BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pembangunan sektor industri di Indonesia sedang mengalami peningkatan, salah satunya pada sub sektor industri kimia. Hal ini sangat dibutuhkan mengingat bahwa ketergantungan Indonesia akan bahan kimia impor masih sangat besar. Besarnya impor bahan kimia ini menyebabkan pengeluaran negara akan semakin membesar. Polistiren, (C 8 H 8 ) n, merupakan senyawa polimer aromatik yang memiliki aplikasi yang relatif luas dan menjadi komoditi penting dalam sektor industri lain, seperti industri kimia, farmasi, pangan, dan lain-lain. Bahan kimia ini banyak digunakan sebagai isolator, pembungkus makanan, casing CD dan DVD. Kebutuhan polistiren di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun, hal ini kurang didukung dengan persediaan polistiren di dalam negeri. Sampai tahun 2011, pabrik-pabrik polistiren di Indonesia hanya mampu memproduksi polistiren sebesar 127.000 ton/tahun, sedangkan kebutuhan polistiren di Indonesia mencapai 241.000 ton pada tahun 2011 (Verlag, 2011). Kekurangan polistiren ini ditutupi dengan mengimpor dari beberapa negara, seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Tiongkok. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa nilai impor polistiren pada tahun 2011 sebesar 57.901 ton. Jika dihitung berdasarkan data-data di atas, Indonesia masih mengalami kekurangan polistiren sebesar 56.099 ton pada tahun 2011. Untuk memenuhi kebutuhan polistiren dalam negeri dan mewujudkan Indonesia yang mandiri, maka perlu didirikan sebuah pabrik polistiren. Pendirian pabrik ini juga dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Dengan mempertimbangkan bahwa kebutuhan polistiren akan semakin meningkat, maka pabrik polistiren yang akan didirikan berkapasitas 60.000 ton/tahun. 1
B. Tinjauan Pustaka Polistiren merupakan senyawa polimer aromatik yang dibuat dari monomer stiren. Pada suhu ruangan, polistiren biasanya bersifat termoplastik padat dan dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi. Gambar I.1. Rumus Molekul Polistiren Proses pembuatan polistiren dari monomer stiren dilakukan dengan reaksi polimerisasi. Polimerisasi monomer stiren merupakan reaksi polimerisasi adisi (chain-reaction polymerization). Reaksi polimerisasi adisi terdiri dari 3 (tiga) tahapan (Brandrup, 1975), yaitu : 1. Initiation (pemicuan) Tahap ini dimulai dari penguraian inisiator dan adisi molekul monomer pada salah satu radikal bebas. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah R + (C 6 H 5 -CH=CH 2 ) (C 7 H 6 -CH 2 -R ) dengan R adalah inisiator. 2. Propagation (perambatan) Tahap ini terjadi reaksi adisi molekul monomer pada radikal monomer yang terbentuk dalam tahap inisiasi. (C 6 H 5 -CH=CH 2 ) + (C 7 H 6 -CH 2 -R ) -(C 7 H 6 -CH 2 ) n - (C 7 H 6 -CH 2 -R ) Bila proses dilanjutkan akan terbentuk molekul polimer yang besar, di mana ikatan rangkap C=C dalam monomer stiren akan berubah menjadi ikatan tunggal C-C. n(c 6 H 5 -CH=CH 2 ) (C 8 H 8 ) n 3. Termination (terminasi) Tahap ini terjadi reaksi antara radikal polimer yang sedang tumbuh dengan radikal mula-mula yang terbentuk dari insiator (R), yaitu (C 7 H 6 -CH 2 -R ) 2
atau antara radikal polimer yang sedang tumbuh dengan radikal polimer lainnya, yaitu -(C 7 H 6 -CH 2 ) n - (C 7 H 6 -CH 2 -R ) sehingga akan membentuk polimer dengan berat molekul tinggi. (R - CH 3 -(C 7 H 6 -CH 2 ) n -) + (R - CH 3 -(C 7 H 6 -CH 2 ) n -) -( R - CH 3 -(C 7 H 6 -CH 2 ) n - C 7 H 6 -CH 2 -R ) Berdasarkan sifat dan kegunaannya, polistiren dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu : 1. General Purpose Polystyrene (GPPS) General purpose polystyrene (GPPS) bersifat keras, biasanya tidak berwarna dan tahan terhadap cuaca. Polistiren ini biasanya digunakan sebagai insulation, pembungkus material, casing CD, dan clear jewel boxes. 2. High Impact Polystyrene (HIPS) High impact polystyrene (HIPS) bersifat mudah dibentuk. Polistiren ini biasanya digunakan sebagai pembungkus thermoformed food dan non food, bahan pembuatan piring dan gelas. 3. Expanded Polystyrene (EPS) Expanded polystyrene (EPS) bersifat kaku dan biasanya digunakan sebagai fish box, insulation panels, dan pembungkus barang-barang elektronik Proses polimerisasi stiren dapat dilakukan dengan beberapa cara (Boundy and Boyers, 1952), yaitu : 1. Bulk Polymerization Bulk polymerization atau biasa disebut polimerisasi massa merupakan proses polimerisasi yang paling sederhana. Konsep polimerisasi ini adalah penggunaan monomer murni tanpa adanya pelarut. Polistiren yang dihasilkan larut dalam monomer stiren. Hal ini mengakibatkan tingkat kekentalan larutan menjadi meningkat seiring dengan bertambahnya konversi reaksi. 3
