UPACARA MESAYUT TIPAT SASIH KEWULU DI DESA PAKRAMAN KAWAN, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI ( PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU ) Oleh : I Nyoman Mudana nym_mudana@yahoo.co.id Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Pembibing I Ida Ayu Tary Puspa Pembimbing II Made Iwan Indrawan Jendra ABSTRAK Keterbukaan komunikasi dengan dunia luar tersebut mempertemukan dua arus tipe budaya,yaitu antara budaya Barat sebagai budaya progresif yang dimuarai oleh nilai rasionalitas dengan budaya Timur yang dimuarai nilai religius dan estetik termasuk Bali. Keadaan ini membuka peluang untuk masyarakat Bali mempertanyakan berbagai ritual, tradisi dan konsep agama yang diterima secara turun temurun dalam bingkai rasionalisme. Evolusi pemikiran masyarakat Bali secara konstan membawa gesekan-gesekan ditingkat masyarakat awam atau bahkan dikalangan intelektual, mengingat adanya perbedaan pendidikan dan sudut pandang. Agama Hindu memiliki dua sistem penentuan upacara yajña yaitu berdasarkan sasih yaitu datangnya setiap tahun (sasih) dan berdasarkan wuku yang datangnya setiap enam bulan sekali. Yajña yang datangnya setahun seperti hari raya Nyepi dan Siwaratri yang semuanya itu bersifat penyucian pada buana alit (diri manusia), sedangkan yajña yang datangnya setiap enam bulan (wuku) seperti Hari Raya Galungan Kuningan, Saraswati, Tumpek dan Lain-lainnya adalah bersifat persembahan (yajña) kepada Panca yajña. Akan tetapi pelaksanaan Upacara Mesayut Tipat dilaksanakan setiap tahun yaitu pada sasih kawulu umumnya disamping bersifat penyucian pada buana alit juga persembahan kepada para Dewa (Dewa yajña) dan juga pada sesama mahluk (manusa yajña) dengan sarana utama ketipat sirikan yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah urip dari panca wara maupun sapta wara kelahiran Tujuan penelitian secara umum mengkaji perspektif pendidikan Agama Hindu. Adapun masalah yang dikaji meliputi (1) Pola Upacara mesayut Tipat di desa Pakraman. (2) fungsi Upacara Mesayut Tipat. (3) nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu yang terdapat dalam upacara tersebut. Masalah dibedah dengan menggunakan teori fungsional struktural yaitu untuk membedah latar belakang pelaksanaan Upacara Mesayut Tipat, teori simbol untuk membedah fungsi Upacara Mesayut Tipat, dan teori pendidikan untuk membedah nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Upacara Mesayut Tipat. Teknik pengumpulan 1
data menggunakan: observasi, wawancara, dan studi dokumen. Teknik analisis data menggunakan metode kualitatif, dan penyajian bersifat deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang melatarbelakangi pelaksanaan Upacara Mesayut Tipat: a). ucapan terima kasih dan permohonan keselamatan dan kerahayuan kepada leluhur dan Ida Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya, b). Untuk mengembalikan keseimbangan Buana Alit (mikrokosmos) dan Buana Agung (makrokosmos) Pola Upacara Mesayut Tipat mencakup: a) Persiapan pelaksanaan yaitu dari pengumpulan sarana yang akan dipakai dalam upacara mesayut tipat. b). Pelaksanaan upacara diawali dari persembahan kepada leluhur / Ida sang Hyang Widhi beserta manifestasinya dilanjutkan dengan ngayab atau natab pada setiap umat secara bersamaan c).setelah pemimpin menyeleasikan tugasnya dalam upacara mesayut tipat sebagai penutup dilanjutkan dengan prasadam dengan nunas banten ayaban