BAB V KESIMPULAN. Perkembangan pendidikan rendah di Yogyakarta pada kurun. waktu dipengaruhi oleh berbagai kebijakan, terutama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hak yang dimiliki seorang warga negara Indonesia. adalah hak untuk mendapatkan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan kebudayaan unggulan menjadi salah satu pokok pikir kerangka

BAB V KESIMPULAN. Mangkubumi, yang terdiri dari Pangeran Mangkubumi, Pangeran Wijil, Pangeran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang

MODUL POLA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL HINGGA KEMERDEKAAN MATERI : HUBUNGAN POLITIK ETIS DENGAN PERGERAKAN NASIONAL

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

BAB V PENUTUP. Indonesia dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Mekkah mempunyai pas jalan haji, harus menunjukkan dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA

PENGARUH POLITIK ETIS TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh: Melinda Vikasari NIM

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengantarkan orang untuk terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan

BAB V. Kesimpulan. Perubahan sosial di Yogyakarta dipengaruhi oleh perubahan-perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Sejarah perkembangan pers di masa Kolonial Belanda khususnya di

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Barat, pendidikan di Sumatra Timur bersifat magis religius yang

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU TAHUN 2016 MEWUJUDKAN KPI PUSAT DAN KPI DAERAH SEBAGAI REGULATOR PENYIARAN YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru yang mengajarkan bagaimana

Di samping itu, Sultan HB VII juga menggunakan taktik dengan mengulur waktu dan mencegah penyerahan secara total semua yang diminta oleh pemerintah

EKSISTENSI TANAH KASULTANAN (SULTAN GROUND) YOGYAKARTA SETELAH BERLAKUNYA UU No. 5 / 1960

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Politik kolonial Belanda berkembang menuju gagasan yang menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENDIDIKAN PADA MASA KOLONIAL

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu pekerjaan atau perencanaan. Mentri dalam Negeri

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus

GUBERNUR Kedudukan, Peran dan Kewenangannya

PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. diakibatkan karena kepadatan penduduk yang semakin tinggi. mulai memperkenalkan kebijakan baru yang disebut dengan Politik Etis..

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk yang mampu melakukan olah cipta sebab

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. perkembangan sehingga kekuasan wilayahnya semakin luas, disamping

BAB 5: SEJARAH POLITIK KOLONIAL

BAB II PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI SURAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

FOTO KEGIATAN SIKLUS I

UU 32/1947, MEMUSATKAN SEGALA URUSAN SEKOLAH SEKOLAH LANJUTA...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan. dari keluarg, masyarakat sekelilingnya. Perkembangan pendidikan saat ini ini

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai sejarah pembentukan berbeda dengan wilayah provinsi yang lain

I. PENDAHULUAN. Pemerintah Kolonial Belanda. Kolonisasi yang dijalankan di Indonesia pada awal

MADRASAH DAN PEMBEDAYAAN PERAN MASYARAKAT Oleh: Soprayani

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani*

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa Jawa merupakan mata pelajaran muatan lokal yang wajib

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas kebhinekaan dan sejarah nusantara. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk. bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

BAB VI KESIMPULAN DAN REFLEKSI TEORI

I. PENDAHULUAN. berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

KEDAULATAN DAN OTONOMI DESA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pers cetak atau surat kabar merupakan media komunikasi massa yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia

Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dukungan riset yang memadai. Banyak hal yang harus dihadapi terutama masalah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

INTEGRASI NASIONAL UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER ILHAM SAIFUDIN PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK. Sabtu, 06 Januari 2018

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

RENCANA KERJA PROGRAM DAN KEGIATAN TA. 2018

PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah berdirinya Bank Indonesia pada tahun 1960-an dimana

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1981 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN KEPADA SEKOLAH SWASTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBERIAN BANTUAN KEPADA SEKOLAH SWASTA (Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1981 Tanggal 14 Agustus 1981) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan Daerah Istimewaan yang berbeda dengan Provinsi yang lainnya,

Daftar Isi PENDIRIAN MUSEUM MUHAMMADIYAH PROPOSAL 5 ASAS-ASAS 13 RENCANA 24 TAHAPAN PENDIRIAN 1 LATAR BELAKANG SEJARAH PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