Keunggulan dari bulk polymerization adalah : - Prosesnya mudah dilakukan. - Konversi stiren monomer bisa mencapai 85% atau lebih (Koski, dkk., 1983) - Polimer yang terbentuk memiliki massa molekul yang lebih tinggi dibandingkan solution polymerization. Kelemahan dari bulk polymerization adalah : - Tingkat kekentalan larutan yang tinggi menyebabkan proses pengadukan menjadi sulit. Hal ini berdampak pada kemungkinan terjadinya kerusakan pada alat (pengaduk). - Pengambilan panasnya menjadi tidak baik dan tidak efisien. Hal ini dikarenakan polimer yang terbentuk kental (cenderung padat). 2. Solution Polymerization Solution polymerization merupakan proses polimerisasi di mana monomer dilarutkan dengan pelarut yang cocok sebelum terjadi polimerisasi. Tujuan ditambahkan pelarut adalah untuk mengurangi tingkat kekentalan dan melepaskan panas. Dalam pembuatan polistiren, pelarut yang cocok dan banyak digunakan adalah etil benzen. Keunggulan dari solution polymerization adalah : - Prosesnya mudah dilakukan. - Hasil polimerisasi tidak kental, sehingga perpindahan panasnya baik. Kelemahan dari solution polymerization adalah : - Ada kemungkinan terjadinya chain transfer ke pelarut yang menyebabkan pembentukan polimer dengan massa molekul yang lebih rendah. - Hasil keluar reaktor berupa campuran polimer dengan pelarutnya, sehingga perlu dilakukan proses pemisahan lebih lanjut. - Berat molekul polimer yang dihasilkan masih di bawah bulk polymerization. 4
3. Suspension Polymerization Suspension polymerization merupakan proses polimerisasi di mana monomer yang mengandung inisiator yang terlarut disebarkan sebagai tetesan dalam suspention agent (biasanya air). Hal ini dilakukan dengan pengadukan yang cepat selama reaksi. Proses polimerisasi terjadi dalam tetesan-tetesan tersebut. Setiap tetesan mengalami polimerisasi massa secara efektif. Tetesan-tetesan tersebut dijaga tetap berpisah dalam cairan dengan cara menambahkan sedikit zat pemantap seperti polivinil alkohol dan metal selulosa. Keunggulan dari suspension polymerization adalah : - Proses pengambilan panas reaksi mudah. - Polimer yang terbentuk berupa butiran-butiran kecil yang berukuran 0,1 1 mm, sehingga proses pemisahan polimer menjadi lebih mudah. - Kontrol suhu baik. Kelemahan dari suspension polymerization adalah : - Dimungkinkan adanya kontaminan yang terbawa oleh air dan suspension agent. 4. Emulsion Polymerization Emulsion polymerization hampir sama dengan suspension polymerization. Pada emulsion polymerization, terdapat penambahan emulsion agent (surfaktan/sabun). Butiran/gelembung monomer dalam cairan berukuran mikron. Emulsion agent (sabun) tersebut akan membentuk agrerat molekul sabun yang disebut misel. Misel ini melarutkan monomer dengan cara mengambil monomer ke bagian dalam misel. Inisiator yang larut dalam cairan mendifusi ke dalam misel yang dipenuhi molekul-molekul monomer. Inisiator ini akan memicu terjadinya polimerisasi di dalam misel. Hasil polimerisasi yang terbentuk berupa emulsi dengan ukuran butir 1 mikron. 5
Keunggulan dari emulsion polymerization adalah : - Prosesnya berjalan cepat. - Polimer yang terbentuk memiliki berat molekul yang tinggi. - Kontrol suhu baik. Kelemahan dari emulsion polymerization adalah : - Pemisahan polimer tidak sederhana. - Dimungkinkan adanya kontaminan yang terbawa oleh air dan emulsion agent. Dalam prarancangan pabrik polistiren dari monomer stiren kali ini, proses polimerisasi yang dipilih adalah solution polymerization. Pemilihan proses ini didasarkan pada proses yang mudah untuk dilakukan. Selain itu, penggunaan pelarut etil benzen membuat hasil polimerisasi tidak kental, sehingga perpindahan panas yang terjadi baik. 6