANGGAL : 26 Februari 2014 PEDOMAN

BAB III DESKRIPSI PROYEK

Penerapan Standar Fasilitas Parkir Untuk Difabel Di RSUD Pasar Minggu

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

Analisa Highest And Best Use (HBU) pada Lahan Bekas SPBU Biliton Surabaya

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri tentang Pedoman Perencanaan, Pen

BAB V PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STASIUN LRT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. keberadaan elemen-elemen fisik atau yang disebut juga setting fisik seiring

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

PEMENUHAN ASPEK KENYAMANAN JALUR PEDESTRIAN PADA LINGKUNGAN PUSAT UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2010). Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Kevin Lynch

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Analisis Kinerja Jalur Pedestrian di Kota Surabaya (Studi Kasus: Jl. Pemuda)

BAB III LANDASAN TEORI. durasi parkir, akumulasi parkir, angka pergantian parkir (turnover), dan indeks parkir Penentuan Kebutuhan Ruang Parkir

EKSPLORASI PERFORMA EFISIENSI RUANG PROPERTI PADA SUPERBLOK X

TUGAS AKHIR KAJIAN PENGELOLAAN DAN PENGATURAN PERPARKIRAN DI KOMPLEK PERKANTORAN BANK INDONESIA JAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

KONSEP KAMPUS HIJAU Green-Safe-Disaster Resilience (Hijau-Keselamatan-Ketahanan Bencana)

GREEN TRANSPORTATION

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Pesepeda. Latar Belakang 5/3/2016

Manajemen Lalu Lintas Akibat Pembangunan Surabaya Organ Transplant Center (SOTC) RSUD Dr. Soetomo Surabaya

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

ANALISIS KAPASITAS DAN KARAKTERISTIK PARKIR KENDARAAN DI PUSAT PERBELANJAAN (Studi Kasus Solo Grand mall Surakarta)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

SISTEM SIRKULASI BERKELANJUTAN DI KAWASAN MANDIRI CITRALAND SURABAYA Adelia E. Matondang 1), Happy R. Santosa 2), dan Ispurwono S. 3) 1) Department of Architecture, Sepuluh Nopember of Institut Technology Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111, Campus ITS Sukolilo e-mail: adeliaenjelina@gmail.com 2) Department of Architecture, Sepuluh Nopember of Institut Technology 3) Department of Architecture, Sepuluh Nopember of Institut Technology ABSTRAK Kawasan mandiri merupakan kawasan yang dirancang sebagai solusi berkelanjutan. Hal ini dikarenakan kawasan mandiri memiliki fasilitas pendukung dalam kawasan sehingga dapat mengurangi jarak tempuh dan penggunaan kendaraan bermotor. Kawasan mandiri harus mampu mendorong penggunaan jalur pejalan kaki, jalur sepeda, dan kendaraan umum sebagai upaya mencapai keberlanjutan. Namun pada kenyatannya, kawasan mandiri belum dapat memberikan bukti empiris pengurangan penggunaan kendaraan bermotor. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem sirkulasi yang ada di kawasan mandiri Citraland Surabaya ditinjau dari keberlanjutan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) mengenai konektivitas dan aksesibilitas. Dari penelitian ini ditemukan dari total 24 nilai yang dikeluarkan oleh GBCI, Citraland Surabaya hanya memenuhi 9 nilai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kawasan mandiri Citraland Surabaya belum mencapai sistem sirkulasi berkelanjutan, yaitu sistem sirkulasi yang dapat mendorong penggunaan jalur pejalan kaki, jalur sepeda, dan kendaraan umum. Kata kunci: Berkelanjutan, Jalur Pejalan Kaki, Kawasan Mandiri, Kendaraan Umum, Jalur Sepeda, Sistem Sirkulasi. PENDAHULUAN Dalam beberapa tahun terakhir, konsep pembangunan berkelanjutan dibahas sebagai inti dari perencanaan tata ruang di seluruh dunia. Saat ini, penggunaan kendaraan bermotor secara berlebihan, terutama di negara-negara berkembang merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap lingkungan (Saghapour, 2013). Untuk mengatasi hal ini kemudian perancang kota dan ahli tranportasi berupaya untuk menciptakan sistem sirkulasi berkelanjutan melalui pembentukan kawasan mandiri (Tewdwr-Jones dan Williams, 2001). Kawasan mandiri dianggap sebagai salah satu solusi dari keberlanjutan karena mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup, bekerja, rekreasi, berbelanja dalam satu kawasan lokal. Dengan demikian hal ini dapat mengurangi mobilitas manusia yang juga menurunkan penggunaan kendaraan bermotor (Manaugh, 2009). Menurut Kamil (2008), kawasan mandiri juga perlu mempertimbangkan konsep sirkulasi dengan menyediakan transportasi publik internal yang terhubung dengan jaringan transportasi publik kota. B-2-1

