BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kampung atau biasa disebut ayam buras adalah salah satu ayam

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Ternak itik mulai diminati oleh masyarakat terutama di Indonesia. Karena,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memuliabiakkan secara teratur ayam pembibit berbeda yang masing-masing

I PENDAHULUAN. Itik mempunyai potensi untuk dikembangkan karena memiliki banyak

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

I PENDAHULUAN. yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kapang Rhizopus oryzae

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah. Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Basah Usus Besar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

THERMOREGULATION SYSTEM ON POULTRY

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kedu termasuk ragam ayam kampung dari spesies Gallus gallus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ayam petelur saat ini sangat pesat, meskipun

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berat tertentu dalam waktu relatif singkat (Rasyaf, 1994). Broiler umumnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daging broiler diperoleh, dipasarkan atau dikonsumsi dalam waktu yang relatif

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan broiler merupakan suatu alternatif dalam menjawab tantangan

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan broiler dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu broiler modern

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat berpengaruh terhadap kehidupan ayam. Ayam merupakan ternak

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik ini

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

I PENDAHULUAN. Indonesia selama ini banyak dilakukan dengan sistem semi intensif.

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Sudaryani dan Santosa. (2000) ayam ras petelur adalah yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. besar pasang gen yang masing-masing dapat berperan secara aditif, dominan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci termasuk hewan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

Ilmu Pengetahuan Alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

SISTEM PEREDARAN DARAH

I. PENDAHULUAN. Perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia semakin hari semakin

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan terhadap penyakit dan cuaca. dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah jenis ayam ras unggul hasil perkawinan silang, seleksi dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi, terutama produksi daging (Tamalluddin, 2012). Ayam broiler merupakan jenis ayam yang memiliki pertumbuhan sangat cepat yang hanya membutuhkan waktu yang sangat singkat dengan waktu pemeliharaannya selama 35-42 hari sudah dapat dipanen untuk menghasilkan bobot 2-3 kg (Nasir dkk., 2013). Pemeliharaan ayam broiler terbagi atas dua periode yaitu starter dan finisher, periode starter dimulai pada umur 1-21 hari sedangkan periode finisher pada umur 22-35 hari atau sesuai dengan bobot yang diinginkan (Murwani, 2010). Beberapa contoh strain ayam pedaging yang sering digunakan di Indonesia antara lain Arbor Arces, Hubbard, Cobb, Lohman dan Hybro (Susilorini dkk., 2007). Ayam broiler memiliki banyak keunggulan jika dibandingkan dengan jenis lain karena siklus produksi singkat, pertumbuhan lebih cepat dan efisien dalam mengubah pakan menjadi daging (Susanti dkk., 2013). Namun, ayam broiler lebih mudah terserang penyakit dan rentan terhadap perubahan suhu lingkungan. Ayam broiler akan berproduksi secara optimal pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan ayam tersebut. Suhu lingkungan nyaman bagi pertumbuhan ayam broiler di daerah tropis adalah 18-23 C (Bell dan Weaver, 2002), sedangkan kelembaban udara berkisar antara 60-70% (Tamalluddin, 2012 ).