masing- masing disertai dengan ramah tamah dalam keluarga. Fungsi Upacara Mesayut Tipat yaitu : a) Fungsi Religius adalah memohon keselamatan yang datang dari dorongan rohani manusia dari lubuk hatinya yang suci sehingga dapat meyakinkan diri serta berusaha untuk dapat menyesuaikan diri dengan seluruh tata aturan alam semesta, kepada Hyang Widhi untuk mencapai keseimbangan Bhuana Agung dan Bhuana Alit, b) Fungsi Sosiologi adalah pengunaan sesayut sebagai sarana upacara karena adanya keyakinan masyarakat sesayut dapat memberikan kerahayuan terhadap umat yang melaksanakannya, c) Fungsi Etika yaitu persembahan yang dilakukan hendaknya tidak mengikat, tetapi harus tetap disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki serta dengan rasa suci dan bhakti yang mendalam, d) Fungsi Estetika yaitu keindahan perwujudan cita, rasa dan karsa untuk memuja Tuhan, sehingga dalam pelaksanaan Upacara Mesayut Tipat dipahami sebagai konsep seni dalam ruang pikir untuk kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa serta upakara merupakan bentuk seni ritual, mengandung rasa indah (sunddaram) ke-tuhanan yang sejati (satyam), mengandung unsur siwam sekaligus kebenaran (satyam), e) Fungsi pendidikan yaitu adanya pengaruh edukatif yang baik kepada orang lain (Tukang Banten) yang memberikan pengaruh yang positif kepada orang lain yang belajar atau ingin mengetahui mengenai Banten Mesayut Tipat untuk menjaga dan memelihara keseimbangan alam. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam upacara ini; a).nilai pendidikan Religiusitas yakni dengan pelaksanaan Upacara Mesayut Tipat dengan memakai ketipat sirikan yang jumlahnya disesuaikan dengan urip kelahiran membuat perasaan seseorang menjadi tenang, tentram dan nyaman. Nilai Sosial pendidikan yakni adanya jalinan kekerabatan yang kental dalam keluarga baik dari proses persiapan dan saat prasadam secara bersamaan dalam Upacara Mesayut Tipat tersebut. c) Nilai Tattwa yakni kegiatan yang bersifat ritual sebagai usaha mendekatkan diri kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sebagai wujud bhakti dan penyampaian terima kasih kepada-nya, d) Nilai Harmonisasi yaitu dengan penggunaan sarana seprti buah-buahan local yang ada pada sasih tersebut diharapkan dapat terjalin hubungan harmonis antara manusia dengan alam, e) nilai pendidikan yakni pembuatan banten sayut ketipat dengan 2
reringgitan yang artistik diatur sesuai aturan yang diwariskan secara turuntemurun. Kata kunci : Upacara Mesayut Tipat Sasih Kawulu, Pendidikan Agama Hindu PENDAHULUAN Pendidikan agama Hindu telah dimulai sejak zaman Veda. Dalam pendidikan Asram (Gurukula) pelajaran diberikan oleh seorang guru, kepada siswanya terutama pengetahuan kerohanian, di samping pengetahuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Tentang pendidikan Asram (Gurukula), Rabindranath Tagore menyatakan : Pendidikan yang sejati, adalah pendidikan asram Gurukula. Sistem pendidikan yang dikelola oleh para maharsi dan dilaksanakan di tempat-tempat yang sunyi dan jauh dari keramaian dunia. Sistem pendidikan Asram mengharuskan guru dan siswa selalu berada dalam hubungan yang erat, sehingga seorang guru mengetahui benar kepribadian siswanya. Pendidikan merangkum suatu tatanan nilai (value), sedangkan Agama merupakan keseluruhan keyakinan, perasaan, dan tindakan yang dipantulkan manusia dalam wujud kepercayaan, bahwa Tuhan berperan menentukan hidup pribadi, sosial, dan publik manusia. Agama merangkum valuasional, dalam pengertian tatanan nilai luhur yang bersumber langsung dari Tuhan. Pendidikan Agama Hindu merangkum suatu tatanan nilai luhur yang bersumber dari kaidah dasar ajaran Agama Hindu yang diwahyukan secara langsung oleh Sang Hyang Widhi melalui para Maha Rsi-nya dan selanjutnya dihimpun menjadi kitab suci Veda (Atmaja. 