Membangun Fakultas Tarbiyah sebagai LPTK untuk Menghasilkan Guru Berkualitas

Kenaikan Biaya Pendidikan Universitas Indonesia Tahun 2016

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

KISI-KISI PENULISAN SOAL UJIAN SEKOLAH KELAS XI IPS 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG PEMBELANJAAN PENSIUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang, sekolah dan lembaga pendidikan swasta. dimaknai secara umum dalam bingkai pembedaanya dari sekolahsekolah

SAMBUTAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA EKSPOSE GUIDE

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGHEMATAN ENERGI DAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan mengacu pada bab pertama serta hasil analisis pada bab empat. Dalam

Sejarah Tata Hukum Dan Poliik di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

TUGAS PENULISAN KALIMAT EFEKTIF DAN ANALISIS KALIMAT

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 8/Ags/2016

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sejatinya adalah pembentukan karakter, sifat dan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

PEDOMAN PRAKTIKUM.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

No kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, berasaskan Pancasila. Peran optimal ini dapat diwujudkan dengan menjadikan perguruan tin

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

BAB I PENGANTAR. Politik Etis membuka era baru dalam perpolitikan kolonial di. Hindia Belanda sejak tahun Pada masa ini diterapkan suatu

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN Perkembangan pendidikan rendah di Yogyakarta pada kurun waktu 1907-1939 dipengaruhi oleh berbagai kebijakan, terutama kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial. Kebijakan pemerintah kolonial yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan bumiputera adalah Politik Etis yang secara resmi diterapkan di Hindia Belanda pada tahun 1901. Salah satu kebijakan politik etis yang mulai diterapkan oleh pemerintah kolonial pada 1901 adalah perbaikan pendidikan bagi kalangan bumiputera. Lahirnya kebijakan perbaikan pendidikan melalui Politik Etis kemudian mempengaruhi munculnya sekolah-sekolah jenis baru. Di antaranya ELS, HIS, Sekolah Kelas Satu dan Sekolah Kelas Dua. Kebijakan pendidikan yang diterapkan pada kurun waktu 1907-1939, di antaranya juga dipengaruhi oleh kebijakan desentralisasi pendidikan. Kebijakan desentralisasi pendidikan dapat dikatakan merupakan kebijakan turunan dari desentralisasi pemerintahan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1903. Pada tahun 1903, pemerintah kolonial menerbitkan Undang-Undang Desentralisasi (decentralisatie-wet) yang mengatur mengenai sistem

desentralisasi di bidang pemerintahan. Munculnya UU ini, kemudian menjadi salah satu pendorong kebijakan desentralisasi dalam bidang pendidikan. Desentralisasi pendidikan di Hindia Belanda yang bermula dari gagasan Gubernur Jenderal Van Heutz untuk mendirikan sekolah sederhana bagi kalangan bumiputera, kemudian ditandai dengan didirikannya volksschool atau sekolah desa. Sekolah ini memiliki kedudukan sebagai lembaga desa. Kebijakan pendidikan yang kedua adalah subsidi pendidikan untuk sekolah-sekolah partikelir, yakni subsidi yang diberikan kepada sekolah-sekolah yang didirikan oleh pihak swasta. Kebijakan ini dibuat pemerintah kolonial untuk mengapresiasi lembaga pendidikan swasta yang mendirikan sekolahsekolah demi memenuhi kebutuhan pendidikan pada masa tersebut. Namun kebijakan subsidi untuk sekolah partikelir ini sejatinya mengandung tujuan lain, yakni untuk menghemat anggaran pendidikan. Pemerintah kolonial beranggapan bahwa memberikan subsidi kepada sekolah partikelir lebih efisien daripada membangun sekolah yang baru. Sistem desentralisasi pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial pada abad XX sendiri terasa semu. Hal ini dikarenakan tidak seluruh kebijakan pendidikan didesentralisasikan secara penuh. Pemerintah kolonial tetap memberikan beberapa 160

aturan dan batasan yang berkaitan dengan pendirian volksschool. Diantaranya aturan mengenai kurikulum, syarat penerimaan siswa, serta uang sekolah. Pasca pemerintah kolonial menerapkan subsidi bagi sekolah partikelir, jumlah sekolah partikelir meningkat tajam. Namun sejumlah sekolah partikelir tersebut dianggap menyebarkan paham yang berpotensi mengancam eksistensi pemerintah kolonial di Hindia-Belanda. Sekolah partikelir yang semula dianggap sebagai penolong pemerintah kolonial untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kemudian berubah menjadi ancaman bagi eksistensi pemerintahan kolonial di Hindia-Belanda. Hal ini yang kemudian mendasari pemerintah kolonial untuk melakukan pengawasan terhadap sejumlah sekolah partikelir. Sebagai bagian dari wilayah Hindia-Belanda, kebijakan pendidikan yang diterapkan di Yogyakarta turut mengikuti kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial. Perkembangan pendidikan di Yogyakarta pada kurun waktu tersebut juga tidak dapat dilepaskan dari peranan Kadipaten Pakualaman dan Kasultanan Yogyakarta yang berstatus sebagai daerah swapraja. Kadipaten Pakualaman dan Kasultanan Yogyakarta juga turut 161