5 Produktivitas ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bibit, kualitas dan kuantitas pakan serta kondisi lingkungan (Nuriyasa dkk., 2010). 2.2. Cekaman Panas pada Ayam Broiler Cekaman panas (heat stress) merupakan respon tubuh ternak dalam kondisi tidak normal akibat suhu tinggi yang berpotensi mengganggu homeostasis dan biasanya ditandai dengan perubahan tingkah laku, biokimia dan fisiologis (Sahin dkk., 2009; Sugiharto dkk., 2016 b ). Ayam yang mengalami cekaman panas ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku seperti kegelisahan, nafsu makan berkurang, banyak minum dan panting (Tamzil, 2014). Cekaman panas akan menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis maupun metabolisme di dalam tubuh yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap profil darah ayam tersebut. Cekaman panas pada ayam broiler menyebabkan terjadinya perubahan konsentrasi hemoglobin, jumlah eritrosit dan kadar hematokrit dalam tubuh (Sugiharto dkk., 2016 b ). Ternak yang mengalami cekaman panas akan melakukan percepatan pengeluaran panas sebagai upaya mempertahankan diri dengan sistem homeostasis (Hilman dkk., 2000; Aengwich dan Simaraks, 2004; Sugito, 2009). Cekaman panas berpengaruh terhadap tingkah laku ternak dan beberapa fungsi organ seperti jantung dan penapasan (Tamzil, 2014), cekaman panas juga mengakibatkan hormon kortikosteron dan kortisol meningkat secara tidak langsung (Sohail dkk., 2012; Sugiharto dkk., 2016 b ). Terjadinya cekaman panas akan direspon langsung oleh hipotalamus, hipofisa dan kelenjar adrenal melalui satu sistem yang disebut HPA (hypothalamus pituitary adrenal-axis) (Hilman

6 dkk., 2000; Borrel, 2001; Syahruddin dkk., 2013). Akibatnya CRH (corticotropin realizing hormone), ACTH (adeno-corticotropin hormone) dan kortikosteron yang dihasilkan meningkat. Peningkatan kadar hormon kostikosteron dalam darah akan memicu terjadinya kerusakan sel termasuk sel darah merah karena asupan oksigen dalam tubuh berkurang (Tamzil, 2014). Hal ini akan berdampak pada menurunnya nilai hematokrit, menurunkan tekanan oksigen dan menurunkan konsentrasi hemoglobin (Olanrewaju dkk., 2010; Tamzil, 2014). 2.3. Kapang Rhizopus oryzae dan Crhysonillia crassa Kapang adalah fungi yang berfilamen dan membentuk hifa (Fitria dkk., 2008). Hifa tersebut terbentuk dari spora dan jamur. Kapang diketahui dapat hidup di dalam saluran pencernaan ayam (Kompiang dkk., 2006; Lumpkins dkk., 2010; Yudiarti dkk., 2012 a ). Di dalam saluran pencernaan ayam, kapang banyak tumbuh di dalam ileum karena ph ileum netral cenderung basa (Yamanaka, 2003: Yudiarti dkk., 2012 b ), ph ileum berkisar antara 7,0-7,5 (Supartini dan Fitasari, 2011). Yudiarti dkk. (2012 a ) di dalam penelitiannya menemukan beberapa spesies kapang di dalam saluran pencernaan ayam kampung, salah satunya yaitu R. oryzae yang menunjukkan aktivitas probiotik. R. oryzae memiliki karakteristik tumbuh koloni pada medium potato dextroxe agar (PDA) pada suhu 40 C, memiliki diameter 0,7 1 cm yang berwarna coklat ke abu-abuan. Rhizopus sp. memiliki ciri-ciri koloni berwarna putih abu-abu, pertumbuhan yang sangat cepat dengan membentuk miselium seperti kapas, memiliki stolon, rhizoid serta hifa

7 yang tidak bersekat (Dewi dkk., 2014). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sugiharto dkk. (2015 b ), Kapang Rhizopus oryzae yang diisolasi dari gathot juga memiliki potensi sebagai probiotik karena di dalamnya terdapat kandungan antioksidan yang tinggi serta dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan menurunkan potensi stres pada ayam broiler. C. crassa merupakan salah satu kapang yang juga ditemukan dalam saluran pencernaan ayam kampung. Pada uji in vitro yang dilakukan Yudiarti dkk. (2012 a ), C. crassa memiliki potensi sebagai probiotik. C. crassa memiliki karakteristik miselium berwarna merah muda hingga orange dengan diameter 4 4,5 cm. Pada penelitian selanjutnya, secara in vivo penambahan kapang C. crassa sebanyak 0,50% terbukti dapat merangsang perkembangan vili-vili usus halus dan menurunkan jumlah bakteri patogen dan jamur di dalam saluran pencernaan ayam kampung (Yudiarti dkk., 2012 b ). 2.4. Probiotik Probiotik merupakan mikroba hidup baik bakteri maupun kapang yang diberikan kepada ternak yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada hewan inang serta dapat meningkatkan mikroba dalam saluran pencernaan (Lutfiana dkk., 2015). Probiotik berperan dalam memperbaiki mikroflora usus halus, memperbaiki sistem imun tubuh, meningkatkan ketersediaan nutrient pada ternak serta dapat memperbaiki profil hematologi (eritrosit, hemoglobin dan hematokrit) (Ali dkk., 2013). Di dalam probiotik terdapat senyawa antibakteri yang dapat

