BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORI 2.1.1 Pengertian Belajar Sebagian besar ahli berpendapat bahwa belajar adalah merupakan proses perubahan, dimana perubahan tersebut merupakan hasil dari pengalaman. Dengan perkembangan teknologi informasi, belajar tidak hanya diartikan sebagai suatu tindakan terpisah dari kehidupan manusia. Banyak ilmuwan yang mengatakan belajar menurut sudut pandang mereka. Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dari segala sesuatu yang diperkirakan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan menguasai prinsip-prinsip dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis. Menurut Slameto (1995:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Kemudian Hamalik (1983:28) mendefinisikan belajar adalah suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut batasan-batasan belajar dapat disimpulkan sebagai berikut. Suatu aktivitas atau usaha yang disengaja Aktivitas tersebut menghasilkan perubahan, berupa sesuatu yang baru baik yang segera nampak atau tersembunyi tetapi juga hanya berupa penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah dipelajari. Perubahan-perubahan itu meliputi perubahan keterampilan jasmani, kecepatan perseptual, isi ingatan, abilitas berpikir, sikap terhadap nilai-nilai dan inhibisi serta lain-lain fungsi jiwa (perubahan yang berkenaan dengan aspek psikis dan fisik). Perubahan tersebut relatif bersifat konstan. 5
6 2.1.2 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Sedangkan menurut Oemar Hamalik berpendapat bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor (Hasan et all, 1991:23-27). Perinciannya adalah sebagai berikut: 1) Ranah kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi/penilaian. 2) Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. 3) Ranah Psikomotorik Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
7 Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Menurut Nana Sudjana (2004: 22) hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu, keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan citacita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.pendapat dari Nana Sudjana ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang dan akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. 2.1.3 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pembelajaran matematika di SD merupakan suatu permasalahan yang menarik. Adanya perbedaan karakteristik khususnya antara hakekat anak dan hakekat matematika. Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berfikirnya dikarenakan tahap berfikir mereka belum formal, tetapi para siswa SD di kelas rendah bukan tidak mungkin sebagian dari mereka berada pada tahapan pra konkret, sementara itu matematika adalah ilmu abstrak yang dikemukakan oleh Karso dkk, 1998 bahwa : Matematika adalah ilmu dekduktif,aksiomatik, formal, hierarkis, abstrak bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya, sehingga para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah sistem matematika. Mengingat adanya perbedaan karakteristik itulah maka
8 diperlukan adanya kemampuan khusus dari seorang guru untuk menjembatani antara dunia anak yang belum berfikir secara dekduktif untuk dapat mengerti dunia matematika yang bersifat dekduktif. Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspekaspek sebagai berikut: (1) bilangan, (2) geomteri, (3) pengolahan data.cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas suaru obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran. Belajar matematika merupakan belajar tentang konsep-konsep dan struktur abstrak yang terdapat dalam matematika serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. Belajar matematika harus melalui proses yang bertahan dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih kompleks. Setiap konsep matematika dapat dipahami dengan baik jika pertama-tama disajikan dalam bentuk konkrit. Russeffendi (1992) mengungkapkan bahwa alat peraga adalah alat untuk menerangkan/ mewujudkan konsep matematika sehingga materi pelajaran yang disajikan mudah dipahami oleh siswa. Setelah melakukan pembelajaran matematika dengan tepat diharapkan siswa dapat memiliki keterampilan-keterampilan sesuai dengan tujuan matematika di Sekolah Dasar. Adapun tujuan tersebut adalah : 1) menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari 2) menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika 3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut 4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
9 2.1.4 Model Pembelajaran Numberd Head Together 2.1.4.1 Hakikat Model Pembelajaran Numbered Head Together Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spancer Kagen (1993) untuk melibatkan banyak siswa dalam memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran (Ibrahim, 2000:28). Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan sosial (Ibrahim, 2000:25). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagen menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti. Prinsipnya model pembelajaran ini membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil, dan setiap siswa dalam kelompok akan mendapatkan nomor.nomor inilah yang digunakan sebagai patokan guru dalam menunjuk siswa untuk mengerjakan tugasnya. Selain itu pembagian kelompok juga dimaksudkan agar setiap siswa dapat bertukar pikiran dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ditugaskan oleh guru secara bersamasama sehingga diharapkan setiap siswa akan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
10 2.1.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Numbered Head Together Kelebihan Model Pembelajaran Numbered Heads Together : 1) Setiap siswa menjadi siap semua. 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kelemahan Model Pembelajaran Numbered Heads Together : 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru 2.1.4.3 Manfaat Model Pembelajaran Numbered Head Together Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah : 1) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 2) Memperbaiki kehadiran 3) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar 4) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil 5) Konflik antara pribadi berkurang 6) Pemahaman yang lebih mendalam 7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 8) Hasil belajar lebih tinggi 2.1.4.4 Tujuan Model Pembelajaran Numbered Head Together Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu : 1) Hasil belajar akademik stuktural Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 2) Pengakuan adanya keragaman Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang. 3) Pengembangan keterampilan social
11 Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. 2.1.4.5 Langkah-langkah Pembelajaran pada Model Pembelajaran Numbered Head Together Numbered Head Together dikembangkan oleh Spencer Kagen dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut: 1. Langkah 1 Penomoran (numbering): guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor, sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor yang berbeda, 2. Langkah 2 Pengajuan pertanyaan: guru mengajukan suatu pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum, 3. Langkah 3 Berpikir bersama (Head Together): para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut, 4. Langkah 4 Pemberian jawaban: guru menyebutkan suatu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas (Ibrahim, 2000: 28).