1998:315) Pendidikan Agama Hindu dalam Upacara Mesayut Tipat adalah faktor keteladanan orang tua dirumah, guru di sekolah dan tokoh agama dan masyarakat serta pengaruh lingkungan pergaulannya, di masyarakat. Dalam persiapan sampai prasadam upacara Mesayut Tipat, keluarga yang kehidupan sehari-harinya harmonis, hubungan suami istri serta dengan anaknya demikian bahagia, walaupun kehidupan keluarga sederhana dan bahkan miskin, namun nilai-nilai pendidikan agama Hindu dapat tumbuh berkembang dengan subur. Sebaliknya 3
dalam keluarga yang kehidupan sehari-harinya tidak harmonis, hubungan suami istri retak karena berbagai faktor penyebab, komunikasi orang tua dengan anak dan sebaliknya, dengan saudara-saudaranya tidak serasi, maka keluarga tersebut jauh dari ketentraman dan kebahagiaan, walupun dari segi ekonomis sosial tergolong mampu. Dalam penanaman nilai-nilai pendidikan agama Hindu seperti pendidikan budhi pekerti, disiplin, bekerja keras, bersyukur, mawas diri menghagai karya orang lain, susila, sopan santun, tekun, ulet, terbuka, tenggang rasa, jujur, hemat, berkemauang keras, rajin, ramah tamah, rasa kasih sayang (cinta kasih yang sejati), setia, tertib, pemaaf, kukuh hati dan bijaksana serta rela berkorban. Peranan orang tua hendaknya senantiasa dapat menjadi teladan dan menjalin komunikasi yang akrab dan hangat dengan anak-anaknya, sehingga setiap persoalan akan dipecahkan. Keteladanan ini hendaknya dipertahankan sampai anak-anak tersebut dewasa dan bahkan ketika orang tua sudah sangat tua sekalipun seorang anak akan bangga atas keteladanan orang tuanya. Upacara Mesayut Tipat Sasih Kawulu adalah sebagai ucapan terimakasih kepada Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya sesuai dengan jumlah Urip Sasih Kawulu, serta upacara Mesayut Tipat sebagai permohonan keselamatan dan kemakmuran dengan memakai sarana Tipat Sirikan yang jumlah Ketupatnya berdasarkan Sapta Wara (hari yang tujuh jumlahnya), makna pendidikan agama Hindu yang terkandung tidak lain adalah menanamkan pendidikan agama Hindu yang luhur, ketaatan dan hormat bhakti kepada orang tua, para guru dan tokohtokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat. Pendidikan agama Hindu secara formal adalah di sekolah. Peranan seorang guru di sekolah seharusnya menjadi seorang pendidik. Mendidik berbeda dengan mengajar, bila mengajar cukup mentransfer ilmu kepada seorang anak didiknya, tidak memperdulikan karakter yang berkembang nanti, sebaliknya seorang pendidik, di samping mentransfer ilmu kepada anak didiknya, hal yang lebih penting adalah menumbuhkembangkan pendidikan agama Hindu yang luhur. Seorang tidak hanya menjadikan seorang anak didik cerdas dan terpelajar, tetapi lebih penting dari hal tersebut adalah menjadikan anak tersebut memiliki budhi 4