8 menekan pertumbuhan bakteri patogen sehingga proses penyerapan nutrisi akan berjalan optimal. Beberapa mikroba probiotik mampu menghasilkan senyawa enzim yang diperlukan tubuh yang digunakan untuk membantu dalam proses pencernaan (Lutfiana dkk., 2015). Salah satu enzim yang dihasilkan yaitu enzim protease. Enzim protease berperan dalam merombak protein menjadi asam amino (Yudiarti dkk., 2012 b ). Asam amino sendiri merupakan komponen utama dalam sintesis protein, selain itu asam amino juga digunakan dalam proses pembentukkan eritrosit. Sehingga semakin tinggi sintesis protein maka kebutuhan protein dalam pembentukkan sel darah merah terpenuhi (Ali dkk., 2013). Berdasar hasil penelitian Lan dkk. (2004); Sugito dkk. (2011), penambahan probiotik ke dalam pakan, selain dapat memperbaiki kinerja saluran pencernaan, probiotik juga dapat mengurangi dampak stres pada ayam broiler yang dipelihara pada kondisi panas. 2.5. Darah Darah merupakan jaringan yang berperan dalam membawa zat makanan menuju ke jaringan, membawa produk akhir metabolisme dari sel organ ke ekskresi, mengangkut O 2 dari paru-paru ke jaringan dan mengeluarkan CO 2. Secara umum, darah berfungsi dalam pengaturan keseimbangan internal dan transportasi yakni sebagai termoregulasi, mempertahankan keseimbangan air, membawa oksigen dan sisa metabolisme tubuh, membawa hormon dari kelenjar endokrin ke dalam organ-organ lain di dalam tubuh, serta di dalamnya mengandung faktor ketahanan tubuh (Frandson, 1996; Moyes dan Schulte, 2008;

9 Isroli dkk., 2009). Darah tersusun atas plasma dan padatan dengan masing-masing persentasi 55% dan 45% (Ulupi dan Ihwantoro, 2014). Darah ayam mengandung eritrosit, leukosit granular, leukosit non granular dan trombosit yang tersuspensi dalam plasma darah (Khan dan Zafar, 2005). Darah memiliki peran yang sangat penting dalam proses fisilogis tubuh ternak dalam menunjang produktivitas sehingga tubuh ternak yang terganggu fungsi fisiologisnya akan memberikan perubahan pada profil darah. Jika terjadi perubahan fisiologis pada tubuh hewan maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan (Isroli dkk., 2009). Profil darah pada ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, bangsa, jenis kelamin, temperatur lingkungan, penyakit, keadaan fisik (Ali dkk., 2013). 2.6. Eritrosit Sel darah merah (eritrosit) di dalam tubuh secara umum berfungsi dalam pertukaran gas maupun distribusi oksigen ke dalam sel untuk proses metabolisme (Yuniwarti, 2015). Di dalam eritrosit terdapat hemoglobin yang berfungsi dalam proses pengangkutan O 2 dari paru-paru ke seluruh jaringan di dalam tubuh. Pada unggas eritrosit berbentuk oval dan memiliki inti terletak di tengah. Eritrosit atau sel darah merah pada unggas berbentuk bikonkaf dengan ukuran 7 μm (Ulupi dan Ihwantoro, 2014) dan tebal 1-3 μm dengan jumlah eritrosit di dalam darah sebanyak 45% dari volume total darah (Setyaningrum, 2010). Pembentukan eritrosit terjadi secara terus menerus dan proses pembentukan tersebut disebut dengan eritropoesis. Menurut Guyton dan Hall (1997) eritropoesis