12 2.1.5 Penerapan Model Pembelajaran Numbered Head Together Penerapan Model Pembelajaran Numbered Head Together pada mata pelajaran matematika yang akan dilakukan oleh peneliti adalah dengan cara guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa. Appersepsi dengan menanyakan pelajaran yang lalu tentang membilang urut sambil menyanyikan lagu suka berhitung.memberi motivasi siswa untuk berkonsentrasi pada materi yang akan dibahas. Siswa membentuk kelompok,masing-masing kelompok 4-5 orang.semua siswa mendapat nomor untuk ditempel di kepala (tiap satu kelompok mendapatkan nomor yang berbeda).siswa bersama guru mecoba menyelesaikan bilangan loncat dengan berbantuan jumping frog.siswa mendapatkan lembar kerja siswa.dalam kelompoknya masing masing siswa mempraktekkan sendiri cara menyelesaikan bilangan loncat dengan bantuan jumping frog. Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban.siswa yang tertunjuk maju ke depan kelas dengan membawa hasil jawaban serta mendemonstrasikan menggunakan kartu jumping frog yang telah tersedia di depan kelas.bergantian dengan nomor yang lain. Beberapa siswa memajang hasil tulisan tadi. Guru memberikan pujian bagi siswa yang sudah mengerjakan tugas dengan baik dan memotivasi siswa yang belum mengerjakan tugas dengan baik.guru memberi penguatan materi tentang membilang loncat dan tembang dolanan.dengan bimbingan guru, secara klasikal guru dan siswa menyimpulkan materi pelajaran tentangmembilang loncat dan tembang dolanan. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Dengan bimbingan guru, secara klasikal guru dan siswa membuat rangkuman/simpulan materi pelajaran.siswa memajang hasil karya kelompoknya pada papan pajangan.guru memberikan tes akhir / evaluasi berupa tes post test.guru memberikan tindak lanjut berupa PR.Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.guru menutup pelajaran dengan salam dan berdo a
13 2.2. PENELITIAN YANG RELEVAN Penelitian tindakan kelas ini juga merujuk kepada penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti penelitilain.adapun penelitian yang dimaksud adalah penelitian yang sudah dilakukan oleh Achmat Mujtahid dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui metode Numbered Heads Together (nht) materi keliling dan luas pada kelas 4 di SDN Krajan 01 Weru Sukoharjo Tahun Pelajaran 2010/2011. Penulisan penelitian ini dilakukan pada tahun 2011.Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmat Mujtahid adalah metode numbered heads together (nht) dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika terutama tentang keliling dan luas pada siswa kelas 4 di SDN Krajan 01 Weru Sukoharjo.Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan yang cukup signifikan yaitu tingkat ketuntasan pada siklus II mencapai 83% pada hasil belajar matematika pada siswa kelas 4 di SDN Krajan 01 Weru Sukoharjo. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Abdul Kadir Jailani dengan judul Upaya meningkatkan hasil belajar matematika melalui metode Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas 5 SD Negeri 04 Alastuwo Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar tahun 2011/2012.Hasil penelitian tersebut adalah metode Numbered Head Together (NHT) terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal mencapai 90%. Berpijak dari penelitian penelitian itulah peneliti berasumsi bahwa penerapan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) juga dapat digunakan sebagai upaya meningkatkan hasil belajar dalam hal ini peningkatan hasil belajar matematika pada siswa kelas 1 SDN Mangunlegi 01.
14 2.3. KERANGKA PIKIR KONDISI AWAL Guru : Pembelajaran masih dilaksanakan dengan konvensional Siswa : Hasil belajar Matematika rendah TINDAKAN Menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together Siklus 1 Hasil belajar meningkat dengan tingkat keberhasilan 60% Siklus 2 Hasil belajar meningkat dengan tingkat keberhasilan 80% KONDISI AKHIR hasil belajar matematika meningkat menjadi 80% Gambar 2.1. Bagan kerangka berpikir jalannya penelitian tindakan kelas Penulis merasa sangat kecewa pada saat melaksanakan pembelajaran Matematika tahun ajaran 2012-2013 dengan pokok bahasan membilang loncat.hal ini dikarenakan hasil belajar siswa sangat rendah. Karena dari 19 siswa hanya 7 siswa atau 37% yang
15 mendapatkan nilai 63 ke atas, sedangkan lainnya yaitu 12 siswa atau 63% masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 60. Lebih mengecewakan lagi karena nilai rata-ratanya hanya 43,7.Ini menunjukkan siswa kelas I SD Negeri Mangunlegi 01 Kecamatan Batangan belum dapat mengerjakan membilang loncat dengan benar. Oleh karena itu muncul keinginan penulis untuk memperbaiki pembelajaran. Penulis berharap dengan memperbaiki proses pembelajaran maka hasil belajar siswa akan meningkat menjadi lebih baik. Penulis melakukan perbaikan pembelajaran sebanhyak 2 siklus melalui penelitian tindakan kelas dengan cara menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT). Dengan melakukan perbaikan pembelajaran dengan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT), penulis berharap hasil belajar siswa akan meningkat paling tidak 80 % sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh penulis yaitu 60. Penulis memilih model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) karena penulis berharap dengan pembelajaran yang bernomor akan membiasakan siswa menemukan sendiri pengetahuannya dan memasukkan siswa pada dunia permainan sehingga pembelajarannya lebih bermakna hasil belajar siswa juga akan meningkat. 2.4. HIPOTESIS TINDAKAN Penggunaan model pembelajaran Numbered Head Together diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang bilangan loncat pada siswa kelas 1 SD N Mangunlegi 01 Kabupaten Pati tahun pelajaran 2012/2013.