pekerti yang luhur, berakhlak mulia, arif dan bijaksana serta berguna bagi keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa. Pendidikan agama Hindu secara non formal selain dalam lingkungan keluarga, di lingkungan masyarakat terutama yang dianggap tokoh atau ditokohkan sebagai tokoh masyarakat (pemimpin masyarakat,tokoh politik, pendidik).para tokoh harus terhindar dan menghindarkan diri dari berbagai perbuatan tercela, pemabuk, penjudi, peminum dan lain sebagainya, namun diharapkan untuk senantiasa berhati bersih, yang memancar dalam kepemimpinan atau ketokohannya. Kepemimpinan yang bijaksana yang dilandasi nilai-nilai pendidikan agama Hindu yang luhur akan senantiasa menyejukkan masyarakat yang dipimpinnya, muaranya adalah terwujudnya masyarakat yang tentram, damai dan sejahtera serta bahagia lahir dan bathin. METODE Secara metodelogis penelitian ini dilakukan melalui pendekatan metode kulitatif. Penelitian ini dilakukan di Desa Pakraman Kawan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang berhubungan dengan katagori, karakteristik, berwujud pertanyaan atau kata-kata. Data yang di peroleh dari beberapa teks dan informan yang telah ditentukan secara snow ball sampling. peneliti bertindak sebagai key instrument dalam pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan pedoman wawancara, kamera, tape recorder, dan alat tulis. Selanjutnya, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi, wawancara, studi dokumen, dan tehnik analisis data. Data dianalisis dengan teknik deskriptif dan interpretative dengan menggunakan teori Simbol, teori Fungsional Struktural dan Teori Pendidikan yang hasilnya disajikan secara formal dan non formal. HASIL ANALISIS Hasil penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 5
Upacara Mesayut Tipat adalah Upacara Untuk santapan /labaan untuk bhuna alit, sedangkan santapan/labaan untuk buana agung disebut caru/tawur. Upacara Mesayut Tipat memakai Ketipat Sirikan karena merupakan simbol dari padma kuncup (bhuana alit), sedangkan Kawulu penjabaran dari Padma Kembang (Bhuana Agung). Padma Kuncup yaitu berada di pura Besakih yaitu : di timur adalah Pura Gelap yang upacara tawurnya pada tilem Kasa, di arah selatan adalah Pura Kiduling Kreteg, pelaksanaan tawurnya pada tilem sasih Karo, arah Barat adalah Pura Ulun Kulkul, pelaksanaan Tawurnya Pada Tilem sasih Ketiga, dan di arah Utara adalah Pura Batumadeg yang pelaksanaan Tawurnya pada Tilem Kelima puncakanya pada Tilem Sasih Kesanga adalah Tawur di Pura Besakih (Ida Pedanda Putu Oka, Wawancara, 19 Februari 2013). Padma Kembang (Bhuana Agung ) adalah melambangkan dari Asta Dala yaitu delapan kelopak yang menghadap ke Timur, Tenggara, Selatan, Barat daya, Barat, Barat Laut, Utara, Timur Laut. Umumnya dipakai menyebutkan delapan kelopak padma atau Asta Dala Pangkaja. Kedelapan kelopak meepresentasikan keseimbangan. Asta Dala padma yang ada di Muladhara cakra, silabel sucinya adalah Ka-Ca-Tha-Ta-Pa-Ya-Sa-La, masing-masing silabel menunjuk Dewi Anangga Kusuma, Anangga Kekhala, Anangga Madana, Anangga Madana Uttara, Anangga Rekha, Anangga Wegini, Anangga Kusa dan Anangga Malini. Asta Dala berupa Juga Diagram Yantra suatu simbol Yantra Universal (Palguna, 2011:127) Nilai-nilai Pendidikan agama Hindu ditanamkan sejak dini, bahkan secara ritual, pendidikan ini telah berlangsung sejak seorang suami bertemu dengan istrinya dan memohon kelahiran anak yang suputra. Demikian sang istri mulai mengandung, dilakukan berbagai upacara untuk keselamatan bayi dalam kandungan dan terciptanya lingkungan yang menunjang kelahiran anak yang suputra, yang di dalam komunitas umat Hindu umumnya dengan memperdengarkan lantunan mantra-mantra Veda, pembacaan kisah-kisah Rāmāyaņa, Mahābhārata dan cerita-cerita yang mengandung nilai-nilai pendidikan agama Hindu, dengan demikian karakter negatif yang mempengaruhi sang bayi dalam kandungan dapat direduksi sedangkan karakter yang positif dan 6