Kawasan mandiri harus mampu mendorong penggunaan jalur pejalan kaki dan bersepeda sebagai upaya mencapai sistem sirkulasi keberlanjutan (Burton, 2003). Sistem sirkulasi berkelanjutan harus mampu meningkatkan kesehatan manusia, baik mental maupun fisik, serta memberikan kesempatan untuk interaksi sosial dan memperkaya pengalaman perkotaan. Perubahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu (Ritchie dan Thomas, 2009): Pertama: pengurangan kebutuhan penggunaan kendaraan bermotor, dalam jarak keseluruhan, terutama bagi mereka yang pergi untuk bekerja, sekolah dan berbelanja. Kedua: kebutuhan untuk mengubah modus perjalanan. Ini berarti mengubah dari mengemudi ke berjalan atau bersepeda untuk perjalanan pendek, dan menggunakan transportasi umum untuk yang lebih lama. Pada kenyataanya, kawasan mandiri belum dapat memberikan bukti empiris pengurangan kendaraan bermotor (Saghapour, 2013). Pendapat ini didukung oleh Acker (2013), yang mengatakan bahwa kawasan mandiri bukanlah jaminan akan terjadinya penurunan penggunaan kendaraan bermotor. Hal inilah yang mendasari penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan kawasan mandiri Citraland Surabaya dalam menciptakan sistem sirkulasi berkelanjutan dalam kawasannya dengan menggunakan kriteria yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI). Hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian apakah konsep pengembangan kawasan mandiri dapat menjadi solusi sistem sirkulasi berkelanjutan. GBCI adalah lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non-for profit) yang didirikan pada tahun 2009. Lembaga ini berkomitmen penuh terhadap pendidikan masyarakat dalam mengaplikasikan praktik-praktik lingkungan dan memfasilitasi transformasi industri bangunan global yang berkelanjutan. Adapun kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi sistem sirkulasi Citraland Surabaya terdiri dari (Green Building Council Indonesia, 2013): Konektivitas jaringan jalan Utilitas dan fasilitas umum Aksisibilitas universal Transportasi umum Jaringan dan fasilitas pedestrian Jalur dan tempat penyimpanan sepeda Parkir Lokal METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif studi kasus. Metode kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell (2013). Sementara alat yang digunakan untuk menilai keberlanjutan sistem sirkulasi Citraland Surabaya adalah alat ukur yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) mengenai konektivitas dan aksesibilitas. B-2-2

