BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia dan setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. (Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 H, Undang Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang Undang Nomor 36 tahun 2000 tentang kesehatan). Oleh karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya dan negara bertanggung jawab agar terpenuhi hak sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit). Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pelayanan informasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, visite pasien dan pengkajian penggunaan obat (Anonim 1, 2004).
Pengkajian penggunaan obat merupakan evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien (Aslam, dkk., 2003). Adapun hal yang menyebabkan ketidakrasionalan obat yaitu peresepan yang boros (extravagant), peresepan berlebihan (over prescribing), peresepan yang kurang (under prescribing), peresepan majemuk (multiple prescribing), dan peresepan yang salah (incorrect prescribing). Masalah terapi terkait obat (drug therapy problem) muncul ketika kebutuhan pasien terkait obat tidak terpenuhi yaitu untreated indication (pasien memerlukan obat tetapi indikasinya kurang tepat), drug therapy used when not indicated (pasien memerlukan terapi obat tetapi mendapat obat yang indikasinya tidak ada), improper drug selection (pasien memerlukan terapi obat tetapi mendapat obat/produk obat yang salah), subtherapeutic dose (pasien memerlukan terapi obat tetapi menerima dosis obat kurang). Salah satu penyakit yang dirawat di rumah sakit dr. Pirngadi Medan adalah pasien luka bakar. Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya dan radiasi (Morison, 2004). Jenis luka dapat beragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah, dan jaringan epidermal yang mengakibatkan rusaknya sistem
persyarafan (Morison, 2004). Sebagian luka bakar terkait dengan kecelakaan di rumah dan sebagian lagi terjadi di lingkungan kerja. Penderita luka bakar di rumah sakit dr. Pirngadi Kota Medan datang dengan derajat luka yang berbeda mulai dari yang ringan sampai yang berat, sehingga diperlukan penanganan pengobatan luka bakar sesuai indikasi luka bakar. Umumnya pasien luka bakar diobati berdasarkan prosedur tetap yang sudah baku pada ruang rawat inap, tanpa melihat jenis luka dan derajat luka bakarnya yaitu dengan cara mengurangi rasa nyeri, dukungan psikologis, pembersihan luka dan pencegahan infeksi (Morison, 2004). Sehingga penanganan yang lebih lanjut membutuhkan waktu yang lama. Menurut pedoman penggunaan albumin University Health System (UHS) dan pedoman penggunaan albumin di rumah sakit umum daerah Soetomo Surabaya (RSUD Soetomo, 2003), untuk pasien dengan derajat luka bakar >50% dari permukaan tubuh harus diberikan albumin dalam waktu 24 jam pertama. Pada pasien luka bakar di RSU dr. Pirngadi penggunaan albumin hanya diberikan pada pasien jika terjadi hipoalbuminemia dengan tujuan untuk memperbaiki kadar albumin dan percepatan penyembuhan penyakit pasien. Albumin telah digunakan sejak puluhan tahun sebagai salah satu pilihan terapi dalam praktik medis. Tujuannya adalah mengatasi kondisi hipoalbuminemia pada berbagai penyakit. Menurunnya kadar albumin dapat menjadi penyebab kelainan tetapi lebih banyak merupakan komplikasi penyakit yang diderita sebelumnya.
Banyak data yang membuktikan bahwa kadar albumin dalam darah berkaitan dengan prognosis sehingga para ahli berkeyakinan untuk memperbaiki kondisi hipoalbuminemia dilakukan dengan pemberian infus albumin. Contoh yang paling nyata adalah usaha untuk menaikkan kadar albumin pada pasien-pasien gawat atau kondisi pra-bedah. Fungsi albumin adalah menjaga agar tekanan onkotik koloid plasma berkisar 75-80% yang merupakan 50% protein tubuh. Dalam tubuh terdapat kurang lebih 360 g albumin yang dapat dijumpai dalam plasma 49% dan 51% pada jaringan extravaskuler. Jika protein plasma khususnya albumin tidak dapat lagi menjaga tekanan onkoloid akan terjadi ketidak seimbangan tekanan hidrostatik yang akan menyebabkan edema (Murray, 2006). Kadar serum albumin sangat penting sebagai indikator prognostik, karena jika kadar albumin kurang dari yang seharusnya, akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Albumin diproduksi di hati sebagai proalbumin yang mempunyai N- terminal protein, oleh karena itu pemberian albumin untuk penderita penyakit hati tidak bermanfaat. Karena albumin disintesis di hati dengan rata-rata 12-14 g/hari (150-250 mg/kg berat badan) dengan T½ 20 hari (Sulistia, 2007). Meskipun harga sediaan albumin relatif mahal harus tetap diberikan sesuai dengan diagnosis penyakitnya. Berkaitan dengan itu penulis ingin meneliti penanganan dan efektivitas pemberian albumin infus yang digunakan untuk memperbaiki kadar albumin yang rendah agar normal dan membantu percepatan penyembuhan penyakit pada pasien luka bakar.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dilakukan pengkajian penggunaan obat untuk pasien luka bakar dengan derajat luka yang berbeda serta mengalami hipoalbuminemia sehingga diperoleh pola penggunaan albumin pada pasien luka bakar. Secara skematis pola pikir penelitian dapat ditunjukkan pada Gambar 1.1. Variable bebas Variable terikat Derajat Luka Bakar Penggunaan Albumin Waktu Pemberian Albumin Sesuai Kebutuhan Pengobatan Kadar Albumin Penderita Luka Gambar 1.1 Skema kerangka pikir penelitian 1.3 Kriteria Inklusi Pada penelitian ini yang termasuk kriteria inklusi adalah sebagai berikut: a. penderita luka bakar dengan kadar albumin <3 g/dl berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan penderita luka bakar dengan kadar albumin normal >3 g/dl. b. percepatan penyembuhan pasien yang ditandai luka kering dan keadaan umum pasien membaik.
1.4 Kriteria Eksklusi Pada penelitian ini yang termasuk kriteria eksklusi adalah sebagai berikut: a. pasien luka bakar dengan sindroma nefrotik. b. pasien luka bakar anak-anak. 1.5 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas maka, rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut: a. apakah pola penanganan pengobatan luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan telah sesuai kebutuhan? b. apakah semua jenis luka bakar harus diberikan terapi albumin? 1.6 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: a. pola penanganan pengobatan luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan sesuai dengan kebutuhan. b. tidak semua jenis luka bakar diberikan terapi albumin, hanya pada pasien luka bakar yang membutuhkannya.
1.7 Tujuan Penelitian Berdasarkan hipotesis di atas maka tujuan penelitian ini adalah: a. untuk mengetahui pola penanganan pengobatan pasien luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan. b. untuk mengetahui pemberian terapi albumin pada pasien luka bakar sesuai dengan kebutuhan pengobatan pasien. I.8 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran pengobatan pasien luka bakar dan dapat sebagai acuan terapi albumin pada pasien luka bakar di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Kota Medan.