10 pada masa embrional unggas terjadi di dalam kantung kuning telur, sedangkan setelah perkembangan embrio pembentukan sel terjadi di hati, pembuluh limfe dan sumsum tulang belakang. Eritropoesis di dalam sumsum tulang belakang dipengaruhi oleh beberapa prekursor berupa zat besi, asam amino dan hormon eritropoetin (Fatah dkk., 2015). Tinggi rendahnya kandungan oksigen akan mempengaruhi produksi erirosit di dalam tubuh. Jumlah eritrosit menunjukkan kemampuan ayam mengangkut oksigen dalam melakukan proses metabolisme nutrien di dalam tubuh (Isroli dkk., 2009). Jumlah eritrosit dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, jenis kelamin, bangsa, penyakit, suhu, lingkungan, keadaan geografis dan kegiatan fisik (Ali dkk., 2013). Eritrosit normal pada ayam yaitu berkisar antara 2,0 3,2 x 10 6 /mm 3 (Zurriyati dan Dahono, 2013) dengan masa umur eritrosit rata-rata 28-35 hari (Sturkie, 1998). Pada unggas, profil darah dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kondisi fisiologis dan defisiensi nutrisi pada ternak (Sugiharto dkk., 2016 b ). 2.7. Hemoglobin Hemoglobin merupakan suatu komponen yang sangat penting di dalam eritrosit yang berperan dalam pengangkutan O 2 ke seluruh jaringan tubuh. Hemoglobin adalah senyawa yang berasal dari ikatan kompleks antara protein dan Fe yang menghasilkan warna merah pada darah dan berperan dalam mengangkut O 2 (Ali dkk,, 2013). Hemoglobin terbentuk atas komponen heme dan globin. Hemoglobin disintesis dari asam asetat (acetid acid) dan glycine menghasilkan

11 porphyrin, porphyrin bersama dengan Fe membentuk heme yang selanjutnya dengan globin membentuk hemoglobin (Rastogi, 1977). Jumlah hemoglobin normal pada ayam yaitu berkisar antara 5,18 9,30 g/dl (Salam dkk., 2010; Sugiharto dkk., 2015 a ; Hidayat dkk., 2016). Penurunan kadar hemoglobin dalam darah secara umum berkorelasi positif dengan jumlah eritrosit. Selain itu, kadar hemoglobin juga berkorelasi positif terhadap persentase hematokrit (Ariyani dkk., 2012). Artinya penurunan eritrosit akan berakibat pada penurunan hemoglobin dalam darah, akibatnya kemampuan distribusi oksigen akan berkurang, viskositas darah turun sehingga aliran darah akan semakin cepat (Setyaningrum, 2010). Di dalam pembentukkannya, hemoglobin dipengaruhi oleh kecukupan nutrisi ternak. Pembentukkan hemoglobin dalam tubuh juga membutuhkan prekursor berupa mikromineral dan protein (Fatah dkk., 2015; Wibowo dkk., 2016). Faktor lain yang berpengaruh terhadap kadar hemoglobin antara lain umur, spesies, lingkungan, pakan dan ada tidaknya kerusakan eritrosit (eritrositosis) (Ali dkk., 2013). 2.8. Hematokrit Hematokrit atau packed cell volume (PCV) merupakan presentase dari padatan darah terhadap total volume darah, termasuk eritrosit dan hemoglobin (Isroli dkk, 2009). Hematokrit juga menjadi parameter dalam kemampuan darah mengangkut oksigen. Rata-rata persentase hematokrit normal pada unggas berkisar antara 30 33% (Swenson, 1977) sedangkan pada ayam yaitu antara 22% - 35% dengan rata-rata normal 30% (Satyaningtijas dkk., 2010). Jumlah