HASIL DAN PEMBAHASAN Konektivitas Jaringan Jalan (nilai 4) - Konektivitas pejalan kaki memiliki nilai rata-rata Route Directness Index (RDI) minimal sebesar 0,65. (nilai 2) RDI (x/y) Jarak A-B Terdekat (x) Jarak Tempuh A-B (y) 0.87 228,6 m 262,7 m Gambar 1. Route Directness Index Cluster Waterfront UC (Citraland Surabaya, 2014). - Perbandingan antara ruas jalan dan simpul total kawasan > 1,25. (nilai 2) CI (a/b) Ruas (a) Simpul (b) 1 12 12 Gambar 2. Perbandingan Ruas dan Simpul Cluster Waterfront UC (Citraland Surabaya, 2014). RDI sesuai namun perbandingan antara ruas dan simpul tidak sesuai dengan kriteria >1,25. Utilitas dan fasilitas umum (nilai 2) - Terdapat minimal delapan jenis prasarana dan sarana di dalam kawasan. (nilai 1) Jaringan jalan Jaringan drainase Jaringan air bersih Jaringan penerangan dan listrik Jaringan telepon Sistem pembuangan sampah terintegrasi Sistem pemadam kebakaran STP kawasan B-2-3

- Terdapat minimal enam jenis fasilitas umum. (nilai 1) Sarana pendidikan Sarana peribadatan, Sarana perdagangan (pertokoan, pusat pertokoan, pasar, pusat perbelanjaan, Sarana olahraga dan rekreasi, Tempat makan/kantin/restoran Perbankan (Bank, ATM), Warung/toko Kantor Sarana niaga jasa (jasa perbengkelan, reparasi, fotokopi, salon, pangkas rambut, dan binatu). Kriteria utilitas dan fasilitas umum telah terpenuhi. Aksisibilitas universal (nilai 3) - Mengakomodasi kemudahan jalur bagi penyandang cacat, wanita, dan lanjut usia pada ruang publik. (nilai 2) - Menyediakan fasilitas khusus pada titik-titik tertentu bagi penyandang cacat, wanita, dan lanjut usia. (nilai 1) Kawasan Citraland Surabaya tidak memiliki jalur pemandu terstruktur pada jalur pedestrian yang berkesinambungan tanpa terputus. Masih terdapat jalur pejalan kaki yang memiliki permukaan yang tidak rata dan tidak keseluruhan jalur menggunakan ramp sehingga tidak dapat mengakomodasi kemudahan bagi pengguna kursi roda. Fasilitas penyebrangan juga tidak ditandai rambu-rampu yang memudahkan aksessibilitas penyandang cacat, orang tua, dan anak-anak. Fasilitas khusus seperti tempat duduk yang dapat dijadikan tempat beristirahat juga tidak disediakan di Citraland Surabaya. Oleh karena itu kawasan Citraland Surabaya tidak dapat memenuhi kriteria aksesibilitas universal. Gambar 3. Jalur Pejalan Kaki dan Penyebrangan (Foto Lapangan, 2014). Transportasi umum (nilai 4) - Mendorong penggunaan kendaraan umum dalam melakukan perjalanan, sehingga mengurangi emisi dan penggunaan kendaraan bermotor pribadi. Kawasan mandiri Citraland Surabaya tidak memiliki kendaraan umum dalam kawasan sehingga tidak memenuhi kriteria ini. - Kawasan memiliki akses terhadap transportasi umum dalam jangkauan 400m (walking distance) dari sisi terluar kawasan. (nilai 1) B-2-4