baik ditumbuh-kembangkan. Upacara keagamaan yang dilakukan oleh suami-istri sampai lahir, demikian pula sejak anak lahir sampai dewasa mengamanatkan penanaman dan penumbuh-kembangkan nilai-nilai pendidikan agama Hindu pada diri seorang anak. TEMUAN Pendidikan upacara merupakan salah satu ajaran agama Hindu dalam menanamkan konsep-konsep pelaksanaan ber-yajña untuk mewujudkan rasa bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi, sehingga adanya suatu perubahan dalam setiap umat sedharma untuk memaknai arti dari yajña. Yajña menurut ajaran Agama Hindu berarti korban suci yang tulus iklas, dalam pelaksanaannya ada lima jenis yajña yang disebut panca yajña. Salah satu kaitannya dengan Pelaksanaan Upacara Mesayut Tipat yang dilaksanakan di desa Pakraman Kawan yang menurut jenisnya adalah Upacara Dewa Yajña dan Manusa Yajña. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian Upacara Mesayut Tipat Sasih Kawulu Di Desa Pakraman Kawan Bangli (Pendidikan Agama Hindu) kiranya dapat disimpulkan sebagai berikut : Upacara Mesayut Tipat Sasih Kawulu yang dilaksanakan di Desa Pakraman Kawan Bangli adalah sebuah ritual Agama Hindu yang dilakukan dengan menggunakan sarana berupa Ketipat Sirikan. Dilakukan pada masingmasing keluarga dengan cara dihaturkan sebagai sesajen kehadapan Dewa Hyang dan juga dipakai ayaban kepada masing-masing umat Hindu di Desa Pakraman Kawan Bangli. Upacara Mesayut Tipat Sasih Kawulu berfungsi sebagai sarana untuk mengucapkan terima kasih, serta memohon keselamatan, kerahayuan kepada Sang Hyang Widhi Wasa beserta Manifestasinya, disamping itu pula upacara Mesayut Tipat Sasih Kawulu sebagai pengintegrasi sosial keluarga melalui kegiatan yang 7
dilaksanakan mulai dari persiapan sampai dengan puncak upacara Mesayut Tipat Sasih Kawulu. Nilai Pendidikan yang terkandung pada Upacara Mesayut Tipat Sasih Kawulu di dalam kehidupan sosial religious di desa Pekraman Kawan adalah : kepada generasi muda umat Hindu agar bisa menjaga kelestarian alam demi terjaganya keseimbangan Buana Agung (Macrocosmos) dan Buana Alit (Microcosmos), serta diharapkan juga agar para generasi muda Hindu lebih banyak membaca sastra-sastra Hindu dalam pelaksanaan Upacara Yajña jangan menyimpang dari sastra yang ada. SARAN Melalui kesempatan ini disarankan agar : (1) Nilai pendidikan dari upacara Mesayut Tipat Sasih Kawulu perlu disebar luaskan kepada masyarakat, sehingga mereka memahaminya. (2) Melalui kegiatan ini solidaritas keluarga dapat dibina sehingga perlu kerjasama yang baik antara generasi tua dengan generasi muda agar tetap terjalin agar jangan terjadi jeda pengetahuan tentang kebudayaan mereka. Hal ini penting artinya karena generasi mudalah yang akan melanjutkan ritual ini dimasa yang akan datang. UCAPAN TERIMA KASIH Dengan menghaturkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, serta melalui tangan Hyang Widhi, sumbang saran dan informasi beberapa pihak sangat berarti dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada : Prof. Dr. I Made Titib.Ph.D. Rektor Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yang telah memberikan izin untuk mengikuti studi di Program Magister Dharma Acarya Program Pascasarjana. Prof. Dr. Drs. I Nengah Duija. M.Si, Direktur Program Pascasarjana yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengikuti studi. Ketua Program Studi Magister Dharma Acarya atas arahan yang diberikan kepada peneliti, Dr. Dra. Ida Ayu Tary Puspa, S.Ag. M.Par, pembimbing I yang telah memberikan petunjuk dalam penulisan tesis ini, Dr. Made Iwan Indrawan Jendra, 8