bertanggungjawab dalam mengampu pendidikan di Yogyakarta, sehingga kebutuhan pendidikan di Yogyakarta tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah kolonial semata. Peran dan tanggung jawab Kadipaten Pakualaman dan Kasultanan Yogyakarta ditandai dengan didirikannya beberapa lembaga pendidikan bumiputera. Jika ditinjau dari konsep kehidupan bernegara, pemerintah memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyatnya, salah satunya dengan memberikan pendidikan layak. Pemerintah Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman yang masuk dalam wilayah Hindia-Belanda juga turut melaksanakan tanggung jawab menyediakan pendidikan bagi rakyat Yogyakarta dengan menerapkan kebijakan-kebijakan pendidikan, sesuai dengan kebijakan pemerintah kolonial yang berlaku saat itu. Di antaranya ditunjukkan dengan mendirikan volksschool atau sekolah desa. Volksschool di Yogyakarta dikenal dengan Sekolah Kasultanan dan Sekolah Pakualaman. Berdirinya kedua sekolah tersebut merupakan wujud tanggung jawab Kadipaten Pakualaman dan Kasultanan Yogyakarta terhadap perkembangan pendidikan masyarakat bumiputera di Yogyakarta. Kontribusi lain pihak Kasultanan dan Pakualaman terhadap perkembangan pendidikan di Yogyakarta adalah dengan memberikan semacam beasiswa (bondha 162

pasinaon) kepada putra-putra abdi dalem Keraton. Pihak Kasultanan juga meminjamkan tanah-tanah Kasultanan untuk didirikan sekolah atau dikenal dengan istilah gebruik (hak pakai). Di Yogyakarta, ordonansi pengawasan sekolah partikelir yang diterapkan oleh pemerintah kolonial pada 1920an tidak hanya berfungsi untuk mengawasi sekolah-sekolah yang dicurigai menyebarkan doktrin yang mengancam eksistensi pemerintahan kolonial di Hindia-Belanda, namun juga berperan untuk mengawasi penyaluran subsidi agar tepat pada sasaran. Kebijakan-kebijakan yang telah terurai di atas saling berkaitan satu dengan lain. Dimulai dari kebijakan perbaikan pendidikan bumiputera melalui politik etis yang berawal dari kritik Van Deventer terhadap pemerintah kolonial yang kurang memperhatikan kesejahteraan masyarakat bumiputera. Kebijakan desentralisasi pendidikan pada tahun 1907 kemudian membuka kesempatan perluasan pendidikan bagi bumiputera, terutama dari kalangan menengah ke bawah. Kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi pendidikan bagi sekolah-sekolah partikelir juga menjadi salah satu pemicu menjamurnya sekolah-sekolah swasta, terutama sekolah-sekolah yang dimotori oleh organisasi pergerakan nasional. Keberadaan Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman yang 163

menggunakan status swapraja-nya untuk mendirikan sekolahsekolah, terutama bagi kalangan bumiputera, turut mendorong desentralisasi pendidikan di wilayah Yogyakarta pada kurun waktu 1907-1939. Kebijakan-kebijakan yang telah disebutkan di atas sedikitbanyak berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan di Yogyakarta. Diantaranya adalah meningkatnya kesadaran masyarakat Yogyakarta akan arti pentingnya pendidikan. Kesadaran masyarakat Yogyakarta mengenai arti pentingnya pendidikan ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah penduduk Yogyakarta yang melek aksara. Jumlah sekolah partikelir juga semakin meningkat, hal ini merupakan konsekuensi dari meningkatnya kebutuhan pendidikan. Kebijakan-kebijakan pendidikan tersebut juga saling berkorelasi dan berkaitan satu dengan yang lainnya. Begitu pula dengan dampak yang timbul dari kebijakan-kebijakan tersebut yang turut mempengaruhi perkembangan pendidikan rendah di Yogyakarta. 164