12 eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin berbanding lurus apabila mengalami perubahan (Meyer dan Harvey, 2004). Persentase hematokrit yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengetahui viskositas darah, semakin tinggi persentase hematokrit maka darah akan semakin kental karena padatan dalam darah cenderung lebih sedikit, begitu pun sebaliknya (Ali dkk., 2013). Penurunan kadar hematokrit dapat disebabkan oleh penurunan kadar hemokonsentrasi akibat penurunan kadar seluler darah atau peningkatan plasma darah. Peningkatan air plasma (hemodilution) dan penurunan air plasma (hemoconcentration) dapat menyebabkan perubahan volume sel (Wardiny dkk. 2012). Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hematokrit antara lain umur, jenis kelamin, status nutrisi, keadaan hipoksia, jumlah dan ukuran eritrosit (Wibowo dkk., 2016). Eritrositosis (kerusakan eritrosit) dapat mempengaruhi persentase hematokrit dalam tubuh (Wardhana dkk., 2001; Santoso, 2016). 2.9. Mean Corpuscular Volume (MCV) Perhitungan nilai indeks eritrosit berupa MCV, MCH dan MCHC digunakan untuk menetapkan ketidak sesuaian ukuran sel eritrosit dengan kadar hemoglobin dalam sel tersebut. Ketidak sesuaian tersebut diklarifikasikan berdasarkan morfologinya (mikrositik, normositik dan makrositik). Mean Corpuscular Volume (MCV) merupakan suatu ukuran volume rata-rata eritrosit (Wibowo dkk., 2016). Jumlah MCV pada ayam normal berkisar antara 90-140 fl (Hodges, 1977). Mean Corpuscular Volume (MCV) terbagi atas makrositik, mikrositik dan normositik. Jika eritrosit lebih besar dari biasanya (makrositik) maka MCV menjadi tinggi,

13 jika eritrosit lebih rendah (mikrositik) maka MCV turun dan MCV akan normal jika ukuran sel tidak terlalu besar dan terlalu kecil (Wibowo dkk., 2016). Besar kecilnya nilai MCV dapat dipengaruhi oleh eritrosit dan hematokrit dalam darah (Fatah dkk, 2015). 2.10. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) adalah jumlah rata-rata hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit yang dihitung dengan membagi hemoglobin dan eritrosit (Rais dkk., 2016), dan digunakan untuk mengetahui banyaknya hemoglobin per eritrosit yang diukur dengan pikogram. Menurut Hodges (1977) bahwa MCH pada ayam normal berkisar antara 33-47 pg. Nilai MCH berbanding lurus dengan eritrosit, artinya eritrsoit yang besar (makrositik) biasanya memiliki nilai MCH yang tinggi dan sebaliknya eritrosit yang kecil memiliki nilai MCH yang rendah (Wibowo dkk., 2016). 2.11. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) adalah persentase konsentrasi hemoglobin dalam sel. MCHC dapat dijadikan sebagai tolok ukur apakah hemoglobin yang terbentuk dalam sel darah merah cukup atau tidak. Kategori sel darah merah berdasarkan konsentrasi hemoglobin dengan perhitungan. Nilai MCHC ayam normal sebesar 26-36% (Hodges, 1977). Menurut Wibowo dkk. (2016) MCHC terbagi atas normokromik, hipokromik dan hiperkromik. Sel darah merah normokromik merupakan konsetrasi hemoglobin

14 normal, hipokromik memiliki konsentrasi hemoglobin rendah, sedangkan hiperkromik memiliki konsentrasi hemoglobin yang tinggi. Selain itu, nilai MCHC adalah indikator terpenting dalam pengamatan terapi anemia karena perhitugannya menggunakan dua penentu paling akurat pada hematologi yaitu hemoglobin dan hematokrit (Santoso, 2015).