SS, M.Hum, pembimbing II yang telah sabar memberikan arahan sehingga tesis ini bisa terwujud, Pengelola perpustakaan pascasarjana yang telah memberikan fasilitas, bahan-bahan yang diperlukan untuk penulisan tesis ini DAFTAR PUSTAKA Alimandan, George Ritzer-Douglas J.Goodman. 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada Media Atmaja, Jiwa. 1988. Puspanjali. Denpasar : CV Kayumas Dalyono,M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta Darmayasa, I Made. 1995. Canakya Niti Sastra. Denpasar : Yayasan Dharma Naradha Dherana, Cokorda Raka. 1974. Pembinaan Awig-Awig Desa Pakraman Dalam Tertib Masyarakat. Denpasar : Pemerintah Propinsi Bati I Bali. Departemen Agama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka Gorda, I Gusti Ngurah. 1999. Manajemen dan Kepemimpinan Desa Adat di Propinsi Bali. Dalam Perspektip Globalisasi. Sekolah Tinggi Ekonomi Satya Dharma Singaraja bekerjasama dengan Widya Kriya Gematama Denpasar Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Peneloitian dan Aplikasinya. Jakarta: Indonesia Ghalia Jalaludin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta : Gaya Media Pratama Kadjeng dkk, I Njoman. 2007. Sarasamuccaya: Bali : Pemerintah Provinsi Bali. Kartono. 1986. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Mantra, I.B. 2006. Bhagawadgita. Propinsi Bali : Pengadaan Buku Penuntuk Agama Hindu dan modul/silabus Tentang Pesraman 9
Moleong, Lexy. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosda Karya PT Remaja Mulyana, Dedy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Pandangan baru ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: PT Remaja RosdaKarya Padil.Moh dan Supriyatno, Triyo. 2007. Sosiologi Pendidikan. Malang : UIN. Malang pres Pitana, I Gde (Editor). 1994. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar : BP Pudja G & Sudharta, Tjokorda Rai. 1995. Manawa Dharmasastra (manu Dharma Sastra) Jakarta : Hanuman Sakti Suhardana I Komang. 2002. Sundarigama, Sumber Sastra Rerahinan Hindu seperti Galungan, Kuningan, Purnama, Tilem Dan Lain-lain, Surabaya : Paramitha Sura, I Gede. 2001. Ajaran Ketuhanan dalam Agama Hindu di Bali. Makalah disampaikan pada seminar Ajaran Ketuhanan di Universitas Hindu Indonesia Denpasar Tilaar, H.A.R. 2001. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta : PT. Rineka Cipta Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita Titib, I Made. 2003. Purana. Sumber Ajaran Hindu Komprehensip. Jakarta : Pustaka Mitra Jaya Tri Guna, I B. 2000. Teori Tentang Simbol. Universitas Hindu Indonesia Denpasar : Widya Dharma Warna, I Wayan. 1993. Kamus Bali Indonesia. Denpasar : Panitia Penyusun Kamus Bali Indonesia Wiana, I Ketut. 1997. Cara Belajar Agama Hindu Yang Baik. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha Wiana. I Ketut. 2008. Makna Upacara Yajna dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita Wallace Walter L, 1990. Metode logika Ilmu Sosial. Yayasan Solidaritas 10
11