Jaringan dan fasilitas pedestrian (nilai 4) - Menyediakan jalur pedestrian di dalam kawasan (nilai 1) - Menyediakan fasilitas jalur pedestrian yang aman dan nyaman dengan ketentuan: pemenuhan 5 (lima) strategi jalur pedestrian atau, (nilai 1) pemenuhan 7 (tujuh) strategi jalur pedestrian dan, (nilai 2) setiap persimpangan jalan tersedia penyeberangan jalan yang lengkap. (nilai 1) Kawasan Citraland menyediakan jalur khusus pejalan kaki namun tidak menerus diseluruh kawasan. Strategi jalur pedestrian yang terpenuhi: Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus tetapi tidak licin 100%. - Pencahayaan yang cukup untuk keamanan 100%. Drainase untuk mencegah genangan jalur pedestrian 100%. - Lebar bersih minimum 120 cm untuk jalur searah; 160 cm untuk dua arah 100%. Bebas dari benda-benda yang menghalangi. Jalur pedestrian dilengkapi teduhan minimal 40%. Rambu dan marka untuk arah dan tujuan pedestrian. Tidak seluruh persimpangan yang ada tersedia penyebrangan jalan yang lengkap. Jalur dan tempat penyimpanan sepeda (nilai 4) Kawasan Citraland tidak memiliki jalur khusus sepeda didalam kawasan. Parkir khusus sepeda berupa rak sepeda juga tidak terdapat di dalam kawasan. Parkir Lokal (nilai 2) - Menyediakan shared car parking. (nilai 1) - Adanya penempatan lokasi tempat parkir umum pada jarak tempuh maksimal 700 m dari simpul aktivitas. (nilai 1) Shared car parking yaitu fasilitas parkir berupa satu gedung parkir yang dapat digunakan lebih dari satu bangunan. Kawasan Citraland Surabaya tidak menyediakan fasilitas parkir berupa gedung parkir. Area parkir yang bisa digunakan lebih dari satu bangunan adalah area terbuka disepanjang GWalk. Gambar 4. Parkir GWalk (Foto Lapangan, 2014) B-2-5

KESIMPULAN DAN SARAN Tabel 1. Penilaian Pergerakan dan Konektivitas Citraland Surabaya Berdasarkan Kriteria GBCI Kriteria Nilai MAC P Kajian Dampak Lalu Lintas P =1 MAC 1 Konektivitas Jaringan Jalan 2 MAC 2 Utilitas dan Fasilitas Umum 2 MAC 3 Aksesibilitas Universal - MAC 4 Transportasi Umum 1 MAC 5 Jaringan dan Fasilitas Pedestrian 2 MAC 6 Jaringan dan Tempat Penyimpanan Sepeda - MAC 7 Parkir Lokal 1 Sub Total 9 Berdasarkan hasil evaluasi ditemukan kawasan Citraland Surabaya hanya memenuhi 9 nilai dari total 24 nilai dari kriteria yang dikeluarkan oleh GBCI. Berdasarkan analisa ini dapat disimpulkan bahwa sistem sirkulasi kawasan Citraland Surabaya belum memenuhi seluruh kriteria yang dapat menjadikan sistem sirkulasi di Citraland Surabaya menjadi berkelanjutan. Penelitian in hanya menggunakan satu kriteria yaitu kriteria yang dikeluarkan Green Building Council Indonesia. Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan lebih dari satu kriteria sehingga dapat disandingkan untuk mendapatkan kriteria sistem sirkulasi yang jauh lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Acker, V.Veronique, Derudder, B, Witlox F, (2013), What Makes Travel Local : Defining And Understanding Local Travel Behavior, The Journal Of Transport And Land Use, Vol.6, No.1, doi 10.5198/jtlu.v6i1.288. Burton, E. (2003). Housing for an urban renaissance: Implications for social equity. Housing Studies, 18, 537-562, http://dx.doi.org/10.108 0/02673030304249 Creswell, Joh.W, (2013), Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Green Building Council Indonesia. (2013), Draf Perangkat Penilaian Kawasan Berkelanjutan di Indonesia, Directorate of Rating Development. Kamil, R, (2008), Superblok Sebagai Modal Kendali Pembangunan Kota, http:// ridwankamil.wor dpress.com Manaugh, K, (2009), What is mixed use? Presenting an interaction method for measuring land use mix, The Journal of transport and land use, Vol.6, No.1, pp 63-72. Ritchie, A dan Thomas, R, (2009), Sustainable Urban Design: An Environmental Approach, Taylor and Francis, London. Saghapour, Tayebeh, (2013), Achievement of Sustainable Transportation Through Land-Use Mix at Local Level: Case Studies of Two Urban Districts in Shiraz City, Iran, Journal of Sustainable Development; Vol. 6, No. 11, ISSN 1913-9063 E-ISSN 1913-9071. Tewdwr-Jones, M, & Williams, H. R. (2001). The European Dimension Of British Planning, Spon Press, New York. B-2-6